Membangun peradaban islam dr hamid fahmy

MEMBANGUNPE
PERADABAN ISLAM

Oleh :
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi

Disampaikan dalam
Workshop Pemikiran Ideologis
Forum Ukhuwwah Islamiyah
Daerah Istimewa Yogyakarta
15 April 2007

0

Daftar Isi
1. Makna Peradaban Islam
a. Islam sebagai Peradaban
b. Substansi Peradaban Islam
c. Tradisi intelektual Islam
2. Sumbangan Islam kepada Barat
3. Kemunduran peradaban Islam

4. Membangun kembali peradaban Islam
a.

Kondisi Ummat Islam

b.

Identifikasi Masalah Umat

c.

Problem Pembaharuan Pemikiran

d.

Problem pendidikan Islam (Sistem pendidikan
pesantren, madrasah dan perguruan tinggi)

5. Membangkitkan tradisi intelektual
6. Membangun individu melalui universitas

7. Sinergi Pembangunan Peradaban
Penutup
 Biodata Penulis

1

Membangun Kembali Peradaban Islam
Secara Sinergis, simultan dan konsisten
Oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi

Proyek besar yang telah lama digagas dan dirintis oleh para tokoh
pemikir dan pembaharu Muslim baik di Timur Tengah mapun di belahan bumi
seperti di anak benua Indo-Pakistan, di dunia Melayu, dan di dunia Barat adalah
Membangun Kembali Peradaban Islam. Dengan segala kekurangan dan
kelebihan, kegagalan dan keberhasilan yang dicapai oleh para pendahulu kita,
kita berkewajiban untuk mengambil pelajaran dari mereka dan menyusun
strategi baru bagi kelanjutan proyek tersebut.
Proyek ini semakin penting untuk dibahas kembali dan perlu terus
direalisasikan secara perlahan-lahan. Sebab stigmatisasi masyarakat Barat
terhadap Islam dan umat Islam dengan "fundamentalisme, terrorisme,

ekslusifsme" dsb. yang marak akhir-akhir ini berangkat dari asumsi bahwa
Islam hanyalah denominasi agama dan kepercayaan yang menghasilkan
fanatisme. Akibat stigma ini umat Islam bersikap responsif dan reaktif sehingga
cenderung hanyut ke dalam bahasa-bahasa peperangan psikis (psy-war) yang
tidak produktif bagi dialog peradaban. Mereka seakan melupakan fakta bahwa
Islam adalah sebuah agama yang telah terbukti mampu berkembang menjadi
peradaban yang bermartabat yang kaya dengan konsep dan sistem kehidupan
yang teratur selama berabad-abad lamanya.
Masyarakat dunia kini memerlukan dialog dalam bahasa peradaban,
bukan hanya dalam bahasa agama. Disini identitas masing-masing peradaban
perlu diperkenalkan kembali, untuk kemudian ditemukan sisi perbedaan dan
persamaan agar dapat ditentukan bentuk kerjasama dan batas-batas toleransi
yang dapat dan harus dipegang.
Secara internal proyek pembangunan peradaban Islam merupakan
jawaban konprehensif bagi berbagai persoalan yang menggelayuti kehidupan
umat Islam dewasa ini. Oleh karena itu diperlukan pembahasan yang agak
radikal (dari radiksnya), yaitu dengan merujuk konsep-konsep dasarnya di atas
mana peradaban Islam pernah dibangun dan akan kita bangun kembali.
1. Makna Peradaban Islam
Islam yang diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep

seminalnya sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa
makna keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan
kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum
dan mencari pemerintah yang adil.1 Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi
suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama
Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat
itu diberi nama MadÊnah.2 Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk
1

2

Al-Attas, Islam, Religion and Morality, dalam Prolegomena to the Metaphysics of Islam,
ISTAC, 1995, hal. 43-4
Sebelumnya kota Madinah dikenal dengan nama Yathrib.

