PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2 015 KATA PENGANTAR - MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MONETER D

MAKALAH
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MONETER
DI INDONESIA

Oleh Kelompok: 6
Mulkan Abdullah

20141221042

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2015

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan Rahmat-Nya, sehingga penulis beserta teman-teman kelompok 6
dapat menyelesaikan makalah tentang “Implementasi Kebijakan Moneter di

Indonesia”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh Dosen mata kuliah Ekonomi Moneter yaitu Dr. Siti Maro’ah, M.Pd.
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang Bank
Indonesia
Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok yang
telah mendukung dan menjalin kerjasama yang baik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari makalah ini terdapat banyak kekurangan, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju
arah yang lebih baik. Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

Surabaya, 17 November 2015

Penulis

i


Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................. i
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Periode 1983-1997....................................................................................... 2
2.1.1 Reformasi Sektor Perbankan tahun 1988-1990.................................. 4
2.2 Periode Pasca 1997..................................................................................... 5
2.2.1 Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter................................. 5
2.2.2 Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99................... 6
2.3 Masalah Dalam Implimentasi........................................................................ 7
2.3.1 Beberapa Masalah Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter...... 8
2.4 Indikator Dalam Implementasi Kebijakan Moneter .......................................10
2.4.1 Indikator Kebijakan Moneter...............................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................12

Daftar Pustaka....................................................................................................13

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh
pemerintah mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah
dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran
pemerintah.
Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi
(inflation targeting) ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi
makro yang kuat. Makalah ini akan membahas berbagai hal yang berkaitan
dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi teori, prasyarat,
karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas
kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam
pembahasan juga dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Moneter pada Periode 1983-1997 ?
2. Bagaimana Implementasi Kebijakan Moneter pada Periode Pasca 1997 ?
3. Apa masalah dalam implementasi ?
4. Apa indikator dalam implementasi kebijakan moneter ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Moneter
2. pada Periode 1983-1997
3. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Moneter
pada Periode Pasca 1997
4. Untuk mengetahui indikator dalam implementasi kebijakan moneter
.

1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Periode 1983-1997
Perkembangan


ekonomi

Indonesia

tidak

terlepas

dari

pengaruh

lingkungan perekonomian regional dan lingkungan ekonomi global. Hingga
decade tahun 1970 –an hamper semua Negara di Asia melakukan pembatasan
pagu kredit suku bunga krerdit dan capita inflow. Pembatasan-pembatasan
tersebut ditujukan untuk melindungi industri domestic dari pengaruh eksternal.
Kondisi tersebut mulai berbalik pada decade tahun 1980-an dimana semangat
liberalisasi dan keterbukaan mulai melanda dunia . untuk alas an itu, maka
pemerintah dan BI mengeluarkan serangkaian paket-paket deregulasi. Hal ini
menunjukkan bahwa pada awal 1980-an merupakan era awal liberalisasi sector

perbankan dan keuangan Indonesia.
Memasuki awal periode 1982/1983 perekonomian Indonesia mengalami
tekanan yang cukup berat terutama disebabkan oleh menurunnya harga minyak
di pasaran dunia dan berlanjutnya resesi ekonomi dunia yang berpengaruh
terhadap kegiatan perekonomian dalam negeri. Daya saing produk Indonesia
menurun karena nilai rupiah over valued akibat tingginya laju inflasi dibandingkan
dengan negara pesaing atau negara rekanan dagang utama Indonesia, maka
pertumbuhan ekonomi semakin menurun tajam dan defisit neraca pembayaran
cukup besar. Untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia, maka
ditempuh beberapa kebijakan pengendalian moneter yang menuju ke arah
mekanisme pasar. Kebijakan tersebut diawali dengan mendevaluasi nilai tukar
rupiah pada 30 Maret 1983 dari Rp 702,50 menjadi Rp 970 per USD guna
mengembalikan daya saing Indonesia. Selanjutnya, diambil langkah deregulasi di
bidang keuangan dan moneter berupa Paket Kebijakan 1 Juni 1983 dengan
maksud utama untuk mendorong kemandirian dunia perbankan.
Kebijakan 1 Juni 1983 atau lebih dikenal dengan PAKJUN 83 merupakan
awal deregulasi sektor moneter yang dimaksudkan untuk meletakkan landasan
yang kokoh bagi perkembangan perbankan yang lebih sehat di masa
mendatang. Deregulasi perbankan ini berkaitan dengan sektor perkreditan dan
pengerahan dana.


