PERILAKU INVESTOR DI PASAR MODAL INDONESIA Sumani
PERILAKU INVESTOR DI PASAR MODAL INDONESIA Sumani
sumani@atmajaya.ac.id
Christine Winstinindah Sandroto
christine.wins@atmajaya.ac.id
Indah Mula
Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta
ABSTRACT
The objective of this research is to classify thetype of individual investors in the Indonesia capital market. The purpose of classification is to provide an overview for securities firms about the profile of individual investors in the Indonesia capital market, this classification will also provide overview for individual investors on their investment habits, so they can encourage good trading habits and make the investor obtain good performance from the investment. From the profile, we provide guidelines to incorporate Behavioral Finance into asset allocation design which will better serve the investor’s best interest. The result shows that Indonesia individual investors tend to be irrational in investing, where they can be classified into two major groups: the first is the group confident big traders who have high confidence and high control, and the highest value of the portfolio. The second group which is loss averse group of small traders who have high confidence and high control, with a small value of portfolio.
Keywords: classification, investor profile, irrational, confident big trader, loss averse small trader.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan klasifikasi terhadap tipe investor individu di pasar modal Indonesia. Tujuan klasifikasi tersebut adalah, selain memberikan gambaran bagi perusahaan sekuritas tentang profil investor individu di pasar modal Indonesia, juga akan memberikan pengertian bagi investor individu tentang kebiasaan investasi mereka, sehingga bisa mendorong kebiasaan trading yang baik dan membuat investor memperoleh kinerja yang baik dari hasil investasi mereka. Dari profil investor tersebut, peneliti membuat petunjuk praktis yang memasukkan unsur Behavioral Finance ke dalam design alokasi aset yang sesuai dengan profil investor secara pribadi, sehingga lebih bermanfaat bagi kepentingan investor tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa investor individu di Indonesia cenderung bersifat irasional dalam berinvestasi, dimana mereka bisa digolongkan dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama adalah kelompok confident big trader yang memiliki rasa percaya diri serta kontrol yang tinggi, serta nilai portfolio besar. Kelompok kedua adalah kelompok loss averse small trader yang memiliki rasa percaya diri serta kontrol yang tinggi, dengan nilai portfolio yang kecil.
Kata kunci : klasifikasi, profil investor, irasional, confident big trader, loss averse small trader.
PENDAHULUAN
yang luar biasa bila dibandingkan dengan Perkembangan pasar modal Indonesia
negara lain seperti Cina, India dan lain-lain. selama beberapa tahun ini sangat pesat,
Selama tahun 2004-2012 terdapat pa- dimana Indeks Harga Saham Gabungan
ling tidak 141 perusahaan yang melakukan (IHSG) selama 8 tahun dari tahun 2004-2012
penawaran umum atau Initial Public Offering mencatat kenaikan secara akumulatif se-
(IPO) di Bursa Efek Indonesia(BEI), ini me- besar 452% atau rata-rata mencapai kenai-
nunjukkan bahwa tingginya minat emiten kan 57% per tahun. Sebuah laju kenaikan
untuk masuk ke pasar modal Indonesia untuk masuk ke pasar modal Indonesia
bagaimana penggunaan informasi oleh in- Hal ini bisa terjadi karena pasar modal
vestor dan sejarah transaksi investor indi- Indonesia menarik baik bagi perusahaan
vidu. Tujuan klasifikasi tersebut selain yang membutuhkan pendanaan maupun
memberikan gambaran bagi perusahaan investor yang memiliki kelebihan dana
sekuritas tentang profile investor individu untuk berinvestasi.
di pasar modal Indonesia, klasifikasi ini Menurut data BEI, terdapat 365.651 sub
juga akan memberikan pengertian bagi in- rekening investor domestik di bursa Indo-
vestor individu tentang kebiasaan investasi nesia pada akhir tahun 2011 (Komite Ekono-
me reka, sehingga bisa mendorong ke- mi Nasional, 2013). Namun dengan adanya
biasaan trading yang baik dan membuat perkembangan teknologi dan ilmu penge-
investor memperoleh kinerja yang baik dari tahuan tentang investasi, diharapkan akan
hasil investasi mereka.
meningkatkan jumlah investor domestik di pasar modal Indonesia.
TINJAUAN TEORETIS
Berbagai kebijakan yang ditempuh oleh Saat pengambilan keputusan mengenai BEI untuk meningkatkan investor domestik,
suatu investasi, investor dihadapkan pada terutama investor pribadi dalam pasar mo-
suatu kondisi untuk menentukan pilihan dal Indonesia, antara lain kebijakan single
investasi mana yang dapat memberikan ID , untuk menghindari kemungkinan mani-
return sesuai yang diinginkan investor. pulasi oleh perusahaan sekuritas, sehingga
Penentuan pilihan investasi oleh investor investor pribadi akan terjamin keamanan
dipengaruhi oleh cara investor melakukan nilai portfolionya.
proses atas informasi yang dimilikinya. Dengan semakin meningkatnya jumlah
Dalam teori investasi disebutkan bah- investor pribadi, maka semakin penting
wa investor diasumsikan rasional dan mem- bagi kita untuk memahami motivasi, pemi-
perhitungkan return dan risk dalam proses kiran dan gaya pengambilan keputusan
pengambilan keputusan investasi. Hal ini investasi dari investor pribadi. Penelitian
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh terdahulu meneliti tentang gaya investasi
Markowitz (dalam Acharya dan Pedersen, broker saham (Morrin et al. dalam Johnson
2005), yang menjelaskan bahwa investor et all , 2005) atau segmentasi investor saat
cenderung akan memilih investasi yang memilih perusahaan sekuritas (Chan et al.,
paling menguntungkan bagi investor dan dalam Wood dan Zaichkowsky, 2004). Pe
berusaha untuk meminimalkan risiko de- nelitian tersebut menunjukkan bahwa mem-
ngan cara diversifikasi.
buat profil bagi investor individu tentang Selanjutnya, teori tersebut dikembang- penggunaan informasi pasar dan sejarah
kan oleh Treynor; Sharpe; Lintner dan investasi mereka akan membantu perusaha-
Mossin(dalam Acharya dan Pedersen, 2005) an sekuritas untuk lebih selektif dalam me-
yang dikenal dengan teori Capital Asset lakukan promosi dan komunikasi terhadap
Pricing Model (CAPM). Teori ini mempre- investor individu tersebut (Wood dan
diksi expected rates of return dan risk dari Zaichkowsky, 2004).