2

akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota,
memajukan, memurnikan dan memartabatkan.3
Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal

berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan
kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di
kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan – kalau tidak salah –
untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku TÉrÊkh alTamaddun al-IslÉmÊ (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejak itu
perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia
Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang
dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun
di Turkey orang dengan menggunakan akar madÊnah atau madana atau
madaniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang
Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata haÌÉrah untuk
peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima ummat Islam non-Arab
yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua IndoPakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan
peradaban menggunakan istilah tahdhÊb.
a. Islam sebagai Peradaban
Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar
Romawi, Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun
sawÉ') ditolak dengan halus, nabi hanya berkomentar pendek "sa uhÉjim al-rËm
min uqri baitÊ" (Akan saya perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi
ini bukan genderang perang, ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fsik
dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan itu justru menunjukkan

keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di jazirah
Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban yang
kelak akan mengalahkan Romawi.
Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad
sesudah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke
kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh
ketangan Alexander the Great. Selanjutnya, Muslim memasuki kawasan yang
telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti.
Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M kerajaan Kristen di kawasan
Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun
pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300
tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru pada abad
ke sebelas kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim. 4 Demitri
Gutas dengan jelas mengakui:
…..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan
disusun sesuai dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad,
Islam, yang berkembang seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga
Spanyol dan Pyrennes.5
Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam,
Mesir untuk pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat

dipersatukan secara politis, administratif dan ekonomis dengan Persia dan India
Ibn ManÐËr. LisÉn al-‘Arab al-MuÍÊÏ. (Beirut: DÉr al-Jayl & DÉr LisÉn al-'Arab, 1988)
jilid13; hal. 402
4
William R Cook dan Ronald B Herzman, The Medieval Worldview, New York – Oxford,
Oxford University Press, 1983, hal. 119-120
5
Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, London, Routledge, 1988, hal. 13
3

3

dalam jangka waktu yang cukup lama. Perbedaan ekonomi dan kultural yang
memisahkan dua dunia yang berperadaban, Timur dan Barat, sebelum Islam
datang yang dibatasi oleh dua sungai besar dengan mudahnya lenyap begitu
saja.
Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor
tunggal. Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire
menyatakan bahwa periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran
Romawi disebabkan oleh lima faktor: pertama di era kekuasaan Justinian

banyak wewenang memberi kepada Imperium Romawi di Timur; kedua adanya
invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa provinsi Asia dan
Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan rakyat
Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir
munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran
Jerman di Barat. 6
Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan,
keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan
Romawi adalah datangnya Islam. Pernyataan Nabi yang diplomatis itu
nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi menyerang Romawi Barat maupun
Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam telah benar-benar menjadi
faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti bahwa Islam
sebagai dÊn yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsabangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang
teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab
karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran pandangan hidupnya.
Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat
Nabi sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan
ia adalah budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobekrobek kerajaannya”. Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu

putera Kaisar yang bernama Qabaz merebut kekuasaan dengan membunuh
Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun kemudian hanya berkuasa empat
bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu berganti-ganti hingga
sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak poranda. Akhirnya,
rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak berdaya
ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh.
Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar
rumah untuk menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya
menyerbarkan Islam yang memang merupakan peradaban yang memiliki
konsep ketuhanan, kemanusiaan dan kehidupan yang jelas dan teratur. Di
Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam masuk dan diterima oleh
masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat. Namun karena
kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup
masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh.
Ini bukti bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar,
menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasankawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke
daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah
Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang
didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat Islam
justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat

berbeda dari peradaban Barat yang eksploitatif.
6

Edward Gibbon, The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated London,
United Kingdom, Bison Books Ltd. 1979, hal. 1.

