POTRET KETAHANAN NASIONAL INDONESIA DAN

1

POTRET KETAHANAN NASIONAL INDONESIA DAN SINGAPURA

Peserta Lemhannas Fellowship Program angkatan I tahun 2015 mengadakan studi
banding dan pemantapan tema kajian di Singapura. Kegiatan ini dilakukan selama 4 hari, dimulai
dari tanggal 2 Desember 2015 dan berakhir tanggal 5 Desember 2015. Banyak ilmu dan
pengalaman yang dipetik dari kegiatan tersebut yang kemudian membuka dan memperdalam
wawasan berpikir peserta LFP. Hal-hal baru yang belum pernah dilihat di Indonesia, ada di
Singapura. Namun, sebaliknya ada sesuatu yang ada di Indonesia, tetapi di Singapura tidak ada.
Pada titik itulah, manfaat dari studi banding ini, yaitu untuk melihat perbandingan baik itu sisi
positif maupun sisi negatif dari kedua negara. Perlu dicatat bahwa perbandingan yang kita
lakukan tersebut tidak untuk menjelek-jelekkan negara Indonesia ataupun Singapura, tidak pula
untuk menjelek-jelekkan negara lain, tetapi untuk mempelajari dan mengevaluasi dalam posisi
netral dan independen serta dalam posisi mana Indonesia menghindari situasi-situasi yang
negatif, kemudian mempertahankan, menguatkan, memantapkan, dan meningkatkan keadaan
yang positif. Adapun mengenai hal-hal tersebut dapat kita jelaskan sebagai berikut.
1.

Geografi
Dari sisi ini secara rasional sebagai suatu negara dapat diakui bahwa Singapura adalah


negara kecil. Luas daratan Singapura 718,3 km². Berbanding sangat jauh dengan Indonesia yang
luas daratannya mencapai 1.919.000 km², belum perbandingan mengenai luas lautnya. Luas
negara Singapura jika dibandingkan dengan Indonesia antara langit dengan bumi, jauh dan
sangat jauh. Jadi kalo kita bandingankan rasa-rasanya tidak layak untuk kita nyatakan secara
tekstual dalam catatan ini. Kemungkinan karena faktor geografis inilah yang membuat Singapura
berkembang pesat. Megapa demikian? Ya karena ruang lingkup pengelolaannya yang sempit
sehingga mudah untuk mengembangkannya.
Letak geografis Indonesia yang merupakan lintasan kapal laut internasional yang sibuk
menimbulkan potensi jasa perhubungan laut yang besar pula. Potensi ini sangat strategis untuk
dikembangkan. Persoalannya adalah sulit untuk mendefinisikan laut kita. Apakah laut itu sebagai
pemisah atau penguhubung/perekat? Jawaban bijak untuk pertanyaan tersebut adalah bahwa laut
tidak lagi menjadi pemisah, meskipun realitas geografisnya terpisah. Keadaan ini coba dikemas
oleh pemerintah. Contoh yang sudah ada yaitu Jembatan Suramadu yang menghubungkan

2
Surabaya dan Madura. Oleh karena itu, kami sangat sependapat dengan kebijakan pemerintahan
sekarang ini di bawah pimpinan Jokowi – JK dengan program tol laut, Indonesia sebagai poros
maritim dunia, pembangunan pelabuhan-pelabuhan strategis. Hal ini akan berdampak positif bagi
pembangunan bangsa jika dilakukan dengan baik, seperti contoh ketika akses antarpulau lancar

maka harga komoditas dan barang-barang antarpulau tersebut tidak terjadi kontras yang sangat
jauh. Contoh kasus, harga semen per sak di Jawa dan di Papua sangat jauh. Di Jawa sekitar Rp
70.000-an, sedangkan di Papua bisa ratusan ribu bahkan mendekati 1 juta rupiah. Selisih harga
yang jauh tersebut karena akses dan konektifitas yang sulit. Kita bayangkan saja bagaimana ke
depan NKRI terkoneksi, pasti sirkulasi ekonomi akan baik. Oleh karena itu, diperlukan
kesadaran geografis bahwa kita memiliki wilayah tanah air yang sangat luas. Dari Sabang sampai
Merauke, berjajar pulau-pulau sambung-menyambung, terletak antara dua benua dan dua
samudera.
Di sisi lain, dengan letak geografisnya sehingga menyebabkan Indonesia rentan dengan
bencana alam. Kita tentunya belum lupa dengan tragedi bencana alam Tsunami di Aceh tahun
2004 yang menyebabkan kerugian yang begitu besar hingga mencapai 39 Triliun, Gempa Jogja
kerugian 27 T, serta bencana alam lainnya yakni banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi.
Tidak bisa kita pungkiri bahwa contoh-contoh bencana alam tersebut salah satunya dikarenakan
letak geografis Indonesia yang rawan bencana alam. Oleh karena itu, segenap warga negara di
bawah kontrol pemerintah harus mewaspadai dan menyiapkan strategi alternatif penanggulangan
bencana.
2.

