Koordinasi sumber daya manusia oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam tinjauan George R. Terry.

(1)

KOORDINASI SUMBER DAYA MANUSIA OLEH SULTAN MUHAMMAD AL-FATIH DALAM TINJAUAN GEORGE R. TERRY

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Muhammad Faisol Fadli

B74213051

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini dengan judul “Model Koordinasi Sultan Muhammad Al-Fatih”, merupakan penelitian kepustakaan (library reseach) berupa skripsi Koordinasi Sumber Daya Manusia oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam membuka peradaban di Kota Konstantinopel. Penulis menemukan masalah berupa, koordinasi sumber daya manusia yang dilakukan pada waktu sebelum, saat dan sesudah pembukaan kota Konstantinopel.

Sultan Murad II yang memimpin Kesultanan Utsmani sebelum Al-Fatih membangun organisasi untuk mempersiapkan penerusnya. Ia merencanakan beberapa strategi untuk membangun organisasi yang kokoh yang dapat dilanjutkan oleh kepemimpinan anaknya kelak, yakni Al-Fatih. Koordinasi dilakukan sebagai faktor utama dalam berjalannya tujuan orgaanisasi. Para bawahan dikoordinasi untuk melaksanakan tugasnya. Mereka dipimpin untuk mencapai tujuan organisasi di Kesultanan Utsmani. Persiapan dilakukan untuk membuka peradaban Konstantinopel.

Sultan Muhammad II (Al-Fatih) dapat melanjutkan tujuan ayahnya tersebut dengan perencanaan yang lebih matang. Ia berkoordinasi dengan menteri, gubernur, prajurit. Tujuannya adalah untuk membangun berbagai kawasan, militer, persenjataan, hingga berhasil mengumpulkan pasukan sebanyak 250.000 prajurit. Koordinasi yang dijalankan Sultan Al-Fatih ini adalah kunci uatama dalam penyerangan.

Sultan Muhammad II (Al-Fatih) telah melaksanakan peperangan tersebut dalam kurun waktu beberapa minggu. Koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani ini berjalan sesuai komando Sultan Al-Fatih. Namun koordinasi sumber daya manusia ini belum mampu menembus tembok kokoh Konstantinopel dan membuat musuh seolah-olah di atas angin. Sultan pun akhirnya mengevaluasi beberapa strategi dan membuat sesuatu hal yang tidak dipercaya oleh musuh. Ia membuat persiapan yang baik dan matang untuk dapat memenangkan pertempuran, hingga pada akhirnya ia dan pasukannya mampu untuk merebut dan menguasai kota Konstantinopel.

Sultan Muhammad Al-Fatih yang telah memenangkan pertempuran dan menguasai kota akhirnya memerintahkan para pasukan untuk membangun kota. Mereka diperintah agar warga yang hidup di kota Konstantinopel dapat sejahtera dan memiliki kehidupan yang layak. Sultan Al-Fatih juga melanjutkan untuk membuka kawasan baru sebagai dakwah Islamnya di beberapa Negara agar dapat disatukan menjadi peradaban kekhalifahan Islam. Pada akhirnya, koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani dapat berjalan dengan sempurna dan mampu membawa organisasi ini mencapai tujuannya.


(7)

(8)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Pembahasan ... 4

C. Tujuan Pembahasan ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 5

F. Definisi Konsep ... 5

G. Metode Penelitian ... 6

H. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II KOORDINASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA ... 11

1.Pengertian Koordinasi dan Hubungan Kerja ... 11

A. Pengertian Koordinasi… ... 12

B. Prinsip Koordinasi… ... 17

C. Ciri-ciri Koordinasi … ... 19

D. Fungsi Koordinasi ... 22

2. Pengertian Sumber Daya Manusia ... 25

BAB III KOORDINASI PENAKLUKKAN KONSTANTINOPEL ... 28


(9)

1. Koordinasi Persiapan ... 28

1.1. Koordinasi Perencanaan oleh Sultan Murad II. ... 28

1.2. Profil Kota Konstantinopel. ... 39

1.3. Ekspedisi Penyerangan. ... 43

2. Koordinasi Peta Potensi. ... 48

2.1. Membangun Benteng. ... 49

2.2. Pengadaan Senjata. ... 52

2.3. Memperkuat Angkatan Laut. ... 54

3. Koordinasi Negosiasi. ... 56

3.1. Negosiasi dengan Negara Sekutu Konstantinopel. ... 56

3.2. Negosiasi dengan Kaisar Konstantinopel. ... 58

B. Koordinasi Saat Penaklukkan Konstantinopel ... 62

1. Koordinasi Penentuan Strategi … ... 62

1.1. Koordinasi Persiapan Penyerangan … ... 63

1.2. Koordinasi Penempatan Pasukan … ... 67

1.3. Peran Ulama’ dalam Penyerangan … ... 70

1.4. Penentuan Pasukan Angkatan Laut ... 72

2. Koordinasi Pelaksanaan Serangan ... 74

2.1. Kehebatan Meriam milik Sultan Muhammad II ... 74

2.2. Serangan Pasukan Darat ... 77

2.3. Serangan Armada Laut Utsmani... 82

3. Evaluasi Serangan. ... 91

3.1. Evaluasi oleh Khalil Pasha. ... 93

3.2. Evaluasi Komandan dan Pasukan Laut. ... 97

3.3. Hasil Evaluasi Pasukan Utsmani. ... 104

C. Koordinasi Sesudah Penaklukkan Konstantinopel ... 128

1. Koordinasi Pembangunan Peradaban ... 128

1.1. Pembangunan Tempat Ibadah. ... 133

1.2. Pembangunan Bidang Pendidikan. ... 135

1.3. Pembangunan Tempat Kesehatan. ... 139


(10)

1.5. Pembangunan Peraturan dan Hukum Negara. ... 143

1.6. Pembangunan Sistem Pertahanan Negara. ... 150

2. Koordinasi Ekspansi Pembuka Peradaban ... 153

2.1. Penaklukkan Negeri Kepemimpinan Dimatrius. ... 156

2.2. Menyatukan Anatolia. ... 159

2.3. Membuka Peradaban Bosnia. ... 161

2.4. Membuka Peradaban Negara Qaraman. ... 166

2.5. Pertempuran dengan Negeri Beograd. ... 169

2.6. Membuka Peradaban di Kepulauan Yunani. ... 173

BAB IV KOORDINASI GEORGE R. TERRY. ... 176

1. Koordinasi dalam Pembukaan Konstantinopel. ... 176

2. Sumber Daya Manusia di Kesultanan Usmani. ... 193

BAB V PENUTUP ... 200

A. Kesimpulan ... 200

B. Saran ... 201 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Siklus Budaya Organisasi ... 31 Gambar 2 : Alur Koordinasi pasukan Utsmani ... 178 Gambar 3 : Alur Koordinasi di Kesultanan Utsmani ... 188 Gambar 4 : Alur Koordinasi Sumber DayaManusia di Kesultanan Utsmani .... 197


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sulthan Muhammad II digelari sebagai Muhammad Al-Fatih merupakan salah satu tokoh dalam sejarah kejayaan ummat Islam. Ia merupakan anak muda dari keturunan dinasti Utsmaniyyah yang memiliki kekuasaan di wilayah Turki. Ia juga merupakan seorang pemimpin yang ahli di bidang ilmu Agama, strategi militer, politik kenegaraan, dan manajemen organisasi. Sulthan Al-Fatih merupakan tokoh penting dalam pembukaan kota Konstantinopel di Romawi Timur. Saat usianya belum mencapai 25 tahun, ia mampu memimpin barisan pasukannya untuk membuktikan kebenaran kabar gembira Nabi. Selama 800 tahun dan 11 kali percobaan pembukaan, umat Islam belum berhasil membuka kota Konstantinopel. Hingga akhirnya, ia dan pasukannya datang dan mampu mewujudkan mimpi besar umat Islam ini.1 Mimpi tersebut didasarkan pada hadis Nabi:

م يناع ف لاق شْيجْلا كل شْيجْلا مْعنلو اهريما ريم ْْا مْعنلف ةَينيطْنطْسقْلا َنحتْفتل ينلاسف كلَْلا ْْع نْْ ةَلْس

ةَينيطْنطْسقْلا ازغف هتْثَ حف

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya

adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”2

1

Syaikh Ramzi Munyawi. 2011. Muhammad Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hal 1.

2

H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335.


(13)

2

Hadis di atas menjelaskan, bahwa pembuka Konstantinopel merupakan orang-orang yang terbaik. Sisi kebaikan pembukaan Konstantinopel dilihat dari dua sisi.

Pertama, sisi kepemimpinannya, yakni kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih yang menarik untuk dikaji. Sosok kepemimpinan Al-Fatih adalah kepemimpinan terbaik yang disebutkan dalam Hadis ini. Kedua, sisi kepatuhan dari para pengikutnya, yakni kepatuhan, kepercayaan, kemauan, dan kemampuan yang terbaik. Jika semua didasarkan pada sosok kepemimpinan yang terbaik, maka kemauan dan kepatuhan akan muncul. Hadis di atas juga menyebutkan strategi militer, karena militer merupakan simbol pertahanan, keamanan, keberanian, kewibawaan, dan kekuatan. Dengan adanya militer yang terbaik, rakyat merasa aman, damai, dan tentram. Oleh karena itu, pembebasan Konstantinopel tidak hanya melibatkan kepemimpinan yang terbaik, melainkan juga strategi militer yang terencana. Dalam hadis di atas, terdapat kata amir, yakni jabatan dengan otoritas tertinggi di bidang eksekutif yang mampu mengendalikan militer dan mengatur pemerintahan. Dalam hal ini, Al-Fatih tidak hanya sebagai seorang Sultan, melainkan juga ia menonjol sebagai seorang komandan militer.

