HACCP UNTUK KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA

BAB I
PENDAHULUAN
Industri pangan di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, sejalan dengan
makin meningkatnya pendapatan masyarakat. Ditambah dengan akan adanya Asean
Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang dimana perdagangan bebas negara-negara
ASEAN mulai diberlakukan, maka tuntutan terhadap mutu produk olahan juga akan semakin
meningkat. Persaingan produk antar negara akhirnya tidak dapat dihindarkan. Indonesia
sebagai negara dengan pertumbuhan populasi yang tinggi, potensial untuk menjadi target
market produk-produk impor. Jika kualitas produk lokal tidak mampu bersaing dengan produk
impor, maka Indonesia tidak akan mampu bertahan dalam perdagangan bebas. Kualitas
produk sangat ditentukan oleh kualitas bahan pangan.
Tuntutan konsumen dan pasar global terhadap kualitas produk pangan lebih ditujukan
pada mutu yang sesuai dengan standar kesehatan berkaitan dengan adanya cemaran selama
penyediaan produk, pengolahan, maupun penyimpanan makanan. Keamanan pangan bersifat
dinamis dan bermanfaat baik dalam jangka waktu panjang maupun jangka waktu pendek.
Ditolaknya produk perikanan Indonesia oleh Amerika Serikat merupakan salah satu bukti
masih kurangnya aplikasi keamanan pangan di Indonesia. Selain itu maraknya kejadian
keracunan makanan yang mengakibatkan korban harus dirawat di rumah sakit maupun
meninggal dunia juga menambah catatan buruk aplikasi keamanan pangan Indonesia.
Penyebab-penyebab timbulnya makanan menjadi tidak aman bagi manusia perlu dikaji dan
dicari cara penyelesaiannya untuk lebih menjaga keamanan mutu pangan bagi konsumen.

Salah satu cara untuk menjamin keamanan pangan adalah pelaksanaan program
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) pada produk, yaitu suatu analisis
bahaya dan pengendalian titik kritis proses produksi. Sejak dilahirkannya HACCP pada
tahun 1960-an untuk menjamin makanan yang aman bagi ekspedisi luar angkasa, HACCP
telah mengalami perkembangan yang begitu pesat. HACCP telah menjadi alat bantu nomor
satu yang dipercaya begitu banyak perusahaan di dunia untuk menjamin keamanan pangan
bagi konsumennya, dan juga menjadi jantung bagi banyak standar Sistem Manajemen
Keamanan Pangan internasional. Oleh karena itu, penting rasanya bagi penulis untuk lebih
menjabarkan fungsi dan sedikit gambaran mengenai mekanisme penerapan HACCP di
Indonesia secara lebih lanjut untuk menambah wawasan pembaca mengenai HACCP itu

1

sendiri, sehingga diharapkan pembaca dapat turut membantu dalam proses pelaksanaannya
di Indonesia sehubungan dengan akan adanya AEC pada tahun 2015 mendatang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2


A.Asean Economic Community
Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asean 2015
merupakan bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun
2015. Sebagai acuan oleh seluruh negara anggota dalam mengimplementasikan komitmen
AEC, telah disepakati AEC Blueprint yang ditandatangani para pemimpin ASEAN pada
bulan November 2007 di Singapura. Pilar utama yang menjadi pokok bahasan adalah
perdagangan bebas untuk barang dan jasa; aliran bebas tenaga kerja terampil; serta aliran
bebas investasi serta aliran modal yang lebih bebas.

Tujuan utama dari AEC adalah untuk membuat

pasar tunggal yang berbasis

produksi; menciptakan kawasan ekonomi yang kompetitif; serta membangun wilayah
ekonomi yang merata dan sepenuhnya terintegrasi ke dalam ekonomi global. Selain itu
tujuan dari AEC lainnya adalah untuk menjadikan ASEAN sebagai sebuah wilayah yang
lebih dinamis untuk bersaing dalam rantai pasokan global dan tetap menjadi dasar yang
menarik untuk investasi asing langsung lainnya.


