REPOSISI VARIABEL DALAM PENELITIAN PEMBE

Jurnal Analisis Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia (JA-DIKDASMEN)
e-ISSN: 2460-5905
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015, 71-84

REPOSISI VARIABEL DALAM PENELITIAN
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH BERBASIS TEORI
DESKRIPTIF
Mutrofin
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FKIP-Universitas Jember
e-mail: cakfifin@yahoo.co.id

Abstract
For long-time, research on instructional in elementary and middle
school setting based on “a model for the study of classroom
teaching” by Dunkin & Biddle that includes four group variables,
namely, presage variables, contex variables, process variables,
and product variables. The aim of this article is recognition
instructional variables reposition within instructional sains
perspective (instructional design) based on instructional
descriptive theory. Contrary to “a model for the study of
classroom teaching”, descriptive theory of instructional includes

three main variables so-called instructional method variables,
instructional condition variables, and instructional outcomes
variables.
Keywords: Instructional variables, descriptive theory.

JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905 [Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015]

| 71

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

PENDAHULUAN
Para mahasiswa lembaga pendidikan tenaga kependidikan
(LPTK) dalam menyelesaikan
tugas akhir skripsi, thesis dan disertasi pada umumnya melakukan
penelitian dengan latar pembelajaran. Demikian halnya dengan para
tenaga pendidik seperti guru dan
dosen di LPTK. Penelitian berlatar
pembelajaran dilaksanakan di lingkungan pendidikan anak usia dini
(PAUD), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP),

maupun di sekolah menengah atas/
kejuruan (SMA/SMK). Sebagian
besar penelitian bertujuan untuk
membuktikan determinan atau korelat hasil pembelajaran. Hasil pembelajaran diposisikan sebagai variabel terikat (tergantung), baik hasil
pembelajaran yang nyata (actual
outcomes) maupun hasil pembelajaran yang diinginkan (desired
outcomes).
Pengalaman membimbing para
mahasiswa dan guru, pada umumnya mereka menggunakan dua jenis

72

pendekatan atau perspektif penelitian pembelajaran. Perspektif pertama adalah perspektif teori “model pembelajaran di kelas” (a model
for the study of classroom teaching) dari
Dunkin & Biddle (1974). Menurut
Shulman (1986), perspektif teori
ini disebut juga sebagai teori “riset
proses-produk.” Sebagaimana
ditunjukkan Gambar 1, perspektif
ini menjelaskan bahwa variabel

hasil belajar suatu bidang studi baik
yang bersifat dengan segera bisa
dikenali atau diukur (immediate)
seperti pertumbuhan kognitif, sikap
dan keterampilan siswa maupun
yang bersifat jangka panjang seperti
kepribadian dewasa, profesionalitas
jabatan dan sebagainya dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel.
Kelompok variabel pertama disebut sebagai variabel penanda
(presage variables); kelompok
variabel kedua disebut sebagai variabel konteks (contex variables); dan
kelompok variabel ketiga disebut
variabel proses (process variables)
(Wittrock, 1986).

JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

Gambar 1. Model Teoretik Pembelajaran di Kelas Dunkin & Biddle

(Sumber: Shulman, 1986: 6, Dikutip Tanpa Izin)

Perspektif kedua adalah teori
“disposisi belajar” Istilah ini dintroduksikan oleh Fraser, et.al. (1987).
Perspektif teori disposisi belajar
berangkat dari teori faset-faset
belajar sebagai suatu sintesis dari
model-model belajar di sekolah
sebagaimana dikemukakan Carrol
(1963), Bloom (1976) dan Glasser
(1980). Seperti ditunjukkan Gam-

Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

bar 2, perspektif teori disposisi
belajar menjelaskan bahwa hasil
belajar (pembelajaran) dipengaruhi
oleh 5 kelompok variabel, yaitu
kelompok variabel sosial (social
factors), kelompok variabel sekolah,

kelompok variabel pengajar,
kelompok variabel pengajaran, dan
kelompok variabel siswa yang
menjalani proses pembelajaran.

