PERENCANAAN WAKTU REPLENISHMENT PADA CON

Perencanaan Waktu Replenishment pada
Continuous Material Requirement Planning
dengan Kendala Laju Produksi Level
Arif Rahman
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
posku@ub.ac.id
Ceria Farela Mada Tantrika
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
ceria_fmt@ub.ac.id
Angga Akbar Fanani
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
anggafanani@ub.ac.id

ABSTRAK
Material Requirement Planning (MRP ) merupakan metode pengendalian persediaan
material melalui perencanaan kebutuhan material berdasarkan dependent demand sesuai
Master Production Schedule (MPS). Dalam MRP konvensional yang mempergunakan
pendekatan time bucket system, saat replenishment ditentukan pada tahap offsetting

secara diskrit. Time bucket system dalam MRP konvensional dengan lead time yang lama
menyebabkan lot size cukup besar dan tidak bisa overlap antara pengadaan dan
penggunaan. Dalam sistem continuous flowshop, pengadaan material dari proses
sebelumnya dapat overlap dengan penggunaan material pada proses berikutnya.
Continuous Material Requirement Planning (CMRP ) mempergunakan pendekatan
bucketless system, sehingga memungkinkan overlap antara pengadaan dengan
penggunaan material.
Dalam sistem produksi di mana fasilitas produksinya mempunyai laju produksi level
atau konstan akan mempunyai variasi lead time yang berbanding lurus dengan lot size
produksinya. Penentuan lot size dalam CMRP mempergunakan lot for lot (L4L) dan
terkadang terjadi overlap kebutuhan material, sehingga lead time akan semakin panjang
dan waktu replenishment dimajukan lebih awal. Perencanaan waktu replenishment pada
pendekatan CMRP dengan bucketless system dan L4L dilakukan dengan backward
scheduling.
Kata kunci— Backward scheduling, Bucketless system, Continuous Material
Requirement Laju produksi level, Planning, Perencanaan waktu replenishment, Sistem
continuous flowshop, Variasi lead time.

I. PENDAHULUAN
Persediaan adalah stok nyata, terukur dan

terhitung dari material yang disimpan
perusahaan selama periode tertentu, dengan
tujuan selanjutnya untuk dijual, digunakan atau
ditransformasi
menjadi
lebih
bernilai.
Pengendalian persediaan adalah aktivitas untuk
merencanakan dan mengendalikan tingkat stok
(stock level) serta menentukan waktu
pengadaan (replenishment) dan kuantitasnya
(lot size) dari persediaan material yang
disimpan sebelum dipergunakan, diproses atau

dijual. Perencanaan waktu replenishment
termasuk sebagai bagian dalam aktivitas
pengendalian persediaan.
Secara garis besar, metode pengendalian
persediaan dibedakan menjadi dua, yaitu
pengendalian persediaan material independent

demand dan pengendalian persediaan material
dependent demand. Material Requirement
Planning (MRP) adalah salah satu metode
pengendalian persediaan material dependent
demand, karena berdasarkan perencanaan

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-1

Rahman, Tantrika, Fanani

2(c) dan 2(d) menunjukkan waktu proses dari
prior process.
Q
LATER PROCESS

kebutuhan material sesuai dengan Master
Production Schedule (MPS).
Gambar 1 mengilustrasikan sistem
continuous flowshop. Dalam sistem continuous

flowshop, proses produksi mengalir secara
kontinyu, bukan intermittent. Keberadaan
persediaan material antar proses berfungsi
sebagai buffer untuk menjaga (decouple)
keselarasan
dan
keberlanjutan
proses
berikutnya.

Consumption

t

Q
tp

Inventory

Replenishment


Offsetting

(a)

Demand
Fulfillment

tp

LT

(b)

t

Exploding

(c)


Offsetting

Q
tp

t

tp

LT

(d)

t

Q
INVENTORY

Pada Gambar 1 ditunjukkan bahwa
pengadaan (replenishment) untuk persediaan

material diperoleh dari proses pendahulu (prior
process) yang nantinya akan digunakan
(consumption) proses berikutnya (later
process). Sedangkan hasil dari proses
berikutnya adalah memenuhi demand.
Gambar 2 mengilustrasikan bagaimana
MRP mengendalikan persediaan. MRP
konvensional dengan pendekatan time bucket
system, menggunakan lead time yang tetap.
Lead time tidak tergantung pada lot size yang
diproses, namun harus dipastikan bahwa proses
sebanyak lot size membutuhkan waktu lebih
dari lead time dengan mempergunakan
Capacity Requirement Planning (CRP). Waktu
proses untuk menyelesaikan lot size bisa lebih
cepat atau sama dengan lead time.
Pada Gambar 2(a) menunjukkan output
dari later process, dan Gambar 2(b)
menunjukkan konsumsi material untuk later
process. Terdapat selisih waktu antara Gambar

2(a) dan 2(b) yang menunjukkan waktu
prosesnya dari material pertama masuk ke later
process hingga keluar produk pertama, atau
dari material terakhir masuk ke later process
hingga keluar produk terakhir. Pada Gambar
2(a) terlihat bahwa jumlah produk adalah tetap
sejak produk terakhir keluar dari later process
hingga lead time berakhir dan produk
dikirimkan, karena waktu proses sebanyak lot
size lebih cepat daripada lead time. Pada
Gambar 2(c) menunjukkan output dari prior
process untuk replenishment persediaan
material, dan Gambar 2(d) menunjukkan
penggunaan inputnya. Seperti halnya hubungan
Gambar 2(a) dan 2(b), selisih antara Gambar

PRIOR PROCESS

Q


Gambar 1 Sistem Continuous Flowshop

(e)

t

Gambar 2 Pengendalian Persediaan dalam
MRP
(a) Output Later Proces
(b) Input Later Process
(c) Output Prior Process
(d) Input Prior Process
(e) Tingkat Stok dari Inventory
Gambar 2(e) menunjukkan tingkat stok
pada persediaan material yang besarnya
diperoleh dari replenishment dari prior process
dikurangi konsumsi untuk later process. Dari
gambar tersebut dapat terlihat bahwa tidak
akan
pernah

terjadi
overlap
antara
replenishment
dan
consumption
di
pengendalian persediaan. Tingkat persediaan
terus meningkat dengan replenishment tanpa
consumption hingga sebanyak lot size (jika
tanpa safety stock) sepanjang lead time dari
prior process. Selanjutnya tingkat persediaan
menurun
karena
consumption
tanpa
replenishment hingga habis (jika tanpa safety
stock) sepanjang lead time dari later process.

