Menggagas Nasionalisme dari Kaki Langit Melalui Bola.doc

Menggagas Nasionalisme dari Kaki Langit Melalui Bola
Oleh: Dian Cahyadi
“Garuda di dadaku….
Garuda Kebanggaanku….
Kuyakin hari ini….
Pasti menang….!”
(Soundtrack film ‘Garuda di Dadaku)
Saat ini, lagu ‘Garuda di Dadaku’ menggaung di langit Nusantara menyusul kesuksesan
Tim Merah-Putih. Apalagi setelah squad PSSI mampu memastikan diri sebagai
semifinalis di Piala AFF.
Kebanggaan akan kesuksesan Tim Merah-Putih membusungkan dada segenap rakyat
Indonesia meski untuk saat ini sedang dirundung masalah. Minimnya prestasi
Persepakbolaan di Indonesia menggugah keyakinan anak bangsa pada kebangkitan
prestasi putra-putri Indonesia di kancah Internasional.
Dalam dunia sepakbola, terdapat perasaan kebangsaan yang menjadi simbol pemersatu
akan kebesaran sebuah bangsa. Sehingga sepakbola menjadi symbol untuk menunjukkan
keunggulan itu. Stadion Senayan menjadi merah oleh para suporter tim Merah Putih yang
menggunakan kaos merah putih, sebagai lambang kebesaran NKRI. Mereka tidak
berhenti mendukung tim kesayangannya dengan yel-yel pemberi semangat dan
dukungan. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Tentu perasaan yang sama dirasakan
oleh jutaan rakyat Indonesia yang ikut menonton di depan layar televisi.

Melalui sepakbola terasa bahwa semua beban berat negeri ini teralihkan. Problem TKI,
BBM, Merapi, Bromo, Wasior, tsunami Mentawai dan sebagainya lenyap ditelan
tendangan terhadap bola bundar di kaki-kaki pemain sepakbola. Sungguh dahsyat bahwa
sepakbola memang bisa menjadi “sublimasi” terhadap berbagai persoalan bangsa yang
tidak mudah diurai.
Seorang kolumnis ternama bernama Franz Josef Wagner, 63 tahun, menulis di harian
Berliner Zeitung setelah menyaksikan kegairahan masyarakat Jerman mengibarkan
bendera Schwarz-Rot-Gold (Hitam-Merah-Emas) untuk mendukung tim nasional mereka
di Piala Dunia. Bendera nasional ditemui di segala sudut kota dan desa, di kaca spion
mobil, di atas atap rumah, juga di dekat kanal-kanal air yang tersebar di hampir semua
daerah. Para suporter Jerman juga mulai rajin dan bangga menyanyikan kalimat pertama
dari lagu kebangsaan Jerman, Das Deutschlandlied: Deutschland, Deutschland ueber
alles…! (Jerman, Jerman di atas semua…!) dengan semangat patriotik di setiap
pertandingan tim kesayangannya tersebut. Bahkan Kanselir Jerman, Angela Merkel—
yang tumbuh dalam tradisi Jerman Timur—menyebut hal ini sebagai nasionalisme dan
patriotisme Jerman yang baru. Tak ada hubungannya dengan Ueber Alles dalam doktrin
Hitler, yang hanya mengakui keunggulan ras Arya mereka.

Fenomena euphoria tentunya mewarnai hamper di seluruh benua bumi, sebagai
representasi kebersamaan yang terangkum dalam olahraga bernama sepak bola. Semangat

kebersamaan ini tumbuh dimanapun anak negeri nusantara berada, dengan bangga
Indonesia Raya akan dikumandangkan dengan semangat meskipun dengan suara paspasan.
KampungBola
Jauh dipelosok di titik ketinggian dan terletak di kaki langit, semangat nasionalisme
tumbuh atas kepedulian anak kampung dari salah satu entitas etnis Nusantara yakni Sang
Toraya. Mereka bersusah payah menerobos licinnya jalan dan berkubang lumpur,
berjuang untuk menanamkan semangat kepedulian sesama Sang Toraya untuk merasakan
euphoria gempita Piala Dunia silam.
Aroma kebahagian tampak dirasakan oleh para donator, para sukarelawan ketika
menyaksikan foto-foto perjalanan menyampaikan bola di pelosok terpencil di tanah
leluhur Sang Toraya. Semburat kebahagiaan terpancar dikala melihat bunga-kembang
senyuman saudara kita di pelosok tatkala menerima si kulit bundar yang mungkin masih
terasa asing bagi mereka ketimbang si plastik bundar.
Membayangkan keceriaan masyarakat di Lembang Kayuosing di bawah pimpinan Bapak
Paulus Paonganan dalam menerima Tim KampungBola, muncul perasaan haru dan
gembira. Penerimaan yang bersahabat dengan suguhan kopi sungguh suatu keakraban
yang masih terasa kental di kampung-kampung di pelosok Toraja,saya jadi iri tidak bisa
ikut merasakan nikmat dan harumnya kopi Sado'ko'di tempat asalnya.
Mengenai kesempatan kunjungan tersebut yang juga digunakan oleh masyarakat untuk
curhat, merupakan suatu indikasi betapa mereka memerlukan uluran tangan dan tempat