73

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

Gambar 2. Model Teoretik Disposisi Belajar Fraser (Sumber: Fraser,
et.al. 1987: 147. Dikutip Tanpa Izin)
Harus diakui, perspektif teori
“model pembelajaran di kelas”
Dunkin & Biddle, serta perspektif
teori “disposisi belajar” Fraser
memang memiliki model yang
sangat rumit. Bagi peneliti pemula,
yakni para mahasiswa dan guru
yang akan meneliti hasil pembelajaran”mengingat tingkat kerumitannya”kedua perspektif tersebut dipandang sulit dimanajemeni (unmanageable). Selain
melibatkan teknik analisis statistik

yang berat, para peneliti pada
74

umumnya merasa belum memiliki
kapasitas dan kapabilitas mengaplikasikan kedua perspektif teori tersebut dalam penelitian pembelajaran. Alhasil, biasanya mereka
meneliti sepotong demi sepotong,
tidak menyeluruh. Hal itu bisa dilihat dari sumirnya judul penelitian
yang mereka ajukan. “Jalan pintas”
yang kemudian diambil dengan
risiko akademik kecil adalah memilih metode riset tindakan kelas
(classroom action research) yang tingkat
generalisasinya rendah.
JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

Guna menjembatani “kesulitan” yang dialami jika menggunakan
kedua perspektif tersebut, maka
artikel ini mengenalkan kembali
teori deskriptif pembelajaran yang

lebih “sederhana” namun dipandang lebih komprehensif dalam
menjelaskan korelat atau determinan inti hasil pembelajaran. Melalui
model teoretik yang tidak rumit,
para peneliti hasil pembelajaran
diharapkan bisa mereposisi kembali
variabel-variabel pembelajaran
sehingga mampu membentuk satu
proposisi yang konkret dan dapat
diterapkan.
Perspektif teori deskriptif
dalam pembelajaran sebagaimana
dikemukakan Regeluth (1983,
1999, 2009), dan juga Landa
(1983), menjelaskan bahwa hasil
belajar atau hasil pembelajaran
dipengaruhi oleh dua kelompok
variabel dan interaksinya. Kelompok variabel pertama adalah variabel metode pembelajaran yang
terdiri atas metode penyampaian,
metode pengorganisasian dan
metode pengelolaan. Kelompok

variabel kedua adalah variabel
kondisi pembelajaran yang meliputi
tujuan dan karakteristik bidang
studi, kendala dan karakteristik
bidang studi, dan karakteristik

Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

siswa atau mahasiswa. Sedangkan
hasil pembelajaran secara umum
meliputi keefektifan, efisiensi, dan
daya taik pembelajaran.
PEMBAHASAN
Variabel Pembelajaran
Karya nyata para teoritisi dan
periset yang hingga kini banyak
dirasakan manfaatnya dalam penerapan ilmu pembelajaran adalah
eksperimentasi mereka dalam
menglasifikasikan berbagai variabel
atau komponen sistem pembelajaran (Degeng, 2013). Sistem pembelajaran dibangun oleh berbagai

komponen atau variabel sebagaimana telah dikemukakan oleh para
ilmuwan pembelajaran. Glaser
misalnya (1965, 1976), menyebutkan empat komponen dari psikologi
pembelajaran (four components of
psychology of instruction), yaitu: (1)
analisis isi bidang studi (analyzing
the subject matter); (2) diagnosis
kemampuan awal siswa (diagnosing
preinstructional behavior); (3) proses
pembelajaran (carrying out the instructional process); dan (4) pengukuran hasil belajar (measuring learning
outcomes). Sementara ilmuwan lain,
yakni Herbert A. Simon (1969),
yang mengenalkan ilmu merancang
(a design science), mengemukakan tiga
75

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

komponen sistem pembelajaran,
yaitu: (1) pilihan tujuan atau prasyarat (alternative goals or requirements); (2) kemungkinan tindakan