Demografi
Jumlah penduduk Singapura saat ini berjumlah 4.425.720 jiwa dengan presentase


Tionghoa 77%, Melayu 14%, India 7,6%, lain-lain 1,4%. Keragaman agama, budaya, etnis
penduduknya merupakan suatu keniscayaan mengingat posisinya yang cukup strategis.
Penduduk yang beragama Buddha mendominasi Singapura, dengan 33% dari yang menyatakan
diri sebagai penganut agama tersebut pada sensus terakhir. Vihara dan pusat Dharma dari tiga
tradisi besar Buddha (Theravada, Mahayana dan Vajrayana) dapat ditemukan di Singapura.
Kebanyakan penganut Buddha di Singapura beretnis Tionghoa dan menganut tradisi Mahayana.
Kedua adalah Kristen dengan angka 18%, disusul oleh Atheis (tanpa agama) 17%, Islam 15%,
Taoisme 11%, Hindu 5.1 %, dan lainnya 0.9 % (Sumber: Wikipedia). Masyarakat Muslim
Singapura rata-rata adalah orang-orang Melayu. Adapun jumlah penduduk di Indonesia

3
berjumlah 249,9 juta (2013, Sumber: Wikipedia). Indonesia dengan jumlah penduduknya yang
besar itu dapat menjadi bonus demografi, namun tidak menutup kemungkinan akan menjadi
boomerang. Oleh karena itu, dengan kuantitas warga negaranya yang begitu banyak sehingga
perlu perencanaan matang untuk mengelola dan membuat strategi agar orang Indonesia bisa
produktif, mandiri, aman, dan sejahtera.
3.

Sumber kekayaan alam

Sumber daya alam Singapura dapat dikatakan minim. Oleh karena itu, negara ini

mengandalkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Singapura tidak
bisa hidup jika tidak melakukan kerjasama dengan negara lain. Singapura tidak akan bisa berdiri
sebagai sebuah negara yang mandiri tanpa bantuan dari negara lain. Oleh karena itu, masyarakat
Singapura dipacu untuk bekerja keras, kreatif, dan inovatif dalam segala sektor. Dengan luas
daratannya yang terbatas, Singapura membangun pabrik industry besar, gedung-gedung pencakar
langit sebagai perkantoran, pelabuhan dan airport internasional, perumahan-perumahan dalam
bentuk rumah susun, flat ataupun apartemen. Sebaliknya Indonesia dikarunai oleh Allah dengan
begitu banyak sumber kekayaan alam. Namun selama ini yang menikmati kekayaan itu adalah
Singapura. Mengutip pendapat Prof. Anhar Gonggong pada diskusi kelas 10 Desember 2015
pukul 13.30 WIB bahwa Indonesia ini adalah negara yang kaya akan Sumber daya alam. Akan
tetapi, dengan kekayaan alam itu Indonesia menjadi sasaran empuk untuk dikuasai, untuk
dijajah. Selalunya negara yang potensial sumber daya alamnya menjadi target untuk dikuasai.
Hal itu terjadi sejak VOC Belanda yang ingin menguasai hasil bumi dan rempah-rempah,
kemudian Inggris, Prancis, dan Jepang pada zaman pra kemerdekaan. Bahkan setelah merdeka
pun Indonesia masih ‘dijajah’ oleh negara lain dengan cara-cara modern. Kalau Indonesia tidak
mampu mengelola kekeyaannnya maka kita akan miskin.
Tentunya untuk bisa mengelola sumber kekayaan alam dibutuhkan SDM yang
berkualitas, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dari putera-puteri bangsa. Kita bisa

