MAKALAH BIOGAS MIKROBIOLOGI PADA PEMBUAT
MAKALAH BIOGAS
MIKROBIOLOGI PADA PEMBUATAN BIOGAS
Disusun oleh:
Wahyu Permana Aji
12.14.014
Rina Eka M.
12.14.016
Dio Alif Tricahyo
12.14.021
Syariuddin Ubaidillah
12.14.023
Wayan Pratama
12.14.058
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun makalah tentang
mikrobiologi pada pembuatan biogas ini. Makalah ini dibuat untuk memahami peran
mikrobiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme dan faktorfaktor yang berpengaruh dalam pembuatan biogas. Makalah ini disusun dari berbagai
sumber. Makalah ini berisi tentang uraian–uraian yang berhubungan dengan peran
mikrobiologi dalam pembuatan biogas, proses biologi pada pembuatan biogas,
bakteri yang berperan dalam pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas dari mikroba. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang membacanya.
Sesuai pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, kami pun
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kami maih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................1
Daftar isi.....................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................................................4
1.2. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
1.3. Manfaat Penulisan...............................................................................................4
BAB II Pembahasan
2.1. Mikrobiologi.......................................................................................................5
2.2. Penerapan Mokrobiologi dalam pembuatan Biogas...........................................6
2.3. Proses Pencernaan Anaerobik.............................................................................8
2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas..............................................11
2.5. Kondisi Operasi Anaerobik.................................................................................16
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroba.......................................16
BAB III Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................21
Daftar pustaka............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
2
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau
makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
Mikrobiologi
diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan, kesehatan, pertanian,
pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternative. Biogas
berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob
(tanpa
udara). Untuk itu kita harus memahami penerapan mikrobiologi dalam
pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor yang mempengaruhi aktivitas dari
mikroorganisme.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan peran mikrobiologi dalam pembuatan Biogas.
2. Menjelaskan pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses pembuatan biogas.
3. Menjelaskan kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam
pembuatan biogas.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa:
1. Pengetahuan pembaca tentang penerapan mikrobiologi dalam pembuatan biogas.
2. Pengetahuan pembaca tentang pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses
pembuatan biogas.
3. Pengetahuan pembaca terhadap kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4. Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme
dalam pembuatan biogas.
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. Mikrobiologi
3
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau
makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus. Objek kajiannya
biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.
1) Bakteri
Bakteri adalah suatu mikroorganisme prokariotik, yaitu tidak mempunyai
membran inti sel. Pada umumnya bakteri mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 µm kali
2,0-5,0 µm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu berbentuk bulat atau kokus,
berbentuk batang atau basilus, dan berbentuk spiral.
2) Fungi (jamur)
Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal,
multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel
tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat
khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa
organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat
(tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau
bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan
manusia.
3) Algae
Algae termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen
fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin),
dan merah (fikoeritrin). Morfologi algae ada yang berbentuk uniseluler, ada pula
yang multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada sel-sel komponennya.
4) Protozoa
Protozoa merupakan kelompok lain yang termasuk protista eukariotik. Walaupun
kadang-kadang antara algae danprotozoa kurang jelas perbedaannya. Protozoa
dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya
eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari
jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari
jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.
5) Archaebakteria
4
Beberapa diantara mereka memiliki sifat-sifat yang dapat memungkinkan
mereka menjadi salah satu bentuk-bentuk kehidupan yang pertama di bumi.
Archaebakteria
merupakan sel prokariotik, memiliki dinding sel tetapi sama
sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain.
Suatu bahan yang ditumbuhi oleh mikroba akan mengalami perubahan susunan
kimianya. Perubahan kimia yang terjadi ada yang dikenal sebagai fermentasi
(pengkhamiran) dan pembusukan (putrefaction). Fermentasi merupakan proses
yang menghasilkan alkohol atau asam organik, misalnya terjadi pada bahan
yang mengandung karbohidrat. Pembusukan merupakan proses peruraian yang
menghasilkan bau busuk, seperti pada peruraian bahan yang mengandung protein.
Proses fermentasi tertentu disebabkan oleh aktivitas mikroba tertentu pula, yang
spesifik untuk proses fermentasi tersebut. Sebagai contoh fermentasi alkohol
oleh khamir, fermentasi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus, dan fermentasi
asam sitrat oleh jamur Aspergillus.
2.2. Penerapan Mikrobiologi dalam Pembuatan Biogas
Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang
makanan, kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai
bahan bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik
oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami
merupakan
bagian
penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri
penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang
menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam.
Melalui proses inilah biogas terbentuk sebagai sumber dari energi terbarukan.
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang
memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara
anaerobik (tanpa udara) yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya
berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa
mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya
didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara
(anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob
digestion). Gas methan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang
5
memiliki sifat mudah
terbakar. Gas methan yang dihasilkan kemudian
dapat
dibakar sehingga dihasilkan energi panas.
Secara alami, gas methan terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan
sampah, dasar danau atau rawa. Bakteri methanogen akan secara natural berada
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia,
dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada
kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi
yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan,
misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Mamalia
termasuk
manusia
menghasilkan
biogas
dalam
sistem
pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses
mencerna selulosa. Di dalam lambung, bahan-bahan berselulosa dari rumputrumputan atau bahan lain yang menjadi makanan hewan pemamah biak dengan
penambahan air diubah menjadi asam organik. Asam organik ini selanjutnya diurai
secara anaerob menjadi gas metan dan karbondioksida. Biomasa yang mengandung
kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok
digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Kotoran sapi, dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas.
Substrat dalam kotoran sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang
terdapat di dalam perut hewan ruminansia. Keberadaan bakteri di dalam usus
besar
ruminansia
tersebut
membantu
proses
fermentasi,
sehingga
proses
pembentukan gas bio pada digester dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kotoran
dalam kondisi segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama
dan atau dikeringkan, disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama
waktu pengeringan (Gunnerson and Stuckey, 1986).
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan
untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih
sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah
karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan
6
global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan
karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila
dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila
dibandingkan dengan pembakaranbahan bakar fosil.
2.3. Pencernaan Anaerobik pada Pembuatan Biogas
Proses pencernaan anaerobik, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh
aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara.
Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,
seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Dibawah ini
memperlihatkan alur proses perombakan selulosa hingga terbentuk gas (Nurtjahya et
al., 2003) :
Gambar 2.1. Alur Reaksi Proses Pembuatan Biogas
Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap
yaitu: hidrolisis, asidifikasi (pengasaman) dan pembentukan gas metana.
a) Tahap Hidrolisis
7
Pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur
bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Proses
hidrolisis
membutuhkan
mediasi exo-enzim yang disekresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis molekul
kompleks dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan
lipase. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan
lipida menjadi senyawa rantai pendek. Lipida berubah menjadi asam lemak
rantai
panjang
dan
gliserin,
polisakarida
menjadi
gula
(mono
dan
disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan
pirimidin. Sejumlah
besar
mikroorganisme
anaerob dan
fakultatif
yang
terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik antara lain
adalah Clostridium.
b) Tahap Asidifikasi (Pengasaman)
Pada tahap ini komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Bakteri
tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam
keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh
dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan
asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas
metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri
tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam
organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.
Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi.
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol)
Tahap pengasaman dibagi menjadi 2 yaitu:
-
Asidogenesis
Pada tahap ini, monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi
senyawa organik sederhana seperti asam lemak volatil, alkohol, asam laktat,
senyawa mineral seperti karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan gas
hidrogen
sulida. Tahap
ini
dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri,
mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri
8
anaerob fakultatif. Contoh bakteri asedogenik (pembentuk asam) adalah
Clostridium (Said, 2006).
-
Asetogenesis
Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana
berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Sekitar 70 % dari COD semula
diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang
disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung
kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionate, dan
asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (bakteri
yang memproduksi
asetat
dan
H2)
seperti
Syntrobacter wolinii dan
Syntrophomas wolfei (Said, 2006). Etanol, asam propionat, dan asam butirat
dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik
c) Tahap Metanogenik (pembentukan gas metana)
Pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan dengan mengubah
senyawa yang dihasilkan dari proses asidifikasi menjadi metana dan CO 2
dalam
kondisi
anaerob. Bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa
dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi.
Sebagai contoh bakteri Methanobacterium omelianski menggunakan hidrogen,
CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO 2. Bakteri penghasil asam
dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam
membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana.
Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan
bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan
menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Bakteri
pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan
komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida. Proses pembentukan gas
metana ini termasuk reaksi eksotermis.
CH3COO- + H+
Tahap–tahap
reaksi
CH4 + CO2 (-36 Kj per mol)
pembentukan
secara
biologis
dan
kimia
pada
fermentasi anaerob dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
9
Gambar 2.1. Tahap-tahap Proses Pembuatan Biogas
2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas
Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik
yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif
yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik , bakteri asidogenik
mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat dan
bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat, hidrogen dan
karbondioksida.
Jenis-jenis bakteri ini sudah terdapat di dalam kotoran-kotoran hewan yang
digunakan. Jenis-jenis bakteri tersebut perlu eksis dalam jumlah yang berimbang.
A. Bakteri Hidrolitik
Golongan bakteri hidrolitik memiliki berbagai enzim hidrolitik ekstraseluler
yang disekresikan ke luar sel untuk memecah senyawa kompleks seperti
polisakarida, asam nukleat, dan lipid, menjadi molekul yang lebih kecil sehingga
dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elekton donor
(Bibiana,1994; Madigan et al, 2003), contohnya yaitu bakteri genus Bacillus sp.
Bacillus mampu hidup dalam lingkungan aerob atau fakultatif aerob, dapat
membentuk spora dengan tipe sentral, atau terminal yang menyebabkan Bacillus
lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora
bergerminasi kembali menjadi sel vegetatif. (Madigan et al, 2003).
10
Bakteri Hidrolitik dibedakan menjadi bakteri lipotilik, amilolitik, dan
proteolitik. Bakteri yang mampu mendegradasi protein disebut bakteri proteolitik
yaitu Bacillus, Clostridium, Pseudomonas dan Proteus. Bakteri proteolitik akan
mensekresikan enzim protease yang akan menguraiakan protein menjadi asam amino
dan asam nukleat. Bakteri lipolitik merupakan bakteri yang memiliki kemampuan
mensintesis lemak dari 1 molekul gliserol dan 3 molekul asam lemak. Sehingga
dalam perombakannya lemak akan dirombak menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Jenis mikroba yang bersifat lipolitik contohnya adalah bakteri Pseudomonas,
Alcaligenes dan Stapylococcus. Sedangkan bakteri yang mendegradasi pati atau
karbohidrat menjadi monomernya yaitu mikroorganisme yang bersifat amilolitik,
contoh bakteri pemecah pati yaitu Bacillus subtilis.
Enzim yang dimiliki oleh bakteri hidrolitik diantaranya adalah amilase,
protease, lipase, gelatinase, selulase (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim amilase
mengkatalis hidrolisis polisakarida menjadi disakarida seperti maltosa. Enzim
protease mengkatalis hidrolisis pemutusan ikatan peptida. Enzim lipase mengkatalis
trigliserida menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserol (Bibiana, 1994). Enzim
gelatinase mengkatalis hidrolisis gelatin, gelatin merupakan suatu protein yang dapat
diperoleh dari hidrolisis kolagen (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim selulase
mengkatalis hidrolisis selulosa (Makoi & Ndakidemi, 2008).
B. Bakteri Asidogenik
Bakteri menghasilkan asam, seperti bakteri
Acetobacter
aceti akan
menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek yang dihasilkan
pada proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida.
Bakteri yang dapat melakukan fermentasi asam campuran adalah Escherichia coli,
sedangkan contoh bakteri yang dapat melakukan fermentasi 2,3-butanediol adalah
Enterobacter, Klebsiella, dan Serratia. Bakteri fermentatif lain yang bukan golongan
bakteri usus adalah Clostridium, Bakteri golongan Clostridia mampu memfermentasi
gula menghasilkan sejumlah besar asam butirat sebagai produknya.
CO2 merupakan produk utama metabolisme bakteri golongan kemoorganotrof
yang banyak ditemukan pada kondisi anaerob. Terdapat dua golongan bakteri yang
dapat memanfaatkan CO2 sebagai akseptor elektron dalam metabolismenya yaitu
homoasetogen melalui proses asetogenesis dan metanogen melalui proses
11
metanogenesis. Contoh bakteri yang melakukan proses asetogenesis adalah
Acetoanaerobium
noterae,
Acetogenium
kivui,
Clostridium
aceticum,
Desulfotomaculum. Clostridium sporangeus, menguraikan asam amino menjadi
amonia. Desulfovibrio desulfuricans, menguraikan bangkai dan menguraikan sulfat
di tempat becek dan menghasilkan H2S.
C. Bakteri Metanogenik
Bakteri metanogenik termasuk salah satu golongan Archaebacteria selain
halofilik, dan termofilik, sesuai dengan nama golongannya Archaebacteria
merupakan mikroorganisme yang tahan hidup di daerah ektrim seperti perairan
dengan kadar garam tinggi (halofil) contoh Halobacterium, serta daerah dengan
temperatur tinggi seperti hydrothermal vent (extreme thermofil) contoh Sulfolobus,
Pyrodictium. Bakteri Metanogenik bersifat prokariotik, memiliki dindimg sel tetapi
sama sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain. Metanogen
merupakan hemoautotrof yang memperoleh keperluan metabolismenya dengan
menghasilkan metana dari karbon dioksida dan nitrogen.