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang

C-9-2

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

Dalam sistem continuous flowshop,
memungkinkan
terjadi
overlap
antara
consumption untuk later process dengan
replenishment dari prior process. Penerapan
Continuous Material Requirement Planning
(CMRP) dapat membantu perencanaan waktu
replenishment
yang
memungkinkan
overlapping dan akan menekan tingkat stok di
inventory.
II. KERANGKA TEORITIS
A. Pengendalian Persediaan Konvensional

Pengendalian
persediaan
merupakan
aktivitas
untuk
merencanakan
dan
mengendalikan tingkat stok persediaan
material, serta menentukan waktu dan ukuran
replenishment dari persediaan tersebut.
Terdapat 2 metode yang dipergunakan, yaitu
pengendalian persediaan material dependent
demand dan pengendalian persediaan material
independent demand. Material Requirement
Planning
(MRP)
termasuk
metode
pengendalian persediaan dependent demand,
dan Economic Production Quantity (EPQ)
termasuk metode pengendalian persediaan
independent demand.
A.1. Material Requirement Planning
Material Requirement Planning (MRP)

adalah metode pengendalian persediaan dari
material yang dependent demand melalui
perencanaan kebutuhan material berdasarkan
Master Production Schedule (MPS), dan
struktur hirarki produknya (Bill of Material,
BOM). Mabert (2007) menyampaikan bahwa
meskipun Orlicky menginisiasi MRP sejak
1961, dan mempresentasikannya dalam 13th
International APICS Conference pada tahun
1970, namun Orlicky baru mempublikasikan
melalui bukunya (Orlicky, 1975). Mabert
(2007) juga menyatakan bahwa MRP
dikembangkan bersama antara Orlicky, Wight
dan Plossl sejak pertemuan mereka dalam
APICS conference di tahun 1966. Davis (1977)
membuat daftar beberapa penelitian MRP pada
tahun 1970an. Plossl (1995) merangkai hasil
kerjasama mereka mengenai sistem MRP.
Mempergunakan data-data MPS, inventory
master file (termasuk On-Hand Inventory dan
Schedule Receipt), serta BOM, MRP
menyusun perencanaan kebutuhan material
untuk pengendalian persediaan melalui
langkah-langkah Netting, Lotting (Lot Sizing),
Offsetting dan Exploding. Langkah-langkah
MRP ditunjukkan pada Gambar 3 dengan
tanda lingkaran bernomer. Lingkaran 1

menunjukkan langkah netting, lingkaran 2
menunjukkan langkah lotting, lingkaran 3
menunjukkan langkah offsetting, dan lingkaran
4 menunjukkan langkah exploding.
Item :___________ Level : ___
Code : ______Lot : ___ LT :
___
Gross Requirement (GR)
Scheduled Receipt (SR)
On-Hand Inventory (OI)
Net Requirement (NR)
Planned Order Receipt (PORec)
Planned Order Release (PORel)

Time Bucket =
0
1
2

Item :___________ Level : ___
Code : ______Lot : ___ LT :
___
Gross Requirement (GR)
Scheduled Receipt (SR)
On-Hand Inventory (OI)

Time Bucket =
0
1
2

...

N

...

N

1
2
3

4

Gambar 3 Langkah-langkah MRP

Netting adalah menghitung kebutuhan
bersih (net requirement) dengan berdasarkan
kebutuhan bruto (gross requirement) dikurangi
dengan persediaan (on-hand inventory) dan
penerimaan
yang
telah
dijadwalkan
sebelumnya (scheduled receipt). Lotting atau
lot sizing adalah menentukan lot pengadaan
(planned
order
receipt)
dengan
mempertimbangkan efisiensi atas trade off
pada frekuensi pemesanan dan tingkat
persediaan. Offsetting adalah memastikan lot
pengadaan pada saat pengadaan (planned order
release) berdasarkan lead time pengadaannya.
Exploding adalah menentukan kebutuhan bruto
(gross
requirement)
untuk
komponen
penyusunnya (child level) sesuai struktur
produk (bill of material) dan rencana
pemesanan order (planned order release) dari
induk (parent level).
Metode penentuan lot size telah banyak
dikembangkan. Metode-metode tersebut adalah
Lot For Lot, Fixed Order Quantity, Economic
Order Quantity (Harris, 1913), Fixed Period
atau Periods of Supply, Period Order Quantity
(Orlicky, 1975), Minimum Cost per Period
atau Least Period Cost (Silver & Meal, 1973),
Least Unit Cost (Orlicky, 1975), Least Total
Cost (Gorham, 1968), Economic Order Period,
Part Period Simplified atau Part Period
Balancing (DeMatteis, 1968), Wagner &
Whitin (Wagner & Whitin, 1958), McLaren’s
Order Moment (McLaren, 1977) Groff’s
Algorithm (Groff, 1979), Freeland & Colley
Algorithm (Freeland & Colley, 1982),
Maximum Part-Period Gain (Karni, 1981).