mengambil contoh Singapura dimana kemampuan otak, intelektualitas itu dinomor-satukan.
Negeri Singa ini mampu menciptakan teknologi, membangun pusat-pusat industri pengolahan
hasil bumi yang memadai dan bahan baku utamanya dari Indonesia. "Kita yang punya sumber
daya alam, hasil bumi, tapi yang kaya Singapura. Kita punya kopi, karet diekspor ke Singapura
(bahan mentah) tapi dengan standar tidak jelas. Ketika sudah di Singapura, dikemas bagus, ada
surat yang menunjukkan kadarnya berapa, jadi harga jualnya lain," kata Menteri Koordinator

4
Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat
(18/9/2015).

(Sumber:

http://bisnis.liputan6.com/read/2321043/singapura-kaya-raya-karena-

manfaatkan-sumber-daya-indonesia).
4.

Politik
Politik di Singapura sangat adaptif. Hal itu dikarenakan bahwa mereka sadar sesadar-


sadarnya dengan kondisi riil negaranya yang sangat membutuhkan negara lain untuk
menjalankan sistemnya. Singapura begitu cerdasnya beradaptasi dengan perkembangan zaman,
termasuk terhadap konstelasi pertarungan dunia terutama antara kekuatan besar dunia, yaitu
China dan Amerika Serikat. Begitu sangat tidak tampaknya keberpihakan mereka pada satu
negara. Mereka menjalin hubungan diplomatik yang baik dengan China, begitu pun dengan
Amerika Serikat, atau pun dengan negara-negara lain. Singapura sangat pragmatis terhadap
kepentingan-kepentingan dalam negerinya, baik itu ekonomi, sosial budaya, pendidikan, serta
pertahanan keamanan. Sehingga sampai saat ini, sampai detik ini Singapura tidak pernah
membatasi hubungan diplomasi dengan negara manapun sepanjang itu menguntungkan mereka.
Sedangkan Indonesia secara terbuka kita akui agak belum mapan secara politik karena faktorfaktor seperti kurang percaya diri tampil di forum-forum internasional, faktor historis, dan
sebagainya. Contohnya dengan Belanda bahwa sampai detik ini pun Belanda tidak pernah
mengakui kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 (Prof. Anhar Gonggong).
Nampaknya Singapura mewarisi sistem pemerintahan Inggris yang membekalkan sistem
birokrasi yang agak utuh dan sistem ekonomi ‘terbuka’ sehingga hal itu mendongkrak
pertumbuhan ekonominya. Sistem demokrasi yang lebih dicirikan oleh elemen autoritarianisme
nampaknya telah mendorong wujudnya sistem politik yang relatif stabil dan ujung-ujungnya
melahirkan kondusifitas pertumbuhan ekonomi Singapura. Namun demikian, secara ‘halus
perkataan’ bahwa negara demokrasi yang ditampilkan Singapura sepertinya itu hanya dijadikan
sebagai iklan strategis untuk mengkampenyakan kepentingan ekonomi dalam negeri dan

kerjasama luar negeri. Hal itu terbukti dengan fakta saat ini Singapura mencapai status sebagai
negara maju.
Namun demikian, menurut hemat kami bahwa eskalasi pembangunan Singapura tersebut
bisa diadopsi di Indonesia dengan skop pembangunan nasional di mulai dari desa dan di daerahdaerah. Manajemen pembangunan Singapura perlu dicoba di Indonesia untuk membangun
daerah-daerah di seluruh wilayah Indonesia dari Sabang - Merauke. Tantangannya di Indonesia

5
yaitu masalah leadership. Ya, tentang kepemimpinan. Indonesia memiliki SDM yang masih
terbatas dan pemimpin daerahnya tidak amanah. Leadership atau kepemimpinan yang
menjalankan sistem yang sudah ada terbukti memiliki komitmen yang kuat, serta kapasitas dan
kompetensi yang dapat diandalkan. Sampai sejauh ini dalam konteks saat ini mulai muncul
beberapa pemimpin daerah yang baik, seperti Walikota Bandung – Ridwan Kamil, Bupati
Bantaeng – Prof. Dr. Ir. H. Nurdin Abdullah, M.Agr., Walikota Surabaya - Dr. (H.C.) Ir. Tri
Rismaharini M.T.
5.