investasi atas aset yang berisiko. Salah satu Hal tersebut yang menjadi dasar bagi
asumsi yang mendasari teori ini adalah penulis untuk melakukan klasifikasi ter-
bahwa investor bersifat rasional dan hadap tipe investor individu di pasar modal
memiliki ekspektasi yang homogen, atau Indonesia. Penulis ingin mengetahui bagai-
cara berpikir yang homogen dalam meng- mana profil investor di pasar modal Indo-
analisis informasi. Selain itu, teori CAPM nesia. Apakah mereka tergolong investor
percaya bahwa pasar saham itu bersifat yang overconfidence atau mereka tergolong
efisien (Efficient Market Hypothesis / EMH). investor yang rasional. Bagaimana sikap
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
Implikasi dari EMH adalah bahwa investor yang rasional; semua investor harga sekuritas telah mencerminkan semua
menganalisis surat berharga dengan cara informasi yang tersedia bagi investor di
yang sama dan mempunyai pandangan pasar dan harga sekuritas di pasar sudah
ekonomi yang sama juga. Ini berarti in- “fair”, sehingga tidak ada abnormal return
vestor menggunakan expected return, stan- bagi investor. Pada kenyataan adanya
dar deviasi dan korelasi yang sama untuk anomali-anomali yang terjadi di pasar mo-
membentuk efficient frontier dan optimal risky dal dimana ada abnormal return bagi be-
portfolio . Asumsi ini disebut homogeneous berapa investor. Hal ini membuktikan bah-
expectations.
wa harga sekuritas di pasar tidak “fair”. Dari teori CAPM, bisa terlihat indikator Oleh sebab itu, muncul teori lain yang
seorang investor dinyatakan rasional adalah membantah supremasi teori CAPM yaitu
sebagai berikut: a) investor akan memper- Behavioral Finance yang dikemukakan oleh
hitungkan semua kemungkinan investasi Shleifer dan Summers (dalam Shiller, 2003).
sebelum dia memutuskan pembelian inves- Teori ini menyatakan bahwa investor itu
tasi tertentu; b) hasil keputusan yang sudah mungkin tidak rasional, dan juga memiliki
diambil oleh investor tidak akan disesalkan proses pengolahan informasi yang berbeda-
oleh investor tersebut di kemudian hari. beda antar orang, hal ini menyebabkan
Investor akan mengambil keuntungan kemungkinan investor mengambil keputu-
yang setinggi-tingginya dan apabila terjadi san investasi yang salah, atau hanya ber-
kerugian, investor yang rasional akan me- dasarkan ”feeling” saja. Akibat dari ketidak-
lakukan cut loss, sehingga nilai kerugiannya rasionalan investor, maka investor bisa
minimal. Investor menurut teori CAPM mengambil keputusan yang salah, bahkan
adalah tipe investor yang rasional, mereka cenderung emosional. Hal ini menunjukkan
tidak akan memiliki penyesalan setelah adanya faktor psikologi yang mempengaru-
pengambilan keputusan, tidak ada masalah hi proses pengambilan keputusan dalam
salah pilih instrumen, dan lain-lain. investasi.
Pengambilan Keputusan Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Ketika individu maupun organisasi Capital Asset Pricing Model (CAPM)
membuat keputusan, pada dasarnya ter- dikembangkan oleh Treynor; Sharpe;
dapat tiga model, yaitu rational decision- Lintner dan Mossin (dalam Acharya dan
making , bounded rationality, dan intuition Pedersen, 2005). Teori ini memprediksi
(Robbins dan Judge, 2013). Rational decision- hubungan antara risk dan expected return
making model adalah model pengambilan dari aset yang berisiko. Penerapan dari teori
keputusan yang mendeskripsikan bagai- CAPM pada investor didasarkan pada
mana individu seharusnya berperilaku agar beberapa asumsi, yaitu:investor tidak dapat
dapat memaksimalkan outcome. Asumsi mempengaruhi harga berdasarkan transaksi
yang digunakan adalah bahwa pembuat individu. Dengan demikian pasar modal
keputusan memiliki informasi yang leng- digolongkan sebagai pasar persaingan sem-
kap, mampu mengidentifikasi semua opsi purna, dimana: semua investor merencana-
yang relevan tanpa bias, dan memilih opsi kan jangka waktu investasi yang sama;
yang memberikan utilitas tertinggi. Model investor membentuk portofolio dari financial
pengambilan keputusan yang rational me- asset yang diperdagangkan dan memiliki
ngikuti tahap-tahap sebagai berikut: 1) men- akses untuk meminjam (borrowing) dan me-
definisikan masalah; 2) mengidentifikasikan minjamkan (lending); tidak ada pajak atau
kriteria keputusan; 3) mengalokasikan bo- biaya transaksi; semua investor mencoba
bot untuk tiap kriteria; 4) mengembangkan untuk membentuk efficient frontier portfolio,
alternatif-alternatif; 5) mengevaluasi tiap dengan demikian investor tersebut adalah alternatif-alternatif; 5) mengevaluasi tiap dengan demikian investor tersebut adalah
mempengaruhi perilaku investor. Premis- Bounded rationality merupakan proses
nya adalah bahwa teori keuangan konvensi- pengambilan keputusan dimana kemampu-
onal kurang memperhatikan bagaimana an individu untuk memproses informasi
orang sebenarnya membuat keputusan dan adalah terbatas, sehingga hampir tidak
bahwa setiap orang membuat perbedaan. mungkin untuk mendapatkan dan me-
Semakin banyak ekonom menginterpretasi- mahami semua informasi yang dibutuhkan
kan literatur bahwa anomali pasar konsisten untuk mengoptimalkan outcome. Disini indi-
dengan irasionalitas, yang sepertinya men- vidu berusaha untuk mendapatkan solusi
jadi ciri-ciri bagi para individu yang meng- yang paling mencukupi dan memuaskan,
ambil keputusan yang rumit. sedangkan intuition merupakan model pe-
Bodie et al., (2008) menuliskan dua ngambilan keputusan yang paling tidak
argumen dasar dari kritik behavioral, yaitu rasional, yaitu merupakan proses di bawah
irasionalitas dan keterbatasan kegiatan arbi- sadar yang diciptakan dari hasil menyaring
trase. Irasionalitas, terdiri dari dua kategori pengalaman. Ini terjadi di luar pemikiran
luas: 1) investor tidak selalu memproses sadar, bergantung pada asosiasi holistik,
informasi dengan benar, dan karenanya atau kaitan antara potongan–potongan in-
dapat melakukan kesalahan dalam meng- formasi yang terpisah. Intuition tidak ber-
hitung distribusi probabilitas laba di masa sifat rasional, namun inipun tidaklah salah.
depan; 2) meskipun memiliki distribusi Intuition dan rational dapat saling meleng-
probabilitas laba, investor sering membuat kapi satu sama lain.
keputusan yang tidak konsisten dan opti- Menurut Jensen dan Meckling (dalam
mal.