Dalam hal ini, ASEAN akan bekerja untuk menjaga "Sentralisasi ASEAN" dalam
hubungan eksternal ekonomi, terutama dalam negosiasi untuk daerah perdagangan bebas
(Free Trade Area) dan perjanjian kemitraan ekonomi yang komprehensif. Dalam hal
peningkatan kualitas mutu pangan, peranan laboratorium sangat dibutuhkan keberadaannya
apabila terjadi suatu permasalahan, baik itu berlakunya regulasi yang semakin ketat,
kontrol kualitas suatu produk, atau bahkan sebagai data pembanding dari proses
pengembangan yang bertujuanmeningkatkan daya saing, agar produk yang dihasilkan
dapat diterima di pasar bebas terutama untuk menyongsong AEC tahun 2015.

B. Kasus Keracunan di Indonesia
Bahaya terhadap pangan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu bahaya fisik,
bahaya kimia dan bahaya biologi. Peningkatan kasus keracunan makanan akibat bahaya
biologi dalam beberapa tahun terakhir timbulnya cukup banyak oleh varian dari mikroba,
bakteri dan virus; seperti E.Coli 0157, E.Coli 0111, Salmonella Enteritidis, Norwalk viruses,
dll. Sedangkan untuk bahaya kimiawi juga mengalami peningkatan yang signifikan karena

3

adanya peningkatan teknologi dan teknik analitik. Kontaminasi bahaya terhadap pangan harus
mulai dicermati pada seluruh proses rantai makanan.

Kurangnya keamanan pangan menyebabkan banyaknya kasus keracunan yang terjadi
di Indonesia. Data dari laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
menunjukan bahwa selama tahun 2011 masih tercatat 18.144 orang yang terpapar KLB
(Kejadian Luar Biasa) keracunan pangan. Sejumlah 6.901 orang yang terpapar tersebut
menderita sakit, dan 11 orang meninggal dunia.
Hal lain yang perlu diperhatikan dari laporan ini adalah bahwa sumber keracunan
terbesar ternyata berasal dari masakan rumah tangga. Jumlahnya mencapai 45,31%. Disusul
jasa boga (23,44%), serta pangan olahan dan pangan jajanan (masing-masing 12,5%).
Jumlah total KLB keracunan pangan 2011 di Indonesia adalah sebesar 128 kasus yang
tersebar di 25 provinsi.
Namun, perlu diketahui, dalam kasus KLB keracunan pangan, tidak semua kasus
atau kejadian dapat terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa untuk setiap satu kasus KLB
keracunan pangan di sebuah negara berkembang, maka paling tidak terdapat 99 kasus lain
yang tidak dilaporkan. Artinya, jumlah kasus dan korban yang sesungguhnya jauh melebihi
itu. Berikutnya jika dilihat dari lokasi terjadinya kasus, paling banyak (46,09%) terjadi di
rumah tinggal, diikuti oleh Sekolah Dasar (18,75%), disusul di lokasi-lokasi lainnya.

C. HACCP
1. Pengertian HACCP
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu

sistem jaminan
mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard
(bahaya) akan timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi
pengendaliannya

dapat

dilakukan

untuk

mengontrol

bahaya-bahaya

tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan

yang


dianggap

dapat

memberikan

jaminan

dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP
adalah

antisipasi

bahaya

dan


identifikasi
4

titik

pengawasan

yang

mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan
kepada pengujian produk akhir.
Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan
yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan
resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai
alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan
pangan

dan

proses


produksi

terhadap

kontaminasi

bahaya-bahaya

mikrobilogis, kimia dan fisik.
2. Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan
Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
DevelopmentLaboratories,