4H2 + CO2
CH4 + 2H2O
Secara lebih rinci karakteristik bakteri metanogen disajikan pada tabel di
bawah ini :
Tabel Karakteristik bakteri metanogen
Karakteristik
Bentuk sel
Sifat
Klasifikasi
Struktur dinding sel
Metabolisme
Sumber energi dan sumber karbon
Metanogen
Batang, kokus, spirilla, filament, sarcina
Gram + / Gram Archaebacteria
Pseudomurein, protein, heteropolysaccharida
Anaerob
H2 + CO2, H2 + metanol, format, metilamin,
metanol(30 % diubah menjadi CH4),
Produk katabolisme
(sumber: Dubey,2005)
asetat (80 % diubah menjadi CH4)
CH4 atau CH4 + CO2
Jika ditinjau dari struktur selnya, Archaebacteria memiliki kemiripan dengan
struktur sel eubakteria yaitu sel dengan tipe prokariot, struktur membran sel lipid
bilayer namun bedanya pada Archaea menggunakan gugus eter yang berikatan pada
lipid berbeda dengan membran sel eubakteria yang menggunakan gugus ester untuk
12
berikatan dengan lipid. Ikatan antara gugus eter dan lipid ini membentuk membran
bilayer dari gliserol-dieter, membran monolayer dari digliserol-tetraeter.
Dinding sel berfungsi untuk melindungi sitoplasma dari perubahan tekanan
osmotik dan memberi bentuk sel sehingga ada yang berbentuk kokus atau batang.
Struktur dinding sel Gram positif dan Gram negatif tidak memiliki peptidoglikan,
namun memiliki lapisan pseudopeptidoglikan yaitu suatu lapisan yang tersusun dari
ulangan N-asetilglukosamin dan N-asam asetiltalosaminuronik (1-3 rantai, tahan
terhadap lisozim ) dengan 7 group L-asam amino yang saling bertumpang tindih
(Methanobacterium), memiliki lapisan polisakarida merupakan polimer tebal yang
terdiri dari galaktosamin, asam glukoronat, glukosa, dan asetat. Lapisan ketiga
berupa lapisan glikoprotein merupakan protein bermuatan negatif dengan banyak sisa
asam amino terutama asam aspartat yang berikatan dengan polimer lain seperti
glukosa, glukosamin, mannose, galaktosa, ribose, arabinosa. Lapisan protein
merupakan lapisan terakhir dari struktur dinding sel Archaebacteria yang terdiri dari
subunit
polipeptida
tunggal
yang
berbentuk
lembaran
(pada
golongan
Methanospirillum) atau beberapa subunit polipeptida yang berbeda (pada
Methanococcus, Methanomicrobium) (Stevenson, 2008).
Gambar 2.3. Bakteri Metanogen
Kebanyakan metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum antara
200C - 400C, namun metanogen juga dapat ditemukan di lingkungan ektrim seperti
hydrothermal vent yang memiliki temperatur sampai 1000C (Dubey,2005).
Identifikasi bakteri metanogen dapat dilakukan dengan mengkultivasi bakteri
metanogen dalam medium selektif dengan kondisi anaerob, Metanogen tergolong
archaebacteria dengan struktur dinding sel yang tidak memiliki peptidoglikan
sehingga resisten terhadap agen yang dapat menghambat pembentukan peptidoglikan
13
dan antibiotik cukup efektif digunakan untuk seleksi antara bakteri methanogen dan
bakteri non methanogen (Nakatsugawa,1992).
Perbedaan bakteri methanogen dengan mikroorganisme lainnya yaitu
kemampuannya untuk menghasilkan metan sebagai hasil katabolisme utama. Bakteri
metanogen bersifat anaerob obligat dan mungkin dapat bertahan dalam kondisi yang
diduga telah ada dibumi massa awal. Sekarang mereka hidup ditepi rawa bisa
dinamakan gas rawa. Semuanya ada di lingkungan air tawar yang anaerob seperti
sedimen serta pada saluran pencernaan hewan.
Metanogen juga menghuni rumen
sapi, terdapat pada hidrogen dan karbon dioksida yang dihasilkan mikroorganisme
lain yang hidup disitu. Makanan diperoleh melalui pembusukan sisa-sisa tumbuhan
yang mati. Proses pembusukan tersebut menghasilkan metana. Metana disebut juga
biogas. Beberapa jenis bakteri metanogen dapat hidup bersimbiosis dalam rumen
herbivora yang berfungsi memfermentasi selulosa. Bakteri metanogen hidup sebagai
pengurai.
Terdapat beberapa spesies metanogenik dengan berbagai karateristik. Bakteri
ini mempunyai beberapa sifat fisiologi yang umum, tetapi mempunyai morfologi
yang beragam. Morologi bakteri ini dapat berupa batang, bulat, pseudosacrina, spiral
dan kelompok multiseluler motile atau non motile. Famili metanogen digolongkan
menjadi 4 genus berdasarkan perbedaan- perbedaan sitologi, yaitu: (a) berbentuk
batang, tidak berspora disebut Methanobacterium , (b) Methanobacillus (ber-spora,
berbentuk batang), (c) Methano- sarcina (bertbentuk Sarcine) dan (d) Tidak
termasuk
group
sarcinal,
yaitu
Methanococcus
dan
Methanospirillum.
Methanobacterium merupakan genus dari bakteri methanogen yang memiliki
kemampuan untuk meghasilkan energi alternatif metana berupa biogas, spesiesnya
berupa Methanobacterium omelianski dan Methanobacterium ruminatum yang
berungsi untuk menguraikan asam cuka menjadi metana dan karbondioksida.
2.5. Kondisi Operasi pada Pencernaan Anaerobik
Optimisasi proses biogas akhir-akhir ini difokuskan pada proses pengontrolan
agar mikroorganisme yang terlibat dalam keadaan seimbang, mempercepat proses
dengan peningkatan desain digester dan pengoperasian fermentasi pada temperatur
yang lebih tinggi dan peningkatan biogas yang dihasilkan dari bahan dasar biomasa
14
lignoselulosa melalui perlakuan awal. Bakteri yang terlibat dalam pembuatan biogas
memerlukan kondisi tertentu dan sensitif terhadap lingkungan mikro dalam digester
seperti temperatur, keasaman dan jumlah material organik yang akan dicerna.
Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas
meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas. Adapun
kondisi operasi pada saat pencernaan anaerobik yaitu:
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroorganisme Penghasil
Biogas
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen
sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi
lingkungan yang optimum. Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana
tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri
yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7 0C, bakteri mesophilic pada temperatur 13–40
0
C sedangkan thermophilic pada temperatur 55–60 0C (Fry,). Temperatur yang
optimal untuk digester adalah temperatur 30–35
0
C, kisaran temperatur ini
mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana
di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur yang tinggi atau
range thermophilic jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna
dengan baik pada range temperatur mesophilic, selain itu bakteri thermophilic mudah
15
mati karena perubahan temperatur, keluaran/ sludge memiliki kualitas yang rendah
untuk pupuk, berbau dan tidak ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur
yang tinggi, khususnya pada iklim dingin (Fry).
Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi
buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur
yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Bakteri metanogenik tidak
aktif pada temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu
sekitar 35°C. Jika temperatur turun menjadi 10°C, produksi gas akan terhenti.
Produksi gas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik yaitu antara 25-30°C.
Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar temperatur tersebut mempunyai
kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Pada temperatur yang rendah 15 0C laju
aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju aktivitas pada temperatur 35 0C. Pada
temperatur 10oC–7 oC dan dibawah temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti
beraktivitas dan pada range ini bakteri fermentasi menjadi dorman sampai temperatur
naik kembali hingga batas aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 oC
produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari
itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit (Fry). Seperti halnya proses secara
biologi, tingkat produksi metana berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar
10 oC–15 oC. Jumlah total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap,
meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur (Meynell, 1976).
Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah
perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang
diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar antara 2
0C/ jam, bakteri mesophilic 1 0 C/jam dan bakteri thermophilic 0.5 0C/jam.
Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi
masalah besar untuk aktivitas metabolisme (Sufyandi, 2001). Pemilihan temperatur
yang digunakan juga dipengaruhi oleh pertimbangan iklim. Untuk kestabilan proses,
dipilih kisaran temperatur yang tidak terlalu lebar. Pada cuaca yang hangat, digester
dapat dioperasikan tanpa memerlukan pemanasan. Instalasi digester di bawah tanah
berfungsi sebagai proses insulasi sehingga akan memperkecil biaya pemanasan.
2. pH
16
Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa
dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam
yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang
selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi
keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai 8, laju
pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
3. Nutrisi
Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang
mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt
(Space and McCarthy didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus
sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri
metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat
bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti
glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan
menambah pertumbuhan di dalam digester.
4. Nitrogen Penghambat dan Rasio C/N
Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila
konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat
penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester
yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunerson and Stuckey, 1986). Bakteri anaerob
mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen . Hubungan
antara jumlah karbondan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen(C/N),
rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20-30. Jika C/N terlalu tinggi,
nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon
akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen
akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat
meningkatkan pH . Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif
pada populasi bakteri metanogen.
5. Faktor Penghambat
Senyawa dan ion tertentu dalam substrat dapat bersifat racun, misalnya
senyawa dengan konsentrasi berlebihan ion Na+ dan Ca+ > 8000 mg/l; K+ >12000
17
mg/l; Mg++ dan NH4+ > 3000 mg/l, sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam
konsentrasi rendah dapat menjadi racun bagi kehidupan bakteri anaerob (Bitton,
1999).
6. Waktu Tinggal
Lama proses atau jumlah hari bahan terproses didalam biodigester. Pada
digester tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju outlet selama
waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu bahan akan
keluar dengan sendirinya. Misalnya apabila lama proses atau pengisian bahan
ditetapkan selama 30 hari, maka bahan akan berada didalam biodigester atau menuju
outlet selama 30 hari. Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu,
sebagai contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20–30 hari. Sebagian gas
diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Fry, 1974), pada Gambar 2
ditunjukkan bahwa hari ke–10 adalah puncak dari jumlah relatif gas yang diproduksi,
setelah hari ke-10 maka produksi gas mulai menurun.
7. Kandungan Bahan Kering
Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas adalah 7-9 % kandungan
kering. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob menjadi berjalan dengan
baik. Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering
yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam
kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Misalnya kotoran
sapi, mempunyai kadar bahan kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian
sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku tersebut perlu diencerkan dengan air
dengan perbandingan 1:1 atau 1:1,5. Adonan tersebut lalu diaduk sampai tercampur
rata.
8. Pengadukan
Pengadukan
dilakukan
untuk
mendapatkan
campuran
substrat
yang
homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Proses pengadukan akan sangat
menguntungkan karena apabila tidak diaduk solid akan mengendap pada dasar tangki
dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan menyulitkan keluarnya gas.
Masalah tersebut terjadi lebih besar pada proses yang menggunakan bahan baku
limbah sayuran dibandingkan yang menggunakan kotoran ternak. Pada sistem
kontinyu masalah ini lebih kecil karena pada saat bahan baku dimasukkan akan
18
memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi pengadukan. Pada digester
yang berlokasi di Eropa dimana pemanasan diperlukan jika proses dilakukan pada
musim dingin, sirkulasiudara juga merupakan proses pengadukan. Pengadukan
selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya benda-benda mengapung
pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat.
Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
19
Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan,
kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan
bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh
bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami
merupakan
bagian
penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri
penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang
menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam.
Proses pembuatan biogas melalui 3 tahap yaitu hidrolisis, pembentukan asam
dan metanogenik. Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu
bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino,
bakteri fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik ,
bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan
asam asetat dan bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat,
hidrogen dan karbondioksida.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30–35 0C dan
kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai
8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme yaitu: pH, suhu,
nutrisi, rasio C/N, Nitrogen penghambat, faktor penghambat, perbandingan bahan
kering, pengadukan dan waktu tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Anatyara Safitri . 2010. “Peran Bakteri Dalam Pembuatan Biogas” . Jurusan farmasi.
Universitas Muhammadiyah. Jakarta.
20
Dyah Wulandani. “Rancang Bangun Konverter Biogas untuk Motor Bensin Silinder
Tunggal”. Jurnal Teteknika Pertanian IPB Vol. 28, No. 1 April 2014.
Murjito , “Desain Alat Penangkap Gas Methan Pada Sampah Menjadi Biogas”.
Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurfitri Astuti, dkk. (2014). “Produksi Biogas Dari Eceng Gondok (Eichhornia
Crassipes (Mart.) Solms) Dan Limbah Ternak Sapi Di Rawapening”. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Roy Renatha Saputro Dan Rr. Dewi Artanti Putri, “Pembuatan Biogas Darilimbah
Peternakan”. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Sri Sumarsih. 2003. “Diklat Mikrobiologi Dasar”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Upn Veteran: Yogyakarta.
Sunarto, dkk. “Karakteristik
Metanogen
Selama Proses
Fermentasi
Anaerob
Biomassa Limbah Makanan”. Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 1 , Maret 2013.
21
MIKROBIOLOGI PADA PEMBUATAN BIOGAS
Disusun oleh:
Wahyu Permana Aji
12.14.014
Rina Eka M.
12.14.016
Dio Alif Tricahyo
12.14.021
Syariuddin Ubaidillah
12.14.023
Wayan Pratama
12.14.058
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk menyusun makalah tentang
mikrobiologi pada pembuatan biogas ini. Makalah ini dibuat untuk memahami peran
mikrobiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang mikroorganisme dan faktorfaktor yang berpengaruh dalam pembuatan biogas. Makalah ini disusun dari berbagai
sumber. Makalah ini berisi tentang uraian–uraian yang berhubungan dengan peran
mikrobiologi dalam pembuatan biogas, proses biologi pada pembuatan biogas,
bakteri yang berperan dalam pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas dari mikroba. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang membacanya.
Sesuai pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, kami pun
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kami maih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca demi kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................1
Daftar isi.....................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................................................4
1.2. Tujuan Penulisan.................................................................................................4
1.3. Manfaat Penulisan...............................................................................................4
BAB II Pembahasan
2.1. Mikrobiologi.......................................................................................................5
2.2. Penerapan Mokrobiologi dalam pembuatan Biogas...........................................6
2.3. Proses Pencernaan Anaerobik.............................................................................8
2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas..............................................11
2.5. Kondisi Operasi Anaerobik.................................................................................16
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroba.......................................16
BAB III Kesimpulan dan Saran
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................21
Daftar pustaka............................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penulisan
2
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau
makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus.
Mikrobiologi
diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan, kesehatan, pertanian,
pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan bakar alternative. Biogas
berasal dari proses biodegradasi material organik oleh bakteri dalam kondisi anaerob
(tanpa
udara). Untuk itu kita harus memahami penerapan mikrobiologi dalam
pembuatan biogas, kondisi operasi dan faktor yang mempengaruhi aktivitas dari
mikroorganisme.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Menjelaskan peran mikrobiologi dalam pembuatan Biogas.