4

b) Substansi Peradaban Islam
Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya
ilmu pengetahuan seperti fsika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic,
kedokteran dsb. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau
berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban
yang terpenting dalam teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu
pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif
mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu umrÉn harus
dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar maka
akan lahir umrÉn besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau
bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat
yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu

sistem kemasyarakat dan akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota
Cordova, kota Baghdad, kota Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit
contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang kemudian melahirkan
Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umrÉn bagi Ibn Khaldun di
antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan /
arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian
(kaligraf, musik, sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu
terdapat komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan.
Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat
faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim
kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas
peradaban, menolak agama adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan
bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Meskipun dalam paradaban Islam
struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun
prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsipprinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada
keesaan Tuhan (tawÍÊd), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang
bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari
keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya
sebagai khalifah Allah di Bumi berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat). 7
Sejalan dengan Sayyid Qutb, Syeikh Muhammad Abduh menekankan
bahwa agama atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Bangsa-bangsa
purbakala seperti Yunani, Mesir, India, dll, membangun peradaban mereka dari
sebuah agama, keyakinan atau kepercayaan. Arnold Toynbee juga mengakui
bahwa kekuatan spiritual (batiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan
seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah (outward manifestation) yang
kemudian disebut sebagai peradaban itu.8
Jika agama atau kepercayaan merupakan asas peradaban, dan jika agama
serta kepercayaan itu membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tindakan nyatanya atau manifestasi
lahiriyahnya, maka sejalan dengan teori modern bahwa pandangan hidup
(worldview) merupakan asas bagi setiap peradaban dunia.
Para pengkaji peradaban, flsafat, sains dan agama kini telah banyak yang
menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart
menggunakannya untuk mengkaji agama, S.M. Naquib al-Attas, al-Mawdudi,
Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan bangunan konsep dalam Islam,
Alparslan Acikgence untuk mengkaji sains, Atif Zayn, memakainya untuk
7

8

Seperti dikutip oleh Muhammad Abdul Jabbar Beg, dalam The Muslim World League
Journal, edisi November-Desember, 1983, hal. 38-42.
Ibid

5

perbandingan ideologi, Thomas F Wall untuk kajian flsafat, Thomas S Kuhn
dengan konsep paradigmanya sejatinya sama dengan menggunakan worldview
bagi kajian sains.
Meski mereka berbeda pendapat tentang makna worldview, mereka pada
umumnya mengaitkan worldview dengan peradaban atau seluruh aktivitas
ilmiyah,sosial dan keagamaan seseorang. Ninian Smart, pakar kajian
perbandingan agama, memberi makna worldview sebagai “kepercayaan,
perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi
sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.” 9
Penekanannya pada fungsi worldview sebagai motor perubahan sosial dan
moral. Secara flosofs Thomas F Wall, memaknai worldview sebagai “sistem
kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang
makna eksistensi”.10 Dalam kaitannya dengan aktivitas ilmiyah Alparslan
Acikgence memaknai worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia,
termasuk aktivitas-aktivitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktivitas manusia
akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, artinya aktivitas manusia
dapat direduksi kedalam pandangan hidup itu. 11 Dalam konteks sains, hakekat
worldview juga dapat dikaitkan dengan konsep “paradigma” Thomas S Kuhn 12.
Istilah Kuhn “perubahan paradigma” (paradigm shift) menurut Edwin Hung
sebenarnya dapat dianggap sebagai weltanschauung Revolution (revolusi
pandangan hidup). Sebab, paradigma mengandung konsep nilai, standarstandar dan metodologi-metodologi, yang merupakan worldview dan
framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains. 13 Singkatnya,
worldview berkaitan erat secara konseptual dengan segala aktivitas manusia
secara sosial, intelektual dan religius. Dan yang terpenting adalah bahwa
worldcview sebagai sistem kepercayaan, pemikiran, tata pikir, dan tata nilai
memiliki kekuatan untuk merobah. Maka dari itu, aktivitas manusia dari yang
sekecil-kecilnya hingga yang sebesar-besarnya yang kemudian menjadi
peradaban bersumber dari worldview.
Jika makna worldview adalah konsep nilai, motor bagi perubahan sosial,
asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam
mengandung itu semua. Islam bahkan memiliki pandangan terhadap realitas
fsik dan non fsik secara integral. Ayat-ayat al-Quraan jelas-jelas adalah konsep
seminal yang memproyeksikan pandangan Islam tentang alam semesta dan
kehidupan yang disebut pandangan hidup atau pandangan alam Islam
(worldview, al-taÎawwur al-IslÉmÊ, al-mabda al-IslÉmÊ) itu.14 Bukan hanya itu,
9

