PERAN PERBANKAN DALAM PEREKONOMIAN INDON

PERAN PERBANKAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Indah Putri Istiqomah/ PI-C/ Moneter
LATAR BELAKANG
Sektor perbankan Indonesia telah menikmati pertumbuhan yang stabil selama lima
tahun terakhir. Pertumbuhan kredit yang stabil sekitar 20% telah memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan total aset bank. Rata-rata Net Interest Margin (NIM) mengalami
sedikit penurunan karena persaingan yang ketat. Namun, NIM perbankan Indonesia tetap
menjadi salah satu yang tertinggi di kawasan Asia bahkan di kalangan global. Namun
demikian, meskipun perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa, risiko
yang berkaitan dengannya masih berada di bawah kontrol, tercermin dari peningkatan NonPerforming Loan (NPL) di semua industri. (Indonesia Banking Survey, 2015)
Tahun 2014 telah menjadi tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian
Indonesia. Perekonomian Indonesia pada 2014 tumbuh dengan kecepatan yang paling lambat
dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Produk Domestik Bruto (PDB) bertambah 5,0% pada
tahun 2014 dibandingkan dengan 5,5% pada tahun 2013. Sejak awal 2014, pertumbuhan
ekonomi telah menunjukkan tren penurunan karena ekspor komoditas primer jatuh, dan
pertumbuhan melambat di pasar internasional, terutama Cina. Selain itu, tingginya suku
bunga dan melemahnya rupiah juga mempengaruhi permintaan domestik
Kondisi perekonomian tersebut sedikit mengurangi performa industri perbankan.
Lingkungan bisnis yang terjadi menyebabkan bank lebih berhati-hati dalam menyalurkan
pinjaman, sehingga memperlambat pertumbuhan kredit di semua industri. Sebagian besar
bank membukukan pertumbuhan kredit satu digit dan merevisi rencana bisnisnya untuk

disesuaikan dengan kondisi perekonomian saat ini. NPLpun mulai meningkat, terutama untuk
sektor terkait komoditas. Harga komoditas tumbang karena lambatnya permintaan global,
terutama harga komoditas yang berasal dari China.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan aktivitas dalam mengimplemenasikan
Arsitektur Perbankan Indonesia, yang bertujuan untuk menciptakan sistem perbankan yang
kuat dan efisien, dan mengkonsolidasikan bank-bank di Indonesia. Ada 118 bank komersial
di Indonesia dan OJK sudah memiliki blueprint untuk mengkonsolidasikan sejumlah bank
untuk menjadikan hanya 60 sampai 70 bank dalam 10 sampai 15 tahun ke depan, yang akan
dibagi menjadi kategori berikut: bank internasional, nasional dan bank khusus atau pedesaan .

Apetit dari investor asing tetap kuat meskipun valuasi telah turun dari puncaknya
pada 2012, di mana valuasi bank-bank besar Indonesia mencapai hingga empat kali book
value. Pemain di wilayah tersebut, terutama Jepang, bank-bank Cina dan Korea, masih
melakukan screening target untuk mendapatkan pijakan di Indonesia. Bank yang jatuh di
bawah Kelas 1 rentan untuk diakuisisi karena modal mereka terbatas untuk ekspansi dan
teerbatas dalam melakukan aktivitas perbankan. Saat ini beberapa bank-bank Cina dan Korea
yang dalam proses dan menunggu persetujuan, menunjukkan bahwa minat di sektor ini masih
kuat.
Untuk itu, perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif
dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional. Peran itu diwujudkan dalam

fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi atau institusi perantara antara debitor dan
kreditor. Dengan demikian, pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang
kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak.

PERBANKAN DI INDONESIA
Sebagian besar bankir memprediksi bahwa Bank Indonesia akan terus
meningkatkan suku bunga di 2015, hingga 25-50 bps . Pada bulan November 2014, Bank
Indonesia menaikkan BI rate dari 7,50% menjadi 7,75% untuk mengurangi laju inflasi dan
mengapresiasi nilai tukar rupiah. Pertumbuhan kredit lebih lambat, memburuknya kualitas
kredit dan profitabilitas yang lebih rendah merupakan akibat dari tingkat suku bunga yang
tinggi. Kemudiann pada 17 Februari 2015, Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan
untuk menurunkan BI rate dari 25 bps menjadi 7,50% . Ukuran baru ini didasarkan pada
harapan bahwa inflasi akan tetap terkendali pada kisaran 4 ± 1% pada tahun 2015

.