2. Menjelaskan pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses pembuatan biogas.
3. Menjelaskan kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme dalam
pembuatan biogas.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulis berharap penulisan makalah ini akan memberikan manfaat berupa:
1. Pengetahuan pembaca tentang penerapan mikrobiologi dalam pembuatan biogas.
2. Pengetahuan pembaca tentang pencernaan anaerobik yang terjadi dalam proses
pembuatan biogas.
3. Pengetahuan pembaca terhadap kondisi operasi pada proses pencernaan anaerob.
4. Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme
dalam pembuatan biogas.
BAB II
TIN JAUAN PUSTAKA
2.1. Mikrobiologi
3
Mikrobiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari mikroorganisme atau
makhluk hidup yang sangat kecil (diameter kurang dari 0,1 mm) yang tak dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan suatu peralatan khusus. Objek kajiannya
biasanya adalah semua makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop,
khususnya bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea.
1) Bakteri
Bakteri adalah suatu mikroorganisme prokariotik, yaitu tidak mempunyai
membran inti sel. Pada umumnya bakteri mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 µm kali
2,0-5,0 µm, dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu berbentuk bulat atau kokus,
berbentuk batang atau basilus, dan berbentuk spiral.
2) Fungi (jamur)
Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal,
multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel
tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat
khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa
organik. Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat
(tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau
bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan
manusia.
3) Algae
Algae termasuk eukariotik, umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen
fotosintetik hijau (klorofil), coklat (fikosantin), biru kehijauan (fikobilin),
dan merah (fikoeritrin). Morfologi algae ada yang berbentuk uniseluler, ada pula
yang multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada sel-sel komponennya.
4) Protozoa
Protozoa merupakan kelompok lain yang termasuk protista eukariotik. Walaupun
kadang-kadang antara algae danprotozoa kurang jelas perbedaannya. Protozoa
dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya
eukariotik. Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari
jamur karena dapat bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari
jamur lendir karena tidak dapat membentuk badan buah.
5) Archaebakteria
4
Beberapa diantara mereka memiliki sifat-sifat yang dapat memungkinkan
mereka menjadi salah satu bentuk-bentuk kehidupan yang pertama di bumi.
Archaebakteria
merupakan sel prokariotik, memiliki dinding sel tetapi sama
sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain.
Suatu bahan yang ditumbuhi oleh mikroba akan mengalami perubahan susunan
kimianya. Perubahan kimia yang terjadi ada yang dikenal sebagai fermentasi
(pengkhamiran) dan pembusukan (putrefaction). Fermentasi merupakan proses
yang menghasilkan alkohol atau asam organik, misalnya terjadi pada bahan
yang mengandung karbohidrat. Pembusukan merupakan proses peruraian yang
menghasilkan bau busuk, seperti pada peruraian bahan yang mengandung protein.
Proses fermentasi tertentu disebabkan oleh aktivitas mikroba tertentu pula, yang
spesifik untuk proses fermentasi tersebut. Sebagai contoh fermentasi alkohol
oleh khamir, fermentasi asam laktat oleh bakteri Lactobacillus, dan fermentasi
asam sitrat oleh jamur Aspergillus.
2.2. Penerapan Mikrobiologi dalam Pembuatan Biogas
Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang
makanan, kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai
bahan bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik
oleh bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami
merupakan
bagian
penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri
penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang
menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam.
Melalui proses inilah biogas terbentuk sebagai sumber dari energi terbarukan.
Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang
memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara
anaerobik (tanpa udara) yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya
berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa
mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya
didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara
(anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob
digestion). Gas methan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang
5
memiliki sifat mudah
terbakar. Gas methan yang dihasilkan kemudian
dapat
dibakar sehingga dihasilkan energi panas.
Secara alami, gas methan terbentuk pada limbah pembuangan air, tumpukan
sampah, dasar danau atau rawa. Bakteri methanogen akan secara natural berada
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia,
dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada
kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi
yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan,
misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.
Mamalia
termasuk
manusia
menghasilkan
biogas
dalam
sistem
pencernaannya, bakteri dalam sistem pencernaan menghasilkan biogas untuk proses
mencerna selulosa. Di dalam lambung, bahan-bahan berselulosa dari rumputrumputan atau bahan lain yang menjadi makanan hewan pemamah biak dengan
penambahan air diubah menjadi asam organik. Asam organik ini selanjutnya diurai
secara anaerob menjadi gas metan dan karbondioksida. Biomasa yang mengandung
kadar air yang tinggi seperti kotoran hewan dan limbah pengolahan pangan cocok
digunakan untuk bahan baku pembuatan biogas.
Kotoran sapi, dianggap substrat paling cocok untuk pemanfaatan biogas.
Substrat dalam kotoran sapi telah mengandung bakteri penghasil gas metana yang
terdapat di dalam perut hewan ruminansia. Keberadaan bakteri di dalam usus
besar
ruminansia
tersebut
membantu
proses
fermentasi,
sehingga
proses
pembentukan gas bio pada digester dapat dilakukan lebih cepat. Selain itu kotoran
dalam kondisi segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama
dan atau dikeringkan, disebabkan karena hilangnya substrat volatil solid selama
waktu pengeringan (Gunnerson and Stuckey, 1986).
Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan
untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih
sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah
karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan
6
global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan
karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila
dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila
dibandingkan dengan pembakaranbahan bakar fosil.
2.3. Pencernaan Anaerobik pada Pembuatan Biogas
Proses pencernaan anaerobik, terjadi proses pemecahan bahan organik oleh
aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara.
Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,
seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Dibawah ini
memperlihatkan alur proses perombakan selulosa hingga terbentuk gas (Nurtjahya et
al., 2003) :
Gambar 2.1. Alur Reaksi Proses Pembuatan Biogas
Secara garis besar proses pembentukan biogas dibagi dalam tiga tahap
yaitu: hidrolisis, asidifikasi (pengasaman) dan pembentukan gas metana.
a) Tahap Hidrolisis
7
Pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur
bentuk polimer menjadi bentuk monomer. Proses
hidrolisis
membutuhkan
mediasi exo-enzim yang disekresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis molekul
kompleks dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan
lipase. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan
lipida menjadi senyawa rantai pendek. Lipida berubah menjadi asam lemak
rantai
panjang
dan
gliserin,
polisakarida
menjadi
gula
(mono
dan
disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan
pirimidin. Sejumlah
besar
mikroorganisme
anaerob dan
fakultatif
yang
terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik antara lain
adalah Clostridium.
b) Tahap Asidifikasi (Pengasaman)
Pada tahap ini komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Bakteri
tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang dalam
keadaan asam. Bakteri memerlukan oksigen dan karbondioksida yang diperoleh
dari oksigen yang terlarut untuk menghasilkan asam asetat. Pembentukan
asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas
metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri
tersebut juga mengubah senyawa berantai pendek menjadi alkohol, asam
organik, asam amino, karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan sedikit gas metana.