Ninian Smart, Worldview, Crosscultural Explorations of Human Belief, (New York: Charles Sribner's sons,
n.d). 1-2.
10
Aslinya: An integrated system of basic beliefs about the nature of yourself, reality,
and the meaning of existence, Lihat Thomas F Wall, Thinking Critically About
Philosophical Problem, A Modern Introduction, Wadsworth, Thomson Learning,
Australia, 2001, hal. 532.
11
Aslinya: The foundation of all human conduct, including scientifc and technological
activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it
is reducible to that worldview. Lihat Alparslan Acikgence, "The Framework for A history
of Islamic Philosophy", Al-Shajarah, Journal of The International Institute of Islamic
Thought and Civilization (ISTAC), 1996, jilid1. Nomor 1&2, 6.
12
Kuhn menyatakan:”penelitian ilmiyah diarahkan kepada artikulasi fenomena-fenomea
dan teori-teori yang paradigmanya telah tersedia” Lihat Thomas S Kuhn, The Structure
of Scientifc Revolution, International Encyclopedia of Unifed Science, jilid2, no 2
(Chicago: Univerity of Chicago Press, 1970, hal. 24.
13
Lihat Edwin Hung, The Nature of Science: Problem and Perspectives (Belmont,
California, Wardsworth, 1997) hal. 340, 355, 368, 370.
14
Prof. Alparslan menyimpulkan bahwa suatu pandangan hidup umumnya memiliki 5
struktur konsep atau pandangan yang terdiri dari 1) struktur konsep tentang ilmu, 2)
tentang alam semesta, 3) tentang manusia, 4) tentang kehidupan, dan 5) tentang nilai

6

konsep-konsep itu diberi medium pelaksanaannya yang berupa institusi yang
disebut dÊn, yang di dalamnya terkandung konsep peradaban (Tamaddun).
Oleh sebab itu dalam Islam worldview memiliki istilahnya sendiri. Bagi alMawdudi worldview Islam adalah Islami NazariyÉt (Islamic Vision) yang berarti
“pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahÉdah) yang
berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia....secara
menyeluruh”.15 Menurut Sayyid Qutb worldview Islam adalah al-taÎawwur alIslÉmÊ, yang berarti “akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam
pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud
dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.”16 Worldview dalam istilah Shaykh Atif alZayn adalah al-Mabda’ al-IslÉmÊ yang lebih cenderung merupakan kesatuan
iman dan akal dan karena itu ia mengartikan mabda’ sebagai aqidah fkriyyah
yaitu kepercayaan yang berdasarkan pada akal. Sebab baginya iman didahului
dengan akal.17 Namun Shaykh Atif juga menggunakan kata-kata mabda untuk
ideologi non-Muslim. Ini berarti bahwa tidak selamanya berarti aqÊdah
fkriyyah. S.M.Naquib al-Attas mengartikan worldview Islam sebagai pandangan
Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan
yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam
adalah wujud yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam
tentang wujud (ru’yat al-IslÉm li al-wujËd).18
Jadi sebagaimana peradaban lainnya, substansi peradaban Islam adalah
pokok-pokok ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata
pikir, dan tata nilai, tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan
pandangan tentang wujud, terutamanya pandangan tentang Tuhan. Oleh sebab
itu teologi (aqÊdah) dalam Islam merupakan fondasi bagi tata pikir, tata nilai
dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim. Itulah pandangan hidup Islam. Jika
pandangan hidup itu berakumulasi dalam tata pikiran seseorang ia akan
memancar dalam keseluruhan kegiatan kehidupannya dan akan menghasilkan
etos kerja dan termanifestasikan dalam bentuk karya nyata. Dan jika ia
memancar dari pikiran masyarakat atau bangsa maka ia akan menghasilkan
falsafah hidup bangsa dan sistem kehidupan bangsa tersebut. Jadi substansi
peradaban Islam adalah pandangan hidup Islam. Namun elemen pandangan
hidup yang terpenting adalah pemikiran dan kepercayaan.
Menurut Ibn Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari
akumulasi tiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berfkir
yang menghasilkan sains dan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam
bentuk kekuatan politik dan militer dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup. 19
Jadi kemampuan berfkir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu
bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat
kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh
ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di
dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf
kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana
dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam
moralitas. Alparslan Acikgence, Scientifc Thought And Its Burdens, An Essay in the
History and Philosophy of Science, Fatih University Publications, 2000, hal. 78.
15
Al-MawdËdÊ, The Process of Islamic Revolution, (Lahore, 1967) hal. 14, 41.
16
M.Sayyid Qutb, MuqawwamÉt al-TaÎawwur al-IslÉmÊ, DÉr al-ShurËq, tt. Hal. 41
17
Shaykh ÓÏif al-Zayn, al-IslÉm wa Idulujiyyat al-InsÉn, Beirut, DÉr al- KitÉb al-LubnÉnÊ,
1989, hal. 13.
18
S.M.N, al-Attas dalam Prolegomena to The Metaphysics of Islam An Exposition of the
Fundamental Element of the Worldview of Islam, Kuala Lumpur, ISTAC, 1995, hal. 2
19
Ibn KhaldËn, 'Abd al-RaÍmÉn Ibn MuÍammad, The Muqaddimah: an Introduction to
history, Penerjemah Franz Rosenthal, 3 jilid, editor N.J. Dawood. (London, Routledge &
Kegan Paul, 1978), hal. 54-57.

