Epistemologi Ilmu dari Sudut Pandang Isl

Epistemologi Ilmu dari Sudut Pandang Islam dan Sains Sekuler
A. Pendahuluan
Secara umum epistemologi dapat dijelaskan sebagai cabang filsafat membahas ruang
lingkup dan batas-batas pengetahuan. Study ini mencari jalan untuk memecahkan pertanyaanpertanyaan mendasar yang meliputi pengkajian sumber-sumber watak, dan kebenaran
pengetahuan, yaitu apa yang dapat diketahui oleh akal manusia? Darimanakah kita memperoleh
ilmu pengetahuan? Apakah kita dapat diandalkan atau harus puas hanya dengan pendapatpendapat dan sangkaan-sangkaan? Apakah kemampuan kita terbatas dalam mengetahui fakta
pengalaman indera, atau kita ini dapat mengetahui yang lebih jauh dari pada apa yang
diungkapkan oleh indra? 1
Epistimologi membahas tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana manusia bisa
meraih ilmu. Ilmu atau knowledge merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Namun, dalam pemahaman mengenai sumber dan cara memperoleh ilmu ini terdapat
perbedaan, sehingga nantinya menimbulkan ilmu yang bersifat agama dan ilmu yang sifatnya
duniawi.
Perbedaan ini disebabkan oleh substansi dari ilmu pengetahuan duniawi, yang
diidentikkan kepada ilmu pengetahuan barat-modern, meskipun peradaban barat ini
menghasilkan ilmu yang bermanfaat, namun disadari atau tidak ilmu ini juga menyebabkan
kerusakan dalam kehidupan manusia khususnya terhadap keyakinan umat Islam. Karena ilmu
barat-sekuler, tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama, namun berdasarkan tradisi
budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekuler yang
memusatkan manusia sebagai makhluk rasional.2


B. Pembahasan
1.

Epistemologi Ilmu dari Sudut Pandang Islam
Islam Dari segi bahasa Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang
mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Menurut istilah islam adalah agama yang
ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada Umat melalui Nabi Muhammad SAW.3
Epistimologi Ilmu dalam pandangan islam adalah ilmu yang membahas tentang
hakekat sumber pengetahuan serta metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dengan sudut pandang keislaman.
Dalam Islam diajarkan bahwa Allah SWT, merupakan sumber dari segala sesuatu.
Ilmu dan kekuasaannya meliputi bumi dan langit, yang nyata maupun yang gaib, dan
tidak ada segala sesuatupun yang luput dari pengawasannya. Ini bukanlah bentuk suatu

1 Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Kencana, Jakarta : 2005, h 87
2 Solihin, Epistimologi Ilmu dalam Sudut Pandang Al-Ghazali, Pustaka Setia, Bandung: 2001,h 46
3 Harun Nasution, filsafat islam, UI press, Jakarta: 1978, h 10

1


doktrin yang memaksa umat manusia untuk mengakui kebesaran Allah SWT, sehingga
menyebabkan umat Islam tidak perlu bersusah-susah untuk mengembangkan ilmu karena
semuanya telah menjadi kepunyaan Allah SWT, justru Islam mengajarkan dengan
mengakji ilmu pengetahuan akan mampu untuk mengenal Allah SWT. Tentu hal ini
berbeda kasusnya dengan kondisi pada eropa pada abad pertengahan, yang terlalu tunduk
dengan doktrin gereja, sehingga ilmu tidak mengalami perkembangan.
Menurut buku Menuju Pemikiran Filsafat karangan Muhammad In’am Esha
Mengambil kesimpulan bahwa sumber pengetahuan yang dimungkinkan bagi manusia
adalah :
a. Idrak al-hawas, berasal dari pengalaman yang bersandar pada persepsi indra.
b. Akal/Rasio, berasal dari pemikian.
c. Intuitif, yang bersandar pada hati.
d. Khabar Shadiq. Pengetahuan yang bersumber pada otoritas atau kesaksian smber
yang percaya dan juga wahyu.4
Adapun sumber-sumber dalam epistimologi ilmu Islam yang diwakili oleh
epistimologi ilmu Al-Ghazali adalah Al-Qur’an, hadits, indera, akal dan hati. Berikut
akan dijelaskan kedudukan masing-masing sumber tersebut dalam epistimologi ilmu
Islam.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT, yang diturunkan kepada

