Ketika Garuda Lebih Kuat dari Kanguru Hu

Teknologi dan Strategi Militer:

Ketika Garuda Lebih Kuat dari Kanguru
Oleh Satrio Arismunandar

Para ahli strategi Australia memprediksi, beberapa tahun mendatang Indonesia
akan tumbuh menjadi lebih kuat dari Australia. Maka perlu penilaian ulang, sejauh
mana kebangkitan Indonesia sebagai kekuatan militer berdampak pada Australia.
Jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut, memasuki tahun 2014 ini,
boleh berbesar hati. Hal itu karena berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista)
baru dan canggih akan mulai berdatangan dan melengkapi kekuatan TNI-AL. Kepala Staf
TNI-AL (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio pada 23 Januari 2014 mengatakan, untuk
menuju World Class Navy (angkatan laut kelas dunia) salah satunya dibutuhkan
komponen kekuatan pertahanan yang besar.
Apalagi mengingat Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Maka pada
2014 ini, TNI-AL sedang terfokus pada proses pengadaan alutsista yang proses
pembangunannya disesuaikan dengan Undang-Undang Industri Pertahanan Indonesia.
“Ke depan, secara bertahap kita akan bangun alutsista di negeri kita sendiri, sehingga hal
ini membangkitkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi industri pertahanan negara
kita,” ujar Marsetio.
TNI-AL telah memesan tiga kapal selam, di mana dua kapal selam sedang dibangun

di Korea Selatan dan satu kapal dibangun di PT PAL Surabaya. Selain itu, dua kapal
Perusak Kawal Rudal jenis Frigate 105 meter, serta tiga fregat jenis Multi Role Light
Frigate (MRLF) dari Inggris. Dua MRLF ini akan tiba pada April dan September 2014.
TNI-AL juga memesan dua kapal hidrografi dari Prancis, serta kapal latih pengganti KRI
Dewaruci dengan panjang 92 meter, yang nantinya akan mampu menampung sekitar 200
Kadet Akademi Angkatan Laut (AAL). Ditambah lagi, pembelian 11 helikopter antikapal
selam.
Sedangkan dari dalam negeri, TNI-AL juga memesan lagi 16 Kapal Cepat Roket
(KCR) 60 meter dan 16 kapal KCR 40 meter. Semua itu dibangun dari berbagai galangan
kapal dalam negeri, yakni di Batam dan Banten. TNI-AL kemudian memesan pula Kapal
Angkatan Laut (KAL)-28 dan dua kapal perang jenis Landing Ship Tank (LST).
Berbagai alutsista baru TNI-AL ini hanya salah satu contoh dari modernisasi TNI,

1

yang mulai menunjukkan tanda-tanda menjanjikan bagi hadirnya TNI yang lebih
profesional dan lebih berkemampuan. Selain matra laut, matra darat dan udara juga
menunjukkan perkembangan yang sama. Semua proses modernisasi militer Indonesia ini
ternyata juga dicermati oleh negara tetangga di selatan, Australia, yang memiliki
kepentingan strategis dengan posisi Indonesia. Apalagi hubungan Australia-Indonesia saat

ini sedang kurang akrab karena berbagai kasus.
Arti penting Indonesia bagi Australia
Perdebatan strategis di Australia telah mulai mendiskusikan implikasi-implikasi
potensial dari kehadiran Indonesia yang jauh lebih kuat. Perkembangan politik dan
ekonomi Indonesia, yang cukup mengesankan dalam tahun-tahun terakhir, telah memicu
prediksi-prediksi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 ekonomi terbesar di
dunia pada 2030. Pada 2050, Indonesia bahkan disebut-sebut bisa menjadi ekonomi
nomor empat terbesar di dunia, di belakang China, Amerika, dan India.
Memang, berbagai prediksi jangka panjang semacam itu harus disikapi secara
hati-hati, jangan ditelan mentah-mentah begitu saja. Tetapi memang ada kemungkinan
besar bahwa dalam beberapa tahun mendatang Indonesia akan menjadi lebih kuat, relatif
dibandingkan Australia. Buku Putih Pertahanan (Defence White Paper ) Australia 2013
sudah meramalkan hal itu.
Di situ dikatakan: “Arti penting Indonesia bagi Australia akan tumbuh, pada saat
mana pengaruh signifikan Indonesia di tingkat regional akan menjadi global.
Keberhasilan Indonesia sebagai demokrasi dan pertumbuhan ekonominya akan membuat
ia muncul sebagai salah satu dari kekuatan-kekuatan ekonomi dunia.”
Sebagai konsekuensi dari berbagai prediksi strategis itu, pemerintah Australia di
bawah Perdana Menteri Tony Abbott telah menjadikan hubungan dengan Indonesia
sebagai prioritas kebijakan luar negeri utama. Abbott bahkan mengatakan, hubungan

dengan Indonesia adalah “hubungan tunggal terpenting” Australia.
Dalam kaitan itu, salah satu bidang kritis yang dicermati Australia adalah hubungan
pertahanan masa depan dengan Jakarta. Indonesia merencanakan modernisasi TNI sampai
10 hingga 15 tahun ke depan, termasuk melalui investasi di berbagai alutsista. Alutsista
itu meliputi rudal anti-kapal, kapal perang baru, kapal selam, dan pesawat tempur.
Rencana strategis yang ambisius
Rencana Pertahanan Strategis 2010 Indonesia telah merumuskan tujuan
pengembangan kekuatan esensial minimum (MEF, Minimum Essential Force) pada 2024.
Unsur-unsur kunci dari MEF termasuk pengembangan angkatan laut “perairan-hijau”
(“green-water” navy); peningkatan dan pembaruan kapabilitas tempur udara; kekuatan
darat yang lebih mobil dan lincah; serta pengembangan basis industri pertahanan dalam