Tahap ini termasuk reaksi eksotermis yang menghasilkan energi.
C6H12O6
2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (-118 kJ per mol)
Tahap pengasaman dibagi menjadi 2 yaitu:
-
Asidogenesis
Pada tahap ini, monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi
senyawa organik sederhana seperti asam lemak volatil, alkohol, asam laktat,
senyawa mineral seperti karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan gas
hidrogen
sulida. Tahap
ini
dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri,
mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob dan sebagian yang lain bakteri
8
anaerob fakultatif. Contoh bakteri asedogenik (pembentuk asam) adalah
Clostridium (Said, 2006).
-
Asetogenesis
Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana
berupa asetat, hidrogen, dan karbondioksida. Sekitar 70 % dari COD semula
diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang
disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung
kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionate, dan
asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (bakteri
yang memproduksi
asetat
dan
H2)
seperti
Syntrobacter wolinii dan
Syntrophomas wolfei (Said, 2006). Etanol, asam propionat, dan asam butirat
dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik
c) Tahap Metanogenik (pembentukan gas metana)
Pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan dengan mengubah
senyawa yang dihasilkan dari proses asidifikasi menjadi metana dan CO 2
dalam
kondisi
anaerob. Bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa
dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi.
Sebagai contoh bakteri Methanobacterium omelianski menggunakan hidrogen,
CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO 2. Bakteri penghasil asam
dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam
membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana.
Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan
bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan
menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Bakteri
pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat dan
komponen sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida. Proses pembentukan gas
metana ini termasuk reaksi eksotermis.
CH3COO- + H+
Tahap–tahap
reaksi
CH4 + CO2 (-36 Kj per mol)
pembentukan
secara
biologis
dan
kimia
pada
fermentasi anaerob dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
9
Gambar 2.1. Tahap-tahap Proses Pembuatan Biogas
2.4. Bakteri yang Berperan Dalam Pembuatan Biogas
Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik
yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif
yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik , bakteri asidogenik
mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan asam asetat dan
bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat, hidrogen dan
karbondioksida.
Jenis-jenis bakteri ini sudah terdapat di dalam kotoran-kotoran hewan yang
digunakan. Jenis-jenis bakteri tersebut perlu eksis dalam jumlah yang berimbang.
A. Bakteri Hidrolitik
Golongan bakteri hidrolitik memiliki berbagai enzim hidrolitik ekstraseluler
yang disekresikan ke luar sel untuk memecah senyawa kompleks seperti
polisakarida, asam nukleat, dan lipid, menjadi molekul yang lebih kecil sehingga
dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber karbon dan elekton donor
(Bibiana,1994; Madigan et al, 2003), contohnya yaitu bakteri genus Bacillus sp.
Bacillus mampu hidup dalam lingkungan aerob atau fakultatif aerob, dapat
membentuk spora dengan tipe sentral, atau terminal yang menyebabkan Bacillus
lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan, jika lingkungan menguntungkan spora
bergerminasi kembali menjadi sel vegetatif. (Madigan et al, 2003).
10
Bakteri Hidrolitik dibedakan menjadi bakteri lipotilik, amilolitik, dan
proteolitik. Bakteri yang mampu mendegradasi protein disebut bakteri proteolitik
yaitu Bacillus, Clostridium, Pseudomonas dan Proteus. Bakteri proteolitik akan
mensekresikan enzim protease yang akan menguraiakan protein menjadi asam amino
dan asam nukleat. Bakteri lipolitik merupakan bakteri yang memiliki kemampuan
mensintesis lemak dari 1 molekul gliserol dan 3 molekul asam lemak. Sehingga
dalam perombakannya lemak akan dirombak menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
Jenis mikroba yang bersifat lipolitik contohnya adalah bakteri Pseudomonas,
Alcaligenes dan Stapylococcus. Sedangkan bakteri yang mendegradasi pati atau
karbohidrat menjadi monomernya yaitu mikroorganisme yang bersifat amilolitik,
contoh bakteri pemecah pati yaitu Bacillus subtilis.
Enzim yang dimiliki oleh bakteri hidrolitik diantaranya adalah amilase,
protease, lipase, gelatinase, selulase (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim amilase
mengkatalis hidrolisis polisakarida menjadi disakarida seperti maltosa. Enzim
protease mengkatalis hidrolisis pemutusan ikatan peptida. Enzim lipase mengkatalis
trigliserida menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserol (Bibiana, 1994). Enzim
gelatinase mengkatalis hidrolisis gelatin, gelatin merupakan suatu protein yang dapat
diperoleh dari hidrolisis kolagen (Cappuccino & Sherman, 2005). Enzim selulase
mengkatalis hidrolisis selulosa (Makoi & Ndakidemi, 2008).
B. Bakteri Asidogenik
Bakteri menghasilkan asam, seperti bakteri
Acetobacter
aceti akan
menghasilkan asam untuk mengubah senyawa rantai pendek yang dihasilkan
pada proses hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida.
Bakteri yang dapat melakukan fermentasi asam campuran adalah Escherichia coli,
sedangkan contoh bakteri yang dapat melakukan fermentasi 2,3-butanediol adalah
Enterobacter, Klebsiella, dan Serratia. Bakteri fermentatif lain yang bukan golongan
bakteri usus adalah Clostridium, Bakteri golongan Clostridia mampu memfermentasi
gula menghasilkan sejumlah besar asam butirat sebagai produknya.
CO2 merupakan produk utama metabolisme bakteri golongan kemoorganotrof
yang banyak ditemukan pada kondisi anaerob. Terdapat dua golongan bakteri yang
dapat memanfaatkan CO2 sebagai akseptor elektron dalam metabolismenya yaitu
homoasetogen melalui proses asetogenesis dan metanogen melalui proses
11
metanogenesis. Contoh bakteri yang melakukan proses asetogenesis adalah
Acetoanaerobium
noterae,
Acetogenium
kivui,
Clostridium
aceticum,
Desulfotomaculum. Clostridium sporangeus, menguraikan asam amino menjadi
amonia. Desulfovibrio desulfuricans, menguraikan bangkai dan menguraikan sulfat
di tempat becek dan menghasilkan H2S.
C. Bakteri Metanogenik
Bakteri metanogenik termasuk salah satu golongan Archaebacteria selain
halofilik, dan termofilik, sesuai dengan nama golongannya Archaebacteria
merupakan mikroorganisme yang tahan hidup di daerah ektrim seperti perairan
dengan kadar garam tinggi (halofil) contoh Halobacterium, serta daerah dengan
temperatur tinggi seperti hydrothermal vent (extreme thermofil) contoh Sulfolobus,
Pyrodictium. Bakteri Metanogenik bersifat prokariotik, memiliki dindimg sel tetapi
sama sekali tidak terbuat dari peptidoglikan seperti bakteri yang lain. Metanogen
merupakan hemoautotrof yang memperoleh keperluan metabolismenya dengan
menghasilkan metana dari karbon dioksida dan nitrogen.