Muhammad Al-Fatih merupakan pemimpin yang visioner. Visi besarnya adalah memindahkan dan memperluas wilayah kekuasaannya di seluruh barisan imperium benua Eropa. Oleh karena itu, ia memperhatikan lembaga pendidikan dan riset ilmiah di seluruh penjuru negeri. Ia juga mendirikan perpustakaan-perpustakaan besar untuk menunjang gagasan visi tersebut. Selain itu, ia membangun berbagai


(14)

3

rumah sakit, istana, masjid, dan pasar-pasar besar. Ia juga memperhatikan regulasi perdagangan dan produksi yang didasarkan pada syariat Islam. Ia juga mengeluarkan tata kelola sistem administrasi, terutama di bidang militer, kemaritiman, dan sistem peradilan. Perhatiannya pada sistem peradilan dimaksudkan agar para hakim menjadi terhormat dan mampu memutuskan perkara dengan adil.3

Keberhasilan Sultan Al-Fatih dalam pembangunan peradaban negerinya tidak terlepas dari koordinasi. Bentuk koordinasi yang dibangun Al-Fatih adalah top down, yakni dari atasan menuju bawahan. Dalam hal ini, Al-Fatih memiliki jabatan sebagai atasan yang memberikan pengaruh kepada para bawahan, baik pejabat tinggi, menengah, maupun pejabat yang paling rendah. Koordinasi merupakan penyatuan tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam suatu organisasi agar tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan pada arah pencapaian tujuan secara efisien. Dalam hal ini, tujuan besar dan srategis dirumuskan oleh Muhammad Al-Fatih. Semua bawahan perlu memahami tujuan pemimpin dan melaksanakannya dengan baik. Setelah itu, para bawahan merumuskan tujuan sendiri yang tidak berbeda dengan tujuan besar tersebut. Al-Fatih melakukan evaluasi secara berkala, hingga ia pernah menanyakan situasi kepada prajurit yang paling rendah. Cara Al-Fatih melakukan koordinasi di atas menarik untuk ditelaah lebih dalam. Dalam hal ini, telaah dibagi menjadi tiga bidang, yaitu koordinasi sebelum pembukaan Konstantinopel, saat pembukaan, dan setelah pembukaan.

3

Syaikh Ramzi Munyawi. 2011. Muhammad Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hal 3.


(15)

4

B. Fokus Pembahasan

Latar belakang masalah di atas memunculkan rumusan masalah, yaitu bagaimana koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani sebelum pembukaan Konstantinopel, saat pembukaan, dan sesudah pembukaan?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk menggambarkan koordinasi sumber daya manusia sebelum pembukaan Konstantinopel, saat pembukaan, dan sesudah pembukaan.

D. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini terwujud, ada dua manfaat yang diharapkan. Manfaat pertama adalah pengembangan teori. Dalam hal ini, teori koordinasi dikembangkan melalui konteks sejarah. Hasil teori koordinasi bisa dijadikan sebagai pengembangan mata kuliah teori organisasi yang diajarkan di Prodi Manajemen Dakwah. Manfaat yang kedua adalah implementasi manajemen di beberapa lembaga Islam. Dalam hal ini, koordinasi yang terbaik di masa lalu bisa diterapkan untuk lembaga-lembaga Islam saat ini maupun yang akan datang.


(16)

5

E. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Studi tentang penaklukkan Konstantinopel belum banyak dilakukan oleh pihak manapun. Setelah penelusuran terhadap beberapa referensi dalam kategori skripsi, jurnal, dan karya ilmiah ada satu penelitian tentang penaklukkan Konstantinopel berupa skripsi. Penelitian itu dilakukan oleh Riza Nur F mahasiswa UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2012 dengan judul „’Penaklukkan Konstantinopel”. Penelitian Riza Nur F ini hanya mengedepankan sisi sejarah, biografi, dan kepemimpinan saat penaklukkan Konstantinopel. Namun demikian, studi ini tidak memberikan analisis yang mendalam, terutama terkait dengan disiplin ilmu yang lain. Penelitian ini mempertemukan konteks penaklukkan Konstantinopel dengan teori manajemen. Dalam hal ini, fokusnya diarahkan pada model koordinasi. Karena itu, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya.

F. Definisi Konsep

Definisi konsep dari judul skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Koordinasi adalah penyatuan tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam mencapai suatu tujuan secara efisien pada organisasi. Menurut Abdulrahman yang dikutip Manila, koordinasi adalah menertibkan segenap kegiatan manajemen maupun kegiatan-kegiatan satu dengan yang lainnya agar tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan kepada titik arah


(17)

6

pencapaian tujuan secara efisien.4 Dari dua definisi ini, koordinasi merupakan penyatuan tujuan yang dilakukan beberapa orang dalam suatu organisasi agar tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan pada arah pencapaian tujuan secara efisien.

2. Sumber daya manusia adalah “pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Sebagaimana dikemukakan, bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi, sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya.5 3. Sultan Muhammad Al-Fatih lahir di Edirne pada tanggal 29 Maret 1432.

Nama lengkapnya adalah Muhammad Tsani bin Murad. Ia mempunyai dua orang guru, yaitu Syekh Ismail Al-Kurani dan Syekh Aaq Syamsuddin, yang membimbing sampai pada kemenangan. Ia adalah Sultan ke-VII dari dinasti Utsmani yang berhasil menaklukkan kota Konstantinopel. Kepemimpinannya dalam pemerintahan berlangsung selama 28 tahun. Pada akhirnya ia meninggal di usia 52 tahun pada tanggal 3 Mei 1481.

G. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah kepustakaan, karena data yang diambil berupa gambaran dari sebuah fenomena. Jenis penelitian ini adalah literature (studi

4

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 43.

5

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 4.


(18)

7

pustaka), karena data-data fenomena yang diambil berasal dari dokumen tertulis, buku-buku, dan jurnal.

Data penelitian ini bisa dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah data yang mencantumkan tentang koordinasi sebelum pembukaan Konstantinopel. Data ini meliputi, koordinasi riset, koordinasi peta potensi, dan koordinasi negosiasi. Jenis kedua adalah data tentang koordinasi saat berlangsungnya pembukaan Konstantinopel. Data ini meliputi: koordinasi penentuan strategi, koordinasi pelaksanaan serangan, dan koordinasi evaluasi. Jenis data yang ketiga adalah tentang koordinasi setelah pembukaan Konstantinopel. Data ini meliputi: koordinasi ekspansi pembebasan dan koordinasi pembangunan peradaban. Seluruh data yang diambil merupakan data yang bersifat sekunder, karena data-data diambil setelah proses pemikiran orang lain.

Seluruh data tersebut bersumber dari buku-buku tentang pembebasan Konstantinopel, antara lain:

1) Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk, karya Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2) Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel, karya Syaikh Ramzi Al

Munyawi.

3) Muhammad Al-Fatih 1453, karya Felix Y. Siauw.

4) Muhammad Al-Fatih Kisah Kontroversial Sang Penakluk Konstantinopel,

karya Mustafa Armagan.


(19)

8

Buku-buku yang menjadi sumber penunjang dari data sejarah tersebut adalah:

1) Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. Karya Susila Martoyo. 2) Manajemen Perusahaan. Karya Foster Douglas.

3) Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Karya Manila GK. 4) Manajemen Suatu Pengantar. Karya Panglaykim dan Hazil Tanzil. 5) Prinsip-Prinsip perilaku Organisasi. Karya Robbins Stephen P. 6) Perilaku dan Manajemen Organisasi. Karya Robert Konopaske dkk. 7) Perilaku Organisasi. Karya Sentot Imam W.

8) Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. Karya Susila Martoyo. 9) Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Karya Dann Sugandha.

Data-data di atas diambil dengan cara dokumentasi. Dokumentasi memiliki arti, bahwa ada informasi dari tulisan-tulisan maupun gambaran yang kemudian diolah kembali melalui tulisan itu. Tidak ada teknik pengumpulan data yang sesuai dengan jenis studi kepustakaan selain dokumentasi.

Dalam tahapan penelitian, ada dua poin yang menjadi fokus untuk dianalisis.

Pertama, data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan induksi. Induksi/induktif merupakan bentuk dari khusus ke umum. Bentuk khusus ini berasal dari buku-buku yang menuju ke umum dan bersifat generalisasi pernyataan. Sifat-sifat umum tersebut berasal dari informasi. Kedua, analisisnya ialah studi kritis/analisis kritis yang


(20)

9

membahas dan melihat fenomena dari sisi kelebihan, kekurangan, hingga menuju pada latar belakangnya yang sesuai dengan konteks manajemen.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk menjadikan tulisan ini tersusun secara sistematis, terarah, dan sesuai dengan bidang kajian yang diteliti. Penyusunan hasil laporan penelitian dalam bentuk skripsi ini disusun dalam lima bab sebagaimana berikut.

Bab pertama adalah Pendahuluan. Bab ini mencakup masalah yang hendak ditelaah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, konsep, serta pada bagaimana cara memecahkan masalah.

Bab kedua adalah pembahasan tentang teori-teori koordinasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Koordinasi tersebut juga menguraikan tentang prinsip, cirri-ciri, dan fungsi koordinasi pada organisasi yang dijalankan. Dalam bab ini juga dijelaskan beberapa teori tentang sumber daya manusia untuk menambah refrensi mengenai koordinasi sumber daya manusia.

Bab ketiga berisi tentang koordinasi sebelum, saat, dan sesudah pembebasan Konstantinopel. Pada bab ini, ada beberapa sub bab yang menjadi fokus pembahasan, yakni koordinasi persiapan, penentuan strategi, koordinasi pelaksanaan serangan, negosiasi, dan koordinasi evaluasi. Dari sub bab tersebut, nantinya akan


(21)

10

memunculkan penjelasan tentang koordinasi sebelum, saat, dan sesudah pembebasan Konstantinopel.

Bab keempat berisi tentang analisis dari koordinasi pasukan Utsmani dalam pembebasan Konstantinopel. Sub bab yang dimunculkan dari bab ini menjelaskan tentang koordinasi apa saja yang terjadi pada saat pembebasan Konstantinopel. Untuk sub bab kedua menjelaskan tentang Sumber daya manusia yang ada di Kesultanan Utsmani dalam mendukung pembeukaan Konstantinopel. Dua sub bab tersebut masing-mesing menjelaskan peran pasukan Utsmani dalam pembukaan Kosntantinopel.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini dimaksudkan untuk memudahkan bagi pembaca yang mengambil intisari dari skripsi. Berisi kesimpulan, saran, keterbatasan penelitian, dan rekomendasi.