Ideologi
Singapura adalah negara dengan ideologi yang unik. Negara ini menganut ideologi apa

pun dan dibangun atas persetujuan pada konsep-konsep dasar bersama. Singapura memiliki

ideologi, yaitu ideologi yang mengarahkan pada ketuhanan. Ya, mereka mengakui ketuhanan
yang termanifestasikan pada kehidupan beragama warga negaranya yang terdiri dari Buddha,
Islam, Kristen, Hindu, bahkan Atheis sekalipun. Ideologi mengarahkan pada kehidupan yang
berkeadilan, yaitu bagimana kesejahteraan warga negara dilindungi oleh negara. Ideologi
menguatkan persatuan dan kesatuan sehingga hampir tidak ada kegaduhan sosial yang terjadi di
sana. Ideologi yang mengagung-agungkan kapitalis, dan sebagainya. Para pemimpin Singapura
sangat memperhatikan peranan ekonomi. Kita kembali mengingat Benjamin Franklin dengan
mottonya yang sangat terkenal yaitu “Time Is Money”, bahwa manusia hidup untuk bekerja
keras dan memupuk kekayaan. Kurang lebih seperti itulah yang terjadi di Singapura. Kurangnya
konflik rasial yang terbuka di Singapura dewasa ini bagi mereka disebabkan karena keadaan
ekonominya baik, bahkan sangat baik.
Adapun Indonesia secara teguh dan tegas menganut ideologi Pancasila. Dalam
aplikasinya, kita dapat melihat bahwa ideologi Pancasila saat ini hanyalah sebatas simbol belaka.
Pernyataan ini memang terasa sulit untuk dibahasakan, tetapi faktanya itulah yang terjadi.
Pancasila hanya bagus secara konsepsi, tetapi implementasinya sangatlah menyedihkan. Sebagai
contoh pada aspek berketuhanan dimana kerukunan antarumat beragama yang mulai tergerus.
Sudah mulai muncul lagi riak-riak kegaduhan kehidupan beragama. Keadilan sosial juga hanya
sebatas butir-butir dalam Pancasila, contohnya kita bisa melihat kesenjangan pembangunan
antara pulau Jawa dengan pulau-pulau/daerah. Yang paling memiriskan hati bahwa bagaimana
terciptanya jurang antara si kaya dan si miskin. Orang kaya di Indonesia semakin kaya,


6
sedangkan si miskin semakin miskin. Lalu kalau sudah begini, dimanakah letak kemerdekaan
Indonesia dengan ideologi Pancasila itu?
6.

Ekonomi
Singapura adalah negara yang terbuka, kompetitif, inovatif, serta memberi kesempatan

yang sangat luas kepada negara manapun di dunia yang ingin bekerjasama dan berinfestasi
secara ekonomi. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Kedubes RI di Singapura dan Prof.
Tan Kee Giap (Director of Lee Kuan Yew School of Public Policy) pada tanggal 4 Desember
2015. Hotel-hotel, bandara undara internasional, restoran/warung makan, transportasi, buah dan
sayur-mayur, dsb diadakan dengan standar kualitas tinggi. Singapura memberlakukan sertifikasi
ketat pada sektor-sektor palayanan publik (jasa), produk, dan tenaga kerja. Sebagai contoh,
restoran di Singapura memiliki sertifikasi kehigienisan dan kelayakan dengan grade nilai A – B –
C. nilai A, yaitu sangat baik, B berarti baik, dan C berarti cukup/sedang. Dengan melihat
sertifikasi ini maka konsumen tentunya akan memilih restoren dengan sertifikasi A. dengan
demikian, sertifikasi itu mendorong setiap restoran untuk menunjukkan kualitas terbaik. Di
Indonesia apakah ada sertifikasi seperti ini?