Ghoshal, 2005), sifat manusia yang paling Keberadaan investor yang tidak rasio- umum adalah model REMM (Resourceful,
nal saja tidak akan cukup untuk membuat Evaluative, Maximizing Model ). Mereka me-
pasar menjadi tidak efisien. Jika irasionalitas miliki kesimpulan bahwa manusia itu
mempengaruhi harga, arbitrator yang cer- kreatif dalam menilai kesempatan dalam
dik dapat mengambil keuntungan dengan kehidupan, mereka akan meresponi lingku-
mendorong harga kembali ke nilainya yang ngan dengan menciptakan kesempatan
wajar. Ini merupakan argumen behavioral baru; manusia itu bersifat evaluatif, karena
yang kedua, bahwa pada prakteknya ke- keinginan yang tak terbatas, maka manusia
giatan arbitrase semacam di atas adalah akan mengevaluasi segala pilihan yang ter-
terbatas dan tidak cukup untuk memaksa sedia, dan bersedia untuk melakukan trade-
harga kembali ke nilai intrinsiknya. Pelaku off untuk menukarkan apa yang mereka
pasar pada umumnya akan setuju bahwa miliki dengan hal yang lebih baik; terakhir
jika harga adalah benar (harga pasar sama manusia juga bersifat maximalisasi, dimana
dengan nilai intrinsic), maka tidak ada pe- manusia akan selalu memaksimalkan kenik-
luang yang mudah untuk memperoleh laba. matan yang mereka peroleh. Sifat-sifat ini
Kesalahan dalam pemrosesan infor- cenderung diperlihatkan oleh manusia yang
masi dapat mengakibatkan investor salah rasional dalam pengambilan keputusan di
memperkirakan probabilitas yang sebenar- kehidupan
nya dari kejadian ataupun tingkat pengem- balian dimasa depan. Beberapa bias pemro-
Behavioral Finance
sesan informasi ini telah dibahas, empat Barberis dan Thaler (2003); Shefrin
diantaranya yang paling sering ditemui (dalam Johnson etal, 2005); Shiller (2005);
adalah Forecasting errors, berdasarkan be- dan Subrahmanyam (2008) menjelaskan
berapa penelitian yang dilakukan Kahne- Behavioral Finance sebagai sebuah model
man dan Tversky (Johnson et. al, 2005) ser- pasar keuangan yang menekankan impli-
ta Tversky dan Kahneman (Kahneman,
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
2003) memberikan indikasi bahwa orang diantaranya (Bodie et al., 2008): framing, sering memberi bobot lebih pada pengala-
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh man terbaru dibandingkan apa yang di-
bagaimana pilihan dikotak-kotak. Misalnya, percayai sebelumnya ketika membuat pre-
individu dapat bertindak risk averse dalam diksi (kadang disebut juga bias memori)
konteks keuntungan tetapi bertindak se- dan cenderung membuat prediksi yang
bagai risk seeking dalam konteks kerugian. terlalu ekstrim tanpa mempertimbangkan
Dalam banyak kasus, pilihan mengenai ketidakpastian dalam informasi yang me-
pengotakan dari pencarian resiko melibat- reka miliki; overconfidence, orang cenderung
kan keuntungan atau kerugian dapat di- melebih-lebihkan ketepatan dari kepercaya-
bolak-balik tergantung keadaan; mental an atau prediksi, dan terlalu percaya atas
accountting , merupakan suatu jenis pengota- kemampuan mereka. Penelitian mengenai
kan dimana orang memisahkan keputusan overconfidence dilakukan oleh Barber dan
tertentu. Statman (Cheng, 2007; Bollen, Odean (Wood dan Zaichkowsky, 2004) yang
2007) membuat argumen bahwa mental membandingkan kegiatan trading dan rata-
accounting adalah konsisten dengan investor rata return dari akun broker pria dan
yang irasional yang lebih menyukai devi- wanita. Peneliti menyimpulkan pria lebih
den tinggi dan cenderung merugi untuk aktif bertransaksi 45% dibanding wanita.
jangka panjang; regret avoidance, individu Hal ini sesuai dengan hasil penelitian psiko-
yang membuat keputusan yang kemudian logis yang menyatakan tingkat kepercayaan
berdampak buruk akan memiliki penyesa- pria yang lebih tinggi dibanding wanita;
lan lebih apabila keputusan tersebut adalah conservatism , investor cenderung terlalu
atas sesuatu yang kurang konvensional. lambat atau konservatif dalam memper-
Menurut Robbins dan Judge (2013) be- baharui kepercayaan mereka sebagai respon
berapa bias dan kesalahan yang sering ter- atas penemuan baru. Misalnya jika investor
jadi dalam pengambilan keputusan adalah kurang bereaksi terhadap berita funda-
sebagai berikut: 1) overconfidence bias, terlalu mental, maka harga hanya mencerminkan
optimis tanpa didukung fakta yang tepat; 2) informasi baru secara bertahap; sample size
anchoring bias , kecenderungan untuk mem- neglect and representativeness , orang cende-
perbaiki informasi awal, dimana kemudian rung tidak mementingkan ukuran sampel
seseorang gagal untuk menyesuaikan infor- dengan alasan bahwa sampel yang kecil
masi selanjutnya berdasarkan informasi sama representatifnya dengan sampel yang
awal tersebut; 3) confirmation bias, kecende- besar. Oleh karenanya, beberapa pola harga
rungan untuk mencari informasi yang mungkin terlalu cepat diinterpretasikan dan
mendukung pilihannya dimasa lalu dan tren mungkin diekstrapolasikan terlalu jauh
memotong informasi yang kontradiksi de- kedepan; confirmation bias, merupakan ke-
ngan pertimbangannya di masa lalu; 4) cenderungan mencari penjelasan untuk
availability bias , kecenderungan untuk men- menyakinkan diri sendiri. Misalnya kalau
dasari pertimbangan pada informasi yang terjadi kerugian, itu hanya nasib buruk saja;
telah tersedia atau dimiliki; 5) escalation of availability bias , merupakan kecenderungan
commitment , berusaha meningkatkan komit- dramatisir masalah.