(22)

BAB II

KOORDINASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pengertian Koordinasi dan Hubungan Kerja

Istilah koordinasi berasal dari kata Inggris coordination. Kata coordinate

terbentuk dari dua akar kata yaitu co dan ordinate yang mempunyai arti mengatur. Dengan demikian, dalam istilah koordinasi sudah terkandung makna pengaturan. Koordinasi dan hubungan kerja adalah dua pengertian yang saling terkait. Dengan kata lain, koordinasi hanya dapat dicapai atau terjalin bila terjadi hubungan kerja yang efektif.6

Hubungan kerja adalah bentuk komunikasi administrasi yang mendukung tercapainya koordinasi. Karena itu dikatakan, bahwa hasil akhir dari komunikasi (hubungan kerja) ialah tercapainya koordinasi dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna (efektif dan efisien). Begitu pentingnya koordinasi, dikatakan oleh Koontz dan O’Donnell yang dikutip Manila bahwa coordination is the essence of managership. Koordinasi dimaksudkan sebagai usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuan-satuan (unit-unit) kerja organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai

6

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 42.


(23)

12

kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi untuk mencapai tujuannya.7

A.Pengertian Koordinasi

Menurut Arifin Abdulrahman yang dikutip Manila, koordinasi adalah kegiatan untuk menertibkan segenap kegiatan manajemen maupun kegiatan kegiatan satu dengan yang lainnya agar tidak simpang siur, tidak bertentangan, dan dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian tujuan secara efisien. Menurut George R. Terry yang dikutip Manila berpendapat, bahwa koordinasi adalah pengerahan usaha-usaha yang teratur guna menciptakan jumlah, waktu dan arah pelaksanaan yang tepat, agar menghasilkan tindakan terpadu serta harmoni yang menuju ke arah sasaran yang telah ditetapkan.8 Sedangkan definisi menurut Mooney yang dikutip Jayanti adalah coordination as the achievement of orderly group efforts, and unity action is the pursuit of common purpose. (koordinasi sebagai pencapaian usaha kelompok secara teratur, dan kesatuan tindakan merupakan usaha pencapaian tujuan bersama).9

7

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 42.

8

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 43.

9Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).


(24)

13

Koordinasi merupakan bentuk kerjasama yang bertujuan untuk mencapai keselarasan aktivitas-aktivitas dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut Handayaningrat yang dikutip Jayanti dibagi menjadi dua bagian yaitu:10

1. Koordinasi intern, yaitu koordinasi yang dilakukan oleh atasan langsung, dalam hal ini pemimpin wajib mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para bawahannya. Dengan demikian, dapat diketahui bawahan telah melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan kebijaksanaan atau tugas pokok.

2. Koordinasi fungsional, yaitu yang dilakukan secara horizontal. Ini disebabkan, karena sebuah unit organisasi tidak mungkin dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan unit lainnya.

Di dalam koordinasi-koordinasi tersebut dapat dilakukan dalam dua bagian yaitu:11

1. Koordinasi fungsional intern, yaitu unit-unit dalam organisasi diperlukan koordinasi secara horizontal, karena antara unit yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan kerja secara fungsional.

10Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi

Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).

11Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi


(25)

14

2. Koordinasi fungsional ekstern, yaitu koordinasi antara organisasi satu dengan yang lainnya, karena sebuah organisasi tidak mungkin menyelenggarakan tugas tanpa bantuan dari organisasi lainnya.

Koordinasi merupakan penyatuan dan penyelarasan semua kegiatan, menurut Athoillah yang dikutip Jayanti: Adanya koordinasi yang baik dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat atau kesimpangsiuran dalam tindakan. Dengan adanya koordinasi yang baik, semua bagian dan personal dapat bekerja sama menuju ke satu arah tujuan yang telah ditetapkan.12

Koordinasi dalam manajemen sifatnya fundamental untuk memungkinkan tercapainya manajemen yang berhasil. Mengapa demikian, karena koordinasi tersebut bersangkutan secara harmonis. Pelaksanaan dan fungsi-fungsi organik dari manajemen tersebut, agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai dengan memuaskan. Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya „’coordinating’’

itu sinonim dengan „’managing’’. Dengan demikian, maka seorang „’manajer’’ adalah juga seorang „’koordinator’’. Sebab, dengan melaksanakan secara baik dari keempat fungsi organik manajemen tersebut, sebenarnya „’coordinating’’ atau

12Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi


(26)

15

pengkoordinasian tersebut sudah mencapai sasarannya. Itu berarti, bahwa tujuan manajemen dapat dicapai secara efektif dan efisien.13

Koordinasi dibutuhkan, agar tugas-tugas dapat dilaksanakan dan sumber-sumber yang digunakan dapat secara efektif dan efisien. Koordinasi di dalam mencapai sinergisitas ini juga terdapat unsur komunikasi dalam mencapainya, hal ini dijelaskan oleh Handayaningrat yang dikutip Jayanti, yaitu:14 Hubungan kerja atau koordinasi adalah bentuk komunikasi administrasi yang membantu tercapainya koordinasi. Oleh karena itu, hasil akhir daripada komunikasi (hubungan kerja) adalah organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk mencapai tujuannya.

Selain pengertian koordinasi di atas, terdapat beberapa definisi koordinasi menurut para ahli: Menurut Pearce dan Robinson yang dikutip Jayanti, koordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu bekerja ke arah tujuan bersama.15

Kebutuhan akan kegiatan koordinasi timbul apabila organisasinya bertambah besar, berkembang pesat, dan kegiatannya bertambah kompleks. Kompleksitas kegiatan tidak boleh sampai menimbulkan kekacauan kegiatan.

13

Susila Martoyo. 1988. Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. BPFE. Yogyakarta. hal137.

14Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi

Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).

15Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).


(27)

16

Semua itu dapat diarahkan ke satu tujuan tertentu, yakni tujuan organisasi sebagai keseluruhan. Di sini koordinasi memegang peranan yang penting.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kebutuhan koordinasi, antara lain: pertama, adanya pembagian tugas dalam organisasi (division of labor).

Kedua, adanya jenjang dalam organisasi (vertical differentiation). Ketiga, adanya penggolongan unit-unit secara fungsional (functional differentitation). Keempat, adanya fungsi lini dan staf (line and staff function). Kelima, alokasi sumber dana dan daya yang terbatas (allocation of limited resourcer). Keenam, adanya kepribadian individu yang berbeda-beda (individual indifference).16

Koordinasi disebut juga kerjasama, akan tetapi sebenarnya lebih dari pada sekedar kerjasama, karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi. Sementara kerjasama merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, kerjasama dapat terjadi tanpa koordinasi, sedangkan dalam koordinasi pasti ada upaya kerjasama. Untuk mencapai tujuan yang kolektif perlu dilakukan koordinasi yang baik, sehingga kerja sama yang dilakukan dapat menghasilkan satu tujuan yang sama dan di antara yang melakukan kerja sama bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Koordinasi dapat terjadi apabila ada dua atau lebih, orang atau intansi yang melakukan kerja sama, selain itu juga kordinasi tercipta karena pelaku kerja sama satu sama lainnya saling mempengaruhi.

16


(28)

17

Menurut G.R. Terry yang dikutip Ramadani, koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Melihat dari pedapat G.R. Terry di atas, dapat disimpulkan koordinasi dapat tercapai apabila adanya kerja sama yang singkron antara yang melakukan kerja sama. Sedangkan menurut Mc. Farland yang dikutip Ramadani, koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pendapat G.R. Terry dan Mc. Farland yang dikutip Ramadani, dapat disimpulkan koordinasi terjadi, karena adanya kerja sama dan peran pemimpin dalam berinovasi.17

B.Prinsip Koordinasi

Menurut Mooney dan Reiley yang dikutip Manila, ada tiga hal yang dapat ditemukan dalam suatu koordinasi, yaitu adanya prinsip, proses, dan hasil. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan prinsip, yaitu susunan yang teratur dari usaha kelompok untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai tujuan bersama. Penerapan prinsip kesatuan tindakan dilaksanakan melalui proses bertingkat secara hirarkhi bergerak dari atas ke bawah berdasarkan rantai kewenangan dalam

17

Indrianto Roberto Ramadani, Koordinasi dalam Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Oleh PT Swakarsa Sinar Sentosa di Desa Muara Wahau Kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur. eJournal Pemerintahan Integratif, 2017, 5 (1): 148-158 ISSN: 2337-8670 (online), ISSN 2337-8662 (print), ejournal.pin.or.id © Copyright 2017 Hal 151.


(29)

18

struktur organisasi. Adanya kewenangan yang merupakan kekuasaan untuk mengkoordinasikan. 18

Menurut Dann Suganda yang dikutip Manila, dalam bukunya mengenai koordinasi, masalah-masalah yang dihadapi organisasi pemerintah dalam usaha mengkoordinasikan, yaitu: 19

a. Kesalahan anggapan orang tentang organisasinya sendiri. Para anggotanya menganggap, bahwa instansinya mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari instansi lain, sehingga sulit bagi mereka untuk merendahkan diri berada di bawah koordinasi yang sederajat.

b. Anggapan orang yang keliru mengenai instansi induknya. Suatu instansi vertikal sering menganggap, bahwa organisasi induknya yang meminta loyalitasnya.

c. Tidak memahami apa arti korrdinasi itu. Sementara orang berpendapat bahwa kewenangan koordinasi identik dengan kewenangan komando.

d. Kesalahan pandangan mengenai kedudukan departemennya di pusat. Mereka memandang, bahwa fungsi dan tugas pokok tidak mempunyai kaitan dengan fungsi dan tugas pokok lainnya.

18

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 43.