7

hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran,
namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu
pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Untuk menjelaskan
bagaimana pemikiran dalam peradaban Islam merupakan faktor terpenting bagi
tumbuh berkembangnya peradaban Islam, kita rujuk tradisi intelektual Islam.

c). Tradisi intelektual Islam
Bagaimanakah pandangan alam Islam itu tumbuh dan berkembang dalam
pikiran seseorang dan kemudian menjadi motor bagi perubahan sosial umat
Islam merupakan proses yang panjang. Secara historis tradisi intelektual dalam
Islam dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad saw, secara berturut-turut dari periode Makkah awal,
Makkah akhir dan periode Madinah. Kesemuanya itu menandai lahirnya
pandangan alam Islam. Di dalam al-Qur'an ini terkandung konsep-konsep
seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para
sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian. Konsep 'ilm
yang dalam al-Qur'an bersifat umum, misalnya dipahami dan ditafsirkan para
ulama sehingga memiliki berbagai defnisi.20 Cikal bakal konsep Ilmu
pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang
ditafsirkan kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi
dalam bentuk peradaban yang kokoh. Jadi Islam adalah suatu peradaban yang
lahir dan tumbuh berdasarkan teks wahyu yang didukung oleh tradisi
intelektual.
Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium
tranformasi dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Sufah dan
komunitas intelektualnya disebut AsÍÉb al-Sufah.21 Di lembaga pendidikan
pertama dalam Islam ini kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam
kegiatan belajar mengajar yang efektif.22 Meski materinya masih sederhana tapi
karena obyek kajiannya23 tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan
kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi
spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran
20