4H2 + CO2
CH4 + 2H2O
Secara lebih rinci karakteristik bakteri metanogen disajikan pada tabel di
bawah ini :
Tabel Karakteristik bakteri metanogen
Karakteristik
Bentuk sel
Sifat
Klasifikasi
Struktur dinding sel
Metabolisme
Sumber energi dan sumber karbon
Metanogen
Batang, kokus, spirilla, filament, sarcina
Gram + / Gram Archaebacteria
Pseudomurein, protein, heteropolysaccharida
Anaerob
H2 + CO2, H2 + metanol, format, metilamin,
metanol(30 % diubah menjadi CH4),
Produk katabolisme
(sumber: Dubey,2005)
asetat (80 % diubah menjadi CH4)
CH4 atau CH4 + CO2
Jika ditinjau dari struktur selnya, Archaebacteria memiliki kemiripan dengan
struktur sel eubakteria yaitu sel dengan tipe prokariot, struktur membran sel lipid
bilayer namun bedanya pada Archaea menggunakan gugus eter yang berikatan pada
lipid berbeda dengan membran sel eubakteria yang menggunakan gugus ester untuk
12
berikatan dengan lipid. Ikatan antara gugus eter dan lipid ini membentuk membran
bilayer dari gliserol-dieter, membran monolayer dari digliserol-tetraeter.
Dinding sel berfungsi untuk melindungi sitoplasma dari perubahan tekanan
osmotik dan memberi bentuk sel sehingga ada yang berbentuk kokus atau batang.
Struktur dinding sel Gram positif dan Gram negatif tidak memiliki peptidoglikan,
namun memiliki lapisan pseudopeptidoglikan yaitu suatu lapisan yang tersusun dari
ulangan N-asetilglukosamin dan N-asam asetiltalosaminuronik (1-3 rantai, tahan
terhadap lisozim ) dengan 7 group L-asam amino yang saling bertumpang tindih
(Methanobacterium), memiliki lapisan polisakarida merupakan polimer tebal yang
terdiri dari galaktosamin, asam glukoronat, glukosa, dan asetat. Lapisan ketiga
berupa lapisan glikoprotein merupakan protein bermuatan negatif dengan banyak sisa
asam amino terutama asam aspartat yang berikatan dengan polimer lain seperti
glukosa, glukosamin, mannose, galaktosa, ribose, arabinosa. Lapisan protein
merupakan lapisan terakhir dari struktur dinding sel Archaebacteria yang terdiri dari
subunit
polipeptida
tunggal
yang
berbentuk
lembaran
(pada
golongan
Methanospirillum) atau beberapa subunit polipeptida yang berbeda (pada
Methanococcus, Methanomicrobium) (Stevenson, 2008).
Gambar 2.3. Bakteri Metanogen
Kebanyakan metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum antara
200C - 400C, namun metanogen juga dapat ditemukan di lingkungan ektrim seperti
hydrothermal vent yang memiliki temperatur sampai 1000C (Dubey,2005).
Identifikasi bakteri metanogen dapat dilakukan dengan mengkultivasi bakteri
metanogen dalam medium selektif dengan kondisi anaerob, Metanogen tergolong
archaebacteria dengan struktur dinding sel yang tidak memiliki peptidoglikan
sehingga resisten terhadap agen yang dapat menghambat pembentukan peptidoglikan
13
dan antibiotik cukup efektif digunakan untuk seleksi antara bakteri methanogen dan
bakteri non methanogen (Nakatsugawa,1992).
Perbedaan bakteri methanogen dengan mikroorganisme lainnya yaitu
kemampuannya untuk menghasilkan metan sebagai hasil katabolisme utama. Bakteri
metanogen bersifat anaerob obligat dan mungkin dapat bertahan dalam kondisi yang
diduga telah ada dibumi massa awal. Sekarang mereka hidup ditepi rawa bisa
dinamakan gas rawa. Semuanya ada di lingkungan air tawar yang anaerob seperti
sedimen serta pada saluran pencernaan hewan.
Metanogen juga menghuni rumen
sapi, terdapat pada hidrogen dan karbon dioksida yang dihasilkan mikroorganisme
lain yang hidup disitu. Makanan diperoleh melalui pembusukan sisa-sisa tumbuhan
yang mati. Proses pembusukan tersebut menghasilkan metana. Metana disebut juga
biogas. Beberapa jenis bakteri metanogen dapat hidup bersimbiosis dalam rumen
herbivora yang berfungsi memfermentasi selulosa. Bakteri metanogen hidup sebagai
pengurai.
Terdapat beberapa spesies metanogenik dengan berbagai karateristik. Bakteri
ini mempunyai beberapa sifat fisiologi yang umum, tetapi mempunyai morfologi
yang beragam. Morologi bakteri ini dapat berupa batang, bulat, pseudosacrina, spiral
dan kelompok multiseluler motile atau non motile. Famili metanogen digolongkan
menjadi 4 genus berdasarkan perbedaan- perbedaan sitologi, yaitu: (a) berbentuk
batang, tidak berspora disebut Methanobacterium , (b) Methanobacillus (ber-spora,
berbentuk batang), (c) Methano- sarcina (bertbentuk Sarcine) dan (d) Tidak
termasuk
group
sarcinal,
yaitu
Methanococcus
dan
Methanospirillum.
Methanobacterium merupakan genus dari bakteri methanogen yang memiliki
kemampuan untuk meghasilkan energi alternatif metana berupa biogas, spesiesnya
berupa Methanobacterium omelianski dan Methanobacterium ruminatum yang
berungsi untuk menguraikan asam cuka menjadi metana dan karbondioksida.
2.5. Kondisi Operasi pada Pencernaan Anaerobik
Optimisasi proses biogas akhir-akhir ini difokuskan pada proses pengontrolan
agar mikroorganisme yang terlibat dalam keadaan seimbang, mempercepat proses
dengan peningkatan desain digester dan pengoperasian fermentasi pada temperatur
yang lebih tinggi dan peningkatan biogas yang dihasilkan dari bahan dasar biomasa
14
lignoselulosa melalui perlakuan awal. Bakteri yang terlibat dalam pembuatan biogas
memerlukan kondisi tertentu dan sensitif terhadap lingkungan mikro dalam digester
seperti temperatur, keasaman dan jumlah material organik yang akan dicerna.
Proses anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas
meskipun proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas. Adapun
kondisi operasi pada saat pencernaan anaerobik yaitu:
2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Mikroorganisme Penghasil
Biogas
Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen
sesuai dengan kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi
lingkungan yang optimum. Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana
tergantung pada faktor-faktor berikut:
1. Temperatur
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range temperatur sesuai dengan bakteri
yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 – 7 0C, bakteri mesophilic pada temperatur 13–40
0
C sedangkan thermophilic pada temperatur 55–60 0C (Fry,). Temperatur yang
optimal untuk digester adalah temperatur 30–35
0
C, kisaran temperatur ini
mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana
di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur yang tinggi atau
range thermophilic jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna
dengan baik pada range temperatur mesophilic, selain itu bakteri thermophilic mudah
15
mati karena perubahan temperatur, keluaran/ sludge memiliki kualitas yang rendah
untuk pupuk, berbau dan tidak ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur
yang tinggi, khususnya pada iklim dingin (Fry).
Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi
buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur
yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Bakteri metanogenik tidak
aktif pada temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu
sekitar 35°C. Jika temperatur turun menjadi 10°C, produksi gas akan terhenti.