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-3

Rahman, Tantrika, Fanani

Material Requirement Planning memakai
pendekatan time bucket system. Besaran lead
time adalah kelipatan bilangan bulat dari
ukuran time bucket-nya. Misalnya jika time
bucket-nya dalam dua harian, maka besaran
lead time adalah 2 hari, atau 4 hari, atau
kelipatan 2 hari berikutnya, dan tidak mungkin
lead time 3 hari, atau bukan kelipatan 2 hari
lainnya. Lead time ditetapkan konstan dan
tidak terpengaruh besaran lot size, namun tetap
dapat
memberikan
fleksibilitas
dan
mengantisipasi gangguan di lantai produksi
(Fogarty et.al., 1991).
Meskipun lot size telah terselesaikan
sebelum lead time, material tetap tinggal dan
tidak dipindahkan. Narasimhan et.al. (1995)
menyatakan bahwa biasanya material (jika
ditinjau per satuan unit atau bagian terkecil
dari lot size) membutuhkan waktu proses
(termasuk setup time dan run time) relatif
singkat sekitar 10-20% dari lead time, namun
material tersebut tetap tinggal selama lead
time, sehingga waktu terbesar atau sekitar 8090% dari lead time dipergunakan material
tersebut untuk aktivitas tidak bernilai tambah
(termasuk diperiksa, dipindahkan, handling,
menunggu sebelum diproses dan menunggu
sebelum dipindahkan).
A.2. Economic Production Quantity
Economic Production Quantity (EPQ)
atau Economic Manufacturing Quantity

(EMQ) termasuk metode penentuan besaran lot
size dan waktu replenishment. EPQ
dikembangkan oleh Taft (1918). EPQ
merupakan pengembangan dari Economic
Order Quantity (EOQ) yang dibuat oleh Harris
(1913). Jika pada EOQ mempergunakan
asumsi bahwa replenishment datang serentak
atau
instan,
sebaliknya
pada
EPQ
replenishment datang secara bertahap sesuai
laju produksinya (Bedworth & Bailey, 1987).
Gambar 4 mengilustrasikan pengendalian
persediaan mempergunakan EPQ. EPQ
mempunyai asumsi bahwa laju replenishment
(RR) lebih besar daripada laju consumption
(RC). Pada Gambar 4(a), ditunjukkan bahwa
nilai EPQ adalah menggantikan EOQ, yaitu
replenishment EPQ telah datang keseluruhan di
saat replenishment EOQ, sehingga mulainya
replenishment EPQ dimulai saat stok minimum
(belum mempertimbangkan safety stock)
sebagai reorder point. Nilai stok minimum
(QL) ditunjukkan pada persamaan (1), dengan
lot size sebesar QR. Pada Gambar 4(b),
ditunjukkan replenishment EPQ dimulai saat

stok sudah habis (belum mempertimbangkan
safety stock). Stok maksimum di Gambar 4(b)
lebih rendah daripada Gambar 4(a). Nilai stok
maksimum (QU) ditunjukkan pada persamaan
(2).
Q

-RC
QR

RR

QL

LT

t

(a)

Q
QU
RR
QR
LT

-RC

(b)

t

Gambar 4 Pengendalian Persediaan dengan EPQ
(a) Dengan Stok Minimum QL
(b) Tanpa Stok Minimum QL

QL  QR

RC
RR

 R
QU  QR 1  C
 RR

(1)




(2)

di mana :
QL : Stok minimum (unit)
QU : Stok maksimum (unit)
QR : Lot size atau ukuran replenishment (unit)
RR : Laju replenishment (unit/jam)
RC : Laju consumption (unit/jam)
Pada saat laju replenishment dari prior
t
process lebih besar daripada laju consumption
di later process, maka EPQ memungkinkan
dipergunakan
untuk
merencanakan
replenishment. Namun di lantai produksi tidak
selalu terjadi demikian. Dapat terjadi laju
replenishment dari prior process lebih kecil
daripada laju consumption di later process,
sehingga replenishment harus direncanakan
lebih awal.
B. Pengendalian Persediaan Menerapkan
Continuous
Material
Requirement
Planning
Material Requirement Planning (MRP)
konvensional menggunakan pendekatan timephased planning, karena merencanakan
kebutuhan materialnya dengan lead time yang
tetap dan tidak dipengaruhi dengan besaran lot
size dari replenishment-nya. Lead time
merupakan kelipatan dari time bucket yang
dipergunakan. Time bucket system dalam MRP

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-4

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

konvensional membagi waktu secara diskrit
dalam time bucket. Replenishment pada MRP
konvensional menggunakan waktu diskrit
dengan offseting sejumlah time bucket sesuai
lead time-nya.
Sadeghian (2010) menyatakan meskipun
MRP konvensional atau yang disebut Discrete
Material Requirement Planning (DMRP) dapat
diterapkan
untuk
replenishment
dan
consumption kontinyu, namun kurang mampu
diterapkan untuk sistem produksi continuous
flowshop. Beberapa faktor dapat menjadi
alasan
CMRP
lebih
diprioritaskan
dibandingkan DMRP menurut Sadeghian
(2011), antara lain :
a. DMRP tidak dapat diaplikasikan di industri
kimia, gas, minyak dan industri produksi
kontinyu lainnya.
b. Menentukan time bucket yang tepat dalam
DMRP cukup sulit. Time bucket yang
singkat menyebabkan banyaknya kolom
yang mewakili time bucket semakin banyak,
sebaliknya time bucket yang lama
menyebabkan lead time terkendala overlap
(material tetap di prior process hingga lead
time, baru terkirimkan ke later process).
CMRP tidak harus menentukan time bucket,
karena menggunakan waktu kontinyu.
Selain
itu
dalam
CMRP
juga
memungkinkan
overlap
antara
replenishment dari prior process dengan
consumption di later process.
c. Parameter
kebutuhan
bruto
(gross
requirement, GR), penerimaan yang
terjadwal (scheduled receipt, SR), dan
persediaan (on-hand inventory, OI) dalam
DMRP ditentukan dalam format diskrit.
Sedangkan dalam CMRP, parameterparameter tersebut ditentukan menggunakan
fungsi kontinyu semisal fungsi regresi,
interpolasi, ekstrapolasi atau fungsi lainnya.
d. Pada
DMRP,
replenishment
dan
consumption terjadwal dalam time bucket,
tanpa diketahui apakah di awal atau akhir
periode dalam time bucket tersebut. CMRP
dapat segera diketahui saat rinci dari
replenishment dan consumption-nya.
Pengendalian
persediaan
material
menerapkan pendekatan CMRP dilakukan
dengan mempergunakan parameter-parameter
kebutuhan bruto (gross requirement, GR),
penerimaan yang terjadwal (scheduled receipt,
SR), dan persediaan (on-hand inventory, OI)
pada saat awal (t=0), selanjutnya dipergunakan

untuk mengendalikan persediaan (on-hand
inventory, OI), kebutuhan bersih (net
requirement, NR), dan replenishment yang
direncanakan (planned order receipt, PORec).
Sadeghian (2011) menunjukkan langkahlangkah pengendalian persediaan tersebut
seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5.
Kebutuhan Bruto
GR(t)
Hitung
Kebutuhan Bersih
NR(t)