Rasulullah Muhammad SAW. Oleh karena itu, Al-Qur’an menempati urutan
pertama dalam hierarki sumber ilmu dalam epistimologi Islam. Tanpa
mengecilkan kitab-kitab yang lain, Al-qur’an sendiri ternyata memiliki
keistimewaan daripada kitab-kitab yang terdahulu yang hanya diperuntukkan bagi
satu zaman tertentu. Dengan keistimewaan tersebut Al-Qur’an mampu
memecahkan problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan yaitu rohani
dan jasmani, masalah sosial serta ekonomi, dll.5
b. Hadist
Al-qur’an dan hadits, adalah pedoman hidup, sumber hukum, ilmu dan
ajaran islam, serta merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Al-Qur’an merupakan sumber primer yang banyak memuat pokokpokok ajaran Islam, sedangkan hadits merupakan penjelas (bayan) bagi
keumuman isi Al-Qur’an.6
c. Pancaindera

4 Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, UIN Maliki Press, Malang : 2010, h, 104
5 Adrian Husaini, Filsafat Ilmu Persfektif Barat dan Islam, Gema Insani Jakarta:), h 93
6 Ibid, 99

2


Secara fitrahnya, manusia dibekali Allah dengan pancaindera, yaitu mata,
hidung, telinga, lidah dan kulit. Ilmu yang diperoleh melalui indera disebut
sebagai ilmu inderawi atau ilmu empiris. Ilmu indrawi ini dihasilkan dengan cara
persentuhan indera-indera manusia dengan rangsangan yang datang dari luar
(alam), jadi dari persentuhan (penginderaan) inilah kemudian dihasilkan ilmu.
Namun sebagai sumber ilmu pengetahuan, apakah indra telah cukup memadai
untuk dijadikan sebagai patokan sumber ilmu?, mengingat indra manusia
memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini menyebabkan timbulnya kesalahan
persepsi dari manusia mengenai suatu objek.
Pertanyaan di atas bisa dijawab melalui pernyataan imam Al-Ghazali, AlGhazali memasukkan metode inderawi sebagai cara yang dilakukan manusia
untuk memperoleh ilmu. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa metode indrawi ini
sangat sederhana dan mudah dipahami sehingga ilmu yang didapatkanpun sangat
sederhana. Dari persoalan kesederhanaan dan penampakan lahiriah inilah AlGhazali berasumsi bahwa ilmu yang diperoleh secara indrawi merupakan ilmu
yang penuh dengan tipu daya. Hal ini dikarenakan pengalaman membuktikan
bahwa ilmu indrawi tunduk di bawah ilusi dan kesesatan.7
Penjelasan mengenai tipu daya yang dimaksudkan oleh Al-Ghazali ini
terdapat dalam karyanya yang berjudul Mi’yar Al-Ilm, terutama dalam
pembahasan mengenai ilmu, sebagai contoh Al-Ghazali mengemukakan tentang
indera penglihatan atau mata, indra mata menyaksikan bahwa matahari ukurannya
kecil dan bintang-bintang tampak seakan-seakan mutiara-mutiara yang tersebar di

atas hamparan kebiruan. Akan tetapi, akal membuktikan bahwa matahari lebih
besar daripada bumi dan bintang-bintang juga lebih besar daripada yang tampak
oleh mata kita.8
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa Al-Ghazali mengakui
bahwa ilmu dapat diperoleh melalui indera, tetapi ilmu yang dihasilkan bukan
ilmu yang meyakinkan. Ilmu seperti ini masih bersifat sederhana, penuh keraguan
dan belum sampai pada ilmu yang hakiki.
d. Akal
Di samping pancaindera yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, akal
juga merupakan alat yang dimiliki manusia untuk memperoleh ilmu. Jika
pengetahuan melalui pancaindera belum memadai untuk dijadikan acuan
mengetahui sesuatu, maka diperlukan bantuan alat atau sumber lain untuk
pengetahuan kita tentang sesuatu, alat tersebut adalah akal. Dalam pandangan
ilmu barat ilmu yang berdasarkan akal disebut dengan rasionalisme.
Akal menurut Al-Ghazali diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan yang
sempuran dan mulia, sehingga dapat membawa manusia pada derajat yang tinggi.
7 Solihin,Op,cit, h 41
8 A.H Mustofa, , Filsafat Islam, CV Pustaka Setia, Bandung: 1997, h 224