19

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 44.


(30)

19

C.Ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut: 20

a) Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Karena itu, koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Pimpinan yang berhasil mencerminkan koordinasi yang telah dilakukannya dengan baik. b) Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama. Hal ini disebabkan, karena kerja

sama merupakan syarat mutlak untuk terselenggaranya koordinasi yang baik. c) Koordinasi adalah proses yang terus-menerus (continuing process). Artinya

suatu proses yang berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi.

d) Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan dalam kelompok bukan terhadap usaha individu. Dengan kata lain, konsep ini diterapkan pada sejumlah individu yang bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

e) Konsep kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi. Hal ini berarti, bahwa pemimpin perlu mengatur usaha-usaha/tindakan dari setiap kegiatan individu, sehingga diperoleh adanya keserasian dalam mencapai tujuan bersama.

f) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan yang meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai satu kelompok dalam bekerja.

20

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 44.


(31)

20

Berdasarkan arti dan ciri-cirinya, pada hakikatnya koordinasi diartikan sebagai berikut.21 Pertama, koordinasi adalah perwujudan dari kerja sama, saling membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan, karena setiap satuan (unit) kerja, dalam melaksanakan kegiatannya, tergantung pada bantuan dari satuan kerja yang lain. Jadi, adanya saling ketergantungan atau interpendensi ini yang mendorong diperlukannya kerja sama.

Kedua, koordinasi adalah akibat logis dari adanya „’prinsip pembagian

habis sebuah tugas’’, di mana setiap satuan kerja hanya melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan.

Ketiga, koordinasi diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, di mana bermacam-macam fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh bermacam-macam satuan kerja yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan (sinkron).

Keempat, koordinasi akibat adanya „’rentang kendali’’ (span of control), di mana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan beragam kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, yang berada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

21

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 45.


(32)

21

Kelima, koordinasi diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan atas „’prinsip jalur lini dan staf’’, karena organisasi semacam ini mempunyai kelemahan pokok, yaitu masalah koordinasi.

Keenam, koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Karena itu, komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa koordinasi adalah hasil akhir dari hubungan kerja (komunikasi).

Ketujuh, koordinasi dapat terwujud bila „’prinsip fungsionalitas’’ dianut, di

mana setiap satuan (unit) kerja hanya melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi.

Sedangkan menurut Handayaningrat yang dikutip Jayanti, ciri-ciri dari koordinasi adalah sebagai berikut: 22

(a) Tanggungjawab koordinasi terletak pada pimpinan

(b) Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama

(c) Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continues process)

(d) Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur

22Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi

dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi


(33)

22

(e) Konsep kesatuan tindakan

(f) Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama.

Sejalan dengan ciri-ciri diatas, diperlukan pula syarat-syarat dalam mencapai koordinasi ini, yaitu menurut Hasibuan yang dikutip Jayanti, mengatakan, bahwa syarat-syarat yang diperlukan dalam koordinasi adalah sebagai berikut:23

(a) Perasaan untuk bekerjasama harus dilihat dari sudut begian-bagian bidang pekerjaan (bukan orang per orang).

(b) Dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan

(c) Satu sama lain dalam setiap bagian harus menghargai

(d) Bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan menjadi bersemangat.

D.Fungsi koordinasi

I. Koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen. Dengan kata lain, bahwa koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik,

23Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang

Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi


(34)

23

pimpinan memiliki cirri khas bila dibandingkan dengan fungsi-fungsi organik lainnya. Dikatakan khas karena fungsi koordinasi mencakup pula fungsi-fungsi lainnya, seperti: perencanaan, staffing, motivasi, pengawasan, dan lain sebagainya.

II. Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai macam komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin. Hal itu ditujukan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan (friction) yang timbul antara komponen dalam organisasi yang sama dan mengusahakan semaksimal mungkin kerja sama di antara komponen-komponen tersebut.

III. Koordinasi merupakan usaha mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari satuan kerja organisasi, sehingga organisasi dapat bergerak sebagai kesatuan yang bulat untuk melaksanakan seluruh tugas organisasi yang diperlukan dalam mencapai tujuannya. Lebih jelasnya, koordinasi mengandung makna adanya keterpaduan (integrasi) dan keserasian serta kesimultanan (sinkronasi) seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi. Hal ini sesuai dengan prinsip; koordinasi, integrasi, dan sinkronasi.

IV. Koordinasi adalah faktor dominan yang perlu diperhatikan bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Dikatakan sebagai faktor dominan, karena kelangsungan hidup suatu organisasi pada tingkat tertentu ditentukan oleh kualitas usaha-usaha koordinasi yang dijalankan. Oleh karena itu, seorang


(35)

24

pemimpin dikatakan sebagai pimpinan yang berhasil, apabila ia dapat melakukan koordinasi dengan baik. Peningkatan kualitas koordinasi merupakan usaha yang perlu dilakukan terus-menerus, karena masalahnya bukan hanya masalah teknis semata-mata, tetapi juga tergantung dari sikap, tindakan, dan langkah dari pemegang fungsi organik sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

V. Koordinasi tetap memainkan peranan yang penting dalam merumuskan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab.24

Fungsi koordinasi menurut ketua LAN yang dikutip Jayanti adalah: 25

a) koordinasi adalah salah satu fungsi manajemen, disamping adanya fungsi perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi, dan pengawasan.

b) Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi

c) Koordinasi adalah usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari satuan kerja unit organisasi

24

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 47.

25Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah Desa dan BPD

dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi


(36)

25

d) Koordinasi adalah faktor dominan yang perlu diperhatikan bagi kelangsungan hidup suatu organisasi

e) Koordinasi tetap mamainkan peranan yang penting dalam merumuskan pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab

f) Pertumbuhan organisasi berarti penambahan beban kerja atau fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan organisasi yang bersangkutan

g) Timbulnya spesialisasi yang semakin tajam merupakan konsekuensi logis dari pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu perlu diperhatikan oleh organisasi dengan harapan para spesialisasi ini memainkan peranan yang lepas kaitannya dengan hal-hal yang umum dan lebih luas.

2. Pengertian Sumber daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan terjemahan dari “human resources”, namun, ada ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan “manpower” (tenaga kerja). Bahkan, sebagian orang menyetarakan pengertian sumber daya manusia dengan personal (personalia, kepegawaian, dan sebagainya). Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan karya). Semua potensi SDM tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Seberapa besar majunya teknologi, perkembangan


(37)

26

informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa SDM, maka sulit bagi organisasi itu untuk mencapai tujuannya.26

Werther dan Davis yang dikutip Sutrisno, menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah “pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Sebagaimana dikemukakan, bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi, sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi terhadapnya yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan kapabilitas hidupnya.27

Sumber daya manusia berkualitas tinggi menurut Ndraha yang dikutip Sutrisno, adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan, bukan saja nilai komparatif, tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti: intelligence, creatifity dan imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot, dan sebagainya.28

Menurut Hasibuan yang dikutip Syarif, bahwa Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. Sumber Daya Manusia atau man power di singkat SDM merupakan yang dimiliki

26

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 3.

27

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Hal 4.

28


(38)

27

setiap manusia. SDM terdiri dari daya fikir dan daya fisik setiap manusia. Kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya fikir dan daya fisiknya. SDM atau manusia menjadi unsur utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang handal atau canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa. Daya pikir adalah kecerdasan yang dibawa lahir (modal dasar), sedangkan kecakapan diperoleh dari usaha (belajar dan pelatihan). Kecerdasan tolok ukurnya

Intelegence Quotient (IQ) dan Emotion Quality (EQ).29

Menurut Abdurrahmat Fathoni yang dikutip Syarif menyatakan, Sumber Daya Manusia merupakan modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu, tenaga, dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu.30

29

Mamik dan Usman Syarif. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Zifatama Publisher. Sidoarjo. Hal 16.

30

Mamik dan Usman Syarif. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Zifatama Publisher. Sidoarjo. Hal 17.


(39)

BAB III

KOORDINASI PENAKLUKKAN KONSTANTINOPEL

A. Koordinasi Sebelum Penaklukkan Konstantinopel 1. Koordinasi Persiapan

1.1. Koordinasi Perencanaan oleh Murad II

Muhammad II adalah putra dari Sultan Murad II. Ia merupakan Sultan dari dinasti Utsmani yang terkenal tegas, adil, dan dermawan. Ia mencintai syair. Ia juga mencintai para ulama’. Ia menjadi raja pada usia yang sangat muda, yakni 18 tahun. Ia membangun peradaban Islam untuk generasi penerusnya, yaitu Muhammad II (Al-Fatih). Pembangunan peradaban Islam ini juga dimaksudkan untuk membuka peradaban kota yang bernama Konstantinopel.

Kepemimpinannya direalisasikan dengan pendirian madrasah bagi generasi muda muslim, agar pendidikan karakter sudah terbentuk di usia dini. Karakter ini membuahkan hasil untuk membuka sebuah negeri yang telah dikabarkan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya, sebagaimana yang telah dikemukakan di bab I.

Budaya pendidikan agama bagi generasi muda telah diterapkan secara konsisten oleh Kesultanan Utsmani. Hal ini dimaksudkan, agar penerusnya


(40)

29

kelak bisa membuka peradaban Konstantinopel. Penanaman nilai-nilai agama sejak dini menjadi pilar utama pembentukan budaya organisasi. Demikian ini merupakan bentuk budaya organisasi yang berbasis sumber daya manusia.

Karakter umum pembentukan budaya organisasi adalah sebagai berikut.31 Pertama, seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru. Dalam hal ini, organisasi yang dimaksud adalah Kesultanan Utsmaniyyah. Sejak awal pendiriannya, para sultan melaksanakan ide besar pendiri Kesultanan Utsmaniyyah, yaitu membuka peradaban kota Konstantinopel.