Pada bulan Februari 2015, Bank Indonesia memangkas suku bunga sebesar 25 basis
poin menjadi 7,5% untuk mengantisipasi bahwa ekonomi akan tumbuh lebih lambat dari
yang diharapkan yang disebabkan oleh keterlambatan pengeluaran pemerintah untuk proyekproyek infrastruktur, bersama dengan harga komoditas melemah, harga energi dan daya beli.
Likuiditas di sektor perbankan berada pada 87% per April 2015, dibandingkan

dengan 89% pada akhir tahun 2014. Pertumbuhan yang stabil dari DPK dan pertumbuhan
kredit yang lemah telah memecahkan masalah likuiditas yang telah dialami industri
perbankan pada tahun 2014.
OJK mengharapkan Bank Indonesia untuk mempertahankan NIM pada sekitar 4%
sampai 5%. NIM mencapai 5,30% per April 2015, atau 1,07% lebih tinggi dari tahun 2014.
Jumlah ini relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan
Singapura, di mana NIM hanya sekitar 2%-3%.
Pada tahun 2015, pertumbuhan kredit diproyeksikan akan berada di bawah 15%
karena kondisi ekonomi lemah dan pertumbuhan GDP lambat. Bank berhati-hati dalam
menyalurkan kredit karena perusahaan menghadapi kesulitan untuk memberika pinjaman
kepada masyarakat.
Namun, proyeksi kredit dan DPK menunjukkan pertumbuhan yang stabil dalam
jangka panjang, dengan perkiraan
realisasi

proyek

infrastruktur

akan mendorong pertumbuhan

PDB yang diproyeksikan sebesar
7% di 2019. Industri perbankan
diharapkan

dapat

memicu

pertumbuhan

kredit

yang

berkelanjutan

yang

juga


didukung oleh kalangan kelas
menengah dan platform ekonomi
yang kuat.
Jika dilihat dari segi penetrasi perbankan, tingkat penetrasi perbankan telah
meningkat selama lima tahun terakhir. Namun, hal ini masih relatif rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara tetangga. Per Desember 2014, rasio kredit terhadap PDB adalah 37%,
sementara rasio DPK terhadap GDP adalah 41% .

Dibandingkan dengan negaranegara APAC lainnya, penetrasi
perbankan

di

Indonesia

merupakan

yang

terendah.


Rendahnya rasio kredit terhadap
PDB,

ditambah

dengan

pertumbuhan PDB yang stabil
membuat kesempatan besar di
industri perbankan.

Salah satu alasan di
balik penetrasi yang relatif
rendah

adalah

kondisi


geografis

Indonesia,

yang

berdampak pada akses untuk
mencapai

penyedia

jasa

keuangan.

Lebih

dari

setengah


dari

bank-bank

komersial terletak di Jawa,
dan

sebagian

besar

dari

mereka berada di kota-kota besar.
Distribution outlet masing-masing menggambarkan PDB, TPF dan alokasi
pinjaman antar pulau di Indonesia . Semakin sedikit akses ke outlet Bank, TPF berkurang dan
alokasi penyaluran pinjaman juga berkurang; karenanya, mempengaruhi produk domestik
regional bruto.


Gambar
menunjukkan

di

bawah
perbadingan

penditribusian kredit dan NPL pada tahun 2014 dan 2015.

Dibandingkan dengan industri perbankan di negara ASEAN, industri perbankan Indonesia
memiliki jumlah yang lebih kecil dari sisi pinjama, TPFs dan aset. NPL di Indonesia
tergolong terendah setelah Singapura. Selanjutnya, NIM perbankan di Indonesia merupakan
yang
paling
tinggi

dibandingkan dengan negara ASEAN yang lain.

Kinerja yang stabil dan proyeksi pertumbuhan yang kuat membenarkan bahwa

Indonesia masih menjadi tujuan investasi utama di industri perbankan ASEAN.
Bank BUMN mendominasi industri perbankan Indonesia, Bank Mandiri sebagai
pemain terbesar dengan aset (855040) dan TPFs (567326) terbesar. Namun, dalam beberapa
tahun terakhir, market share dan bank swasta telah menangkap pangsa pasar dengan
menyediakan layanan tambahan dan berbagai produk.
PERAN PERBANKAN DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki
dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas
keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan
merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan
sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.

Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang
mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank

Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas
sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen

dalam

menjaga

stabilitas

sistem

keuangan

itu

adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan
stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan
moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat
mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation
targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti
itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara
lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab
itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan
kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law
enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu,
upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan
stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk
menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu
peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup
serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat

menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan
yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain
dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama
sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan
kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem
pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor
keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas
sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan
indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan
pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari
terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang
menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat
sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari
terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang
ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

REFERENSI
(2015). Survey of Indonesian Banking. Indonesia: PWC.
Jensins, C. N. (2007). The Role of the Financial Services Sector in Expanding Economic
Opporunity. Harvard College: Kennedy of School Government.
(September 2015). Indonesian Banking Industry: Challenging yet Promising. United
Kingdom: Ernts & Young (EY).

http://www.bi.go.id