3


Berkat akal inilah, semua makhluk tunduk kepada manusia, sekalipun fisiknya
lebih kuat daripada manusia. Kedudukan akal seperti seorang raja, ia memiliki
banyak pasukan, yakni: tamyiz (kemampuan membedakan), daya akal dan
pemahaman. Kebahagiaan spiritual adalah akal, karena menyebabkan aspek fisik
memperoleh kekuatan. Jiwa (roh) bagaikan lampu, sedangkan sinarnya adalah
akal, yang menyinari seluruh tubuh. Al-Ghazali bahkan menyebutkan bahwa akal
lebih patut disebut sebagai cahaya daripada indera.9
Dari pandangan Al-Ghazali tentang akal, dapat dipahami bahwa pada
dasarnya akal merupakan syarat bagi manusia untuk memproses dan
mengembangkan ilmu, sebagaimana hidup yang menjadi syarat bagi adanya gerak
dan perasaan. Akal adalah alat untuk berfikir guna menghasilkan ilmu sehingga
dalam proses berpikirnya dibutuhkan indera. Indera adalah abdi dan pengikut
setia akal. Indera ini dipengaruhi oleh keanekaragaman fenomena alam, tempat
dan waktu, dengan kemajemukan kebaikan dan keburukan, kesalehan dan
kemaksiatan. Jelaslah bahwa indera dipengaruhi oleh kehidupan duniawi, yang
juga berpengaruh pada tujuan penggunaan akal.
Dalam kaitannya dengan ilmu, akal dan indera tidak dapat dipisahkan
secara tajam karena keduanya saling berhubungan dalam proses pengeolahan
ilmu. Dengan demikian, aktivitas akal dalam mengolah rangsangan inderawi

merupakan jalan untuk memperoleh ilmu. Namun akal pada perkembangannya
juga belum mampu untuk menjelaskan seluruh fenomena alam, akal hanya
mampu menjelaskan hal yang sifatnya nyata sedangkan hal yang gaib atau
metafisika tidak mampu dijangkau oleh akal.
e. Qalb (Hati)
Terminologi qalb (hati) merupakan istilah yang sering digunakan oleh AlGahzali. Dalam pandangan Al-Ghazali qalb memiliki dua pengertian, yakni
pertama qalb didefinisikan sebagai daging yang bersuhu panas berbentuk kusama
berada di sisi sebelah kiri dada, di dalam isinya ada rongga yang berisi darah
hitam sekali, dan kalbu itu tempat melahirkan jiwa yang bersifat hewani. Makna
ke-dua adalah sangat lembut, pembimbing rohaniyah yang memiliki dengan kalbu
yang berupa jasmani itu ketergantungan kepada anggota-anggota badan dan sifatsifat yang disifati, kelemah lembutan itulah hakikat manusia yang mengerti, yang
alim, penceramah, pencari ilmu, pahala, dan ganjaran. 10
Qalbu itu sendiri dalam pandangan Al-Ghazali sebagai penunjukan esensi
manusia serta sebagai salah satu alat dalam jiwa manusia yang berfungsi untuk
memperoleh ilmu. Ilmu yang diperoleh dengan alat qalbu lebih mendekati ilmu
tentang hakikat-hakikat melalui perolehan ilham. Kemampuan menangkap

9 Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistimologi Islam, Mizan, Bandung: 2003, h 21
10 Adrian Husaini,Loc,cit, h 107


4

hakikat dengan jalan ilham digantikan oleh intuisi (adz-dzawq), yang pada bukubuku filsafat diperoleh dengan “aql al-mustafad”.11
2. Epistemologi Ilmu dari Sudut Pandang Sains Sekuler
Kata sains berasal dari kata science yang berarti pengetahuan. Kata sains berasal
dari bahasa latin yaitu iscire yang berarti tahu atau mengetahui. Sedangkan dalam bahasa
arab disebut dengan al`ilm yang berarti tahu, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut
dengan ilmu atau ilmu pengetahuan.
Kata sekuler berasal dari bahasa Inggris yang berarti yang berarti bersifat
duniawi, fana, temporal yang tidak bersifat spiritual, abadi dan sacral, kehidupan di luar
biara, dan sebagainya.12
Dari arti kamus tersebut sekuler dapat dipahami sebagai alur pemikiran yang
membebaskan diri dari hal-hal yang bersifat religi dan berkecenderungan kepada hal-hal
yang bersifat duniawi dan kebendaan.
Harun Nasution mengatakan bahwa kata sekulerisme dan sekulerisasi berasal dari
bahasa latin, saeculum yang berarti abad, sekuler berarti seabad. Seperti permainan yang
terjadi sekali dalam seabad.
Sekuler mengandung arti sebagai hal yang bersifat duniawi, berarti segala
kegiatannya, apakah dibidang pendidikan, pekerjaan, profesi dan lain sebagainya tidak
ada hubungannya dengan agama. Segala akibat dan permasalahan yang mungkin timbul

