RATIONAL CHOICE-EKSTENSIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI INDONESIA

RATIONAL CHOICE-EKSTENTIFIKASI PERKEBUNAN SAWIT DI INDONESIA
Umar Abdul Azizi
Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan 2012, Fisipol, UGM, Yogyakarta
NIM: 12/332991/SP/25217; Vanumar@yahoo.com
Kata Kunci: Rational Choice, James S Coleman, Deforestasi di Indonesia

Sejarah Rational Choice
Teori pilihan rasional adalah teori yang
beranggapan bahwa manusia dalam mengambil
suatu

keputusan

keuntungan

terhadap

selalu

memperhitunglan


dirinya(terutama

dalam

bentuk materi)ii. Sejarahnya, teori ini muncul
setelah perang dunia kedua antara tahun 19501960, dimana

negara-negara

berlomba-lomba

dalam membangun ekonomi dan politik. Teori
rational choice lahir dari bagian revolusi para
penganut

behavioral

yang

berkembang


di

Amerika. Teori ini awalnya dikembangkan untuk
melihat

cara

bagaimana

individu

berprilaku

dengan menggunakan metode empiris. Namun,
karena teori ini bersumber dari metodologi
ekonomiiii. Hal itu membuat teori ini juga dikenal sebagai ekspansi imperialistik
ekonomi kedalam wilayah keilmuan sosiologi, antropologi, hukum, social biology
dan tentunya ilmu politik. Teori ini sangat berperan penting dalam memcahkan
permasalahan


politik,

terutama

politik-ekonomi.

Ilmuan-ilmuan

yang

turut

mengembangkan teori ini adalah seperti James B Rule, Anthony Downs, Gordon
Tullock, William Racker, dan Manchur Olseniv.

Deskripsi Teoritik
Rational choice memandang manusia sebagai mahkluk ekonomi atau
economic creature. Manusia juga sebagai mahkluk politik(homo Politicus) sudah
menuju ke arah manusia ekonomi (homo Economicus), terutama dalam menentukan

keputusan kolektif atau publik. Salah satu terobosan dari teori ini adalah
mengkatagorikan ilmu politik sebagai ilmu yang benar-benar science. Rational
Choice beranggapan bahwa pelbagai kebijakan atau keputusan dapat diramal dengan
melihat kepentingan-kepentingan dari aktor yang bersangkutan(involved). Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan hitung-hitungan yang metematis.
James S Coleman
Teori ini beranggapan, manusia sebagai mahluk yang berakal adalah aktor
yang merumuskan tindakanya secara rasional untuk memaksimalkan keuntunganya.
Seperti yang dikatakan James S. Coleman:
Inti dari tindakan politik adalah individu sebagai aktor terpenting dalam dunia
politik. Sebagai mahluk rational ia selalu mempunyai tujuan (goal-seeking atau
goal-oriented) yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri
sendiri. Ia melakukan hal itu dalam situasi terbatasnya sumber daya (resource
resistaint), dan karena itu ia perlu membuat pilihanv.

Pendapat J.S. Coleman diatas dapat digarisbawahi bahwa yang menjadi
perhatian utama dalam teori ini adalah tiga hal, yaitu mempunyai tujuan (goaloriented), terbatasnya sumber daya (resource resistaint), dan memutuskan pilihan.
Seperti yang dikatakan Miriam Budiardjo, untuk menentukan sikap dan tindakan,
teori Rational Choice mengajarkan pentingnya membuat beberapa alternatif pilihan.
Dalam membuat dan memutuskan alternatif(choice) aktor selalu mempertimbangkan

goal dan kondisi resource resistaint. Keputusan yang dipilih nantinya adalah
keputusan yang paling memberikan keuntungan dan kegunaan maksimal baginyavi.

Pengembangan Dari Para Tokoh Dan Ilmuan
J Elster
J. Elster berpendapat bahwa intisari dari rational choice adalah ketika
individu dihadapkan pada beberapa jenis pilihan, individu tersebut biasannya
melakukan apa yang mereka yakini berkemungkinan mempunyai hal yang terbaikvii.
J B Rule
Sedangkan, James B. Rule mengatakan bahwa tindakan manusia pada
dasarnya adalah instrumen agar perilaku manusia dapat dijelaskan utnuk mencapai
tujuan tertentu. Aktor juga selalu merumuskan aksi mana yang akan memaksimalkan
keuntunganya. Informasi dan data yang relevan sangat diperlukan untuk merumuskan
aksi tersebut. Menurut J.B. Rule lagi, proses-proses sosial berskala besar seperti
ratings, institution, dan perbagai praktik merupakan hasil dari perumusan dan
perhitungan tersebutviii.
Pengertian Rational Choice dari JB Rule membuat teori ini menjadi semakin
kompleks. Penggunaan teori ini juga menjadi tidak sebatas pada aksi-aksi yang jelas
ada motif ekonominya, seperti pemilihan dalam segala kegiatan politik, kelompok
kepentingan dan lainya. Hal yang terpenting untuk membatasi penggunaan teori ini