Hitung
Persediaan
OI(t)

Penerimaan Terjadwal
SR(t)

Hitung
Replenishment
PORec(t)

Persediaan Awal
OI(0)

Gambar 5 Langkah-langkah Pendekatan CMRP

Sadeghian (2010 & 2011) membuat
formulasi untuk mengestimasikan nilai-nilai
parameter tersebut pada saat ke-t. Cara
menghitung persediaan saat ke-t ditunjukkan
persamaan (3). Selanjutnya, cara menghitung
kebutuhan bersih saat ke-t ditunjukkan
persamaan (4). Dan replenishment saat ke-t
dihitung menggunakan persamaan (5).
OI (t )  OI (t 0 )   SR(t )dt   GR(t )dt
t

t

NR(t )  GR(t )  OI (t )  SR(t )
t0

(3)

t0

PORec (t )  NR(t  LT )

(4)
(5)

di mana :
OI(t) : Tingkat persediaan saat ke-t
GR(t) : Kebutuhan bruto saat ke-t
SR(t) : Penerimaan terjadwal saat ke-t
NR(t) : Kebutuhan bersih saat ke-t
OI(t) : Tingkat persediaan saat ke-t
PORec(t) : Replenishment saat ke-t
t
: indikator waktu atau saat ke-t
LT
: Lead Time
Implementasi dari CMRP yang dijelaskan
Sadeghian (2011) mempersyaratkan GR(t) dan
SR(t) diketahui kontinyu dan merupakan fungsi
dari waktu t. Namun kurang ada penjelasan
apabila GR(t) maupun SR(t) adalah diskrit
terhadap waktu t.
Produk akhir, yang menjadi item dalam
struktur hirarki produk berada pada level 0,
biasanya dikirim serentak sebesar demand-nya.
Demand dari produk akhir menjadi GR(t) atau
kebutuhan brutonya sebagai item level 0. GR(t)
tersebut berada pada saat due date dan bersifat
diskrit terhadap waktu t. Berbeda dengan

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-5

Rahman, Tantrika, Fanani

subassemblies, components atau parts yang
kebutuhan brutonya berdasarkan consumption
dari item di level parent-nya yang bersifat
kontinyu.
C. Kerangka Konseptual
Penelitian ini berfokus studi pada lingkup
pengendalian persediaan material dengan
mempergunakan metode continuous material
requirement plannig (CMRP).
Fogarty
et.al.
(1991)
menyatakan
bucketless system akan menunjang material
requirement planning menjadi lebih rinci dan
spesifik dalam menempatkan kebutuhan bruto,
kebutuhan
bersih,
persediaan
dan
replenishment.
Narasimhan et.al. (1995) menyatakan salah
satu strategi untuk memperpendek lead time
adalah dengan memungkinkan overlapping
antara replenishment dan consumption.
Adanya kendala laju produksi level atau
konstan di lantai produksi dapat menyebabkan
terjadinya konflik dalam pemenuhan demand
dari produk akhir atau kebutuhan materialnya.
Jika demand yang lebih awal direncanakan
replenishment-nya terlebih dahulu dapat
menyebabkan demand yang berikutnya tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk
replenishment-nya,
sehingga
menjadi
terlambat. Pendekatan backward scheduling
dipergunakan untuk mencegah permasalahan
tersebut.
Gambar 6 mengilustrasikan bagaimana
kerangka konseptual dari pengendalian
persediaan material dengan mempergunakan
Continuous Material Requirement Planning.






INPUT:
Master Production
Schedule
Bill of Material
Inventory Master
File
Processing Time/
Production Rate







Mulai
Pengamatan Pendahuluan
Domain Masalah

Continuous flowshop
Level production rate

Studi Literatur
CMRP
EPQ
Backward
Scheduling

Pengembangan Algoritma
Perencanaan Replenishment
dengan CMRP
Evaluasi
Pengembangan Skenario
Penerapan Algoritma

FACTORS:
Continuous Flowshop
Level Production Rate
Bucketless System
Overlapping Strategy
Lot Sizing L4L

Inventory
Control by
CMRP

Dalam metode conceptual research, penelitian
dilakukan
untuk
merumuskan
atau
mengembangkan konsep, kerangka, metode,
teknik, algoritma atau teori mengenai sistem
atau masalah tertentu, serta langkah-langkah
untuk memperoleh solusi pemecahannya.
Langkah-langkah
penelitian
ditunjukkan
Gambar 7.
Situasi masalah yang dianalisa dalam
penelitian terkait dengan sistem continuous
flowshop, pengendalian persediaan material
dan perencanaan replenishment.
Variabel yang diperlukan sebagai input
meliputi kebutuhan bruto di later process,
kebutuhan part sesuai struktur produk untuk
exploding, laju produksi di prior process
maupun later process, waktu proses (termasuk
setup time dan run time), waktu penanganan
(termasuk handling time, carrying time,
loading-unloading time). Variabel terikat yang
menjadi output meliputi waktu replenishment
dan tingkat persediaan

Evaluasi
Analisa
OUTPUT:
 Replenishment
Schedule
 On-Hand
Inventory

METHODS:
 CMRP (Sadeghian, 2011)
 EPQ (Taft, 1918)
 Backward Scheduling

Gambar 6 Kerangka Konseptual Penelitian

II. METODOLOGI
Penelitian dilakukan berdasarkan metode
penelitian konseptual (conceptual research).

Selesai

Gambar 7 Langkah-langkah penelitian

Keluaran dari penelitian ini adalah sebuah
algoritma perencanaan waktu replenishment
pada pengendalian persediaan material di
sistem produksi continuous flowshop dengan
kendala laju produksi level mempergunakan
continuous material requirement planning dan
backward scheduling.