tidak ada sangkut pautnyadengan ajaran agama maupun kepercayaan yang bersifat
spiritual.
B. Wilson mengatakan bahwa sekulerisasi adalah cara hidup yang memisahkan
agama dengan urusan Negara, sedangkan sekuleris adalah orang yang berpegang pada
sekulerisme dan memparktekkan sekulerisasi dalam kehidupan berbagnsa dan
bernegara.13
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa kehidupan meliputi berbagai aspek
kehidupan individu, masyarakat, berbangsa,bernegara, pendidikan dan sektor kehidupan
lainnya. Sekulerisme berusaha membebaskan manusia dari pemikiran yang terkait dengan
keagamaan dan metafisika. Pemikiran sekuler berusaha membebaskan manusia dari halhal yang bersifat ukhrawi dan memfokuskan diri kepada hal-hal yang bersifat duniawi
dan materi belaka.
Pada awalnya ajaran sekuler lahir dari gerakan protes terhadap social dan politik.
Istilah sekuler pertama kali diperkenalkan oleh George Jacub Holyoake pada tahun 1846
Masehi. Meskipun George Jacob Holyoake pada awalnya mendapatka pendidikan
keagamana, tetapi karena keadaan sosial politik pada waktu ia masih remaja telah

11 Solihin, Loc,cit, h 46
12 M. Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, Pusataka Setia, Bandung: 2007, h 244
13 Ibid, 245


5

merubah dirinya menjadi seorang yang sekuler sehingga akhirnya ia dijuluki sebagai
bapak sekulerisme.14
Dari uraian tersebut terindikasi bahwa seseorang yang agamis pun dapat menjadi
orang yang sekuler sejati tatkala tidak mampu mengendalikan diri dan tidak mempunyai
kesabaran dan keimanan yang kuat. Kesabaran dan keimanan yang kuat akan
membentengi seseorang dari sekulerisme.
Sekulerisme mengalami puncak kekestriman pada pemikiran materialisme
historis. Kemudian pada masa sekuleris memoderat agama dianggap sebagai masalah
pribadi.15 Dari kutipan tersebut tergambar bahwa sekulerisme erat kaitannya dengan
materialisme dalam dunia filsafat. Dalam pandangan filsafat sekuler prinsip moralitas
alamiah, bebas dari wahyu dan supranatural harus dienyahkan dari pemikiran manusia,
pemikiran sekuler harus mengedepankan pengetahuan yang berdsarkan kebenaran ilmiah,
kebenaran yang bersifat sekuler tanpa ada hubungannya dengan agama maupun
metafisika.
Sekulerisme lahir dari sebuah pertentangan antara ilmu dan agama kristen. Ilmu
mengedepankan independensinya yang mutlak, sehingga bersifat sekuler. Kebenaran
ilmiah yang diperoleh melalui metode ilmiah telah meghasilkan kemajuan kemajuan
ilmu-ilmu sekuler seperti matematika, fisika, dan kimia telah berhasil membawa

kemajuan bagi kehidupan manusia.16
Anggapan ini terdapat kelemahan karena nafikan aspek kemanusiaan dan nilai
moral religi. Dengan ladsan ilmiah dan akal mereka mengusulkan agar kebenaran ilmiah
menjadi dasar darietika bukan etika yang menjadi dasar ilmiah.pemikiransekuler sangat
anti terhadap agama dan lebih mengedepankan aspek rasio dan kecerdasan,berdasarkan
prisnsip kemampuan rasio dan kecerdasan mereka menganggap bahwa ilmu pengetahuan
mampu mengajarkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kebahagiaan.
Ilmu menurut paham sekulerisme mampu menghilangkan kebejatan moral dan
menghilangkan kemiskinan.17
Keyakinan bahwa ilmu pengetahuan dapat menghasilkan kebahagiaan, situasi
yang mapan dan banyaknya materi dapat menghilangan kebejatan moral dan
menghilangkan kemiskinan adalah suatu kebohongan dan sesuatu prinsip yang tidak
dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Dari pendapat mereka sebenarnya paham
sekulerisme telah membantah dirinya sendiri. Apakah mungkin kemapanan dan
banyaknya materi dapat menghilangkan kemiskinan dan kebejatan moral? Apakah dapat
dibuktikan bahwa ilmu mampu membuat prinsip yang mampu membuat situasi yang
mapan dan berkecukupan materi sehingga dapat meghilangkan kemiskinan dan kebejatan
moral?
Apakah suatu yang mungkin dan masuk akal, ketika pemuja ilmu sekuler
menyatakan akan mampu menciptakan kebaikan dan keluhuran moral dengan ilmu yang
14 Ibid, 246
15 Ibid, 247
16 Ibid, 248
17 Ibid, 249