The

National


Aeronautics

and

Space

Administration serta US Air ForceSpace Laboratory Project Group pada
tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi
astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran
kecil (bite size) yang dilapisi dengan pelapis yang aman dikonsumsi untuk
menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting
dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk
agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan
pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa cara terbaik
untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan
dan penyimpanan rekaman data yang baik, dengan konsep yang saat ini
dikenal sebagai HACCP. HACCP ini jika diterapkan dengan tepat dapat
mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan
bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per

satu

bahan

baku

proses

dari

sejak

di

lapangan

sampai

dengan


pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen,
logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin
dapat mengurangi cemaran tersebut. Di samping itu,dilakukan pula
5

analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi
pangan tersebut.
Pada

tahun 1971,

untuk

pertama

kalinya

sistem HACCP

ini

dipaparkan kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu
Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury
mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan
Food and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama
kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA
dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada

tahun

1985,

The

National

Academy

of

Scienses

(NAS)

merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul
An Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food
Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan
bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan
jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan
produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission
on Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep
HACCP dan
memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The
National

Advisory

Commitee

on

Microbiological

Criteria

for

Foods

(NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan dengan disusunnya
7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian
diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius
Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia.
Perkembangan dari adopsi Sistem HACCP menjadi Standar Codex ini
dalam aplikasinya pada perdagangan tidak semulus adopsinya. Hal ini
disebabkan banyak negara telah mengaplikasikan HACCP sesuai dengan
sistem keamanan pangan dinegara masing-masing dan bahkan telah
menjadi regulasi, sehingga untuk langsung menyesuaikan dengan standar
6

Codex memerlukan waktu dan hal ini mengakibatkan belum harmonisnya
beberapa negara dalam mengakui sistem HACCP yang diterapkan oleh
suatu negara.
Sejak Codex Guidelines for the Application of the HACCP System
diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius Commission (CAC) pada tahun
1993, termasuk the Codex Code on general Principles of Food Hygiene
direvisi untuk mencakup Sistem HACCP, maka beberapa negara didunia
mulai merubah sistem keamanan pangan dari “end producttersting”
menuju aplikasi HACCP. Terlebih sejak 1997 Codex kembali mempertegas
dengan menetapkan kembali Codex Guidelines for the Application of the
HACCP. Sistem kemudian direvisi dengan judul Hazard Analysis and
Critical Control Point (HACCP).
3. Konsep dan Prinsip HACCP
Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commission (CAC)
terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di
dalamnya. Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan
menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman
penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang penerapannya
masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh Departemen
Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja
Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP atau Pedoman Mutu Nomor 5. Langkahlangkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah
sebagi berikut:

7

BAB III
PEMBAHASAN
A. Keamanan Mutu dengan HACCP
Produk usaha kecil dan menengah harus memenuhi standar sistem manajemen
dan standar produk yang disepakati secara nasional, regional, maupun internasional.
8

Hal ini diperlukan untuk meningkatkan mutu, efektivitas, efisiensi, serta daya saing
produk dalam menghadapi perdagangan bebas, termasuk pemberlakuan pasar tunggal
ASEAN 2015 mendatang. Pemahaman dan kesadaran UKM perlu terus ditingkatkan
mengenai pentingnya standar sistem manajemen dimaksud, yang meliputi Standar
Nasional Indonesia, ISO, dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Terkait kekhawatiran UKM menghadapi pemberlakuan perdagangan bebas dengan
negara-negara lain, pemerintah mengeluarkan sejumlah regulasi untuk mengurangi
membanjirnya produk impor. Dengan memperkuat SNI dan HACCP, dengan
sendirinya industri akan ikut sehingga produk industri dalam negeri memiliki daya
saing yang kuat dalam menghadapi AEC 2015. Oleh karena itu pemerintah harus bisa
menerapkan standardisasi pada setiap produk dalam negeri.
Mengapa kita dapat mempercayai implementasi HACCP terhadap regulasi
keamanan pangan? Seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, penyusunan serta
penerapan dari HACCP sudah diatur sedemikian terorganisirnya sehingga jika semua
elemen-elemen dari Tim HACCP melaksanakan tugasnya masing-masing dengan
baik, maka resiko kesalahan dalam jaminan keamanan pangan akan semakin kecil.
HACCP memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian
spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana
HACCP secara efektif karena adanya pembentukan tim dari
berbagai

divisi

unit

usaha

atau

disiplin

yang

mempunyai

kekhususan ilmu pengetahuan dan keahlian yang tepat untuk
produk. Untuk itu Tim HACCP seharusnya beranggotakan divisidivisi dari unit usaha (Quality Assurance, Produksi, Pemasaran dan
lain-lain) dan multidisiplin dengan memperhatikan jenis produk,
teknologi pengolahan, teknik penanganan dan distribusi, cara
pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi bahaya. Tim
HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil (General
Manager, QA manager, Inspector, mandor dan lain-lain). Tim
HACCP harus membuat Rencana HACCP, menulis Standard Safety
of Product (SSOP), serta memverifikasi dan mengimplementasikan
sistem

HACCP.