2

Dari sisi moneter, inti dari kebijakan tersebut adalah: (1) Kebebasan pada
bank pemerintah untuk menetapkan suku bunga deposito. Sebelumnya, suku
bunga deposito ini masih diatur oleh Bank Indonesia; (2) Ketentuan pagu kredit,
yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu instrumen intervensi langsung,
dihapuskan. Sebagai gantinya, pemerintah menggunakan instrumen tidak
langsung yaitu penentuan cadangan wajib, operasi pasar terbuka (OPT), fasilitas
diskonto, dan moral suasion.
Hasilnya, selain telah meningkatkan simpanan masyarakat di bank, Paket
Juni 1983 (PAKJUN 83) telah memberikan kontribusi positif terhadap kestabilan
moneter, yang sejak saat itu pengendalian moneter lebih mengutamakan
penggunaan instrumen tidak langsung.
Dari segi pengendalian uang beredar, kebijakan deregulasi 1 Juni 1983
ini telah mengubah mekanisme dan piranti pengendalian moneter. Pemerintah
tidak lagi melakukan intervensi langsung dalam mengendalikan kebijakan
moneter. Untuk keperluan operasi pasar terbuka (open market operation), sejak
bulan Februari 1984 Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berupa
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan menyediakan fasilitas diskonto.

SBI merupakan instrumen moneter tidak langsung yang diadakan untuk
menyedot kelebihan uang beredar di masyarakat jika kondisi moneter terlalu
ekspansif. Unit Khusus Museum Bank Indonesia: Sejarah Bank Indonesia 3
Perbankan dapat memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki dengan
membeli SBI jika dana tersebut tidak dipinjamkan ke masyarakat. Sebaliknya,
untuk menambah uang beredar (ekspansi), sejak tanggal 1 Februari 1985, Bank
Indonesia menerbitkan pula instrumen OPT baru berupa Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU). Untuk tahap awal, jenis SBPU yang diperdagangkan terbatas
pada surat sanggup (aksep/promes) dan wesel. Instrumen ini digunakan dalam
rangka pelaksanaan pemberian kredit dan pinjaman antar bank.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1984 cukup meningkat
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi inflasi terus melaju cukup tinggi
akibat devaluasi rupiah dan naiknya harga BBM pada awal tahun 1984. Pada
saat itu, beberapa bank tertentu bergantung pada dana Pasar Uang Antar Bank
(PUAB), sehingga BI bermaksud mengurangi ketergantungan bank-bank
terhadap PUAB dengan menetapkan batas maksimum bank untuk memperoleh

3

dana di PUAB serta menyediakan Fasilitas Kredit Khusus (FKK) dengan jangka

waktu satu tahun.

2.1.1 Reformasi Sektor Perbankan tahun 1988-1990
Reformasi sektor perbankan yang memang diarahkan ke sistem pasar
menuai implikasi yang luas terhadap industri perbankan tanah air. Salah satunya
adalah, sejak implementasi PAKTO 1988 jumlah aplikasi untuk mendirikan Bank
meningkat dengan tajam. Sebagian besar dari mereka berasal dari perusahaan
atau grup perusahaan yang menunggu untuk masuk dalam industri perbankan.
Dalam jangka waktu dua tahun, BI telah memberikan lisensi pada 73 bank
komersil baru dengan 301 cabang.
Tumbuhnya jumlah bank secara pesat telah mendorong peningkatan
kompetisi antar bank dalam mengumpulkan dana tabungan dan deposito dari
masyarakat. Namun karena kurangnya pengawasan dan supervisi yang kuat,
aliran modal tidak terdistribusi secara baik melainkan mengalir pada grup-grup
atau sektor usaha yang memiliki kedekatan khusus dengan pihak bank. Praktekpraktek inilah yang pada akhirnya telah meningkatkan resiko kredit yang pada
akhirnya mendorong tingginya tingkat NPL dalam industri perbankan tanah air.

4

2.2 Periode Pasca 1997

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa telah terjadi perubahan
fundamental dalam perekonomian Indonesia yaitu perubahan rezim nilai tukar
dari managed floating ke free floating. Dengan perubahan rezim tersebut, maka
besaran nilai tukar rupiah dilepaskan kemekanisme passer. Pelepasan ini
dilatarbelakangin oleh karena ketidak efektikpan nya kebijakan intervensi BI
dipasar uang dan kebijakan pelebaran band intervensi.
Sejak diterapkan system nilai tukar free floating, nilai tukar rupiah
mengalami tekanan-tekanan yang berpengaruh terhadap semakin melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal agustus 1997 Rupiah mencapai
Rp. 2.650/dolar AS dan pada tahun 1998 rupiah mengalami depresi hingga
mencapai sekitar Rp.15.000/Dolar AS. Sementara itu tingkat inflasi mencapai
77% pada tahun 1998 dan suku bunga juga meningkat hingga kisaran 60%.
2.2.1 Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter
Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan
ekonomi karena tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan
sektor perbankan akan terhambat. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya
jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia selama krisis ekonomi ini
adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar rupiah.
Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
secara jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian
kestabilan harga dan kestabilan nilai tukar rupiah.
Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih
menerapkan kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian
jumlah uang beredar. Di dalam kerangka tersebut Bank Indonesia berupaya
mengendalikan uang primer sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan
jumlah uang beredar, yaitu M1 dan M2, diharapkan juga ikut terkendali.
Selanjutnya,