6

mereka miliki, ilmu yang secara-terang-terangan melepaskan diri dari agama? apakah
ilmu yang bebas nilai akan dapat memberi kebenaran hakiki? Dalam konsep Barat/
sekuler ilmu berhubungan dengan masalah empiri sensula’induktif’, empiri logik
’deduktif. Dalam konsep Barat sesuatu dapat dijadikan ilmu dan dianggap ilmu kalau
sudah terbukti secara empiris.
Menurut aliran rasionalisme kebenaran dapat dikatakan benar jika sesuai dengan
kenyataan, jadi sesuatu yang dianggap benar harus sesuai dengan kenyataan ataudapat
dibyktikan, kalau sesuatu itu tiudak dapat lihat secara nyata maka hal tersebut tidak
dianggap benar karena tidak sesuai dengan kenyataan. Aliran ini juga berpendapat bahwa
pengalaman dan pengamatan bukan jaminan untuk mendapatkan kebenaran.
Para rasionalisme berprinsip bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi. Akal
budi akan mampu menemukan kebenaran dan pengetahuan yang kan secara terus menrus
mencari kebenaran hingga ke akar permasalahan. Aliran ini berusaha menghilangkan
aspek pengamatan inderawi sebagai alat untuk mendapatkan kebenaran, tetapi mereka
lebih mengunggulkan akal untuk mencapai kebenaran dan pengetahuan.
Tetapi pencarian kebenaran dengan metode rasional menurut Jujun S.
Suriasumantri pemikiran rasionalisme dengan deduktifnya menghasilkan kesimpulan
yang benar bila ditinjau dari sisi alur logika, tetapi sangat bertentangan kenyataan yang
sebenarnya.18 Dengan demikian metode rasional dalammencari kebenaran mempunyai
kelemahan.
Epistemologi sains dalam pandangan sekuler mencoba mencari kebenaran dengan
metode ilmiah. Metode ini dianggap valid dalam menemukan kebenaran.dengan metode
ilmiah mereka mendapatkan ilmu. Ilmu dapat dikatakan sebagai ilmu kalau telah
memenuhi metode ilmiah. Pengetahaun dapat dikatakan sebagai ilmu jika telah
memenuhi kaidah ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara kerja
pikiran. Sehingga nantinya akan menghasilkan pengetahuan yang memenuhi syaratsyarat ilmiah. Metode ilmiah berusaha menggabungkan cara berfiir deduktif dan
induktif.19 Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa metode ilmiah menggabungkan
pemikiran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif mengacu kepada rasionalisme
sedangkan induktif mengacu kepada empirisme.
Untuk lebih memperjelas uaraian tersebut akan dipaparkan lebih lanjut sebagai berikut:
aliran rasionalisme menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan,
pengetahuan yang benar dapat diperoleh dan diukur dengan akal manusia. Dengan akal
manusia dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran.
Aliran rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh
pengetahuan, menurut aliran ini indra diperlukan untuk merangsang akal manusia dan
memberi bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja dengan baik. Tetapi
menurut aliran ini akal dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran. Menurut aliran
18 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar harapan, Jakarta: 1995, h 112
19 Ibid, 119-120