Kedua, pendiri Kesultanan Utsmaniyyah menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi. Dalam hal ini, pendiri Kesultanan Utsmaniyyah membentuk tiga kementerian yang dipimpin seorang menteri yang terpercaya. Ketiga kementerian ini mempersiapkan generasi muda untuk menjadi prajurit militer dalam membuka peradaban kota Konstantinopel. Para sultan mempersiapkan generasi muda yang kelak menjadi prajurit militer dalam membuka peradaban kota Konstantinopel.

Ketiga, kelompok inti bergerak untuk merealisasikan ide dan melengkapi segala sesuatu, sehingga organisasi bisa berjalan dengan baik dalam mencari dana, memperoleh hak paten, badan hukum, menentukan tempat, dan sebagainya. Ketiga kementerian yang telah terbentuk memiliki

31


(41)

30

program tersendiri sesuai dengan visi pendiri kesultanan Utsmaniyyah. Semua program tersebut terfokus pada pertahanan negara. Karena itu, ada kementerian yang bertugas untuk mempersiapkan persenjataan; adapula kementerian yang membentuk mental prajurit; serta ada juga kementerian yang merumuskan strategi pembukaan peradaban. Dalam Kesultanan Utsmaniyyah, SDM yang terdidik sejak usia dini memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi kepada pemimpinnya. Selain itu, mereka juga memiliki loyalitas yang tinggi pada organisasi.

Keempat, pendiri dan kelompok inti secara bersama membangunkan dan membesarkan organisasi dengan kebiasaan positif dan produktif. Sejak awal pendirian, Kesultanan Utsmaniyyah menekankan pendidikan keagamaan sebagai kekuatan mental rakyatnya. Untuk itu, pendidikan agama menjadi perhatian besar bagi Kesultanan. Hubungan antara pemerintah dan para ulama’ terjalin sendiri dengan baik. Pasukan Kesultanan Utsmaniyyah yang dipersiapkan sejak usia dini telah terbiasa melakukan ibadah dengan tekun, baik siang maupun malam.

Kelima, pembiasaan positif berjalan terus, sehingga kebiasaan itu telah melembaga menjadi budaya organisasi tanpa disadari. Kesultanan Utsmaniyyah membuat pembiasaan kepada rakyatnya untuk melakukan ibadah dengan contoh dari prajurit yang telah dibina sejak usia dini. Sasaran pembinaan pada generasi muda oleh kesultanan Utsmaniyyah menarik perhatian generasi tua


(42)

31

dari warganya, sehingga tujuan besar kesultanan didukung oleh semua kalangan rakyatnya.

Budaya organisasi yang telah kuat di Kesultanan Utsmaniyyah dijaga dan dilestarikan secara bersama antara pemimpin dengan rakyatnya. Siklus pembentukan dan pelestariannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1: Siklus Budaya Organisasi 1

Gambar di atas menunjukkan adanya tujuh tahapan siklus dalam pembentukan dan pelestarian budaya organisasi. Pertama, calon bawahan baru diseleksi secara cermat. Kesultanan Utsmaniyyah merekrut para pemuda dengan cermat untuk dijadikan sebagai prajurit. Para pemuda tersebut berasal dari kalangan terdidik di lembaga pendidikan Utsmaniyyah. Dalam hal ini, terdapat kesinambungan antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan negara,


(43)

32

karena kerjasama yang erat antara pemerintah dan pengelola lembaga pendidikan berlangsung lebih intensif.

Kedua, kerendahan hati menimbulkan pengalaman untuk meningkatkan keterbukaan terhadap penerimaan norma dan nilai organisasi. Pola pendidikan Kesultanan Utsmani berpengaruh pada penerimaan para pemuda atas tujuan besar negara secara sukarela. Ini menunjukkan, bahwa tujuan negara dibangun tidak menggunakan pendekatan doktrinal maupun pemaksaan, melainkan dengan menumbuhkan kesadaran dan kerelaan. Saat perekrutan militer dibuka, mereka antusias untuk mengikutinya. Motivasi terbesar mereka adalah keinginan untuk membuktikan diri sebagai prajurit terbaik sesuai sabda Nabi.

Ketiga, pelatihan mendalam melahirkan disiplin yang tinggi. Pemuda yang direkrut menjadi prajurit militer dididik menjadi orang yang mempunyai disiplin tinggi. Para pemuda dididik untuk memperbanyak ibadah dengan sedikit tidur, bangun lebih awal, dan memakan dari hasil yang halal. Akhirnya, kepatuhan kepada komandan dilaksanakan tanpa bantahan. Lebih dari itu, para prajurit menghormati pemimpin Muhammad Al-Fatih dengan penuh dedikasi tinggi. Tidak ada kericuhan di antara sesama prajurit, baik dalam hal pembagian gaji, makanan, serta tempat tinggal. Mereka hidup dengan kebersamaan yang erat.


(44)

33

Keempat, adanya sistem penghargaan untuk memperkuat perilaku yang tinggi. Prajurit militer yang memiliki prestasi agama yang baik diberikan penghargaan dengan naik jabatan untuk memperkuat perilakunya. Di antara para prajutrit yang telah menghafalkan Al-Qur’an diangkat menjadi komandan kelompok. Ini menunjukkan, bahwa ukuran prestasi prajurit Kesultanan Utsmaniyyah terletak di bidang keagamaan. Tentu saja, kemampuan militer juga tidak diabaikan.

Kelima, ketaatan pada nilai memungkinkan rekonsiliasi dari pengorbanan personal. Para pemuda di Kesultanan Utsmani rela mengorbankan masa mudanya demi mengikuti pendidikan militer yang diselenggarakan oleh Kesultanan Utsmani. Selain itu, mereka juga rela meninggalkan kebersamaan dengan kedua orang tua, demi hidup di lingkungan asrama. Ketika mereka telah menjadi senior, mereka rela berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan para junior. Semua pengorbanan ini merupakan bukti ketaatan mereka atas nilai organisasi yang dibangun oleh Kesultanan Utsmani.

Keenam, kemampuan mengambil hikmah atas sejarah organisasi. Para prajurit dibekali sejarah pendahulunya yang belum bisa membuka peradaban kota Kosntantinopel. Dengan begitu, para prajurit tergerak untuk merealisaikan cita-cita yang belum terlaksana. Selama dalam pendidikan, para prajurit dibekali pengetahuan mengenai rintangan dan hambatan yang menggagalkan pembukaan kota Konstantiopel oleh para pendahulu mereka. Meski demikian,


(45)

34

mereka juga dibekali strategi untuk mengatasi halangan maupun rintangan tersebut. Di antaranya adalah sosok Abu Ayyub Al-Anshari yang memiliki semangat untuk ikut berpartisipasi, walaupun usianya sudah renta.

Ketujuh, internal organisasi membentuk model peran bagi individu. Internal Kesultanan Utsmaniyyah membuat para prajuritnya dapat meningkatkan kualitas pada dirinya. Prajurit Utsmaniyyah dibimbing oleh ulama’ yang memiliki kedalaman ilmu agama. Akhirnya, setiap individu prajurit memahami posisinya, tugasnya, rantai komandonya, dan nilai yang harus ditaatinya.

Siklus di atas berakhir dengan kesadaran individu prajurit atas posisinya. Kesadaran ini memainkan peran dalam mencapai tujuan besar organisasi. Peran tersebut merupakan gambaran untuk melangkah pada tingkatan berikutnya. Dalam hal ini, seleksi calon bawahan baru diukur melalui kesadaran individu prajurit atas peranannya.

Bentuk budaya organisasi di atas dijadikan dasar untuk membuat perencanaan organisasi oleh Kesultanan Utsmani. Perencanaan pembukaan kota Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dilakukan oleh ayahnya, yaitu Sultan Murad II.

Dalam organisasi yang dibangun oleh Sultan Murad II, semua rencana saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Perencanaan yang dirumuskan oleh


(46)

35

Sultan Murad II didasarkan pada kajian atas kegagalannya dalam membuka peradaban kota Konstantinopel. Kegagalan ini dikaji lebih dalam hingga menemukan solusinya. Baginya, solusi untuk membuka peradaban kota Konstantinopel adalah pembentukan budaya organisasi yang kuat. Pembentukan budaya organisasi ini dimulai dengan persiapan manusia baru. Dalam hal ini, Sultan Murad II membentuk pasukan baru dengan budaya organisasi yang baru. Karena itu, Sultan Murad II terfokus pada perencanaan jangka panjang, yaitu pembentukan pasukan baru yang kuat secara mental maupun keahlian kemiliteran. Perencanaan jangka panjang ini dilalui oleh beberapa perencanaan jangka pendek yang disusun melalui tahapan-tahapan. Rencana jangka pendek dalam tahap pertama adalah perekrutan generasi muda yang akan dipersiapkan sebagai pengganti militer generasi tua. Ia sendiri juga mempersiapkan putranya Muhammad Al -Fatih untuk menjadi komandan atas militer yang baru. Dengan demikian, Sultan Murad II melakukan perubahan organisasi tanpa menghilangkan komponen-komponen organisasi yang telah ada.

Untuk melaksanakan rencana jangka pendek tahap pertama, Sultan Murad II melakukan koordinasi secara intensif dengan pejabat-pejabat kesultanan di bawahnya serta para ulama’ di Kesultanan Utsmani. Para ulama’ mendapat kehormatan yang tinggi oleh Sultan Murad II. Karena itu, Sultan Murad II tidak mendelegasikan kepada siapapun ketika berhubungan dengan


(47)

36

para ulama’. Sultan Murad II sendiri yang datang kepada para ulama’. Sultan Murad II meminta para ulama’ untuk memberikan bekal keagamaan kepada calon prajurit baru, terutama putranya Muhammad Al-Fatih yang disiapkan sebagai komandan perang. Pelaksanaan rencana jangka pendek yang melibatkan pemerintahan didelegasikan oleh Sultan Murad II kepada Khalil Pasha, perdana menteri Kesultanan Utsmani. Dalam hal ini, perdana menteri mengatur sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh lembaga pengkaderan prajurit baru. Dengan demikian, ada dua bentuk koordinasi yang dilakukan oleh Sultan Murad II, yaitu koordinasi langsung dan koordinasi tidak langsung. Koordinasi langsung dilakukan oleh Sultan Murad II kepada para ulama’. Koordinasi ini menumbuhkan dan memperkuat kepercayan rakyat kepada Sultan Murad II. Koordinasi tidak langsung adalah koordinssi Sultan Murad II yang diwakilkan oelh perdana menteri Khalil Pasha. Koordinasi ini memberikan kepercayaan kepada pejabat negara hingga membuahkan loyalitas kepada Kesultanan.