Singapura adalah pusat keuangan terdepan di Asean dan menempati posisi keempat di
dunia dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan
dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di
dunia. Oleh karena itu, tidak heran jika Singapura adalah satu dari Empat Macan Asia. Bersama
Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan (Sumber: Wikipedia).
Singapura sebagai negara matre sangat beorientasi pada kehidupan ekonomi, bahkan
nenek-kakek di sana masih dituntut untuk bekerja, seperti tukang angkat-angkat piring piring di
restoran, mencuci piring, sopir taksi, cleaning service untuk bisa survive. Sedangkan anak muda,

7
atau generasinya muda diberikan peluang pendidikan agar produktif dan berkembang pesat
kemampuan intelektualnya yang pada akhirnya akan mengabdikan ilmunya untuk negara. Fakta
tersebut memang terkesan frontal, tetapi itu terbukti memajukan Singapura. Fakta itu pula yang
menjadikan Singapura berbanding terbalik dengan Indonesia. Bahwa di Indonesia orang-orang
tidak tega jika ada orang tua (nenek-kakek bekerja) karena menyalahi norma-norma etika
kemasyarakatan. Di Indonesia lagi, yang muda bekerja menjual bakso, cleaning service, jualan
mainan anak-anak, dsb. Fakta yang demikian inilah yang perlu dicermati. Satu hal yang
membuktikan bahwa empati Indonesia sangat terjaga, sedangkan di Singapura empati itu hampir
punah seperti Dionosaurus.

7.

Sosial budaya
Isu sosial budaya begitu cukup unik di Singapura. Singapura yang kita ketahui sebagai

negara yang besar, tetapi dalam hal-hal tertentu cukup jauh berbeda dengan Indonesia. Seperti
sempat di singgung di atas bahwa empati di sana itu hampir sudah tidak ada. Sangat
individualistis dimana seseorang hanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Gotong royong
di Singapura juga hampir tidak ada, kecuali pada simpul-simpul bangsa Melayu masih ada. Hal
tersebut dapat dipahami karena Singapura dibangun dengan landasan ekonomi individual
sedangkan Indonesia berlandaskan kekeluargaan. Fakta itulah yang menyebabkan perbedaan
sosial budaya antara Singapura dan Indonesia.
Lalu terkait dengan pendidikan, Singapura sudah sangat modern dengan fasilitas atau
sarana prasarana yang sangat luar biasa. Pendidikan diselenggarakan dengan upaya peningkatan
SDM untuk menghasilkan generasi intelektual di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun pendidikan di Indonesia diorientasikan pada penanaman intelektualitas berlandaskan
nilai-nilai karakter, serta akomodatif terhadap potensi-potensi daerah. Hal ini sejalan dengan
program yang diusung pemerintahan Jokowi – JK yang sangat tertarik dengan kebijakan
maritim, sehingga komitmen pengembangan maritim ini perlu kita tegaskan. Namun yang
menjadi masalah sekarang adalah pemahaman dan kesadaran warga negara tentang geografi dan
kemaritiman masih sangat memprihatinkan. Agar kesadaran geografi menjadi bagian dari jati diri
bangsa Indonesia, maka sedini mungkin harus diajarkan kepada generasi muda. Pendidikan
geografi akan membangun karakter bangsa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
penambahan bidang ilmu/program studi/jurusan kebumian dan kemaritiman, ekspedisi geografi
Indonesia yang dilakukan oleh generasi muda, serta koneksivitas antardaerah dan antarpulau

8
memang menjadi hal yang sangat penting. Hal ini untuk mendorong sumber daya manusia yang
paham tentang bumi dan kemaritiman Indonesia sehingga potensi-potensi tersebut dapat
dimaksimalkan.
8.

Pertahanan dan keamanan
Jika Indonesia unggul dengan demografi, geografi, SDA, maka Singapura unggul dengan