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-6

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

3. Memasukkan data persediaan awal
(on-hand inventory, OI(t0)).
4. Memasukkan
semua
rencana
replenishment (scheduled receipt,
SR(t)) dari perencanaan sebelumnya
5. Menghitung banyaknya job yang telah
terpenuhi (n*) dari persediaan awal
dan replenishment dari perencanaan
sebelumnya dengan persamaan (7).
Jika jumlah antara persediaan dan
replenishment tersebut kurang dari
atau tidak mencukupi kebutuhan bruto
job J 1, maka semua job masih belum
terpenuhi (n*=0). Dan jika sebaliknya,
maka nilai n* dimaksimalkan di antara
interval 1 dan N, yang memenuhi
persamaan (8) dan persamaan (9).
Persamaan
(8)
menunjukkan
penentuan
n*
dimulai
dengan
menghitung jumlah kumulatif dari job
J 1 hingga J n*, dengan batasan
jumlahnya masih kurang dari jumlah
persediaan dan rencana replenishment
sebelumnya.
Dan
apabila
n*
ditambahkan 1 atau job berikutnya,
maka jumlah kumulatif job akan lebih
besar daripada jumlah persediaan dan
replenishment rencana sebelumnya
seperti persamaan (9).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Algoritma
Perencanaan
Waktu
Replenishment dengan Kendala Laju
Produksi
Level
Mempergunakan
Continuous
Material
Requirement
Planning

Pengendalian
persediaan
material
mempergunakan MRP membutuhkan data-data
dari master production schedule, inventory
master file, dan bill of material. Dalam DMRP
membutuhkan lead time dari setiap item dalam
struktur produk yang bersifat tetap dan tidak
tergantung lot size yang diproses, dan
sebaliknya dalam CMRP membutuhkan waktu
produksi atau laju produksi yang tergantung
pada lot size yang diproses. Waktu produksi
meliputi waktu proses (termasuk setup time
dan run time) dan waktu penanganan
(termasuk handling time, carrying time,
loading-unloading time).
Algoritma untuk perencanaan waktu
replenishment
dikembangkan
dengan
mempergunakan prinsip dari metode backward
scheduling, yaitu perencanaan dimulai dari
order produksi terakhir dalam master
production schedule yang menjadi kebutuhan
bruto produk akhir. Selanjutnya secara
bertahap merencanakan order produksi
sebelumnya, sampai semua order produksi
telah direncanakan replenishment-nya. Secara
rinci dan lengkap, algoritmanya adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan satuan waktu sebagai
acuan besaran variabel waktu dalam
perencanaan.
2. Berdasarkan
master
production
schedule (atau daftar order produksi
atau demand), menentukan kebutuhan
bruto (gross requirement, GR(t)) dari
order atau job J 1, J 2, ..., J N, termasuk
ukuran volume pesanannya dan saat
penyerahannya (ke gudang atau ke
konsumen). Nilai variabel GR(t) pada
item level 0 bersifat diskrit, sedangkan
pada item child (level yang lebih
rendah) bersifat kontinyu.
(6)
GR(ti )  J i i  N
di mana :
GR(t) : Kebutuhan bruto saat ke-t
Ji
: Job ke-i
ti
: Saat ke-t yang menunjukkan
indikator saat penyerahan job
ke-i
N
: Banyaknya job

tN

GR(t1 )  OI (t 0)   SR(t )dt
0
n*
t0
max{ n*, n*  N} otherwise






 GR(t )   OI (t )   SR(t )dt 
n*

tN



tN


GR(t i )   OI (t 0 )   SR(t )dt 



i 1
t0


i 1

n*1

i

(7)

(8)

0

t0

(9)

di mana :
SR(t) : Replenishment dari rencana
sebelumnya hingga saat ke-t
OI(t0) : Persediaan awal
n*
: Banyaknya job yang telah
terpenuhi dengan persediaan
atau
replenishment
dari
rencana sebelumnya.
6. Menghitung kebutuhan bersih job yang
belum terpenuhi dengan persediaan
maupun
replenishment
rencana
sebelumnya. Job yang dihitung
kebutuhan bersihnya adalah J (n*+1)
hingga J N. Kebutuhan bersih dari job
J (n*+1) dihitung antara selisih jumlah
jumlah kebutuhan bruto dengan jumlah
persediaan dan replenishment rencana

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-7

Rahman, Tantrika, Fanani

sebelumnya. Sedangkan kebutuhan
bersih job berikutnya adalah sebesar
kebutuhan brutonya.
t
n*1


  GR(t i )   OI (t 0 )  SR(t )dt  i  n * 1 (10)

NR(t i )   i 1

GR(t i )






N

t0




 PORec (t )dt   NR(t )
N

t i

tf i  t i
ts
 (i 1)
t0

i  n*1

i

iN

t i  ts ( i 1)

PORec(t)
RR

tsi

 RR.dt  NR(t i )

tsi

di mana :
PORec(t)
: Rencana
replenishment
diterima saat ke-t
RR
: Laju replenishment

tfi
ti

ts(i+1)

tf(i+1)
t(i+1)

t

PORec(t)
RR

tsi

tf(i+1) t
t(i+1)

tfi ts(i+1)
ti
RR

Q
RR

NR(ti)
tsi

tfi ts(i+1)
ti

NR(t(i+1))
tf(i+1)
t(i+1)

t

(b)
Gambar 8 Penentuan Planned Order Receipt
(a) Tanpa Konflik, ti < ts(i+1)
(b) Dengan Konflik, ti > ts(i+1)

(14)

(16)

t

NR(t(i+1))

NR(ti)

(a)

(13)

t
t
 N

OI (t )   OI (t 0 )   SR(t )dt   PORec (t )dt    GR(t i )
 i 1

t0
t0
 t i t


tf(i+1)
t(i+1)

RR

(12)

tsi

ts(i+1)

RR

(11)