mengadu. Kita berani mengadu kepadaorang yang kita percayai, jadi sungguh
membesarkan hati bahwa Tim KampungBola bisa langsung mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat Lembang Kayuosing. Itulah sekelumit kisah “Aksi Satu Bola untuk
Toraja”.
Gagasan kegiatan “Aksi Satu bola untuk Toraya”, muncul dari keresahan Sang Torayan
diperantauan untuk dapat ikut mengembangkan potensi daerah asalnya. Mereka sangat
berharap dapat berkontribusi bagi kampung halamannya, sehingga melalui media maya
Sang Torayan berbagi kisah, berbagi gagasan perihal keresahan yang bercampur rindu
akan kampung halaman. Akhirnya, dari berbagai rencana program yang digulirkan salah
satunya mengusung kegiatan berupa gerak kepedulian KampungBola dengan program
“Aksi Satu Bola untuk Toraja”.
Ide Kampung Bola adalah untuk menjembatani kerinduan para perantau untuk tetap
terhubungkan dengan kampung halaman. Kerinduan ini tentu saja terkait dengan harapan
masyarakat setempat agar para perantau memberi sumbangsih bagi kemajuan daerah,
termasuk kualitas hidup warganya.
Ide ini mencul di jejaring sosial internet (facebook), yang terinspirasi penampilan Tim
Gastor di Piala Habibie serta demam Piala Dunia. Mengapa penampilan Tim Gabungan

Sepakbola Toraja (Gastor) Tana Toraja untuk pertama kalinya di Habibie Cup XII
mendapat dukungan begitu luasnya, sekalipun toh akhirnya kandas di semifinal?

Karena, di Piala Habibie Gabungan Sepak Bola Tana Toraja (Gastor) membawa panjipanji Toraya, berlaga dalam semangat sportivitas. Semangat yang dibawa oleh Tim
Gastor bersamanya ikut semangat kebanggaan akan nama besar Toraya. Rasanya terlalu
lama kita menunggu saat-saat di mana kita dapat berbangga sebagai orang Toraja, secara
kolektif.
Mereka kemudian mengumpulkan donasi untuk menyumbang bola kaki dan takraw ke
kampung terpencil di Toraja. Di situs jejaring sosial Internet saat ini, beredar surat
mereka yang ditujukan untuk Sang Torayan (sebutan untuk “sesama orang Toraja).
Mayoritas anggota tim ini pernah terlibat dalam Aksi Peduli untuk Ummi Ulat di Mambi,
Sulawesi Barat dan Aksi Peduli Korban Bencana Longsor Buntupepasan, Toraja Utara
dan Sandabilik, Tana Toraja.
Kegiatan ini digagas dan dimotori oleh Sangmane’ta bernama Stepanus Wilfrid Bo’do,
salah seorang pengelola situs TorajaCyberNews.com yang berdomisili di Palu, Sulawesi
Tengah. Bersama, kami aktif menggalang komunikasi sesama perantau Toraja dengan
berbagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menggugah kepedulian Sang Toraja
Perantau kepada kerabat-kerabat mereka di kampung halaman mereka di kaki langit bumi
Sulawesi. Aksi ini lantas kami sambut dengan antusias dan ikut terlibat kampanye
membawa bola sebagai oleh-oleh, setiap kali Sang Torayan pulang kampung.
Gagasan besar dari kegiatan ‘Aksi Satu Bola untuk Toraja' adalah memikirkan bahwa
suatu saat akan muncul pemain berkualitas dari Toraja; sportivitas masyarakat Toraja
akan meningkat melalui olahraga bola kaki; rasa percaya diri masyarakat akan

meningkat; motivasi untuk berbuat baik akan bertambah; hubungan dengan dunia luar
akan membaik; perasaan terpinggirkan akan terkikis dan sebagainya.
Berangkat dari gagasan yang ada beserta keyakinan untuk berbuat baik dengan memulai
dari langkah kecil dan sederhana dengan mengumpulkan dan membagikan bola, mungkin
ada yang mengatakan hal itu kecil, tapi kalau mau memulai janganlah berpikir harus
besar, yang penting apa yang dibicarakan bisa kenyataan, "buttimappanassa" kata orang
di kampung.
Realisasi kegiatan kemudian menjadi arahan bagi tim bergerak cepat untuk
merealisasikan kegiatan ini, tidak menunggu dan menunda-nunda, tapi langsung
bergerak. Disinilah kekuatan Tim Kampung Bola, gerakan ini adalah suatu yang nyata
dan tentunya tidak akan berhenti disini. Tim berkeyakinan budaya siangkaran dan saling
membantu masih tertanam dengan kuat ‘ri guari Sang Torayan’ (sanubari orang-orang
toraya). Keyakinan Tim Kampung Bola dari sesuatu hal yang kecil ini akan disambut
dengan kegiatan lain yang akan bermuara kepada suatu kumpulan kegiatan yang besar
dan sangat bermakna bagi masyarakat Toraja, baik di kampung maupun mereka yang
berada di perantauan.

Satu mimpi terbesar Tim Kampung Bola, yakni akan lahir manusia-manusia Toraja dari
pelosok penjuru kaki langit yang akan mengharumkan nama Toraja dipentas sepak bola
dunia. Sehingga nama besar Sang Torayan sebagai entitas unggul di Bumi Sulawesi dapat

mendunia. Sehingga kita sebagai Sang Torayan dapat lebih membusungkan dada sambil
mengumandangkan syair “Kami Sang Torayan….”. Dan mata penghuni bumi mengarah
pada kaki langit di bumi Sulawesi diantara kaki langit di Nusantara.
Dian Cahyadi
Dian Cahyadi: Dosen Desain&Komunikasi, UNM, Makassar. Koordinator Posko
KampungBola Makassar.
Email: dian_chyd@yahoo.com