2

negeri yang lebih layak.
Dalam perspektif Australia, MEF Indonesia sangat ambisius, karena meliputi
jajaran 274 kapal perang, 10 skuadron pesawat tempur, dan 12 kapal selam baru
bertenaga diesel-listrik. Indonesia sebetulnya bukan baru sekarang saja punya ambisi
besar semacam itu. Namun kali ini, kemampuan sumberdaya Indonesia sudah lebih baik
dibandingkan masa lalu, sehingga jarak antara cita-cita ke perwujudan realitas juga

menjadi lebih dekat.
Indonesia diperkirakan akan menjadi kekuatan maritim utama, dengan kapasitas
untuk melindungi kawasan maritimnya dari gangguan atau penyusupan musuh. Dengan
kemampuan maritim yang demikian, secara tak langsung Indonesia juga akan melindungi
Australia. Indonesia yang demokratis dan secara militer lebih berwawasan ke luar
(outward-looking) menjadi kepentingan strategis Australia, karena hal itu akan memberi
kedalaman strategis (strategic depth) yang lebih besar di tengah berbagai pergeseran
kekuatan di Asia.
Sebagai konsekuensinya, pimpinan angkatan bersenjata Australia atau ADF
(Australian Defence Force) Jenderal David Hurley telah menunjukkan adanya peluang
pembentukan “kemitraan strategis” sejati antara kedua negara, di mana kemungkinan
terjadinya konflik bersenjata tampaknya tidak ada. Ini bisa menjadi kabar baik bagi
Australia.
Mengingat faktor kedekatan geografis dan hubungan yang kadang-kadang
berkonflik dengan Indonesia, perencanaan pertahanan Australia sejak 1950-an sudah
memperhitungkan dua kemungkinan skenario terburuk. Skenario pertama, memandang
Indonesia sebagai ancaman militer langsung.
Namun terdapat “asimetri ganda,” yang membuat hal itu tampaknya tak akan terjadi.
Indonesia tidak menghadapi ancaman eksistensial dari ADF, yang jumlah pasukannya
jauh lebih kecil, tapi secara teknologi lebih unggul. Sedangkan Australia juga tidak

menghadapi ancaman dari Indonesia, yang punya pasukan lebih besar tetapi kurang
punya kemampuan. Jumlah personel militer aktif Indonesia pada 2013 sekitar 460.000,
sedangkan Australia cuma 47.000.
Skenario kedua, berlandaskan pada pengalaman menghadapi serangan udara Jepang
pada Perang Dunia II. Pada skenario kedua ini, dipertimbangkan kemungkinan kepulauan
Indonesia kembali menjadi kawasan yang pertahanannya lemah, sehingga bisa
dieksploitasi oleh agresor dari dataran benua Asia untuk menyerang Australia.
Kebangkitan sebagai kekuatan militer
Oleh karena itu, dari perspektif Australia, perkembangan politik dan ekonomi
Indonesia akhir-akhir ini membutuhkan penilaian ulang tentang kebangkitannya sebagai
kekuatan militer, serta kemungkinan implikasinya pada Australia.
Ada tiga isu utama yang terkait. Pertama, sejauh mana terjadinya pergeseran

3

keseimbangan kapabilitas antara TNI dan ADF. Kedua, sejauh mana TNI akan
memperkuat kapasitasnya, untuk mempertahankan kepulauan Indonesia dan berkontribusi
pada keamanan regional. Ketiga, implikasi pergeseran relatif dalam kekuatan militer
Indonesia terhadap hubungan pertahanan Australia-Indonesia.
Menurut analis Australia, modernisasi TNI saat ini masih menderita kelemahan

lama dalam hal kebijakan pertahanan. Misalnya, perencanaan strategis dan pembelian
alutsista yang tidak utuh (koheren); dokrin pertahanan yang sudah ketinggalan zaman;
pendanaan yang tidak memadai, dan ketidakmampuan dalam pemeliharaan peralatan
militer. Maka untuk jangka dekat, ahli strategi Australia menyimpulkan, ADF masih tetap
akan memiliki “keunggulan kapabilitas” terhadap TNI. Sedangkan kapabilitas proyeksi
kekuatan TNI, karena berbagai kendala yang dihadapi, dinilai masih akan bersifat terbatas.
(Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, 25 Januari 2014
Ditulis untuk dimuat di Majalah AKTUAL dan www.aktual.co

Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI
(1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah
D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV
(Februari 2002-Juli 2012), dan Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013).
Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi
Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.


Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061

4