Oleh karena itu, koordinasi yang tepat dari semua rencana diperlukan, sehingga ia mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang berhasil dikoordinir dan diintegrasikan sebaik mungkin.32 Rencana jangka panjang Sultan Muhammad Al-Fatih dipersiapkan oleh ayahnya Murad II lebih awal. Dalam hal ini, pembentukan

32

Susila Martoyo. 1988. Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. BPFE. Yogyakarta. Hal 137.


(48)

37

karakter memiliki pengaruh yang besar terhadap komponen rencana yang lain. Rencana yang paling besar adalah pembentukan karakter. Hal ini memerlukan waktu yang amat lama serta dana yang tidak sedikit. Karena itu, pendanaan, keamanan dalam negeri, sarana prasarana, logistik difokuskan untuk pembentukan karakter generasi muda. Oleh karena itu, aspek rencana jangka pendek diimplementasikan untuk rencana jangka panjang.

Organisasi tentu menginginkan agar dapat menjalankan koordinasi yang efektif. Ini dapat dicapai dengan berbagai cara, yaitu: menyederhanakan organisasi, bagian-bagian yang secara konstan berhubungan dan bekerja sama dalam satu sistem. Lebih dari hal itu, perlu diadakan prosedur yang terang dan jelas. Setiap orang mengetahui dan mengikutinya, sehingga waktu penyelesaian tepat sesuai tanggal (deadline) penyelesaian. Hal berikutnya ialah memakai metode komunikasi tertulis serta mengadakan rencana secara dini. Para bawahan didorong agar mengadakan koordinasi secara sukarela (inisiatif sendiri). Dengan demikian, koordinasi dapat dilakukan secara formal melalui pimpinan, staf pembantu, dan panitia pejabat penghubung. Semuanya itu perlu dikembangkan. Koordinasi yang baik ini diperlukan pada setiap organisasi. Perlu adanya harmonisasi program-program dan kebijaksanaan-kebijaksanaan dengan kroscek konsistensi dan sinkron waktu. Komunikasi yang efektif perlu diciptakan, sedangkan supervise selalu dijalankan.33 Dengan cara ini koordinasi

33


(49)

38

di organisasi yang dipimpin Sultan Murad II dapat berjalan efektif dengan melibatkan komunikasi dari para bawahannya. Saling keterkaitan koordinasi tersebut dapat menciptakan komunikasi yang baik, sehingga tujuan yang dihasilkan dapat maksimal.

Rencana tahap kedua adalah rumusan strategi pembukaan peradaban kota Konstantinopel. Di antara strategi yang penting untuk dikaji adalah gambaran kota Konstantinopel. Gambaran ini sesungguhnya telah dibuat oleh sultan-sultan terdahulu serta dikembangkan oleh Sultan Murad II. Hanya saja, gambaran tentang kota Konstantinopel belum dipahami oleh para prajurit baru. Untuk itu, deskripsi tentang kota konstantinopel perlu dikemukakan, agar rencana pembukaan kota Konstantinopel dipahami secara integral.

Perencanaan strategis organisasi lebih mudah dirumuskan dan tepat sasaran bila memperhatikan kondisi geografis wilayah organisasi. Oleh karena itu, studi tentang profil kota Konstantinopel tidak bisa diabaikan. Karena sasaran jangka panjang Kesultanan Utsmaniyyah adalah kota Konstantinopel, maka kondisi geografis Konstantinopel dikaji lebih dalam oleh para pemerintah Kesultanan Utsmani. Peta dan kondisi kota Konstantinopel perlu digambarkan dengan baik.


(50)

39

1.2. Profil Kota Konstantinopel

Konstantinopel adalah sebuah negeri di Romawi Timur. Ia mempunyai benteng yang megah dan maju di bidang perekonomian. Dalam sejarahnya, Konstantinopel didirikan oleh pahlawan legendaris Yunani yang bernama Byzas. Karena itu, kota ini mula-mula bernama Byzantium. Setelah itu, kota ini bernama Konstantinopel pada 324 M. Nama ini dihubungkan dengan kaisar Konstantin yang mengharapkannya sebagai kota yang diinginkan di seluruh dunia.

Kota tersebut merupakan kota dengan jalananan yang terbuat dari batu porfiri dan gedung-gedungnya bermarmer di kanan kirinya. Terdapat tiang-tiang dan alun-alun yang disediakan pada setiap sudut kota, lengkap dengan taman-taman dan monumen-monumen kemenangan.

Konstantinopel terletak di posisi yang strategis. Letaknya terhampar di daratan yang berbentuk segitiga seperti tanduk. Letak kota ini berada di sebelah barat Selat Bosphorus yang memisahkan antara Benua Eropa dan Asia. Di sebelah utara kota ini terdapat Teluk Tanduk Emas (Golden Horn), yaitu sebuah pelabuhan alami yang sempurna. Di seberang Selat Bosphorus terhampar daratan yang kaya dengan hasil bumi, semenanjung Asia kecil atau lebih dikenal dengan nama Anatolia. Dari selat Bosphorus ini, kapal-kapal dapat berlayar ke utara menuju Laut Hitam (Black Sea) atau ke selatan melewati Selat Dardanela lalu menuju ke Laut Mediterania. Posisinya di tengah dunia membuat Konstantinopel menjadi


(51)

40

kota pelabuhan paling sibuk di dunia pada masanya. Kota ini mendapatkan kesempatan terhormat menjadi bagian terpenting dari tiga peradaban besar manusia. “The Gates of The East and West” adalah salah satu gelar yang

disematkan kepada kota ini.34 Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte mengatakan, bahwa “Apabila dunia ini adalah sebuah negara, maka tempat yang paling layak sebagai ibukotanya adalah Konstantinopel”.

Konstantinopel sebagai ibukota imperium terbesar pada masanya. Kota ini dihuni oleh berbagai etnis dan bangsa yang didominasi etnis Yunani. Ada salah satu bangunan di kota ini, yaitu hippodrome yang dapat menampung ratusan ribu orang untuk menyaksikan pacuan kuda. Kota ini juga penuh dengan barang-barang berharga dari seluruh dunia yang terkumpul sebagai hadiah rampasan perang. Barang berharga tersebut ialah kuda tembaga Alexander. Di sini pula, emas dan perak berlimpah, Uang pajak dari negara jajahan juga terkumpul di kota ini.

Konstantinopel tidak saja menjadi ibukota terakhir Romawi, namun juga menjadi ibukota Negara Kristen yang pertama. Kesan religius benar-benar terasa ketika berada di kota Konstantinopel. Agama mengakar kuat dalam masyarakat. Setiap monumen religius dihiasi dengan emas dan batu permata. Para rahib dan pastor adalah profesi yang dihormati. Perayaan Kristen dilaksanakan dengan megah. Setiap penduduk Konstantinopel percaya bahwa kota mereka dilindungi oleh tuhan mereka, khususnya Bunda Maria yang menjadi penjaga suci kota.

34


(52)

41

Kaisar Byzantium sendiri dianggap sebagai wakil Yesus di dunia. Kotanya dibangun seolah menyerupai surga dengan Katedral dan gereja yang jumlahnya “lebih banyak daripada hari dalam satu tahun”. Tentu saja yang paling mewah adalah Hagiah Sophia “Holy Wisdom Chruch”.

Hagiah Sophia merupakan gereja dengan tiga tingkat yang dibuat oleh Kaisar Justinian. Pembangunan gereja ini membutuhkan waktu enam tahun dan selesai pada 537 M. Pada saat itu, tidak ada bangunan lain yang dapat menyaingi luas dan tinggi kubahnya. Pada abad ke-16, seorang arsitek Khilafah Utsmaniyyah yang bernama Sinan membangun masjid Sultan Ahmed untuk menyaingi Hagiah Sophia. Gereja yang bertatahkan emas dan permata membanjiri dinding. Ratusan lukisan mozaik dan hasil seni lainnya menambah keindahan bangunan ini. Orang-orang yang berada di dalamnya dibuat kagum. Mereka bagaikan “dihujani bintang -bintang”.35

Dengan kekayaan seperti itu, wajar saja Konstantinopel menjadi kota yang paling diperebutkan dan diinginkan. Kota ini yang diramalkan oleh Rasulullah SAW akan ditaklukkan kaum Muslimin pada suatu hari nanti. Kabar tersebut membuat para khalifah-khalifah sebelum Al-Fatih ingin mendapatkan kabar gembira itu. Raja yang dapat menaklukkannya adalah sebaik-baik raja dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Semua ingin mendapatkan Bisyarah Rasul SAW tersebut serta mendapatkan surganya Allah dalam perjuangan jihadnya.

35


(53)

42

Penaklukkan kota fenomenal itu telah dilakukan pada zaman dinasti Muawiyah hingga dinasti Turki Utsmani di zaman Khalifah Murad II. Namun, kota dengan benteng kuat tersebut belum dapat ditaklukkan oleh kaum muslimin. Berbagai serangan dan senjata militer yang kuat menggempur kota Konstantinopel, tetapi semuanya belum mampu membuat kota tersebut bertekuk lutut di hadapan pasukan muslimin.

Kaum Muslimin bukan tidak mempunyai panglima hebat dan kuat secara iman, tetapi belum saatnya Konstantinopel takluk. Nama-nama besar sebelum Al-Fatih sudah pernah menggempur secara besar-besaran kota itu. Salah satu nama panglima hebat itu adalah Abu Ayyub Al-Anshari. Ia adalah sahabat Rasulullah SAW yang dimuliakan dan mempunyai ambisi untuk merebut Bisyarah Rasul SAW tentang penaklukkan Konstantinopel.