(possibillities for action); dan (3)
parameter baku atau kendala (fixed
parameters or constraints).
Variabel pembelajaran lain dikemukakan oleh Reigeluth &
Merrill (1978, 1979), dan dipandang memadai serta rinci sebagai
landasan teori pembelajaran. Teori

INSTRUCTIONAL
CONDITIONS

INSTRUCTIONAL
METHODS

mereka hingga kini banyak dianut
oleh sebagian besar ilmuwan pembelajaran. Berbeda dengan Glaser
dan Simon, Reigeluth & Merrill
mengenalkan tiga komponen atau
variabel pembelajaran, yaitu: (1)
metode pembelajaran (instructional
methods); (2) kondisi pembelajaran

(instructional conditions); dan (3) hasil
pembelajaran (instructional outcomes).
Ketiganya divisualisasikan dalam
Gambar 3 berikut ini.

SUBJECT-MATTER
SUBJECT-MATTER CHARACTERISTICS
CHARACTERISTCS
GOALS
CONSTRAINTS
GOALS
CONSTRAINTS

ORGANIZATION
AL STRATEGIES
 Micro strategies
 Macro strategies

INSTRUCTIONAL
OUTCOMES

DELIVERY
STRATEGIES

STUDENT
STUDENT
CHARACTERISTICS
CHARACTERISTICS

MANAGEMENT
STRATEGIES

EFFECTIVENESS
EFFICIENCY
APPEAL
of the Instruction

Gambar 3. Kerangka Teoritik Penglasifikasian Variabel Pembelajaran
yang Dihipotesiskan Saling Mempengaruhi (Sumber: Reigeluth, 1983:
19, Dikutip Tanpa Izin).
1. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara-cara yang
berbeda untuk mencapai hasil pem-

76

belajaran yang berbeda di bawah
kondisi pembelajaran yang berbeda
pula. Makna metode pembelajaran
ini sepadan dengan possibilities for
JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

action dari Simon, atau dengan komponen proses pembelajaran dari
Glaser. Pemilihan, penetapan, dan
pengembangan metode pembelajaran merupakan titik tekan utama
dalam mendesain pembelajaran.
Ada tiga variabel penting dalam
komponen ini, yakni: (1) strategi
pengorganisasian (organizational
strategy), (2) strategi penyampaian
(delivery strategy), dan (3) strategi
manajemen atau pengelolaan (management strategy) (Reigeluth, 1983).
Strategi pengorganisasian adalah metode untuk mengorganisasi
isi bidang studi atau mata ajar yang
telah dipilih untuk pembelajaran.
Istilah ini mengacu kepada suatu
tindakan atau aktivitas seperti pemilahan dan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat
dengan itu. Setiap guru dapat
memilih satu dari dua jenis strategi,
yakni strategi mikro apabila organisasi isi pembelajaran hanya mencakup satu konsep, prosedur atau
prinsip; atau memilih strategi makro
jika organisasi isi pembelajaran
mencakup lebih dari satu konsep,
prosedur atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata
urutan, membuat sintesis, dan

Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

rangkuman isi pembelajaran (apakah itu fakta, konsep, prosedur,
atau prinsip) yang saling berkaitan.
Pemilihan isi, berdasarkan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai,
mengacu kepada penetapan faktafakta, konsep-konsep, atau prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip
apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan
isi mengacu kepada keputusan
untuk menata dengan urutan tertentu fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip yang akan diajarkan.
Pembuatan sintesis mengacu kepada keputusan tentang bagaimana
cara menunjukkan keterkaitan
diantara fakta-fakta, konsep-konsep, prosedur-prosedur, atau prinsip-prinsip. Pembuatan rangkuman
mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan
tinjauan ulang fakta, konsep, prosedur, atau prinsip, serta kaitankaitan yang sudah diajarkan.
Strategi penyampaian adalah
metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau
untuk menerima serta merespons
masukan yang berasal dari siswa.
Kecuali berfungsi untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada
siswa, strategi penyampaian juga

77

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

berfungsi untuk menyediakan
informasi atau bahan-bahan yang
diperlukan siswa guna menampilkan kinerja (performance), misalnya latihan dan tes. Dalam hubungan itu, sekurang-kurangnya ada
lima kriteria yang dapat dijadikan
landasan argumentatif pemilihan
strategi penyampaian, yakni: (1)
tingkat kecermatannya dalam mendeskripsikan sesuatu, (2) tingkat
interaksi edukatif yang mampu
ditimbulkannya, 3) tingkat kemampuan spesifik yang dimilikinya, (4)
tingkat motivasi yang dapat
dibangkitkannya, dan (5) tingkat
biaya yang diperlukannya.