men pada keputusan sebelumnya dengan mengabaikan informasi negatif mengenai
Bias Psikologis
hal tersebut; 6) randomness error, kecenderu- Meskipun jika pemrosesan informasi
ngan individu untuk percaya bahwa me- dilakukan dengan benar, banyak studi me-
reka dapat memprediksi hasil dari kejadian nyimpulkan bahwa individu cenderung
yang supernatural; 7) risk aversion, kecen- membuat keputusan yang tidak sepenuh-
derungan untuk lebih memilih hasil yang nya rasional dengan menggunakan infor-
pasti dengan jumlah yang moderat di- masi tersebut. Bias-bias psikologis tersebut
bandingkan hasil yang lebih berisiko, bandingkan hasil yang lebih berisiko,
sedangkan bias emosional bersumber dari kecenderungan untuk yakin namun salah,
intuisi atau perasaan impulsif (intuition), dimana setelah suatu hasil dari kejadian
sehingga sulit untuk diperbaiki. Bias kog- diketahui, seseorang berperilaku seolah-
nitif contohnya bias anchoring, adjustment, olah dapat memprediksi hasil dari kejadian
availability dan bias representative, memori dengan akurat.
selektif dan overconfidence. Sedangkan bias Investor individu menurut Behavioral
emosional mencakup regret avoidance, risk Finance belum tentu rasional, tapi mereka
aversion, hindsight dan denial. adalah orang normal. Orang normal yang
Bagi investor individu, perusahaan bisa mengalami penyesalan setelah peng-
sekuritas sebaiknya memiliki model kuanti- ambilan keputusan, mengalami kesalahan
tatif dan petunjuk praktis dalam membantu kognitif dalam pemilihan instrumen, dan
mereka untuk membuat alokasi aset dalam lain-lain. Masing-masing individu memiliki
portfolio yang optimal untuk meningkatkan persepsi yang berbeda terhadap suatu
kesejahteraan jangka panjang investor ter- masalah, sehingga dapat menghasilkan bias
sebut. Seperti yang dibuat oleh Pompian yang berbeda pula.
dan Longo (2005) dalam model adaptasi Menurut Pompian dan Longo (2005),
dan moderat untuk menciptakan suatu mo- bias perilaku individu ini dapat dibagi
del portfolio yang sesuai dengan bias-bias menjadi dua bagian yaitu bias emosional
psikologi individu. Model yang dikembang- dan kognitif. Bias kognitif bersumber dari
kan Pompian dan Longo (2005) sebagai pengambilan keputusan yang salah (boun-
berikut:
ded rationality ), sehingga bisa diperbaiki
High LeVel of Wealth (ADAPT)
Cognitive Biases Emotional Biases (MODERATE)
Low Level of Wealth (MODERATE)
Gambar 1
Model Moderate dan Adaptasi (Pompian dan Longo, 2005).
Praktisi seharusnya beradaptasi ter- Hasil penelitian Pompian dan Longo hadap bias psikologi dari kelompok inves-
(2005) merupakan lanjutan dari penelitian tor dengan kekayaan tinggi dan mencoba
mereka tahun 2004 (Pompian dan Longo, untuk memodifikasi perilaku kelompok
2004) yang berhasil menemukan aplikasi investor dengan kekayaan rendah. Praktisi
praktis bagi praktisi keuangan untuk me- seharusnya beradaptasi terhadap bias
nyesuaikan alokasi aset dalam portfolio emosional dan bias kognitif moderat.
dengan gender dan toleransi terhadap risiko Tindakan ini akan menghasilkan praktek
yang berbeda dari masing-masing investor alokasi porfolio terbaik.
individu.
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
Hasil penelitian mereka ini sejalan dengan hasil penelitian Lo (2005) mengenai Hipotesis Pasar Adaptif (The Adaptive Mar- ket Hypothesis ), yaitu bahwa tingkat efisiensi pasar tergantung pada faktor lingkungan seperti jumlah persaingan di pasar, kesem- patan profit yang ada dan adaptasi indi- vidu-individu di pasar (bias-bias psikologi individu).
Penelitian untuk mengombinasikan teori efisiensi pasar dengan teori Behavioral Finance juga dilakukan oleh Chhabra (2005). Chhabra mencoba membuat skema alokasi aset dan risiko investor yang menyesuaikan profil risiko dan kemampuan investor.
Tahap Perkembangan Karir
Teori Behavioral Finance juga dikaitkan dengan fase psikologis dari manusia antara lain bisa dilihat dari tahap perkembangan karir. Menurut Greenhaus (Werner dan DeSimone, 2009), terdapat 5 (lima) tahap Pengembangan Karir. Tahap 1. Occupational Choice: Preparation for Work , berada di kisaran usia 0-25 tahun. Pada tahap ini tugas utamanya adalah mengembangkan occupational self-image , menilai pekerjaan- pekerjaan alternatif, mengembangkan pili- han pekerjaan awal, dan mengejar pendidi- kan yang diperlukan; Tahap 2. Organizati- onal Entry , berada pada kisaran usia 18-25 tahun. Tugas-tugas utama pada tahap ini adalah meraih pekerjaan yang ditawarkan dari organisasi yang diingini, dan memilih pekerjaan yang tepat berdasarkan informasi yang akurat; Tahap 3. Early Career: Establish- ment and Achievement , berada rentang usia 25-40 tahun. Pada usia ini individu mem- pelajari pekerjaan, mempelajari aturan dan norma organisasi, memilih pekerjaan, karir dan organisasi yang dirasa paling cocok, meningkatkan kompetensi, serta mengejar impian-impiannya; Tahap 4. Midcareer, ber- ada pada rentang usia 40-55 tahun. Tahap ini juga merupakan midlife transition. Pada tahap ini individu menilai kembali karir awalnya dan masa dewasa awalnya, serta memastikan kembali atau memodifikasi mimpinya, membuat pilihan yang tepat di
masa middle adult years, serta tetap produktif dalam bekerja. Di tahap ini sering juga ter- jadi mid-career crisis. Krisis ini bisa berbeda dampaknya bagi individu yang satu dan lainnya, misalnya menghadapi kenyataan karirnya datar-datar saja dan merasa ke- terampilan yang dimiliki saat ini tidak lagi cukup untuk dapat menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya, terutama ka- rena perubahan teknologi. Individu yang sukses menghadapi tahap ini akan tetap produktif, namun yang tidak berhasil mengatasinya akan mengalami stagnasi dan frustrasi; Tahap 5. Late Career, berada pada rentang usia 55 tahun hingga pensiun. Pada tahap ini seseorang tetap produktif dalam kerja, mempertahankan self-esteem, serta bersiap-siap untuk pensiun secara efektif.