(15)

tfi
ti

Q

otherwise

 NR(t i ) 
ts i  tf i  

 RR 
RR ts i  t  tf i
PORec (t )  
otherwise
0
tfi

: waktu selesai replenishment
job ke-i
OI(t) : persediaan saat ke-t
tfi

otherwise

di mana :
NR(t) : Kebutuhan bersih saat ke-t
7. Merencanakan replenishment yang
diterima (planned order receipt,
PORec(t)) secara kontinyu berdasarkan
kebutuhan
bersih
semua
job.
Penentuan lot size mempergunakan
metode lot for lot (L4L). Waktu
replenishment
ditentukan
menggunakan
pendekatan
EPQ
(economic
production
quantity)
dengan laju replenishment yang level,
namun consumption untuk produk
akhir
bersifat
diskrit
sejumlah
kebutuhan
bersih.
Waktu
replenishment dari job ke-i dimulai
saat tsi hingga selesai saat tfi. Jika
sebelum saat penyerahan dapat
dilakukan replenishment, maka waktu
selesai tfi adalah sama dengan waktu
job diserahkan, ti. Sebaliknya jika
tidak, maka waktu selesai tfi adalah
sama dengan waktu mulai job
berikutnya ts(i+1). Waktu mulai, tsi,
dihitung dari saat selesai, tfi, dikurangi
waktu replenishment yang lamanya
diperoleh dari pembagian lot size
dengan laju replenishment-nya.

tN

: waktu mulai replenishment job

tsi
ke-i

8. Menentukan
waktu
pemesanan
replenishment (planned order release,
PORel(t)) dari masing-masing job
memperhatikan
waktu
mulai
replenishment-nya (tsi) dengan juga
mempertimbangkan waktu produksi
(tp) yang telah meliputi waktu proses
(termasuk setup time dan run time) dan
waktu penanganan (termasuk handling
time, carrying time, loading-unloading
time).

 PORel (t )dt   PORec (t )dt

tfi tp

tsi tp

tfi

(17)

RR (ts i  tp )  t  (tf i  tp )
PORel (t )  
otherwise
0
tsi

tri  ts i  tp

di mana :
PORel(t)
: Rencana
replenishment saat ke-t

(18)
(19)

pemesanan

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-8

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

replenishment-nya (PORel(t)) dengan
berdasarkan laju replenishment dan
waktu produksi di child level.
t
(21)
NR(t )dt  GR(t )dt

: waktu pesan replenishment job

tr i
ke-i





t

PORec(t)
RR

t0

t0

RC child  RR pa rent  c child

tsi

tfi
ti

t

(22)

 PORec (t )dt   NR(t )dt
t

t

t0

t0

(23)

Jika RR > RC di child level

Q

ts child  ts pa rent  tp pa rent

NR(ti)
tsi

(a)

tfi
ti

t

tp
tfi
ti

t

Q
tp

tr i tsi

tf pa r ent  tp pa r ent no  conflict
tf child  
otherwise
ts childnextjob
 NR(t )dt 


ts  tf  


RR


RR ts  t  tf
PORec (t )  
otherwise
0

 PORel (t )dt   PORec (t )dt

NR(ti)
tfi
ti

(25)

Jika RR < RC di child level

PORel(t)
RR

tr i tsi

(24)

 NR(t )dt 


tf  ts  


RR



RR

t

(b)
Gambar 9 Penentuan Planned Order Release
(a) Planned Order Receipt
(b) Offsetting Planned Order Release

9. Menggunakan rencana pemesanan
replenishment (planned order release,
PORel(t)) dari induk (parent level)
untuk menentukan kebutuhan kotor
(gross requirement, GR(t)) dari
komponen penyusunnya (child level)
sesuai struktur produk (bill of
material)
(20)
GR(t ) child  PORel (t ) pa rent  cchild
di mana :
c
: banyaknya komponen child
untuk setiap satu satuan parent
10. Menghitung kebutuhan bersih (NR(t))
yang bersifat kontinyu berdasarkan
kebutuhan brutonya (GR(t)). Jika
penentuan lot size mempergunakan
L4L serta tidak ada persediaan awal
dan replenishment dari rencana
sebelumnya, maka kebutuhan bersih
ekivalen dengan laju consumption
untuk kebutuhan di parent level.
Merencanakan waktu replenishment
(PORec(t)) dan waktu pemesanan

tf tp

tf

ts tp

ts

(26)
(27)
(28)
(29)

t
t
 t

OI (t )   OI (t 0 )   SR(t )dt   PORec (t )dt    GR(t )dt
 t

t0
t0
 0


(30)
di mana :
RC
: Laju consumption
Q
RR

-RC
NR(t)
t

(a)
Q
NR(t)

-RC

RR
t

(b)
Q

-RC
NR(t)
RR

(c)

t

Gambar 10 Persediaan Material dengan Replenishment dari Child Level dan Consumption
untuk Parent Level

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-9

Rahman, Tantrika, Fanani

(a) Laju Replenishment lebih besar daripada Laju Consumption
(b) Laju Replenishment lebih kecil
daripada Laju Consumption, tanpa
konflik Replenishment.
(c) Laju Replenishment lebih kecil
daripada Laju Consumption, dengan
konflik Replenishment.

terjadi konflik, dan laju replenishment di child
level lebih besar daripada laju consumption di
parent level.
Tabel 1 Skenario dalam Continuous Material
Requirement Planning dengan Kendala Laju
Produksi Level
Perbandingan Antara Laju
Replenishment dan Laju
Consumption
RR > RC
RR < RC

11. Ulangi langkah 9 untuk perhitungan
MRP dari komponen penyusun hingga
semua level yang paling rendah.
Algoritma yang terdiri dari 11 langkah
tersebut dipergunakan untuk pengendalian
persediaan material mempergunakan CMRP
dengan kendala laju produksi level di tiap
proses namun berbeda antar proses. Kebutuhan
bruto dan bersih di tingkat produk akhir
bersifat diskrit, tetapi replenishment bersifat
kontinyu. Sedangkan kebutuhan bruto dan
bersih di tingkat komponen bersifat kontinyu
dan replenishment juga bersifat kontinyu,
tetapi lajunya berbeda. Waktu produksi
meliputi waktu proses (termasuk setup time
dan run time) dan waktu penanganan
(termasuk handling time, carrying time,
loading-unloading
time)
mempengaruhi
offsetting saat mulai replenishment dengan saat
pemesanan replenishment.
B. Pengembangan Skenario
Dalam sistem continuous flowshop, posisi
later process menjadi parent level dan posisi
prior process menjadi child level-nya.