2. Kondisi Pembelajaran

Strategi manajemen (pengelolaan) pembelajaran menunjuk
kepada komponen variabel strategi
yang berurusan dengan bagaimana
menata interaksi antarsiswa dengan
variabel-variabel strategi pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi pengorganisasian dan penyampaian mana yang
digunakan dalam pembelajaran.
Menurut Degeng (2013), paling
tidak ada tiga klasifikasi penting
variabel strategi manajemen, yaitu:
penjadwalan, pembuatan catatan
kemajuan belajar siswa, dan
motivasi.

Menurut Reigeluth & Merrill
(1979), ada 3 kelompok variabel
penting kondisi pembelajaran,
yaitu: (1) tujuan dan karakteristik
bidang studi; (2) kendala dan
karakteristik bidang studi; dan (3)
karakteristik peserta didik. Tujuan
pembelajaran adalah pernyataan
tentang hasil pembelajaran apa
yang ingin dicapai, baik secara
umum maupun secara khusus.
Tujuan merupakan indikator dari
kompetensi pembelajaran yang
diharapkan. Karakteristik bidang
studi adalah aspek-aspek suatu
bidang studi yang dapat memberikan landasan yang bermanfaat

78

Kondisi pembelajaran didefinisikan sebagai faktor yang memengaruhi efek metode (strategi)
dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran
mencakup semua variabel yang
pada prinsipnya tidak dapat dimanipulasi oleh pendesain pembelajaran dan harus diterima apa
adanya (given, taken for granted).
Komponen kondisi pembelajaran
dari Reigeluth ini sepadan dengan
komponen parameters or constraints
dari Simon, atau dengan komponen
analisis bidang studi dan kemampuan awal dari Glaser.

JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

dalam mempreskripsikan strategi
pembelajaran; sedangkan kendala
bidang studi adalah segala keterbatasan sumber-sumber baik dalam
bentuk waktu, media, sumberdaya
manusia atau personalia, termasuk
finansial. Adapun yang dimaksud
karakteristik peserta didik, adalah
aspek-aspek atau kualitas individual (perseorangan) siswa seperti
bakat, motivasi, dan hasil belajar
yang dimilikinya.
3. Hasil Pembelajaran
Hasil pembelajaran adalah
semua efek yang dapat dijadikan
sebagai indikator tentang nilai dari
penggunaan metode pembelajaran
di bawah kondisi yang berbeda.
Hasil pembelajaran dalam klasifikasi Reigeluth ini setara dengan
alternative goals or reqirements dari
Simon, atau dengan komponen
hasil pembelajaran dari Glaser. Hasil pembelajaran bisa berupa hasil
yang nyata (actual outcomes), yaitu
hasil yang nyata dicapai dari penggunaan suatu metode di bawah
kondisi tertentu; dapat pula berupa
hasil yang diinginkan (desired
outcomes), yaitu tujuan yang ingin
dicapai yang sering memengaruhi
keputusan perancang pembelajaran
dalam melakukan pilihan metode
yang sebaiknya atau seharusnya
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