Menurut London dan Mone (Werner dan DeSimone, 2009), terdapat 3 aspek motivasi karir, yaitu: 1. Career Resilience, derajat dimana seseorang berjuang me- lawan hambatan karir yang mempengaruhi pekerjaannya, termasuk di dalamnya adalah rasa percaya diri, kebutuhan untuk ber- prestasi, kemauan mengambil risiko, dan kemampuan untuk bertindak secara inde- penden dan kooperatif; 2. Career Insight, de- rajat dimana individu mulai secara realistis menilai dirinya dan karirnya, dan bagai- mana persepsi ini dikaitkan dengan tujuan karirnya. Termasuk di dalamnya adalah pengembangan tujuan karir dan meningkat- kan pengetahuan bagi dirinya dan lingku- ngannya; 3. Career Identity, derajat dimana individu mendefinisikan dirinya dengan pekerjaannya, termasuk pula keterlibatan dalam pekerjaan, organisasi, profesi, dan arah karirnya.
Menurut Bohlander dan Snell (2013), terdapat 5 tahap perkembangan karir. Tahapannya adalah sebagai berikut: tahap
1) preparation for work (usia 0-25 tahun), yang dicirikan membangun self-image dalam pe- kerjaan, menilai berbagai alternatif pekerja- an, mengembangkan pilihan pekerjaan awal, mengejar pendidikan yang diperlu- kan; tahap 2) organizational entry (usia 18-25 tahun), yang dicirikan menerima pekerjaan 1) preparation for work (usia 0-25 tahun), yang dicirikan membangun self-image dalam pe- kerjaan, menilai berbagai alternatif pekerja- an, mengembangkan pilihan pekerjaan awal, mengejar pendidikan yang diperlu- kan; tahap 2) organizational entry (usia 18-25 tahun), yang dicirikan menerima pekerjaan
tujuan, membuat pilihan yang tepat dengan informasi yang lengkap dan akurat; tahap 3)
masa middle adult, serta tetap produktif; early career (usia 25-40 tahun), yang diciri-
tahap 5) late career (usia 55 hingga pensiun), kan mempelajari pekerjaan, mempelajari
yang dicirikan tetap produktif dalam be- aturan dan norma organisasi, merasa cocok
kerja, mempertahankan self-esteem , dan dengan organisasi dan pekerjaan yang di-
mempersiapkan pensiun yang efektif. pilih, meningkatkan kompetensi, dan me-
Menurut Noe (2010), model dari per- ngejar tujuan yang diharapkan; tahap 4)
kembangan karir seseorang adalah sebagai midcareer (usia 40-55 tahun), yang dicirikan
berikut:
menilai kembali karir mula-mula dan tujuan
Tabel 1 Career Development Model
Career Stage
to Retirement tasks
Developmental Identify interests, Advancement,
Hold
on
planning, change self and work
skills, fit between growth,
security, accomplishments,
balance between work and nonwork Activities
develop lifestyle
update skills
Phasing oout of following direction
Helping, learning, Making
policy work
contributions
making
Relationship to Apprentice
Sponsor other employees Typical age
Colleague
Mentor
61+ Years on job
Less than 30
30-45
45-60
Less than 2 years
2-10 years
More than 10 years
More than 10 years
Sumber: Noe, 2010
Berdasarkan model di atas dapat di mana dalam tiap-tiap tahapnya memiliki ketahui bahwa terdapat 4 tahap perkemba-
karakteristik masing-masing, sedangkan ngan karir, yaitu tahap exploration, establish-
menurut Mathis dan Jackson (2003), periode ment , maintenance, dan disengagement. Di-
perkembangan karir adalah sebagai berikut:
Tabel 2 General Career Periods
Career stage Early Career
Carrer End Age group:
Mid-Career
Late Career
60-70 years Needs:
20 years
30-40 years
50 years
Identifying Advancing in career; Updating skills; Planning for interests,
retirement, exploring
lifstyle may limit
settled in,
leader, opinions examining several jobs.
options, growth,
contribution.
valued.
nonwork interests.
Concerns:
Retirement, part- rewards,
External
Values, contribution, Mentoring,
time employment. acquiring more
integrity, well-being. disengaging,
Sumber: Mathis and Jackson, 2003
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
Menurut Mayo, yang dikutip oleh Dwikusumastuti (2008), perjalanan karir terbagi dalam tiga tahapan, yaitu: discovery phase, consolidation phase , dan maturity phase. Jika mampu melewati ketiga fase ini dengan baik, maka keberhasilan akan didapatkan. Jika tidak, kegagalanlah yang akan dirasa- kan. Tiga tahapan dalam perjalanan karir: 1) discovery phase; Fase ini dialami orang ber- usia 20 tahunan. Berlangsung sekitar se- puluh tahun pertama dalam dunia kerja. Di tahap ini, seseorang adalah angkatan kerja baru karena kemungkinan besar seseorang tersebut baru lulus dari bangku perguruan tinggi, seseorang sedang giat-giatnya men- cari dan mengejar pekerjaan impian. Se- bagai orang yang baru terjun ke dunia kerja, orang tersebut akan belajar beradaptasi dengan dunia baru tersebut. Seseorang akan belajar tentang dunia kerja dari berbagai pihak. Di tahap ini, seseorang berupaya me- ngenali kemampuan diri. Dan, ketika fase “pencarian jati diri” ini sudah dilalui, se- seorang akan mulai menentukan arah dan masa depan karir. Dampaknya, sebagai “orang baru” mereka memiliki semangat menggebu-gebu, harapan besar, dan cita- cita tinggi. Namun, mereka akan menjum- pai berbagai kendala, terutama berkaitan dengan adaptasi lingkungan kerja. Bagi se- seorang yang baru lulus akan sering meng- alami konfllik, karena apa yang diperoleh di bangku sekolah atau kuliah berbeda dengan kenyataan di lapangan. Situasi ini akan mempengaruhi pilihan karier seseorang da- lam memilih bidang yang sesuai dengan minat, keinginan, dan bahkan idealisme; 2) consolidation phase; fase ini biasanya ber- langsung pada usia 30-40 tahunan. Ada yang memulai fase ini lebih awal dan ada pula yang terlambat. Demikian pula dengan akhir fase ini, ada yang mengakhirinya lebih awal, dan ada pula yang terlambat. Di tahap ini seseorang mulai bersikap realistis, orientasi karir mulai terarah. Kesadaran bahwa jenjang karir harus dijalani untuk meraih sebuah tujuan, mendorong se- seorang untuk membayangkan sebuah jalur karir yang harus dilalui untuk mencapai
tujuan. Di fase ini juga, perjalanan karir akan sampai pada tahap pematangan yang bertumpu pada pengalaman sebagai anda- lan dalam pengembangan diri. Pengalaman dalam bidang tertentu ini yang layak untuk ‘dijual’ sebagai kompetensi diri. Dampak- nya, seseorang akan menghadapi pilihan- pilihan karir, mau jalan terus atau ‘belok’ ke arah lain. Untuk itu, seseorang harus me- lakukan evaluasi ulang mengenai pilihan karir di tahap awal, apa harus terus berada pada track yang telah dijalani, atau pindah jalur untuk memenuhi cita-cita yang di- inginkan; 3) maturity phase; inilah fase ter- akhir dari sebuah perjalanan karir. Fase ini banyak diisi oleh mereka yang memasuki usia 50 tahunan ke atas, yang terjadi bagi sebagian orang fase ini adalah persiapan memasuki masa pensiun tanpa harus ke- hilangan produktivitas. Sementara bagi se- bagian kecil diantaranya adalah persiapan menduduki posisi yang lebih tinggi seperti komisaris, konsultan, atau pemimpin orga- nisasi. Dampaknya, mereka yang berhasil melewati fase pertama dan kedua dengan baik akan memiliki akumulasi pengetahuan dan pengalaman yang sangat banyak di fase ini. Ini akan sangat bermanfaat untuk tem- pat kerja mereka. Dan, bagi mereka yang dapat menduduki kepemimpinan senior, ini akan membuat mereka merasa masih ber- guna dan tidak terpinggirkan dalam lingku- ngan masyarakat. Sebaliknya, jika mereka gagal melewati fase pertama dan kedua, pada fase ini biasanya akan kehilangan fleksibilitas, gagal memahami nilai-nilai yang dinamis, tidak mampu mengikuti perubahan lingkungan, dan pastinya akan tertinggal.