adalah kembali kepada pilihan aktor individu yang menghendaki keuntungan
maksimal dengan kondisi sumber daya terbatas.

Studi Kasus
Selanjutnya akan dicoba untuk membahas sebuah fenomena yang dilematos
dengan menggunakan rational choice. Adapun fenomena pertama yang akan dibahas
adalah dilema tentang deforestasi hutan akbibat ekstenfikasi perkebunan sawit.

Urgensi dan Standing Position
Fenomena tentang deforestasi hutan akbibat ekstenfikasi perkebunan sawit,
menjelaskan dilema pemerintah dalam pembangunan agraria di Indonesia. Fenomena
ini dirasa perlu untuk dibahas, karena banyaknya tuntutan dan konflik terhadap
tindakan pemerintah. Pada kesempatan kali ini penggunaan teori bukan dimaksudkan
untuk membenarkan atau menyetujui realita yang ada tentang kebijakan pemerintah
atau perusahaan. Penggunaan teori ini hanyalah berupaya menjelaskan apa yang
menjadi landasan dan pendekatan atas kebijakan pemerintah.
Analisis Kasus
Pemerintah dihadapkan pada fakta bahwa komoditas sawit di Indonesia telah
menyumbang devisa negara US$ 20,2 miliar dan
menghidupi


10

juta

tenaga

kerja

beserta

keluarganyaix. Hal tersebut membawa Indonesia
menjadi produsen sawit kedua terbesar setelah
Malaysia. Permintaan pasar terhadap komoditas
sawitpun semakin meningkat tiap tahunnya.
Melakukan reboisasi dan pelestarian orang utan
juga adalah hal yang sulit untuk dilakukan.
Karena mengatasi atau membunuh hama orang
utan itu lebih mudah dan lebih murah dibanding
harus merelokasi atau melestarikanya. Untuk

biaya konservasi satu individu orang utan sebesar
US $ 3000 atau sekitar Rp.28.500.000 dengan
waktu yang relatif lama yaitu 3-5 tahun.
Sedangkan biaya pemindahan orang utan dari
habitat yang lama ke tempat yang baru sebesar Rp
15.000.000x.

Goal-oriented dari permasalahan perluasan perkebunan sawit adalah

menghasilkan keuntungan yang semaksimal mungkin dalam perkebunan sawit. Yaitu
untuk mendapatkan devisa negara dari komoditas sawit dan produk turunannya dan
memperluas lapangan pekerjaan. Apabila banyak memperhatikan hal-hal selain goal
tersebut, maka dapat diperkirakan keuntungan yang diperoleh tidak akan maksimal.
Oleh karena itu, masalah ekologi dan masalah sosial antropologi dikesampingkan
karena bukan merupakan goal dan kepentingan diri sendiri.
Resource resistaint atau terbatasnya sumber daya menjadi kalkulasi penting
bagi setiap aktor dalam menetukan tindakanya yang rasional. Dalam kasus perluasan
perkebunan sawit ini, areal hutan yang terbatas menjadi pertimbangan apakah ingin
dilestarikan atau dimanfaatkan menjadi perkebunan sawit. Penduduk setempat
terutama masyarakat suku dayak, juga menjadi perhitungan apakah akan dipekerjakan

atau diberikan kompensasi saja. Orang utan yang sering masuk ke areal perkebunan
juga dipertimbangkan, apakah akan dibunuh sebagai hama atau dilestarikan.
Kemudian keuangan pemerintah juga dipertimbangkan alokasi dananya, apakah
untuk operasioanl pelestarian atau operasional perkebunan sawit. Hal tersebut
tentunya memberikan alternatif dalam bertindak yang masing-masingnya memiliki
konsekuensi yang berbeda.
Setelah penjelasan diatas, teori ini dapat mencoba merasionalkan keputusan
pemerintah atau perusahaan atas permasalahan yang terjadi mengenai perluasan
perkebunan sawit. Pemerintah dan perusahaan swasta memiliki potensi untuk
mengembangkan komoditas sawit atau melestarikan kekayaan dan keanekeragaman
alam. Maka pemerintah membuat beberapa alternative pilihan(choice). Alternatif A,
memperluas perkebunan sawit agar dapat memperoleh devisa yang tinngi dan
lapangan

kerja

yang

luas.