dengan

jumlah

uang

beredar

yang

terkendali

diharapkan

permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah yang

5

seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai
tukar dapat bergerak stabil.
Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah
diuraikan di atas, Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama
selama tahun 1998, menerapkan kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan
stabilitas

moneter.

Kebijakan

moneter

ketat

tersebut

tercermin

pada

pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang beredar yang terus ditekan dari
level tertinggi 30,13% pada tahun 2000 menjadi 9,58% pada tahun 2001.
Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi
inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah uang beredar meningkat
sangat pesat.
Di tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang
rupiah, upaya memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong
kenaikan suku bunga domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan
agar masyarakat mau memegang rupiah dan tidak membelanjakannya untuk halhal yang tidak mendesak serta tidak menggunakannya untuk membeli valuta
asing..
Suku bunga SBI bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark)
bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 35,52% pada tahun 1998
menjadi 7,43% pada akhir April 2004.
Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga
pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan
yang hampir sama Suku bunga kredit (kredit modal kerja) pun mengalami
penurunan meskipun tidak secepat dan sebesar penurunan suku bunga
simpanan perbankan.
Penurunan laju inflasi, penguatan nilai tukar rupiah, dan penurunan suku
bunga membentuk suatu lingkaran yang saling memperkuat sehingga membuka
peluang bagi pemulihan ekonomi.
2.2.2 Kebijakan Moneter Bank Indonesia Pasca UU No. 23/99
Dari sisi pengelolaan moneter, krisis ekonomi sesungguhnya telah
melahirkan suatu pemikiran ulang bagi peran Bank Indonesia yang seharusnya
dalam perekonomian, dan sekaligus perannya dalam institusi kenegaraan di
Republik ini. Pengalaman tersebut telah memberikan suatu pelajaran yang

6

sangat berharga bahwa bank sentral dengan segala keterbatasan yang
dimilikinya harus kembali kepada fungsi utamanya sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terhadap kestabilan nilai mata uang yang dikeluarkannya.
Dari pengalaman itu pula yang kemudian melahirkan persetujuan DPR atas
Undang

Undang

No.

23

Tahun

1999

tentang

Bank

Indonesia

yang

mengamanatkan suatu perubahan yang sangat mendasar dalam hal pengelolaan
moneter. Dalam UU tersebut, pemikiran ulang ini diformulasikan dalam suatu
tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih fokus dibandingkan dengan UU
sebelumnya, yaitu “mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.
Pasal 7 dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
mengamanatkan tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
sebagai sasaran kebijakan moneter.
Bagi masyarakat secara umum, kestabilan harga merupakan sesuatu
yang sangat penting khususnya bagi golongan masyarakat berpendapatan tetap.
Inflasi yang tinggi seringkali dikategorikan sebagai musuh masyarakat nomor
satu karena dapat menggerogoti daya beli dari pendapatan yang diperoleh
masyarakat. Bagi kalangan dunia usaha, inflasi yang tinggi akan sangat
menyulitkan kalkulasi perencanaan bisnis dan dengan demikian akan berdampak
buruk bagi aktivitas perekonomian dalam jangka panjang. Bagi banyak ekonom,
telah terbentuk semacam kesepakatan bahwa inflasi yang tinggi akan berdampak
buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
2.3 Masalah Dalam Implimentasi
Penentuan tujuan kebijakan moneter seperti pertumbuhan inflasi serta
neraca pembayaran yang sehat hanyalah merupakan salah satu bagian dari
kebijakan moneter. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan terutama
dalam hal implementasinya. Masalah ini mencakup, pertama bahwa penguasa
moneter harus menentukan arah yang hendak dituju untuk mencapai sasaran
kebijaksanaan, seperti misalnya output, employment serta harga. Kedua mereka
harusmenentukan

bagaimana

caranya

mengatur/

mengubah

instrument

kebijakan moneter (seperti cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli
surat berharga) agar suapaya kebijakaan moneter tercapai.