Hasil Penelitian Sebelumnya
Perilaku investor yang irasional banyak diteliti oleh para ilmuwan. Antara lain Odean (Shiller, 2003); Dhar dan Zhu (2006); Frazzini (2006); Grinblatt dan Han (2005); serta Grinblatt dan Keloharju (2009) me- nemukan adanya efek disposisi (disposition effect ) yaitu bahwa investor cenderung merealisasikan keuntungan terlalu cepat Perilaku investor yang irasional banyak diteliti oleh para ilmuwan. Antara lain Odean (Shiller, 2003); Dhar dan Zhu (2006); Frazzini (2006); Grinblatt dan Han (2005); serta Grinblatt dan Keloharju (2009) me- nemukan adanya efek disposisi (disposition effect ) yaitu bahwa investor cenderung merealisasikan keuntungan terlalu cepat
toleransi terhadap risiko cenderung sering mengalami kenaikan harga terlalu cepat,
bertransaksi, namun mereka yang meng- dan menahan saham yang mengalami pe-
ganggap diri lebih pintar akan bertransaksi nurunan harga terlalu lama. Hasil penelitian
lebih agresif. Hal ini juga ditemukan oleh Dhar dan Zhu (2006) bahwa efek disposisi
Glaser dan Weber (2007) dan Graham et al., lebih kecil untuk investor individu profesi-
(2009). Anderson (2008) menemukan bahwa onal dan memiliki penghasilan lebih tinggi.
investor dengan pendapatan rendah, lebih Penelitian Barber et al., (2007, 2009) me-
miskin, lebih muda dan kurang berpen- nemukan bahwa meskipun efek disposisi
didikan akan lebih banyak berinvestasi terdapat pada investor individu dan insti-
dalam saham, bertransaksi lebih sering dan tusi, namun investor individu yang me-
memiliki kinerja yang lebih buruk. miliki efek disposisi yang paling besar.
Barber dan Odean (Wood dan Hasil penelitian Brown et al., (2006) me-
Zaichkowsky, 2004) juga memperoleh hasil nyatakan bahwa trader dengan nilai besar
bahwa investor yang trading secara online lebih kurang rentan terhadap efek disposisi.
adalah investor yang agresif sebelum me- Calvet et al., (2007, 2009) juga menemukan
reka online, tapi tidak memperoleh hasil bahwa individu yang kurang terpelajar le-
yang baik setelah mereka transaksi online. bih rentan terhadap efek disposisi. Peneliti-
Benartzi dan Thaler (2007) meneliti tentang an Feng dan Seasholes (2005) menemukan
perilaku investor yang irasional dimana bahwa pengalaman trading dan komplek-
investor hanya mengikuti aturan alokasi sitas (sophistication) investor memperbaiki
1/n dalam memilih portfolio tanpa melihat efek disposisi.
keuntungan dari saham/obligasi. Hasil Ini sesuai dengan teori Prospek yaitu
yang sama juga diperoleh Barberis dan penjelasan analitis atas investor yang risk-
Xiong (2009). Namun menurut penelitian averse . Orang akan cenderung mengambil
Seru et al. (2010), investor bisa belajar untuk risiko pada saat harga naik dan cenderung
memperoleh hasil yang lebih baik melalui berhati-hati atau risk-averse pada saat harga
sering trading.
bergerak turun. Investor menurut hasil Kamstra et al.(2010) memperoleh hasil penelitian Kahneman dan Tversky (Camerer
penelitian bahwa perpindahan waktu dari et. al, 2004) cenderung loss-averse, artinya
dan ke siang mempunyai pengaruh kuat manusia cenderung sangat menghindari ke-
terhadap return saham. Bouman dan rugian dan ingin memperoleh keuntungan.
Jacobsen (Hong dan Yu, 2009) mendapatkan Hal yang sama juga diteliti oleh Barber dan
bahwa terdapat efek musim yang kuat Odean (2011); Grinblatt dan Han (2005);
dimana pasar cenderung naik pada saat Hens dan Vlcek (2011); Kyle et al., (2006);
musim dingin dan cenderung turun saat Kaustia (2004, 2010a, 2010b); Muermann
musim panas.
dan Volkman (2006); Summers dan Lakonishok et al. (Johnson et al., 2005) Duxbury (2007); Strahilevitz et al. (2011);
menemukan bahwa kinerja return dari Yao dan Li (2013).
glamour stock (saham dengan P/B yang Barber dan Odean (Barberis dan Thaler,
tinggi) tidak sebagus value stock. Masih 2003) dan Odean (Barberis dan Thaler, 2003)
terdapat berbagai literatur yang membukti- juga menemukan bahwa individu yang
kan bahwa investor tidak berlaku rasional terlalu sering trading adalah investor yang
saat mengambil keputusan tentang inves- sering mengalami kerugian. Hasil ini sesuai
tasi. Diantaranya Griffin dan Tversky juga dengan penelitian Barber et al., (2005)
(Wood dan Zaichkowsky, 2004), Barberis et di bursa saham Taiwan serta penelitian
al ., (2005) yang menemukan bahwa investor Kaniel et al., (2008) di bursa saham New
cenderung bereaksi berlebihan terhadap York. Penelitian Dorn dan Huberman (2005)
isu-isu pasar dan tidak memperhatikan
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
saham secara individu. Barber dan Odean (2009) juga menemukan bahwa investor cenderung membeli saham yang sedang menjadi pusat perhatian pasar (attention buying behavior ), tanpa menilai saham itu secara mendalam. Hasil ini sejalan dengan penelitian Seasholes dan Zhu (2010), yang menyatakan bahwa transaksi investor indi- vidu tidak menambah nilai bagi saham, hal ini juga diteliti oleh Seasholes dan Wu (2007).