Namun

konsekuensinya

adalah

mengorbankan

keanekaragaman hayati di hutan. Sedangkan alternatif B, menghentikan perluasan
sawit yang ekstrem. Kemudian melakukan reboisasi(termasuk pengembalian hutan
adat) dan pelestarian orangutan. Namun dengan konsekuensi, akan sangat banyak

biaya yang dikeluarkan. Pendapatan devisa dan lapangan pekerjaanpun tidak dapat
dimaksimalkan.
Jika kita menggunakan teori rational choice, tentunya alternatif yang dipilih
adalah alternatif A, karena alternatif A sesuai dengan konsep goal oriented dan
resources resistance yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena jelas alternatif A
menambah devisa dan memperluas lapangan kerja. Sedangkan sebaliknya, alternatif
B tidak dipilih karena tidak sesuai dengan goal oriented dan resources resistance
yang telah dirumuskan. Karena alternatif B tidak optimal dalam menggunakan

seumber daya. Keuntungan yang diperoleh juga tidak bersifat langsung dan nyata.
Pemaparan diatas telah memperlihatkan bagaimana teori rational choice
menjelaskan pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan politik
agrarianya. Terlihat sangat rasional memang apa yang telah dilakukan oleh
pemerintah. Namun dari penjelasan diatas, dapat kita lihat juga kelemahan dan
kekurangan dari teori rational choice itu sendiri. Contohnya seperti menjadikan
manusia sebagai individu yang altruism(tidak peduli terhadap sesama manusia lain).
Hal ini dapat dilihat dengan diabaikannya masyarakat Suku Dayak yang telah dirusak
lingkungannya. Ditambah lagi, sebuah pilihan yang tanpa disertai dengan
pertimbangan sosisologis, lingkungan atau historis dirasa telah membuktikan
keterbatasan manusia dalam rasionalitas. Karena manusia memang sering bertindak
tidak rasional.
Disamping dari kekurangan-kekurangan tersebut, rational choice tetap
memiliki keunggulan dibandingkan pendekatan-pendekatan lainnya. Sebagai teori
dengan metodologi ekonomi yang empiris, teori ini sangat mudah untuk diterapkan
oleh tiap individu. Mulai dari hal-hal yang krusial, hingga masalah sehari-hari.
Karena memang konsep teori ini yang sangat sesuai dengan kenyataan manusia pada
umumnya yang selalu menginginkan kepuasan dan keuntungan seoptimal mungkin.
Pada intinya, dengan segala kekurangan dan kelebihannya, teori rational choice
sangat layak untuk menjadi pertimbangan utama dalam pendekatan ilmu politik.

i

Umar Abdul Aziz adalah Mahasiswa JPP 2012, lahir pada tanggal 30 September 1994 di Jakarta.
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama , 2010, Hal.92.
iii
Marsh David dan Gerry Stroker, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik, NewYork: Nusamedia, 2010,
Hal.76.
iv
Miriam Budiardjo, Loc.cit.
v
Ibid., Hal 93.
vi
Ibid.
vii
Marsh David dan Gerry Stroker, Loc.cit.
viii
Miriam Budiardjo, Op.cit.Hal 94.
ix
http://www.bumn.go.id/ptpn6/publikasi/berita/indonesia-sby-saya-pasang-badan-untuk-sawit/ ;
diakses pada tanggal 05/01/2013 Jam 03.00WIB.
x
WWF. Dalam Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan Didalam dan Sekitar
Perkebunan Sawit. 2007.Hal 48.
ii

Daftar Pustaka
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
David, Marsh dan Gerry Stroker. 2010.Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. NewYork: Nusamedia.

WWF. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Konflik Manusia-Orangutan Didalam dan Sekitar
Perkebunan Sawit. WWF Publishing.
http://www.bumn.go.id/ptpn6/publikasi/berita/indonesia-sby-saya-pasang-badan-untuk-sawit/ ; diakses
pada tanggal 05/01/2013 Jam 03.00WIB