Abu Ayyub Al-Anshari menggempur tembok Konstantinopel selama siang dan malam. Berbagai strategi militer dikerahkan dengan sekuat tenaga dan iman. Sejarah mengatakan saat pengepungan Konstantinopel, ia sudah berusia hampir 80 tahun. Perjuangannya tersebut tidak lepas dari tekad dan keinginannya secara mendalam dalam meraih kabar baik Rasulullah SAW. Namun, Konstantinopel masih terlalu kuat oleh penyerangan yang dilakukannya. Tekad Abu Ayyub terhadap penaklukkan tersebut di usia senjanya tidak lepas dari salah satu ayat di dalam Al-Qur’an yang bersemangat dalam berjihad. Ayat tersebut membuat


(54)

43

dirinya yakin, bahwa yang ia lakukan saat itu akan berdampak baik bagi penerus yang nantinya dapat menaklukkan kota Konstantinopel. Allah Ta’ala berfirman:

                          

„’Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan

berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. At-Taubah Ayat 41).’’

1.3. Ekspedisi penyerangan

Semenjak naik tahta sebagai Sultan Utsmani, Muhammad II memerintahkan orang-orang kepercayaannya untuk melihat Konstantinopel. Hal itu dilakukan untuk mencari data-data yang valid tentang apa yang terjadi di kota megah itu. Ia melihat mulai dari perkembangan hingga krisis yang terjadi di internal musuh. Muhammad II menyatukan tujuan dengan berkoordinasi untuk sebuah visi. Visi tersebut ialah meraih Bisyarah Rasulullah tentang Konstantinopel.

Visi yang dilaksanakan oleh Muhammad II ini relevan dengan ilmu manajemen. Muhammad II merumuskan visi untuk membuat tujuannya lebih efektif. Dalam ilmu manajemen, visi dalam organisasi dapat diartikan sebagai jawaban untuk pertanyaan „’ingin menjadi apa sebuah organisasi ?’’. Visi yang dipilih setiap organisasi akan berbeda-beda tergantung dari cita-cita yang dimiliki


(55)

44

oleh pemimpinnya. Sebelum misi, visi sebaiknya dikembangkan terlebih dahulu. Beberapa manfaat dan keuntungan memiliki visi.

a) Guna memetakan dan mengendalikan arah serta tujuan organisasi. Visi akan memberikan pedoman dasar sebuah organisasi. Visi yang jelas dan terarah dapat membuat semua orang dalam organisasi mengerti tentang tujuan dasar dari sebuah organisasi.

b) Meningkatkan motivasi dan kreativitas strategis organisasi. Visi juga dapat memberikan motivasi kepada orang-orang di dalam organisasi. Visi serupa dengan impian atau cita-cita. Seperti orang yang memiliki impian, organisasi yang memiliki visi akan memiliki motivasi untuk mencapai impian tersebut. c) Memberikan dasar dari perencanaan strategi. Visi juga bisa dijadikan dasar

sebelum menyusun perencanaan strategi yang menyeluruh. Oleh karena itu, visi menjadi pembahasan dasar dari manajemen strategi.

d) Mengintegrasikan serta mengkoordinasi fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi. Visi sebuah organisasi dapat membuat orang-orang di dalamnya menjadi terintegrasi karena satu visi yang sama.

e) Pemulihan saat terjadinya krisis. Organisasi yang memiliki krisis perlu memiliki arah yang baru dengan sebuah visi yang baru sehingga dapat bangkit kembali.


(56)

45

f) Guna melakukan perubahan. Budaya organisasi kadang perlu diubah dengan sebuah visi. Visi dapat membuat budaya baru dalam organisasi. Tentu saja perubahan yang dilakukan ditujukan untuk kemajuan organisasi.

Visi yang telah ditetapkan akan dikomunikasikan pada orang-orang di dalam organisasi. Agar visi dapat dipahami dan diterapkan, maka sebuah visi perlu memenuhi kriteria sebagai berikut.

a. Sederhana, jelas dan mudah dimengerti b. Realitas, menginspirasi, dan memotivasi

c. Mudah untuk dikomunikasikan tetapi memiliki arti luas36

Visi Sulthan Muhammad II segera dilaksanakan oleh para bawahannya. Visinya terlihat sederhana, namun mempunyai makna besar dalam Khilafah Islamiyah bagi generasi Utsmani. Setelah visi menjadi fokus utama pimpinan dan bawahan, langkah berikutnya ialah menentukan misi. Jika visi merupakan jawaban dari pertanyaan „’ingin menjadi apa sebuah organisasi ?’’, maka misi merupakan jawaban dari pertanyaan „’apa tujuan organisasi itu ?’’. Misi dapat mendefinisikan tentang tujuan yang dikerjakan oleh sebuah organisasi.

Drucker menyatakan, bahwa misi organisasi adalah dasar dari prioritas, strategi, perencanaan, kerja dan penugasan. Misi merupakan titik awal untuk mendesain pekerjaan manajerial dan juga struktur manajerial. Pernyataan misi

36


(57)

46

merupakan hasil tanggung jawab dari sebuah strategi. Apa yang dilakukan organisasi merupakan hal-hal yang mudah diketahui oleh organisasi.

Misi merupakan pelaksanaan dari sebuah visi. Mark Lipton menyatakan sebuah rumus dari visi yang di dalamnya mengandung misi. Berikut ini rumusnya:

Seperti halnya visi, misi juga memiliki banyak manfaat antara lain yaitu:

a) Menjamin keselarasan tujuan antara fungsi-fungsi organisasi.

b) Sebagai landasan untuk memotivasi peningkatan kinerja sumber daya yang dimiliki organisasi.

c) Sebagai landasan pengalokasian sumber daya organisasi. d) Menetapkan nuansa umum sebuah lingkungan organisasi.

e) Membantu orang-orang di dalam organisasi agar menyesuaikan diri dengan tujuan dan arah organisasi dan mencegah para pihak yang tidak berpartisipasi.

f) Menfasilitasi serta menterjemahkan tujuan organisasi.37

Dari beberapa keterangan di atas, visi misi merupakan hal penting untuk membawa sebuah organisasi agar berjalan sesuai tujuannya. Sulthan Muhammad II mendapat kabar, bahwa Kaisar Konstantin ingin menghancurkan Utsmani secara perlahan. Niat tersebut akan dilakukan dengan cara perjanjian damai dan

37

Senja Nilasari. 2014. Manajemen Strategi itu Gampang. Dunia Cerdas. Jakarta. Hal 45.


(58)

47

memberikan beberapa harta. Hal itu dimaksudkan agar sultan muda itu lengah dan ada cela untuk menghancurkan Kesultanan Utsmani. Sultan menyambut baik dan menyetujuinya, namun musuh tidak mengetahui makna dari sifat tenang sang Sultan muda itu. Secara tersembunyi, Sultan sudah berkoordinasi dengan para infanteri, kavaleri, dan para ulama untuk bergerak ke satu tujuan. Kesatuan tujuan antara pimpinan dan bawahan ini menjadi sebuah pertanda, bahwa Sulthan mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan tersebut ialah melakukan penyerangan secara besar-besaran ke kota Konstantinopel. Data-data tentang titik terlemah benteng, krisis moneter Konstantinopel, hingga para sekutu sudah didapatkan.

Sultan Muhammad II terus berusaha menyempurnakan perisapan-persiapan untuk menembus Konstantinopel. Ia mengumpulkan informasi tentang benteng dan menyiapkan peta-peta yang dibutuhkan untuk mengepungnya. Sultan juga secara langsung melakukan kunjungan pengintaian untuk menyaksikan kekuatan pertahanan dan titik lemah benteng Konstantinopel.38

Informasi dari intelejen menyatakan, bahwa Konstantinopel tidak akan mendapatkan dukungan dari Vatikan. Vatikan akan membantu Konstantinopel untuk menghadang pasukan Utsmani, namun dengan sebuah syarat. Syarat tersebut membuat kacau pikiran beberapa menteri dan masyarakat Konstantinopel. Syaratnya ialah menggabungkan kepercayaan Katolik (Konstantinopel) dengan

38

Syaikh Ramzi Munyawi. 2015. Muhammad Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. Hal 130.


(59)

48

Ortodoks (Vatikan). Dengan begitu, Vatikan akan membantu mempertahankan benteng dengan sejumlah pasukan yang banyak. Bagi Sulthan Muhammad II, ini merupakan resiko yang harus diambil musuh dan ini harus dimanfaatkan. Di saat itu, ia membuat keputusan bahwa penyerangan harus dilakukan secepatnya.

Pembuatan keputusan adalah bagian kunci kegiatan pemimpin. Kegiatan ini memainkan peranan penting, terutama bila pemimpin melaksanakan fungsi perencanaan. Perencanaan menyangkut keputusan-keputusan penting dan jangka panjang. Dalam proses perencanaan, pemimpin memutuskan tujuan-tujuan organisasi yang akan dicapai, sumber daya-sumber daya yang akan digunakan, dan siapa yang akan melaksanakan setiap tugas yang dibutuhkan. Seluruh proses perencanaan itu melibatkan pemimpin dalam serangkaian situasi pembuatan keputusan. Kualitas keputusan pemimpin akan menentukan efektivitas rencana yang disusun.39 Pembuatan keputusan dalam manajemen ini sama dengan yang dilakukan oleh sulthan Muhammad II dalam merencanakan penaklukkan.

2. Koordinasi Peta Potensi

Koordinasi dengan para bawahan tetap dilanjutkan. Sultan Muhammad II berkoordinasi dengan seluruh panglima perangnya. Ia mempersiapkan segala sesuatu yang dapat membuat psikologis musuh menjadi berkurang. Ia juga mencari potensi yang luar biasa agar dapat melumpuhkan musuh secara perlahan.