Terdapat beberapa skenario yang dapat terjadi
dalam sistem continuous flowshop. Skenario
dipengaruhi oleh kondisi di parent level,
kondisi di child level, serta perbedaan laju
replenishment di child level dengan laju
consumption di parent level.
Tabel 1 menyatakan skenario yang dapat
terjadi di sistem continuous flowshop pada saat
implementasi continuous material requirement
planning dengan kendala laju produksi level.
Tanda cek () mengindikasikan skenario
mungkin terjadi, dan tanda silang ()
mengindikasikan skenario tidak mungkin
terjadi. Konflik menyatakan kondisi di mana
waktu penyerahan terakhir job J i lebih lambat
daripada saat mulai replenishment job J (i+1),
sehingga saat selesai replenishment job J i
dimajukan dari waktu penyerahan terakhirnya
ke saat mulai replenishment job J (i+1). Pada
penelitian ini mempergunakan skenario parent
level tidak terjadi konflik, child level tidak

Tanpa
Konflik

Child
Level

Parent
Level
Konflik

Child
Level

Tanpa
Konflik
Konflik
Tanpa
Konflik
Konflik

C. Implementasi Algoritma
Waktu Replenishment

















Perencanaan

Tabel 2 menunjukkan daftar data-data
yang dipergunakan sebagai contoh numerik
implementasi algoritma perencanaan waktu
replenishment pada continuous material
requirement planning dengan kendala laju
produksi level. Skenario yang dipergunakan
sebagai contoh numerik adalah kondisi di
mana tidak terjadi konflik baik di parent level
maupun child level, serta laju replenishment
lebih besar daripada laju consumption.
Tabel 2 Daftar Data Contoh Numerik
Data
Kebutuhan hari ke-4, GR(4)
Kebutuhan hari ke-7, GR(7)
Persediaan awal produk
Scheduled receipts di produk, SR(t)
Laju produksi produk, RRparent
Waktu produksi produk, tpparent
Persediaan awal komponen
Scheduled receipts di komponen, SR(t)
Kebutuhan komponen tiap satu produk
Laju produksi komponen, RRchild
Waktu produksi produk, tpchild

Nilai
400
150
0
200
0,1
0
0,4
100
0,05

Satuan
liter
liter
liter
liter/hari
hari
kg
kg/liter
kg/hari
hari

Berdasarkan data di Tabel 2, terdapat dua
job yang direncanakan mempergunakan
CMRP, yaitu job J 1 yang besarnya 400 liter di
hari ke-4 dan job J 2 yang besarnya 150 liter di
hari ke-7. Sebagai titik awal perencanaan, hari
ini adalah hari ke-0, sehingga jika diperoleh
nilai waktu, t, bilangan bulat maka bermakna
hari berbeda di jam yang sama.
Karena tidak ada persediaan awal dan
scheduled receipt, maka semua job harus
direncanakan produksinya dengan kebutuhan
bersih sama dengan kebutuhan brutonya
(melompat ke langkah ke 6 dalam algoritma).

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-10

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

Sesuai persamaan (10) dihitung kebutuhan
bersih masing-masing job.
NR(t )  GR(t )

NR(7)  GR(7)  150
NR(3)  GR(3)  400

Gambar 11 Kebutuhan Bersih, NR(t)

Perencanaan dilakukan dengan backward
scheduling dimulai job J 2. Merencanakan
replenishment yang diterima (planned order
receipt, PORec(t)), termasuk saat mulai dan
selesai
replenishment-nya,
berdasarkan
persamaan (12), (13) dan (14).
tf 2  t 2  7

 NR(t 2 ) 
 150 
ts 2  tf 2  
  7
  6,25
 200 
 RR 
tf1  t1  3
 NR(t1 ) 
 400 
ts1  tf1  
  4
2
RR
 200 


PORec (t )  RR

ts i  t  tf i

PORec (t )  200 6,25  t  7

PORec (t )  200 2  t  4

t
t
 N

OI (t )   OI (t 0 )   SR(t )dt   PORec (t )dt    GR(t i )
 i 1

t0
t0
 t i t


OI (t )  RR  (t  ts i )

ts i  t  tf i

OI (t )  200  (t  2)

2t 4

OI (t )  200  (t  6,25) 6,25  t  7

Gambar 13 Tingkat Persediaan Produk

Menentukan
waktu
pemesanan
replenishment
(planned order
release,
PORel(t)) berdasarkan persamaan (18) dan
(19).
PORel (t )  RR

(ts i  tp )  t  (tf i  tp )
PORel (t )  200 6,15  t  6,9
PORel (t )  200 1,9  t  3,9
tr i  ts i  tp

tr 2  ts 2  tp  6,25  0,1  6,15
tr1  ts1  tp  2  0,1  1,9

Menentukan kebutuhan kotor (gross
requirement, GR(t)) dan kebutuhan bersih (net
requirement, NR(t)) dari komponen (child
level) sesuai struktur produk (bill of material),
berdasarkan persamaan (20) dan (21)
NR(t ) child  PORel (t ) pa r ent  c child
NR(t )  200  0,4  80

NR(t )  200  0,4  80

Gambar 12 Planned Order Receipts, PORec(t)

Berdasarkan persamaan (16), serta Gambar
11 yang menunjukkan kebutuhan bersih dan
Gambar 12 yang menunjukkan rencana
replenishment yang diterima (planned order
receipt, PORec(t)), maka diperoleh tingkat
persediaan seperti yang ditunjukkan Gambar
13. Persediaan produk meningkat saat
replenishment sesuai laju replenishment hingga
saat diserahkan atau dikirimkan.