dilakukan.
Keriteria hasil pembelajaran
amatlah jelas. Sebagaimana ditulis
Reigeluth (1983), dan juga Degeng
(2013), ada 3 kriteria hasil belajar,
yaitu: (1) keefektifan (effectiveness),
(2) efisiensi (efficiency), dan (3) daya
tarik (appeal). Keefektifan pembelajaran biasanya diukur melalui
tingkat pencapaian siswa (prestasi).
Ada empat aspek penting yang
dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran,
yaitu: (1) kecermatan penguasaan
perilaku yang dipelajari, (2) kecepatan kinerja, (3) tingkat alih belajar, dan (4) tingkat retensi dari apa
yang dipelajari. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dari rasio
antara keefektifan dan jumlah
waktu yang dipakai siswa dan atau
jumlah biaya pembelajaran yang
telah dipergunakan. Sedangkan
daya tarik pembelajaran biasanya
diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap atau terus
belajar.
Perihal terakhir, yakni daya
tarik pembelajaran, umumnya erat
sekali kaitannya dengan daya tarik
bidang studi atau mata pelajaran di
mana kualitas pembelajaran biasanya akan memengaruhi keduanya.
Itulah sebabnya pengukuran

79

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

kecenderungan siswa untuk terus
belajar dapat dikaitkan dengan
proses pembelajaran itu sendiri atau
dengan bidang studi yang
bersangkutan.
Teori Dekriptif
Menurut Yusufhadi Miarso
(2008), pembelajaran sebaiknya
berdasarkan teori pembelajaran
yang bersifat preskriptif yaitu teori
yang memberikan “resep” untuk
mengatasi masalah belajar. Teori
pembelajaran yang preskriptif itu
harus memperhatikan tiga variabel
pembelajaran, yaitu kondisi, metode (perlakuan) dan hasil pembelajaran. Bersifat preskriptif artinya berusaha untuk merumuskan
cara-cara membuat peserta didik
agar dapat belajar dengan baik. Pandangan ini, ditilik dari ilmu pembelajaran akan lebih cocok bagi
praktisi pembelajaran seperti guru,
dosen, instruktur (pelatih), pamong
dan widyaiswara; namun bagi ilmuwan, teknolog, dan teknisi pembelajaran diharapkan mengembangkan baik teori preskriptif
maupun teori deskriptif.
Menurut Reigeluth (1983),
Landa (1983), dan juga Gropper
(1983), teori-teori dan prinsip-prin-

80

sip pembelajaran dapat dirumuskan
dalam bentuk teori deskriptif dan
teori preskriptif. Teori deskriptif
bersifat goal free, sedangkan teori
preskriptif bersifat goal oriented. Jika
diterjemahkan, teori deskriptif
(Gambar 4), menempatkan variabel
kondisi pembelajaran dan variabel
metode pembelajaran sebagai variabel bebas (independent variables),
sedangkan variabel hasil pembelajaran menjadi variabel tergantung (dependent). Artinya, parameter
kedua variabel bebas tersebut
berinteraksi guna menghasilkan
efek pada variabel tergantung.
Adapun yang dimaksud teori dalam
hal ini adalah serangkaian proposisi
yang menggambarkan hubungan
antarvariabel (Kerlinger & Lee,
2000). Variabel adalah segala sesuatu atau fenomena yang apabila
diukur memiliki variasi atau dimensi. Landa (1983), secara sederhana merumuskan teori deskriptif
dalam bentuk struktur logika
konektivitas antarvariabel melalui
simbol: (a & A, maka α); “Jika a &
A, ....maka α.” Posisi masingmasing variabel dalam teori deskriptif pembelajaran divisualisasikan melalui gambar berikut ini
(Reigeluth, 1983:22).

JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

INSTRUCTIONAL
CONDITIONS

INSTRUCTIONAL
METHODS

INSTRUCTIONAL
OUTCOMES

Gambar 4. Model Teori
Deskriptif Pembelajaran
(Sumber: Reigeluth, 1983: 22,
dikutip tanpa izin).
Aplikasi Penelitian
Pertanyaannya ialah bagaimana
mengaplikasikan teori deskriptif
pembelajaran dalam penelitian? Sebelum peneliti menentukan variabel yang dihipotesiskan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran
berdasarkan kajian literatur dan
rekomendasi penelitian lebih lanjut
menurut jurnal ilmiah hasil penelitian, maka hal utama yang hendaknya dipahami dengan baik oleh
para peneliti ialah bahwa kelompok
variabel metode pembelajaran dan
kelompok variabel kondisi pembelajaran berpengaruh terhadap
hasil pembelajaran. Pengaruh tersebut bisa berjalan sendiri-sendiri,
bisa pula berpengaruh karena saling
berinteraksi.

Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang
sudah digali, maka dapat dihipotesiskan salah satu dari dua kelompok variabel independen, dan salah
satu dari kelompok variabel dependen. Bagi peneliti yang memilih
metode riset kausal, variabel metode dan kondisi cukup bisa ditentukan masing-masing satu variabel
dengan suatu catatan analisisnya
menggunakan teknik regresi. Misalnya, “pengaruh metode pembelajaran kooperatif Tipe STAD (variabel strategi penyampaian) dan motivasi
berprestasi (variabel karakteristik
peserta didik) terhadap hasil belajar
konsep (variabel keefektifan) dalam
pembelajaran IPS di SMP.”
Dalam penelitian kausal, teori
deskriptif bisa diperluas dengan
menyertakan variabel antara (intervening variable), dengan suatu catatan analisisnya menggunakan teknik atau model persamaan struktural (structural equation modelling)
atau teknik analisis jaklur (path analysis). Misalnya, “pengaruh metode
pembelajaran diskoveri terbimbing
(variabel strategi penyampaian) dan
tingkat kecerdasan matematika
(variabel karakteristik peserta didik)
terhadap prestasi belajar prosedur
(variabel keefektifan) dalam pem-

81

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

belajaran Statistika berdasarkan
alokasi waktu belajar mandiri di
rumah (variabel intervening).”
Sedangkan bagi peneliti yang
memilih metode penelitian komparatif, baik eksperimental maupun
non-eksperimental, variabel metode hendaknya lebih dari satu dan
variabel kondisi bisa cukup satu
atau bisa lebih dari satu variabel
dengan suatu catatan analisisnya
meng gunakan teknik Analisis
Varians. Misalnya, “perbedaan pengaruh kelas tunggal versus kelas
rangkap (variabel strategi pengelolaan)
dan kecerdasan linguistik (variabel
karakteristik peserta didik) terhadap
kemampuan menggunakan prinsip
dalam penulisan kalimat bahasa
Inggris (variabel hasil pembelajaran/
keefektifan) di SMA menurut
Taksonomi Merrill.”
Berdasarkan ketiga contoh
penelitian tersebut menjadi jelas
bahwa variabel independen penelitian selalu menyertakan atau
memposisikan variabel metode
(apa yang dilakukan oleh guru) dan
variabel kondisi pembelajaran (apa
yang terjadi dengan bidang studi
dan peserta didik) dalam memprediksi hasil pembelajaran. Bahkan
pada konteks penelitian ATI
(Aptitude-Treatment Interaction),

82

penyertaan variabel karakteristik
peserta didik merupakan variabel
yang absolut harus ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa
teori deskriptif pembelajaran
sangat relevan diterapkan dalam
penelitian tentang pembelajaran.
Selain tidak rumit, teori deskriptif
pembelajaran lebih komprehensif
digunakan untuk mencandra hasil
pembelajaran. Teori deskriptif pembelajaran benar-benar mengisolasi
faktor, determinan atau variabel
yang konkret dihipotesiskan, tidak
melebar ke mana-mana di luar
konteks pembelajaran di dalam
kelas. Kecuali itu, derajad kemanfaatan dan kontribusi teori deskriptif pembelajaran terhadap kualitas
hasil pembelajaran mudah dikenali
dan diterapkan karena “hanya”
mendeskripsikan apa yang seharusnya dilakukan oleh guru (metode),
apa yang terjadi dengan bidang studi
dan para siswa (kondisi), serta
bagaimana masing-masing secara
mandiri maupun berinteraksi mempengaruhi hasil belajar.
Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan agar para mahasiswa LPTK yang akan menyelesaiJA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905