39


(60)

49

2.1. Pembangunan Benteng

Muhammad II telah memperhitungkan secara sistematis potensi yang sesuai untuk menandingi benteng musuh. Ia bermaksud untuk membangun lagi benteng peninggalan kakeknya. Benteng peninggalan itu dibangun untuk dapat meminimalisir bantuan ke Konstantinopel. Tujuannya adalah agar persediaan perekonomian Konstantinopel sedikit demi sedikit berkurang. Dengan begitu, Konstantinopel akan mengalami permasalahan di internalnya.

Benteng yang diberi nama sesuai dengan peninggalan kakeknya tersebut ialah “Roumli Anadolu Hishari”. Benteng ini letaknya langsung mengarah ke selat Bosphorus. Kakek Muhammad II, Beyazid I sudah merencanakan untuk dapat menaklukkan musuh dengan bangunan benteng tersebut. Muhammad II mendukung penyerangannya. Ia sudah mendapat potensi yang terukur. Ia melihat, bahwa pembangunan benteng itu dapat menghubungkan Asia dan Eropa. Setelah perhitungan sudah matang, Sultan memerintahkan seluruh jajaran kementriannya.

Perencanaan awal yang dilakukan Muhammad II adalah mendiskusikan tujuannya untuk membangun benteng. Para ahli-ahli pembangunan diundang, seperti para teknik sipil, arsitek, dan tukang batu. Sultan menginginkan sesuatu yang dapat menandingi benteng Konstantinopel. Diskusi tersebut menghasilkan keputusan, bahwa benteng Hishari secepatnya harus berdiri kokoh.


(61)

50

Pembangunan pun dimulai. Para duta yang diperintah Muhammad II segera menyampaikan kepada para gubernur. Para pemimpin itu dikoordinir untuk menyiapkan segala keperluan pembangunan: Mulai dari para insinyur, tukang batu, kuli bangunan, dan segala peralatan pembangunan. Sebanyak 5000 pekerja dikerahkan untuk membangun benteng. Sultan Muhammad II juga menginstruksikan, agar semua pekerja ikhlas membangun demi berjuang di jalan Allah.

Pada 15 April 1452, pekerjaan pembangunan dimulai. Muhammad II menggambar sendiri desain kasar benteng Hishari. Sang arsitek kepercayaan Sultan, yakni Muslihiddin, mendesain secara cermat dan sistematis. Para Wazir Sultan juga diberi tanggung jawab pada setiap bagian benteng. Tanggung jawab menara benteng bagian timur dibebankan kepada Halil Pasha, menara selatan kepada Zaganos Pasha, dan menara utara kepada Saruja Pasha.

Koordinasi diinstruksikan oleh Sultan untuk secepatnya menyelesaikan bangunan. Pengawasan langsung dipimpin oleh dirinya sendiri. Hal itu dilakukan untuk memonitor pekerja setiap waktu. Ia juga memastikan, agar semua yang dilakukan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Setiap harinya, seluruh pekerja berusaha semaksimal dan sebaik mungkin untuk menyelesaikan target. Pada waktu yang sama, setiap pekerja yang telah menyelesaikan target akan mendapatkan hadiah. Muhammad II dan para jajaran pejabat kerajaan lain tidak jarang ikut turun tangan. Mereka bekerjasama bahu-membahu untuk


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil dari temuan penelitian, maka dapat diambil suatu kesimpulan yang menunjukkan berjalannya koordinasi sumber daya manusia di Kesultanan Utsmani oleh Sultan Muhammad Al-Fatih. Masing-masing kesimpulan itu terdiri dari tiga tahap:

Pertama, koordinasi yang dilakukan oleh Sultan Muhammad II itu berasal dari koordinasi persiapan yang dilakukan oleh ayahnya, yakni Sultan Murad II. Ia merupakan pemimpin yang menjadi kunci utama berjalannya koordinasi. Pemimpin ini memiliki tugas dan wewenang dalam mengkoordinir bawahannya. Organisasi tempat berjalannya koordinasi tersebut memiliki tujuan untuk dicapai oleh sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Ia berhasil membangun sebuah pasukan militer dengan pendidikan yang berkelanjutan dan pada akhirnya dapat dilanjutkan oleh Muhammad Al-Fatih. Hal itu kemudian menjadi awal berlangsungnya berbagai strategi untuk membuka peradaban Konstantinopel bagi umat Islam.

Kedua, koordinasi dijalankan oleh seluruh bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Koordinasi ini membawa perubahan pada pelaksanaan yang telah direncanakan. Penyatuan tujuan dari beberapa unit di organisasi ini


(2)

201

membuat keberhasilan dalam pencapaiannya. Hal ini berhubungan dengan koordinasi pada saat menentukan strategi. Koordinasi ini dilaksanakan oleh Sultan, para menteri, hingga para pasukan yang berperang. Strategi ini ditentukan berdasarkan persiapan yang matang dan arahan koordinasi dari Sultan sebagai anglima perang tertinggi. Koordinasi strategi perang ini berkaitan dengan; penempatan pasukan, perang para ulama’, dan penentuan armada laut yang saling berkoordinasi satu dengan yang lainnya.

Ketiga, sumber daya manusia yang menjadi kunci keberhasilan organisasi dalam menjalankannnya. Koordinasi sumber daya manusia ditujukan untuk membangun komitmen tinggi di dalam organisasi. Faktor penting keberhasilan organisasi terletak di sumber daya manusianya. Sumber daya manusia tersebut selanjutnya dikoordinir untuk menjalankan rencana yang telah disusun oleh organisasi. Koordinasi sumber daya manusia ini dilakukan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih dalam berbagai kegiatan penyerangan. Ia mempersiapkan dengan matang sumber daya manusia untuk merealisasikan tujuannya. Pada akhirnya, koordinasi sumber daya manusia ini membuahkan hasil dengan kemenangan di pihak Utsmani. Kemenangan itu dicapai dengan koordinasi pimpinan dan bawahan yang efektif dan sumber daya manusia yang berkualitas.

B. Saran

Pada koordinasi yang dilakukan Sultan Al-Fatih ini, teori koordinasi dikembangkan melalui konteks sejarah. Sejarah telah menunjukkan bahwa


(3)

202

koordinasi sudah diterapkan sejak dulu, salah satunya ialah di zaman pemerintahan Sultan Muhammad Al-Fatih. Hasil teori koordinasi bisa dijadikan untuk mengembangkan organisasi yang memadukan antara kepemimpinan dan kerjasama bawahan. Implementasi manajemen ini juga dapat dikembangkan sesuai dengan penerapan Sultan Al-Fatih di beberepa lembaga Islam. Dalam hal ini, model koordinasi yang terbaik di masa lalu bisa diterapkan untuk lembaga-lembaga Islam saat ini maupun yang akan datang. Koordinasi menaunjukkan bahwa tujuan dapat tercapai dengan baik jika dilakukan dengan kesungguhan dan keyakinan pada pencapaian hasil.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta. Graha Ilmu

Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2016. Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk. Al-Wafi. Solo.

Ardana, Komang, dkk. 2008. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu. Armagan, Mustafa. 2014. Muhammad Al-Fatih “Kisah Kontroversial Sang Penakluk

Konstantinopel”. Kaysa Media. Jakarta

Daan Sugandha. 1991. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta. Intermedia.

Edy Sutrisno. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta.

Edward Russell W. penerjemah: Dedes Ekarini. 2007. 50 Terobosan Manajemen yang perlu Anda ketahui. Tidak ada tempat penerbitan. Erlangga.

Handoko, T Hani. 2009. Manajemen edisi 2. BPFE. Yogyakarta. H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335.

Indrianto Roberto Ramadani, Koordinasi dalam Pembangunan Infrastruktur dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Oleh PT Swakarsa Sinar Sentosa di Desa Muara Wahau Kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur. eJournal Pemerintahan Integratif, 2017, 5 (1): 148-158 ISSN: 2337-8670 (online), ISSN 2337-8662 (print), ejournal.pin.or.id © Copyright 2017


(5)

Irmim Soejitno. 2005. Mengelola Potensi dan Motivasi Bawahan. Tidak ada kota penerbit. Seyma Media

Jusmaliani. 2011. Pengelolaan Sumber Daya Insani. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Mamik dan Usman Syarif. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Zifatama Publisher. Sidoarjo.

Manila GK. 1996. Praktek Manajemen Pemerintahan Dalam Negeri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Moekijat. 1994. Koordinasi (Suatu Tinjauan Teoritis). Mandar Maju. Bandung. Paulina Dwi Jayanti. “Komunikasi dan Koordinasi yang Sinergi Antara Pemerintah

Desa dan BPD dalam Pembuatan Peraturan Desa”, Jurnal Governance (Volume I, Nomor 01, Tahun 2013, Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Tanjungpura).

Reksohadiprodjo, Sukanto. 2000. Dasar-Dasar Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Robbins Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip perilaku Organisasi. Erlangga. Jakarta. Robert Konopaske dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga.

Jakarta.

Syamsi, Ibnu. 1994. Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen. Rineka Cipta. Jakarta. Schuler Randall dan Jackson Susan. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia

menghadapi Abad ke 21. Erlangga. Jakarta.

Senja Nilasari. 2014. Manajemen Strategi itu Gampang. Dunia Cerdas. Jakarta. Sentot Imam W. 2010. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.


(6)

Siswanto. H. B. 2013. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Susila Martoyo. 1988. Pengetahuan Dasar Manajemen dan Kepemimpinan. BPFE. Yogyakarta.

Syaikh Ramzi Al-Munyawi. 2011. Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta

Syafaq Hammis dkk. 2013. Pengantar Studi Islam. UIN Sunan Ampel Press. Surabaya.

Widjaja, A. W dan Hawab, M Arsyik. 1987. Komunikasi, Administrasi, Organisasi, dan Manajemen dalam Pembangunan. Bina Aksara. Jakarta.

Yenny. 2015. Koordinasi dalam Perencanaan Pembangunan Fisik di desa Sampuro Kecamatan Mempawah Hulu. Jurnal S-1 Ilmu Pemerintahan (online) Volume 4 Nomor 1 Edisi Maret 2015, di akses pada tanggal 08 Maret 2107 http://jurmafis.untan.ac.id. Universitas TanjungPura.