7

2.3.1 Beberapa Masalah Dalam Implementasi Kebijaksanaan Moneter
Masalah pertama menyangkut pilihan mengenai apa yang sebaiknya
dijadikan sebagai “sasaran antara” atau (intermediate target) bagi kebijakan
moneter. Masalah kedua berkaitan dengan pilihan mengenai konsep “uang
beredar” yang mana yang paling baik sebagai sasaran. Masalah ketiga adalah
mengenai pilihan apakah kebijaksanaan moneter perlu dilaksanakan secara aktif,
atau lebih bersifat “otomatis” dengan mengikuti aturan umum tertentu, dan
masalah keempat berkaitan dengan perkembangan baru didalam teori kebijakan
moneter dan kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya.
a.

Tingkat Bunga Atau Ungan Beredar
Sasaran akhir jangka pendek dari baik dari kebijaksanaan moneter

maupun fiscal adalah menjaga keseimbangan dari perekonomian, yaitu agar
tercapai inflasi yang rendah, tingkat kegiatan ekonomi produksi yang tinggi serta
neraca pembayaran yang seimbang.
Ini merupakan tujuan yang “ideal” dari kebijaksanaan ekonomi secara
keseluruhan. Tentu tidak semua aspek dari sasaran ini akan dicapai secara
penuh dan sekaligus dalam kenyataan. Dalam usaha pencapaian sasran akhir
tersebut, kebijaksanaan moneter dengan pengaruhnya pada ketiga aspek
sasaran akhir tersebut adalah panjang, sehingga akan sangat terlambat
seandainya terjadi kesalahan kebijaksanaan, dan kebijaksanaan hanya bisa
diubah setelah hasil akhir telah diamati.
Tingkat suku bunga yang stabil menunjukan bahwa situasi pasar uang adalah
tenang dan bahwa ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Oleh
sebab itu memelihara kestabilan tingkat bunga bukanlah berarti bunga pada
tingkat tertentu.
b.

Bank Indonesia

memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan
ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan
kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan
moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar
yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting

8

dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank
Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas
nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level
tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter
(seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran
laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian
sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara
lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,
penetapan

tingkat

diskonto,

penetapan

cadangan

wajib

minimum,

dan

pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan caracara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Kebijakan Moneter, Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde
baru sudah pernah memanas. Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan
moneter berupa contractionary monetary policy dan vice versa. Kebijakan
tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos yang harus
dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open
market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan
adanya kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.
c.

Teori Inflasi
Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai

dihampir semua Negara di dunia adalah inflasi. Defenisi singkat mengenai inflasi
adalah kecendrungan dari harga-harga untuk menaikkan harga secara umum
dan terus-menerus (Boediono). Kecendrugan kenaikan harga terjai karena
adanya musiman dan adanya hari-hari besar atau yang terjadi sekali saja.
Kenaikan semacam ini dianggap sebagai masalah atau penyakit
ekonomi. Perkataan “kecendrungan” dalam defenisi inflasi perlu digaris bawahi.
Kalau seandainya harga-harga dari dari sebagian besar barang diatur atau
ditentukan oleh pemerintah, maka harga yang dicatat oleh biro statistic mungkin
tidak menunjukkan kenaikan kenaikan apa pun (karena yang dicatat adalah
harga “resmi” pemerintah).

9

2.4 Indikator Dalam Implementasi Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter adalah vareabel ekonomi yang memberikan
informasi tentang herakan atau perubahan dalam sector riil apakah sudah
bergerak kearah sasaran yang diinginkan atau belum.
Pemilihan indicator sebenarnya merupakan pemilihan vareabel moneter
yang secara konsisten memberikan informasi tentang pengaruh kebijakan
moneter terhadap perekonomian. Ini memerlukan adanya hubungan yang pasti
(dapat diperkirakan) antara indicator tersebut dengan tujuan atau sasaran
kebijaksanaan moneter.
2.4.1

Indikator Kebijakan Moneter
Indikator

adalah

variabel-variabel

ekonomi

yang

mempengaruhi

keseimbangan pasar uang. Ada dua pilihan variabel yang dapat digunakan, yaitu
tingkat