Produksi gas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik yaitu antara 25-30°C.
Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar temperatur tersebut mempunyai
kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Pada temperatur yang rendah 15 0C laju
aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju aktivitas pada temperatur 35 0C. Pada
temperatur 10oC–7 oC dan dibawah temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti
beraktivitas dan pada range ini bakteri fermentasi menjadi dorman sampai temperatur
naik kembali hingga batas aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 oC
produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari
itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit (Fry). Seperti halnya proses secara
biologi, tingkat produksi metana berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar
10 oC–15 oC. Jumlah total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap,
meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur (Meynell, 1976).
Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah
perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang
diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar antara 2
0C/ jam, bakteri mesophilic 1 0 C/jam dan bakteri thermophilic 0.5 0C/jam.
Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi
masalah besar untuk aktivitas metabolisme (Sufyandi, 2001). Pemilihan temperatur
yang digunakan juga dipengaruhi oleh pertimbangan iklim. Untuk kestabilan proses,
dipilih kisaran temperatur yang tidak terlalu lebar. Pada cuaca yang hangat, digester
dapat dioperasikan tanpa memerlukan pemanasan. Instalasi digester di bawah tanah
berfungsi sebagai proses insulasi sehingga akan memperkecil biaya pemanasan.
2. pH
16
Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam digester biogas bisa
dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap bakteri asam
yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang
selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri metanogenik. Kondisi
keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai 8, laju
pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
3. Nutrisi
Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang
mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt
(Space and McCarthy didalam Gunerson and Stuckey, 1986). Level nutrisi harus
sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri
metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat
bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti
glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan
menambah pertumbuhan di dalam digester.
4. Nitrogen Penghambat dan Rasio C/N
Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila
konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat
penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester
yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunerson and Stuckey, 1986). Bakteri anaerob
mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen . Hubungan
antara jumlah karbondan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen(C/N),
rasio optimum untuk digester anaerobik berkisar 20-30. Jika C/N terlalu tinggi,
nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi dengan karbon
akibatnya gas yang dihasilnya menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen
akan dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat
meningkatkan pH . Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan menunjukkan pengaruh negatif
pada populasi bakteri metanogen.
5. Faktor Penghambat
Senyawa dan ion tertentu dalam substrat dapat bersifat racun, misalnya
senyawa dengan konsentrasi berlebihan ion Na+ dan Ca+ > 8000 mg/l; K+ >12000
17
mg/l; Mg++ dan NH4+ > 3000 mg/l, sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam
konsentrasi rendah dapat menjadi racun bagi kehidupan bakteri anaerob (Bitton,
1999).
6. Waktu Tinggal
Lama proses atau jumlah hari bahan terproses didalam biodigester. Pada
digester tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju outlet selama
waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu bahan akan
keluar dengan sendirinya. Misalnya apabila lama proses atau pengisian bahan
ditetapkan selama 30 hari, maka bahan akan berada didalam biodigester atau menuju
outlet selama 30 hari. Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu,
sebagai contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20–30 hari. Sebagian gas
diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Fry, 1974), pada Gambar 2
ditunjukkan bahwa hari ke–10 adalah puncak dari jumlah relatif gas yang diproduksi,
setelah hari ke-10 maka produksi gas mulai menurun.
7. Kandungan Bahan Kering
Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas adalah 7-9 % kandungan
kering. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob menjadi berjalan dengan
baik. Kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering
yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam
kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Misalnya kotoran
sapi, mempunyai kadar bahan kering 18%. Agar diperoleh kandungan bahan isian
sebesar 7-9% bahan kering, bahan baku tersebut perlu diencerkan dengan air
dengan perbandingan 1:1 atau 1:1,5. Adonan tersebut lalu diaduk sampai tercampur
rata.
8. Pengadukan
Pengadukan
dilakukan
untuk
mendapatkan
campuran
substrat
yang
homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Proses pengadukan akan sangat
menguntungkan karena apabila tidak diaduk solid akan mengendap pada dasar tangki
dan akan terbentuk busa pada permukaan yang akan menyulitkan keluarnya gas.
Masalah tersebut terjadi lebih besar pada proses yang menggunakan bahan baku
limbah sayuran dibandingkan yang menggunakan kotoran ternak. Pada sistem
kontinyu masalah ini lebih kecil karena pada saat bahan baku dimasukkan akan
18
memecahkan busa pada permukaan seolah-olah terjadi pengadukan. Pada digester
yang berlokasi di Eropa dimana pemanasan diperlukan jika proses dilakukan pada
musim dingin, sirkulasiudara juga merupakan proses pengadukan. Pengadukan
selama proses fermentasi bertujuan mencegah adanya benda-benda mengapung
pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen dengan substrat.
Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
19
Mikrobiologi diterapkan pada berbagai bidang seperti pada bidang makanan,
kesehatan, pertanian, pertambangam, dan dalam pembuatan biogas sebagai bahan
bakar alternative. Biogas berasal dari proses biodegradasi material organik oleh
bakteri dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Pembentukan biogas secara alami
merupakan
bagian
penting siklus karbon biogeokimia. Metanogen (bakteri
penghasil metana) merupakan hubungan terakhir dalam rantai mikroorganisme yang
menguraikan material organik dan mengembalikan hasil dekomposisinya ke alam.
Proses pembuatan biogas melalui 3 tahap yaitu hidrolisis, pembentukan asam
dan metanogenik. Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu
bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino,
bakteri fermentatif yang mengubah gula dan asam amino tadi menjadi asam organik ,
bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen, karbondioksida dan
asam asetat dan bakteri metanogenik yang menghasilkan metan dari asam asetat,
hidrogen dan karbondioksida.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30–35 0C dan
kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik yaitu sekitar pH 7 sampai
8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi pH yang lebih tinggi atau rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari mikroorganisme yaitu: pH, suhu,
nutrisi, rasio C/N, Nitrogen penghambat, faktor penghambat, perbandingan bahan
kering, pengadukan dan waktu tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
Anatyara Safitri . 2010. “Peran Bakteri Dalam Pembuatan Biogas” . Jurusan farmasi.
Universitas Muhammadiyah. Jakarta.
20
Dyah Wulandani. “Rancang Bangun Konverter Biogas untuk Motor Bensin Silinder
Tunggal”. Jurnal Teteknika Pertanian IPB Vol. 28, No. 1 April 2014.
Murjito , “Desain Alat Penangkap Gas Methan Pada Sampah Menjadi Biogas”.
Teknik Mesin, Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurfitri Astuti, dkk. (2014). “Produksi Biogas Dari Eceng Gondok (Eichhornia
Crassipes (Mart.) Solms) Dan Limbah Ternak Sapi Di Rawapening”. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Roy Renatha Saputro Dan Rr. Dewi Artanti Putri, “Pembuatan Biogas Darilimbah
Peternakan”. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Semarang.
Sri Sumarsih. 2003. “Diklat Mikrobiologi Dasar”. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Upn Veteran: Yogyakarta.
Sunarto, dkk. “Karakteristik
Metanogen
Selama Proses
Fermentasi
Anaerob
Biomassa Limbah Makanan”. Jurnal EKOSAINS Vol. V No. 1 , Maret 2013.
21