Mutrofin

kan tugas akhir, maupun guru dan
dosen LPTK yang hendak melakukan penelitian dengan fokus pada
pembelajaran (hasil belajar), menggunakan teori deskriptif dalam
penelitiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Degeng, N.S. 2013. Ilmu Pembelajaran: Klasifikasi Variabel
untuk Pengembangan Teori dan
Penelitian. Bandung: Kalam
Hidup & Aras Media.
Dunkin, M.J. & Biddle, B.J. 1974.
The Study of Teaching. New York:
Holt, Rinehart, and Winston.
Fraser, B.J. et.al. 1987. Syntheses
of Educational Productivity
Research. International Journal of
Educational Research, 2(11): 145252.
Glaser, R. 1965. Toward a Behavioral Science Base for Instructional Design. Dalam R. Glaser
(Ed.). Teaching Machines and Programmed
Learning ,
II.
Washington, DC.: National
Educational Association.
Glaser, R. 1976. Components of a
Psychology of Instruction:
Toward a Science of Design.
Review of Educational Research,
46: 1-24.
Gropper, G.L. 1983. A Methatheory
of Instruction: A Framework
for Analyzing and Evaluating
Volume 1, Nomor 2, Agustus 2015

Instructional Theories and
Models. Dalam Reigeluth, C.M.
(Ed.).
Instructional-Design
Theories and Models: An Overview
of their Current Status. Hlm. 3753. Hillsdale, New Jersey:
Laurence Erlbaum Associates
Publishers.
Kerlinger, F.N. & Lee, H.B. 2000.
Foundations of Behavioral Research. 4 th Edition. USA:
Wa d s w o r t h - T h o m s o n
Learning.
Landa, L.N. 1983. Descriptive and
Prescriptive Theories of Learning and Instruction: An Analysis
of Relationships and Interactions. Dalam Regeluth, C.M.
(Ed.).
Instructional-Design
Theories and Models: An Overview
of their Current Status. Hlm. 5569. Hillsdale, New Jersey:
Laurence Erlbaum Associates
Publishers.
Reigeluth, C.M. & Carr-Cheliman,
A.A. 2009. Understanding Instructional Theory. Dalam Reigeluth, C.M. & Carr-Cheliman,
A.A. (Eds.) Instructional-Design
Theories and Models: Building a
Common Knowledge Base. Volume
III. Hlm. 3-16. Madison Ave,
New York: Roudledge.
Reigeluth, C.M. & Merrill, M.D.
1978. A Knowledge Base for
Improving Our Methods of Instruction. Educational Psychologist,
13: 57-70.
83

Reposisi Variabel dalam Penelitian Pembelajaran di Sekolah Berbasis Teori Deskriptif

Reigeluth, C.M. & Merrill, M.D.
1979. Classes of Instructional
Variables. Educational Technology,
19(3): 5-24.
Reigeluth, C.M. (Ed.). 1983.
Instructional Design: What Is It
and Why Is It? Dalam Reigeluth, C.M. (Ed.). InstructionalDesign Theories and Models: An
Overview of their Current Status.
Hlm. 3-36. Hillsdale, New
Jersey: Laurence Erlbaum
Associates Publishers.
Reigeluth, C.M. (Ed.). 1999.
Instructional-Design Theories and
Models Volume II: A New
Paradigm of Instructional Theory.
Marwah, New Jersey: Laurence
Erlbaum Associates Publishers.

84

Schulman, L.S. 1986. Paradigms
and Research Programs in the
Study of Teaching: A Contemporary Perspective. Dalam
Wittrock, M.C. (Ed.). Handbook of Research on Teaching. 3rd
edition. Hlm. 3-36. New York:
Macmillan Publishing Company.
Simon, H.A. 1969. Science of the
Artificial. Cambridge, Massachusetts: Massachusetts Institute of Technology Press.
Yusufhadi Miarso. 2008. Menyemai
Benih Teknologi Pendidikan.
Jakarta: PT. Kencana Prenada
Media.

JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905