ekonomi, politik, serta pertahanan dan keamanan. Membandingkan pertahanan dan keamanan
antara Singapura dengan Indonesia rasa-rasanya kita bisa menyimpulkan sendiri. Keamanan sipil
menjadi perhatian serius pemerintah Singapura. Dalam mewujudkan itu, penerapan sistem
teknologi canggih yang salah satunya penggunaan CCTV pada objek-objek strategis, seperti di
jalan raya, gedung-gedung pemerintahan, pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan sebagainya sangat
diprioritaskan. Di singapura tidak ada Pos Polisi, tetapi angka pelanggaran lalu lintas sangat
jarang terjadi. Bahkan penjara di Singapura sepi. Inilah yang menjadi sesuatu yang sangat
diandalkan oleh Singapura. Menekankan efektifitas dan evisiensi, kemanan terjamin karena
sistem di Singapura sangat bekerja.
Pertahanan dan kemanan Singapura dibangun atas kerangka militer dan non-militer.
Strategi pertahanan Singapura dengan kerangka militer dan non-militer dinamai dengan five total
devense, yaitu Military Defence, Civil Defence, Economic Defence, Social Defence, dan
Psychological Defence.
1) Military Defence adalah pertahanan Singapura di bawah komando Angkatan Bersenjata
Singapura, baik itu Angkatan Darat Singapura, Angkatan Laut Republik Singapura, dan
Angkatan Udara, serta wajib militer terhadap masyarakat sipilnya. Misi mereka adalah
untuk meningkatkan perdamaian dan keamanan Singapura melalui cara pencegahan dan
diplomasi.
2) Civil Defence adalah pertahanan yang dilakukan dengan basic sipil (Singapore Civil
Defence Force/SCDF) dimana jika Negara menghadapi suatu bahaya, seperti teroris dan
perang maka SCDF akan membantu militer memastikan negara dalam kondisi aman.
Untuk memfasilitasi ini, SCDF merekrut dan melatih relawan pertahanan sipil untuk
tugas kesehatan, penyelamatan dan prosedur evakuasi, serta manajemen tempat
penampungan.

9
3) Economic Defence adalah menjaga perekonomian negara dan kemampuannya untuk
bersaing secara global, serta perlindungan lingkungan. Pertahanan ekonomi juga berperan
dalam membantu Singapura untuk tetap relevan dalam ekonomi global dan meletakkan
sistem ekonomi yang kuat sehingga ekonomi Singapura tidak runtuh pada saat krisis
sekalipun.
4) Social Defence adalah adalah tentang menjaga tatanan sosial yang kuat dan memastikan
bahwa Singapura hidup dalam harmoni tanpa memandang ras atau agama. Hal ini sangat
penting karena Singapura merupakan negara dengan masyarakatnya yang multi-rasial dan
multi-agama.
5) Psychological Defence adalah tentang loyalitas, perekat kehidupan bersama di bawah
bendera Singapura, lagu kebangsaan Singapura, komitmen yang kuat kepada Singapura,
serta kekuatan kehendak dan ketahanan untuk mengatasi tantangan. Ada hubungan
psikologis yang terjalin antarwarga negara Singapura, seperti yang terjalin melalui lagu
kebangsaan berjudul “Majulah Singapura” karya Zubir Said asal Sungai Tanang, Agam,
Sumatera Barat.
Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia dalam menghadapi ancaman militer
menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai “komponen utama” dengan didukung
oleh “komponen cadangan” dan “komponen pendukung”. Sebagai orang awam di dunia militer,
kami memandang bahwa kekuatan militer Indonesia dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu
personil (SDM), strategi, dan peralatan militer (sarana prasarana). Secara objektif, kita mengakui
bahwa dari sisi personil dan strategi perang Indonesia masih unggul dari Singapura. Namun
demikian, dari sisi peralatan militer kita masih kalah jauh dari Singapura. Kita bisa melihat
bagaimana peralatan militer Indonesia yang rata-rata sudah harus digudangkan. Kiranya untuk
meningkatkan kapasitas dan kekuatan militer, baik itu Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara, maka pengadaan dan penambahan peralatan militer menjadi suatu keharusan.
Belum lagi persoalan kesejahteraan personil tentara. Tentara Singapura mendapatkan gaji
yang tinggi dengan resiko pekerjaan yang rendah. Sebaliknya, tentara Indonesai mendapatkan
gaji sedikit dengan resiko yang tinggi. Tentara-tentara di wilayah perbatasan rela mengorbankan
jiwa dan raga, berjuang melawan GAM, OPM, serta para pemberontak. Namun demikian,
nasibnya sangat memprihatinkan. Bagaimana fasilitasnya, logistiknya, teknologinya, bahkan di

10
wilayah perbatasan sampai bendera negara tidak lagi berwarna merah-putih, tetapi sudah
berwarna lain lantaran sudah bertahun-tahun tidak diganti. Fakta-fakta yang luar biasa itu harus
dipikirkan dan ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Sarmadan, S.Pd., M.Pd.
Penulis adalah dosen Universitas Sembilanbelas November Kolaka, yang sedang mengikuti
Beasiswa Lemhannas RI, Angkatan I Tahun 2015.