Tim

harus

mempunyai

pengetahuan

tentang

bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah
yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu
meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP.
9

Program ini sangat membantu untuk mengurangi adanya CCP (Critical
Control Point) pada proses, karena program ini dapat mengendalikan peluang bahaya
keamanan pangan produk melalui lingkungan kerja, mengendalikan kontaminasi
antar produk, serta mengendalikan tingkat bahaya keamanan pangan pada produk
lingkungan proses produksi sehingga meningkatkan kualitas dan keamanan produk
pangan.

B. Garis Besar Implementasi HACCP
Analisis bahaya merupakan faktor utama yang perlu dilakukan oleh Tim
HACCP. Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan konsumen secara negatif yang meliputi bahan biologis,
kimia atau fisik di dalam, atau kondisi dari makanan dengan
potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan.
Dalam HACCP, pembuatan diagram alir merupakan hal
mutlak

karena

diagram

alir

disusun

dengan

tujuan

untuk

menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses
ini

selain

bermanfaat

untuk

membantu

tim

HACCP

dalam

melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman
bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan
verifikasinya. Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap
dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP
harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan
ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila
ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang
sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Deskripsi yang
lengkap dari produk harus digambarkan, termasuk informasi
mengenai komposisi, struktur kimia ataupun fisika, perlakuanperlakuan (pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan,
pengasapan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan,
persyaratan standar, metode pendistribusian, dan lain-lain. Di
dalam menetapkan deskripsi produk, perlu diperhatikan dan
diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program
HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya
10

yang mungkin terjadi, serta untuk membantu pengembangan
batas-batas kritis.
Langkah yang dilakukan dalam upaya penjabaran dari prinsip
pertama dari HACCP, yang mencakup identifikasi semua potensi
bahaya, analisis bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan
terinci jelas dalam penjelasan berikut:

a. Identifikasi bahan
Tim

HACCP

dalam

melakukan

identifikasi

HACCP

harus

mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap
tahap

dan

sedapat

mungkin

mengindentifikasi

tindakan

pencegahannya. Terdapat beberapa jenis bahaya dalam bisnis
pangan

yang

dapat

mempengaruhi

secara

negatif

atau

membahayakan konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan
bahaya fisik.
b. Analisis bahaya
Tim HACCP berikutnya mendefinisikan dan menganalisis setiap
bahaya. Untuk pencantuman di dalam daftar, bahaya harus bersifat
jelas sehingga untuk menghilangkan atau menguranginya sampai
pada tingkat yang dapat diterima adalah penting dalam produksi
pangan yang aman.
Tahap analisis selanjutnya adalah menetapkan signifikansi
bahaya dimana hasilnya merupakan hasil analisis antara tingkat
peluang atau peluang kejadian dengan tingkat keakutan dari bahaya
keamanan pangan.
c. Analisis resiko
Istilah resiko dalam HACCP yang digunakan dalam hal ini
adalah sebagai
peluang kemungkinan suatu bahaya akan terjadi. Menurut MD,
1996, dalam sistem