7

ini keputusan-keputusan tentang kebenaran yang rasional dan dapat dibuktikan dengan
konsistensi logis proposisi-proposisi kebenaran tersebut, atau apa yang dikatakan sesuai
dengan kenyataan maka itu dianggap sebagai kebenaran.20
Dari penjelasan tersebut memungkinkan seseorang mendewa-dewakan akal
sebagai puncak dari kepercayaannya terhadap otoritas akal. Tidak itu saja, manusia yang
terjebak kepada pendewaan akal akan terjerumus untuk melakukan kesyirikan, ketidak
percayaan terhadap kekuasaan Allah, terutaam kebenaran wahyu. Artinya adalah wahyu
bisa jadi tidak penting bagi penganut rasionalisme karena akal sudah cukup untuk
mengetahui kebenaran dan pengetahuan.
Rasionalisme beranggapan bahwa pengalaman atau pengamatan bukan jaminan
untuk mendapatkan kebenaran. Karenamenurut mereka realitas yang dapat dicapai
validitasnya dapat dicapai tanpa bantuan dari empirisme. Sebagai argumen mereka adalah
dengen menerapkan pola pikir deduksi dan intuisi. Yang kedua pola pemikiran tersebut
tidak memerlukan metode empirisme.
Rasionalisme juga berprinsip bahwa sumber pengetahuan berasal dari akal budi.
Rasionalitas yang dipunyai manusia akan menalar, menemukan sumber-sumber ilmu
pengetahuan baru, dan menggagas kebenaran yang berasal dari rasio dan akal budi.
Empirisme berarti pengelaman indrawi. Aliran ini mempercayai bahwa indrawi
manusia sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah yang berhubungan
dengan dunia dan pengalaman batiniah yang berhubungan dengan pribadi manusia.
Penjelasan tersebut menggambarkan bahwa indra manusia adalah sumber
pengetahuan manusia, baik jasmani maupun rohani. Dengan demikian manusia
mempunyai kemampuan untuk mendapatkan ilmu dengan indra yang dipunyainya, tidak
harus dengan wahyu, keyakinan seperti ini akan mungkin terjadi ketika seseorang
mengikuti pola pemikiran aliran empirisme. Karen mereka beranggapan pengalaman
adalah guru yang terbaik untuk mendapatkan pengetahuan dan kebenaran.
Penganut empirisme akan mendapatkan pengetahuan tentang dunia berdasarkan
apa yang telah diserap oleh indera. Aristoteles merumuskan bahwa tidaka ada sesuatu
dalam pikiran, kecuali yang sebelumnya telah diserap oleh indra.21 Dari pendapat
Aristoteles tersebut menyiratkan bahwa manusia tidak mengetahui apapun sebelum indra
mereka menyerap sesuatu dari luar dirinya. Dalam arti ketika manusia belum
memfungsikan indranya dengan baik maka selama itu manusia tidak berpengetahuan.
Pendapat Aristoleles tersebut juga dianut oleh Joh Locke, Locke menyatakan
bahwa semua pikiran dan gagasan manusia berasal dari sesuatu yang telah didapat
sebelumnya. Jadi sebelum indra manusia berfungsi dengan baik dalam arti belum
merasakan sesuatu maka pikiran manusia seperti tabularasa ’kertas kosong’22
Pendapat Locke tersebut memperkuat pendapat Aristoteles, dengan anggapan
tersebut dapat dipahami bahwa ketika manusia berhenti menggunakan indranya maka
20 M. Solihin, Op.Cit., h 145
21 Ibid, 157
22 Ibid, 160

8

pengetahuannya tidak akan bertambah, seperti ketika manusia tertidur, maka dalam
keadaan tersebut manusia tidak mendapatkan pengetahuan.
Dalam pandangan sekuler pengetahuan berawal dari keraguan, dengan keraguan
tersebut manusia berusaha membangun sebuah pengetahuan, yang mereka teliti dengan
kerangak berfikir ilmiah, dengan pola deduktif maupun induktif.
Dapat diambil kesimpulan epistemologi ilmu dari sudut pandang islam dan barat yaitu ;
Epistemologi Islam
Epistemologi Barat
Didasarkan kepada kajian metafisika
Didasarkan kepada praduga-praduga
Sumber kepada wahyu, akal sehat, panca Sumber hanya kepada akal (rasio) dan
indra dan intuisi
data/fakta empiris
Pendekatannya bersifat tauhidi
Objeknya fisik dan sekaligus metafisik
Ilmu syarat dengan nilai (value full)
Validitas kebenaran konteks (data & fakta)
diselaraskan dengan teks (wahyu)

Pendekatannya bersifat dikothomi
Objeknya fisik, observable & penalaran
Ilmu bebas nilai (free value)
Validitas kebenarannya hanya bertumpu
kepada rasio-empiris

Berorientasi dunia dan akherat

Berorientasi kepada dunia semata23

C. Penutup
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah
keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya.

23 Avry, Epistemologi Islam dan Barat, Makalah, Tanggal 12 Mei 2016, Pukul 22:46 WIB.

9