suku

bunga (interest

rate) dan

jumlah

uang

beredar (monetary

aggregate). Baik suku bunga maupun jmlah uang beredar, selain sebagai
indikator juga berfungsi sebagai ‘sasaran antara’ yang ingin dikontrol oleh bank
sentral dalam rangka mencapai target akhir yang telah ditetapkan.
1. Pilihan suku bunga.
Kebijakan moneter akan mempengaruhi suku bunga sedemikian rupa
sehingga tetap stabil, sedangkan jumlah uang beredar akan bergejolak naik dan
turun demi mempertahankan suku bunga tetap pada tingkat yang diinginkan.
Bergejolaknya jumlah uang beredar dapat mengakibatkan terganggunya
kestabilan harga.
2. Pilihan uang beredar.
Pilihan uang beredar sebagai indikator akan memberikan dampak positif
yaitu tingkat harga stabil karena apabila jumlah uang beredar bergejolak, bank
sentral akan melakukan tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga
jumlah uang beredar akan relatif konstan pada suatu jumlah yang ditetapkan.
Namun, kebijakan ini akan mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak
permintaan akan uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang.
Berikut pilihan suku bunga (interest rate) dan jumlah uang beredar (monetary
aggregate) sebagai indikator kebijakan moneter dengan diagram Hicksian IS-LM.
asumsi: tidak terjadi gejolak pasar uang dan pasar barang

10

Yf = tingkat pendapatan pada tingkat kesempatan kerja penuh.
indikator suku bunga = indikator monetery aggregate
asumsi: terjadi gejolak di pasar barang, tidak terjadi gejolak
di pasar uang
Indikator suku bunga: Y1 – Y4
Indikator monetery aggregate: Y2 – Y3
Pilihan indikator monetery aggregate lebih baik
asumsi: tidak terjadi gejolak di pasar barang, terjadi gejolak
di pasar uang
Indikator suku bunga: Y2 = Yf
Indikator monetery aggregate: Y1 – Y3
Pilihan indikator suku bunga lebih baik
asumsi: gejolak di pasar barang > gejolak di pasar uang
Indikator suku bunga: Y1 – Y4
Indikator monetery aggregate: Y2 – Y3
Pilihan indikator monetery aggregate lebih baik
asumsi: gejolak di pasar uang > gejolak di pasar barang
Indikator suku bunga: Y2 – Y3
Indikator monetery aggregate: Y1 – Y4
Pilihan indikator suku bunga lebih baik

11

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dari sisi moneter, inti dari implementasi kebijakan moneter tersebut
adalah: (1) Kebebasan pada bank pemerintah untuk menetapkan suku
bunga deposito. Sebelumnya, suku bunga deposito ini masih diatur oleh
Bank Indonesia; (2) Ketentuan pagu kredit, yang sebelumnya digunakan
sebagai salah satu instrumen intervensi langsung, dihapuskan..
2. Sejak diterapkan system nilai tukar free floating, nilai tukar rupiah
mengalami tekanan-tekanan yang berpengaruh terhadap semakin
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal agustus
1997 Rupiah mencapai Rp. 2.650/dolar AS dan pada tahun 1998 rupiah
mengalami depresi hingga mencapai sekitar Rp.15.000/Dolar AS.
Sementara itu tingkat inflasi mencapai 77% pada tahun 1998 dan suku
bunga juga meningkat hingga kisaran 60%.
3. Masalah dalam implementasi kebijakan moneter ini mencakup, pertama
bahwa penguasa moneter harus menentukan arah yang hendak dituju
untuk mencapai sasaran kebijaksanaan, seperti misalnya output,
employment serta harga. Kedua mereka harusmenentukan bagaimana
caranya mengatur/ mengubah instrument kebijakan moneter (seperti
cadangan minimum, politik diskonto serta jual beli surat berharga) agar
suapaya kebijakaan moneter tercapai..
4. Indikator

adalah

variabel-variabel

ekonomi

yang

mempengaruhi

keseimbangan pasar uang. Ada dua pilihan variabel yang dapat
digunakan, yaitu tingkat suku bunga (interest rate) dan jumlah uang
beredar (monetary aggregate).

12

Daftar Pustaka

Nasir, M. 2014. Ekonomi Moneter dan Kebanksentrala. Jakarta. Mitra Wacana
Media
Nopirin. 1986. Ekonomi Moneter 2. Yogyakarta:BPFE.
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/museum/sejarah-bi/bi/Documents/
3ee69417b88f49638fa703d1c11f4f4bSejarahMoneterPeriode.19831997.pd
f (diakses: pada hari Senin, 16 November 2015)
http://diassatria.lecture.ub.ac.id/660/ (diakses: pada hari Senin, 16 November
2015)
http://oggypratama.blogspot.co.id/2014/03/kebijakan-moneter-di-indonesiasesudah.html (diakses: pada hari Senin, 16 November 2015)
http://thawonk.blogspot.co.id/2014/11/makalah-beberapa-masalah-dalam.html
(diakses: pada hari Senin, 16 November 2015)
https://aeyogy.wordpress.com/tag/indikator-kebijakan-moneter/
(diakses: pada hari Senin, 16 November 2015)

13