11

keamanan pangan biasa ditetapkan berdasarkan kategori resiko,
yang secara sederhana
dibagi dalam kelompok resiko tinggi, resiko sedang atau resiko
rendah. Pengkategorian ini kemudian dikombinasikan dengan tingkat
keakutan sehingga dapat menjadi dasar menentukan signifikansi
dari bahaya pada produk pangan.
d. Pengembangan tindakan pencegahan
Tahap

selanjutnya

mengidentifikasi

setelah

tindakan

menganalisis

pencegahan

yang

bahaya

adalah

mungkin

dapat

mengendalikan setiap bahaya. Tindakan pencegahan adalah semua
kegiatan dan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghilangkan
bahaya atau memperkecil pengaruhnya atau keberadaan pada
tingkat yang dapat diterima. Lebih dari satu tindakan pencegahan
yang dibutuhkan untuk pengendalian bahaya-bahaya yang spesifik
dan lebih dari satu bahaya yang mungkin dikendalikan oleh tindakan
pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa
tindakan

atau

bahan

kimia,

fisik

atau

lainnya

yang

dapat

mengendalikan bahaya keamanan pangan. Tindakan pencegahan
dalam mengatasi bahaya dapat lebih dari satu bila dibutuhkan.
Tahap ini merupakan tahap penting setelah analisis bahaya.
Tindakan pencegahan didefinisikan sebagai setiap tindakan yang
dapat menghambat timbulnya bahaya ke dalam produk dan
mengacu pada prosedur operasi dimana pada setiap tahap para
pekerja dipekerjakan. Karena konsep HACCP adalah mempunyai sifat
pencegahan, maka dalam mendesain HACCP tindakan pencegahan
harus selalu menjadi perhatian. Berikut beberapa contoh tindakan
pencegahan:


Pemisahan

bahan

baku

dengan

produk

akhir

dalam

penyimpanan


Menggunakan sumber air yang sudah bersertifikat



Kalibrasi timbangan dan temperatur



Menggunakan truk yang mempunyai kemampuan mengatur
suhu, dll
12

Pada bagian selanjutnya dari pengembangan HACCP adalah
pengembangan atau penentuan Critical Control Point (CCP). Tahap
ini

merupakan

kunci

dalam

menurunkan

atau

mengeliminasi

bahaya-bahaya yang sudah diidentifikasi. CCP atau titik-titik kritis
pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di dalam proses
dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian
ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang
sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi dan
tindakan pencegahannya.

C. HACCP di Indonesia
Dari uraian di atas, pantaslah bahwa pendekatan terapan dari sistem HACCP
adalah yang terbaik dalam menjamin keamanan pangan. selama proses-proses dan
kerjasama antara Tim HACCP dan aspek-aspek lainnya yang mendukung
bergerak

dengan

selaras.

Sesuai

dengan

peraturan

Menteri

Kesehatan, yang berwenang melaksanakan pengawasan makanan
adalah Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman (PMM), dan
pengujiannya oleh Kepala Laboratorium POM bidang makanan dan minuman. Mutu
bahan pangan harus berkembang sesuai dengan tuntutan konsumen, yang
perkembangannya berkaitan erat dengan dengan masalah gizi dari bahan pangan, serta
manfaat bahan pangan bagi kesehatan manusia. Bahan pangan dengan kandungan
nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia akan sangat diminati oleh konsumen
di masa yang akan datang, terlepas dari hanya menargetkan kebebasan akan pengaruh
pasar bebas ASEAN pada AEC tahun 2015 mendatang.
HACCP yang merupakan dasar keamanan pangan merupakan upaya yang
harus dilakukan para pelaku UMKM untuk menyelaraskan hal tersebut. Jumlah
UMKM yang cukup banyak, dengan level kemampuan pemenuhan persyaratan
keamanan pangan yang sangat fluktuatif menjadi tantangan tersendiri untuk
pengembangan UMKM berbasis HACCP. Hal ini memerlukan manajemen
komitmen dari para pelaku UMKM diantaranya dengan deskripsi produk yang jelas,
monitoring, tindakan koreksi yang tepat hingga dokumentasi yang terperinci.
Penerapan HACCP yang sukses akan terbentuk bila UMKM menerapkan HACCP di
13