6,15  t  6,9
1,9  t  3,9

Merencanakan
replenishment
yang
diterima (planned order receipt, PORec(t)),
termasuk saat mulai dan selesai replenishmentnya, berdasarkan persamaan (23), (24) dan
(25).
Sebelumnya
menghitung
laju
consumption mempergunakan persamaan (22).
RC child  RR pa r ent  c child

RC  200  0,4  80

ts child  ts pa r ent  tp pa r ent
ts 2  6,25  0,1  6,15
ts1  2  0,1  1,9

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-11

Rahman, Tantrika, Fanani

 NR(t )dt 


tf  ts  


RR


60


tf 2  6,15  
  6,75
 100 
 160 
tf 2  1,9  
  3,5
 100 
PORec (t )  RR

ts i  t  tf i

PORec (t )  100 6,15  t  6,75

Gambar 15 Tingkat Persediaan Material

PORec (t )  100 1,9  t  3,5

Karena strategi overlapping, maka tingkat
persediaan komponen tidak terlalu besar dan
menjadi lebih kecil dibandingkan besarnya lot
size. Saat pemesanan replenishment (planned
order release, PORel(t)) menggunakan
persamaan (29).
PORel (t )  RR

PORel (t )  100 1,85  t  3,45

(a)

(b)

Gambar 14 Offsetting dan Exploding dalam CMRP
(a) Planned Order Release di Parent Level
(b) Net Requirement di Child Level

Dan menghitung tingkat persediaan sesuai
persamaan (30). Terlebih dahulu menghitung
persediaan maksimum, yaitu persediaan pada
saat
selesai
pengadaan.
Gambar
15
mengilustrasikan tingkat persediaan material
atau komponen.
OI max  ( RR  RC )  (tf i  ts i )

ts i  t  tf i

OI max  (100  80)  (3,5  1,9)  32

1,9  t  3,5

OI max  (100  80)  (6,75  6,15)  12 6,15  t  6,75
t
t
 t

OI (t )   OI (t 0 )   SR(t )dt   PORec (t )dt    GR(t )dt
 t

t0
t0
 0


OI (t )  ( RR  RC )  (t  ts i ) ts i  t  tf1
OI (t )  20  (t  6,15)
OI (t )  20  (t  1,9)

6,15  t  6,75

1,9  t  3,5

OI (t )  OI max  ( RC  (t  tf )) tf child  t  (tf pa r ent  tp pa r ent )

OI (t )  12  (80  (t  6,75))

OI (t )  32  (80  (t  3,5))

(ts i  tp )  t  (tf i  tp )

PORel (t )  100 6,1  t  6,7

6,75  t  6,9
3,5  t  3,9

IV. PENUTUP
Algoritma
perencanaan
waktu
replenishment pada continuous material
requirement planning terdiri dari 11 langkah
dan 25 persamaan. Terdapat 5 skenario yang
dapat terjadi dalam sistem continuous
flowshop berdasarkan aspek kondisi di parent
level, kondisi di child level, serta perbedaan
laju replenishment dengan laju consumption.
Penerapan strategi overlapping dalam CMRP
dapat menekan tingkat persediaan.
DAFTAR PUSTAKA
Bedworth, D.D. & Bailey, J.E., 1987, Integrated
Production Control System, New York: John
Wiley & Sons Inc.
Davis, E, 1977, Studies in Materials Requirements
Planning: A Collection of Company Case
Studies, Falls Church: APICS
DeMatteis, J.J., 1968, ―An Economic Lot Sizing
Technique: The Part Period Algorithm‖, dalam
IBM Systems Journal, Vol. 7, No. 1, hlm. 3038
Fogarty, D.W., Blackstone, J.H. & Hoffmann, T.R.,
1991, Production and Inventory Management ,
Cincinnati: South-Western.
Freeland, J.R. & Colley, J.L., ―A Simple Heuristic
Method for Lot Sizing in A Time Phased
Reorder System‖, dalam Production and
Inventory Management, Vol. 23, No. 1, hlm.
15-21
Gorham, T., 1968, ―Dynamic Order Quantities‖,
dalam Production and Inventory Management ,
Vol. 9, No. 1, hlm. 75-81

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-12

Perencanaan Waktu Replenishment pada Continuous Material Requirement Planning dengan Kendala Laju Produksi
Level

Groff, G.K., 1979, ―A Lot Sizing Rule for Time
Phased
Component
Demand‖,
dalam
Production and Inventory Management , Vol.
20, No. 4, hlm. 66-74
Harris, F.W., 1913, ―How Many Parts to Make at
Once‖, dalam The Magazine of Management,
Vol. 10, No. 2, hlm. 135-136.
Karni, R., 1981, ―Maximum Part-Period Gain
(MPG): A Lot Sizing Procedure for
Unconstrained and Constrained Requirements
Planning Systems‖, dalam Production and
Inventory Management, Vol. 22, hlm. 91-98
Mabert, V.A., 2007, ―The Early Road to Material
Requirements Planning‖, dalam Journal of
Operations Management Vol 25, hlm. 346–356
McLaren, B.J., 1977, ―A Study of Multiple Level
Lot
Sizing
Procedures
for
Material
Requirements Planning‖, PhD Dissertation,
Purdue University.
Narasimhan, S., McLeavy, D.W. & Billington, P.J.,
1995, Production Planning and Inventory
Control, New Jersey: Prentice Hall Inc.
Orlicky, J., 1975, Material Requirements Planning ,
New York: McGraw-Hill Book Company
Plossl, G., 1995, Orlicky’s Material Requirements
Planning, New York: McGraw-Hill Book
Company

Sadeghian, R, 2010, ―How to Use MRP in
Continuous Production Industries When Order
Type is Lot for Lot‖, dalam International
Journal of Industrial Engineering &
Production Research , Vol. 21, No. 1, hlm. 1722
Sadeghian, R., 2011, ―Continuous Materials
Requirements Planning (CMRP) Approach
When Order Type is Lot for Lot and Safety
Stock is Zero and Its Applications‖, dalam
Applied Soft Computing , Vol. 11, hlm. 56215629.
Silver, E.A. & Meal, H.C., 1973, ―A Heuristic for
Selecting Lot Size Quantities for The Case of
A Deterministic Time Varying Demand Rate
and Discrete Opportunities for Replenishment‖,
dalam Production and Inventory Management ,
Vol. 14 No. 2, hlm. 64-74.
Taft, E.W., 1918, ―The Most Economical
Production Lot‖, dalam Iron Age, Vol. 101.18,
hlm. 1410-1412.
Wagner, H.M. & Whitin, T.M., 1958, ―Dynamic
Version of The Economic Lot Size Model‖,
dalam Management Science , Vol. 5, No. 1,
hlm. 89-96.

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-13

Rahman, Tantrika, Fanani

(halaman ini sengaja dikosongkan)

Seminar Nasional Terpadu Keilmuan Teknik Industri, 7 November 2015, Universitas Brawijaya – Malang
C-9-14

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124