Teori CAPM menyatakan bahwa inves- tor tidak bisa memprediksi return saham masa depan dengan menggunakan data historis. Namun hasil penelitian Haugen dan Baker (Barberis dan shleifer, 2003) menunjukkan bahwa rata-rata return saham selama 1 bulan, 2 bulan dan 12 bulan serta volume trading dibandingkan kapitalisasi pasar merupakan prediktor return saham yang ampuh dibandingkan dengan rumus CAPM (beta) dan total volatilitas.
Overconfidence investor menurut Barber dan Odean (Barberis dan Thaler, 2003) serta Griffin dan Tversky (Wood dan Zaichkows- ky, 2004) dimanifestasikan dalam berbagai bias psikologis antara lain ilusi pengetahu- an, hindsight bias, self attribution bias dan ilusi kontrol. Ilusi pengetahuan (illusion of know- ledge ) terjadi saat orang diberikan informasi yang banyak yang menjadi dasar forecast (proyeksi). Seperti yang dijelaskan oleh hasil penelitian Oskamp (Wood dan Zaichkowsky, 2004) bahwa ketepatan pro- yeksi cenderung meningkat lebih lambat daripada keyakinan investor. Jadi investor bisa saja percaya bahwa data terutama data internet mengandung pengetahuan dan me- reka terlalu mengandal kan diri pada data tersebut. Investor yang menghabiskan uang dan waktu yang banyak untuk mengumpul- kan informasi akan yakin bahwa informasi yang dikumpulkan itu berguna, ini me- nyebabkan adanya ketidaksesuaian kognitif (cognitive dissonance) (Barber dan Odean dalam Wood dan Zaichkowsky, 2004; Korniotis dan Kumar, 2009; Peng dan Xiong, 2006; Scheinkman dan Xiong, 2003). Hindsight bias adalah bias psikologi bila
investor percaya bahwa mereka bisa mem- prediksi kejadian ekonomi berdasarkan apa yang sudah terjadi di masa lampau. Peneli- tian Kaustia dan Knupfer (2008) membukti- kan adanya bias ini. Penelitian Coval et al., (2005) juga menemukan bahwa investor de- ngan kinerja yang baik di masa lalu cende- rung akan membeli saham dengan return tinggi seminggu setelah pembelian. Peneliti- an Døskeland dan Hvide (2011) memiliki hasil bahwa investor lebih banyak membeli saham industri dimana dia bekerja, kendati menghasilkan return negatif. Penelitian Huang (2010) juga membuktikan bias ini.
Self attribution bias terjadi ketika in- vestor cenderung mengatribusikan kesukse- san mereka dengan kemampuan pribadi mereka dan kegagalan mereka dengan nasib buruk atau tindakan orang lain. Individu juga cenderung mengabaikan, atau tidak mempertimbangkan informasi yang me- nurunkan rasa percaya diri mereka, sehing-
ga mereka cenderung melupakan kegagalan masa lalu (Daniel dan Titman, dalam Wood dan Zaichkowsky, 2004). Investor dengan bias over confidence juga diteliti oleh Moore dan Healy (2008). Langer dan Roth (Wood dan Zaichkowsky, 2004) menemukan bah- wa individu bertindak seolah-olah keter- libatan langsung mereka bisa mempengaru- hi hasil dari suatu kejadian. Ini khususnya berlaku bagi investor yang trading online. Investor ini merasa mereka memiliki kuasa (kontrol) untuk merubah sesuatu (Bala- subramanian et al., 2003). Overconfidence membuat investor menjadi terlalu yakin akan pendapat mereka, sehingga tidak mempertimbangkan pendapat orang lain. Mereka memiliki expected return yang kecil karena terlalu sering bertransaksi. Mereka cenderung menghabiskan uang terlalu banyak untuk mengumpulkan informasi. (Odean; Barber dan Odean, dalam Wood dan Zaichkowsky, 2004).
Pengembangan Hipotesis
Hipotesis konseptual dalam penelitian ini adalah: Profil investor individu Indo- nesia dalam melakukan keputusan investasi Hipotesis konseptual dalam penelitian ini adalah: Profil investor individu Indo- nesia dalam melakukan keputusan investasi
memiliki ciri–ciri sebagai berikut: memper- kasi aset dalam portfolio yang sesuai de-
hitungkan semua kemungkinan investasi ngan profil investor Indonesia yang bersifat
sebelum dia memutuskan pembelian inves- irasional.
tasi tertentu; horizon investasi jangka pan- jang; hasil keputusan yang sudah diambil
METODE PENELITIAN
oleh investor tidak akan disesalkan oleh Penelitian ini menggunakan data pri-
investor tersebut di kemudian hari (tidak mer dengan menggunakan kuesioner. Sam-
ada penyesalan); mengambil keuntungan pel penelitian sebanyak 250 orang. Peng-
yang setinggi-tingginya dan apabila terjadi ambilan sampel dengan metode convenience
kerugian, investor yang rasional akan me- sampling . Kuesioner yang dikumpulkan
lakukan cut loss, sehingga nilai kerugiannya yang dinilai valid dan lengkap sebanyak
minimal.
200 buah. Kriteria pemilihan sampel adalah Investor irasional adalah investor yang investor individu di pasar modal modal
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: memiliki yang sudah aktif melakukan transaksi mini-
kepercayaan diri yang berlebihan (overconfi- mal 1 bulan. Peneliti terlebih dahulu me-
dence ); memiliki horizon investasi jangka lakukan pretest terhadap 30 orang respon-
pendek; memiliki regret avoidance; cende- den.
rung menyesali keputusan investasi yang Untuk mengidentifikasi profil investor
sudah diambil terutama dalam keadaan individu, maka peneliti akan menggunakan
laba; suka memiliki kontrol atas investasi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanya-
yang diwujudkan dengan terlalu sering an kualitatif. Kuesioner ini mengikuti model
transaksi; dan tidak memperhitungkan se- penelitian yang dilakukan oleh Wood dan
mua kemungkinan investasi sebelum me- Zaichkowsky (2004). Kuesioner ini meliputi
mutuskan pembelian investasi.