sepanjang supply chain dengan baik. Dengan demikian, kontinuitas pemenuhan
persyaratan dapat dipertahankan. Agenda utama pemerintah untuk kemajuan UMKM
mencakup good manufacturing practices (GMP), penggunaan bahan tambahan
pangan (BTP), serta labelisasi yang tepat. Ketiga hal tersebut merupakan langkah
penting untuk mengharmonisasikan produk UMKM dengan persyaratan yang akan
diberlakukan oleh anggota ASEAN pada tahun 2015.
Beberapa hambatan dalam penerapan HACCP di Indonesia diantaranya
kurangnya komitmen pemerintah, kurangnya perhatian dan edukasi konsumen
terhadap kemanan pangan, tidak adanya respon industri untuk melatih karyawannya
dan mengembangkan spesifikasi produk hingga kerjasama dengan pemerintah,
peraturan kemanan pangan yang tidak mendukung, kendala pembiayaan untuk
melatih HACCP UMKM sesuai dengan sektor produksi dan langkah yang mendetil,
kendala SDM, kurangnya dukungan teknis, serta komunikasi yang kurang memadai.
Kurangnya komitmen dan tenaga penyusun HACCP serta kerjasama tim dalam
UMKM juga merupakan masalah yang sering ditemui di lapangan. Pemerintah
semestinya terus mendorong pengembangan UMKM berbasis HACCP antara lain
melalui pengembangan akses kompetensi, akses teknologi, akses pemasaran, dan
akses modal serta dapat mendorong peran institusi pengawas, industri pangan hingga
perguruan tinggi jika diperlukan adanya tenaga professional agar HACCP dapat
berjalan baik.

BAB IV
PENUTUP
Dari uraian di atas menunjukkan pentingnya pelaksanaan HACCP dalam industri
pangan sebagai jaminan keamanan pangan serta jaminan pengendalian mutu pangan.
Dengan pelaksanaan HACCP di setiap industri pangan terutama dalam UMKM, hal tersebut
dapat memudahkan sistem pengawasan dan dapat diharapkan dengan optimis bahwa
Indonesia cukup siap menghadapi Pasar ASEAN 2015 mendatang maupun menjaga kualitas
dan keamanan produk pangan dalam negeri. Untuk mengantisipasi pelaksanaan HACCP
dalam industri pangan perlu dipertimbangkan beberapa hal, diantaranya:

14

1. Proses produksi harus jelas, kondisi setiap tahapa proses disesuaikan dengan
mutu produk yang akan dihasilkan, sehingga pengendalian proses juga terarah.
2. Perlu ditingkatkannya standar mutu pangan terutama dalam penerapan program
Good Manufacturing Practices (GMP) yaitu cara berproduksi yang baik untuk
menghasilkan produk makanan yang aman dan bermutu sesuai dengan standar
yang diacu.
3. Pemerintah dan para pelaku UMKM harus saling bekerjasama untuk terus
mendorong pengembangan UMKM berbasis HACCP antara lain melalui
pengembangan akses kompetensi, akses teknologi, akses pemasaran, dan akses
modal serta dapat mendorong peran institusi pengawas, industri pangan hingga
perguruan tinggi jika diperlukan adanya tenaga professional agar HACCP dapat
berjalan baik.
4. Penerapan HACCP yang sukses akan terbentuk bila UMKM menerapkan
HACCP

di

sepanjang

mengharmonisasikan

supply

produk

chain

UMKM

dengan
dengan

baik

dalam

persyaratan

yang

rangka
akan

diberlakukan oleh anggota ASEAN pada tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1995. Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Mutu
Hasil Pertanian Terpadu Komoditi Pangan. Bandung: Widya Padjajaran.
S. Bjerklie, 1992. HACCP in your plant: what HACCP is. What it isn't and how your
operations will be affected. Journal Direct Science.
G. Borgstrom, 1968. Principles of Food Science, vol. 2. Food Microbiology and
Biochemistry. New York: Mac-Millan.
Our HACCP Team, 2006. Panduan Penyusunan Rencana HACCP Bagi Industri Pangan.
eBook Pangan.com.
Ratih, Dewanti., Hariyadi, 2013. HACCP Pendekatan Sistematik Pengendalian Keamanan
Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.
15

(http://www.alpindonesia.org/index1.php?view&id=265, diakses Kamis, 26 Desember 2013
pukul 07.54)

16