5 karakteristik mengenai profil investor yaitu: 1) horizon investasi jangka panjang/
Teknik Analisis Data
pendek; 2) sikap terhadap risiko; 3) per- Untuk uji realibilitas menggunakan me sonalisasi atas kerugian; 4) percaya diri; dan
tode Cronbach’s alpha dengan bantuan
5) kontrol. Masing-masing pertanyaan ten- software SPSS 17, sedangkan untuk uji vali- tang profil investor menggunakan skala
ditas menggunakan Korelasi Spearman. Likert dari skala 1 sampai 7. Bagian kedua
Selanjutnya untuk melakukan klasifikasi dari kuesioner adalah pertanyaan mengenai
digunakan metode Cluster. preferensi investor tentang bagaimana ke- biasaan transaksi, penggunaan informasi
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
dan portfolio saham yang dibeli serta dijual,
Statistik Deskriptif
proporsi investasi dan preferensi akan Kuesioner disebarkan kepada 250 res- informasi.
ponden, namun yang valid hanya sejumlah 200 responden. Datanya adalah dapat di-
Definisi Operasional
lihat pada tabel 3.
Definisi operasional investor rasional Data responden yang ditanyakan ada- dan investor irasional dalam penelitian ini
lah jenis kelamin, usia, status pernikahan, akan dijelaskan di bawah ini.
pendidikan terakhir, pekerjaan, dan masa kerja.
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
Tabel 3 Statistik Deskriptif
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Jenis kelamin
1 2 1.35 .477 Usia
2 5 3.23 .387 Status pernikahan
1 2 1.40 .197 Pendidikan terakhir
2 4 3.09 .373 Masa kerja
2 6 3.07 .728 Valid N (listwise)
Sumber : Hasil data olahan
Berikut ini adalah statistik deskriptif dari kebiasaan trading responden.
Tabel 4 Statistik Deskriptif kebiasaan Trading
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
Berapa lama investasi
2 4 3.32 .363 Metode transaksi
1 3 2.17 .303 Nilai portfolio
3 6 4.43 .654 Jumlah transaksi
2 4 3.25 .439 Sering perhatikan
1 3 2.01 .527 Valid N (listwise)
Sumber : Hasil data olahan
Untuk mengetahui kebiasaan trading Dari hasil iterasi, didapati dua cluster responden, kami menanyakan berapa lama
final. Dimana dari 6 karakteristik yang investasi, metode transaksi, nilai portfolio,
terkandung dalam kuesioner, hanya valid 3 jumlah transaksi, dan sering perhatikan.
buah karakteristik, yaitu horizon investasi jangka panjang/pendek, kontrol dan per-
Klasifikasi Cluster
caya diri. Dengan pertimbangan skala Untuk melakukan segmentasi profil
Likert 1-7 maka dibuat rentang skala untuk investor, maka digunakan metode K-Mean
ketiga karakteristik tersebut. cluster analysis .
Tabel 5 Rentang Skala Nilai Rata-Rata
Kelas Interval
Intepretasi
Horizon investasi
Kontrol
Percaya Diri
Sangat rendah 1.8572 – 2.7143
t < 1 bulan
Sangat rendah
rendah 2.7144 – 3.5715
1 bulan t < 6 bulan
rendah
Agak rendah 3.5716 – 4.4287
6 bulan t < 1 tahun
Agak rendah
Sedang 4.4288 – 5.2859
t = 1 tahun
Sedang
Agak tinggi 5.2860 – 6.1431
1 tahun < t < 3 tahun
Agak tinggi
Tinggi 6.1432 - 7
3 tahun t < 5 tahun
Tinggi
T ≥ 5 tahun
Sangat tinggi
Sangat tinggi
Ket : interval dibuat berdasarkan rumus rentang skala (Simamora, 2008)
Untuk validasi hasil K-mean cluster dan Anova untuk membandingkan rata-rata tiap untuk membedakan cluster berdasarkan
cluster . Berikut ini adalah tabel Anova dari ketiga unsur tersebut, maka dilakukan uji
kedua cluster.
Tabel 6 Anova dari Dua Cluster
Cluster Mean Square F-stat
Horizon investasi jangka panjang/pendek
2.69 16.686*** Kontrol
53.763*** Percaya diri
Ket : *** = signifikan di α 1%, ** = signifikan di α 5%, * = signifikan di α 10% Sumber : Hasil data olahan
Tabel 7
Profil Psikologi untuk Masing-masing Cluster
Cluster 2 Karakteristik
Cluster 1
Confident big trader Loss Averse small trader
N = 106
N = 94
Horizon investasi jangka
3.4662*** (0.040108) panjang/pendek Kontrol
4.5832*** (0.30541) Percaya diri
Ket : ( ) menunjukkan standar deviasi; kategori rating 1 = rendah, 7 = tinggi. *** = signifikan di α 1%, ** = signifikan di α 5%, * = signifikan di α 10% Sumber : Hasil data olahan
Tabel 7 adalah tabel perilaku untuk dan kontrol serta percaya diri yang tinggi. masing-masing cluster. Berdasarkan tabel 7,
Selanjutnya penulis juga melakukan crosstab terlihat bahwa baik cluster 1 maupun cluster
untuk statistik deskriptif dari masing-
2 memiliki horizon investasi yang pendek, masing cluster sebagai berikut:
Tabel 8 Statistik Deskriptif Cluster
Cluster Number of case Confident
Loss Averse
Rata-rata
Big trader Small Trader (n =106)
(n = 94) Jenis Kelamin
0 0 0 20-30 thn
16 (17.02%) 30-40 thn
74 (78.72%) 40-50 thn
4 (4.26%) > 50 thn
Perilaku Investor di Pasar Modal Indonesia – Sumani, Sandroto, Mula
Status Pernikahan
Menikah
93 (98.94%) Belum menikah
Berapa lama investasi
< 1 bulan
1 bulan – 1 tahun
1 tahun – 3 tahun
Metode transaksi
14 (14.89%) e-trading
Bertemu langsung dengan broker
80 (85.11%) Melalui telepon dengan broker
Nilai Portfolio
< Rp 1.000.000
0 0 0 Rp 1.000.000 – Rp 10.000.000
0 1 (1.06%) Rp 10.000.001 – Rp 30.000.000
33 (35.11%) Rp 30.000.001 – Rp 50.000.000
46 (48.94%) Rp 50.000.001 – Rp 100.000.000