Rosenthal mencatat lebih dari seratus defnisi 'ilm dalam tradisi intelektual Islam, dan
mengkategorikannya menjadi dua belas kategori, Rosenthal, F, Knowledge the
Triumphant, Leiden, E.J.Brill, 1970, hal. 52-69.
21
Khalifah melaporkan catatan orang lain menyatakan bahwa Sufah didirikan antara
10, 17, atau 19 bulan sesudah Hijrah atau 2 tahun setelah Hijrah. Dalam SaÍih BukhÉri
disebutkan pula bahwa ia didirikan 16 or 17 bulan setelah Hijrah. Lihat Khalifah ibn
Khayyat (d.240 A.H) al-Tarikh, dengan komentar oleh Akram Diya' al-'Umari (Najaf: alAdab Press 1967, jilid1 / 321. Cf, al-Bukhari, Muhammad ibn Isma'il (d.256 A.H) alSahih, 9 Parts in 3 vols (Egypt: Muhammad Ali al-Subayh, tt. Lihat Kitab al-Salah Bab
al-Tawajjuh Nahw al-Qiblah, 1/104.; lihat juga al-Hujwiri, Kashf al-Mahjub, hal. 81.
22
Mengenai jumlah peserta dalam komunitas ilmuan dan materi yang dikaji, Lihat AbË
Nuaym Abu Nu'aym, Ahmad ibn 'Abd Allah al-Asbahani (d.430 A.H.) Hilyat al-Auliya',
10 jilid, Mesir: al-Sa'adah Press, 1357, 1/339, hal. 341.
23
Tujuan utama AsÍÉb al-Øufah adalah belajar dan mengamalkan Islam, seperti shalat,
membaca al-Quraan, memahami ayat-ayat bersama-sama, berzikir serta belajar
menulis. Alumni, sebut saja begitu, dari sekolah masyarakat (learning society) ini juga
menunjukkan kemampuan mereka dalam menghapal hadith-hadith Nabi. Lihat AbË
Daud al-Sijistani, Sulayman ibn al-Asha'ath, (d.275 A.H) al-Sunan, 2 jilid (Egypt,
Mustafa al-Babi al-Halabi, 1371) 2/237; and Ibn Majah, Muhammad Ibn Yazid (d.273),
al-Sunan, dengan komentar dari Muhammad Fu'ad 'Abd al-BÉqÊ, (Kairo: DÉr IÍyÉ' alKutub al-‘Arabiyyah, 1953, jilid 2, hal. 70.

8

tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western
civilization). Yang jelas, AÎÍÉb al-Øufah, adalah gambaran terbaik
institusionalisasi kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan
tonggak awal tradisi intelektual dalam Islam. 24 Hasil dari kegiatan ini adalah
munculnya, katakan, alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadith Nabi,
seperti misalnya AbË Hurayrah, AbË Dharr al-GhifÉri, SalmÉn al-FÉrisi, 'Abd
AllÉh ibn Mas'Ëd dan lain-lain. Ribuan hadith telah berhasil direkam oleh
anggota sekolah ini.
Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi
berikutnya dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya
telah muncul ilmuwan-ilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi
keagamaan, seperti misalnya Qadi Surayh (w.80H/ 699M), Muhammad ibn al×anafyyah (w.81/700), Umar ibn 'Abd al-'AzÊz (w.102/720) Wahb ibn Munabbih
(w.110,114/719,723), ×asan al-BaÎri (w.110/728), Ja'far al-ØÉdiq (w.148/765),
AbË ×anÊfah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), AbË YËsuf (w.182/799), alShÉf'i (w.204/819), dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa kegiatan keilmuan tersebut di atas, secara
epistemologis wujud karena adanya pandangan alam (worldview), yaitu
pandangan alam yang memiliki konsep-konsep yang canggih yang menjadi
asas epistemologi untuk aktivitas keilmuan tersebut. Dengan adanya konsep
yang canggih para ilmuwan anggota masyarakat yang terlibat akhirnya dapat
mengembangkan istilah-istilah teknis dan bahasa khusus untuk itu. Bahkan
konsep tersebut berkembang menjadi struktur konsep keilmuan atau scientifc
conceptual scheme.25 Dari konsep 'Ilm ini pula kemudian lahir berbagai disiplin
ilmu pengetahuan seperti Ilmu Fiqih, Tafsir, Hadith, Falak, Hisab, Mawarith,
Kalam, tasawwuf dsb.
Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan dalam Islam dirasakan
oleh masyarakat Eropa pada zaman Bani Umayyah di Andalus Spanyol. Oliver
Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:
….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa
yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus.
Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih
belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka
sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalahmasalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan
tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan flsafat,
sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini,
dimana beberapa universtias penting berada. 26
Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah, misalnya Muslim telah banyak
mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir
Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting
Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim
untuk proses asimilasi.27 Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era
kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Demitri Gutas proses transmisi
(penterjemahan) di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial,politik dan
AbË Nu'aym mencatat bahwa Sa'Êd ibn 'Ubadah sendiri biasa memberikan akomodasi
kepada 80 orang di rumahnya untuk tujuan belajar mengajar. Ibid, jilid 1, hal. 341.
25
Alparslan Acikgence, Scientifc Thought, hal. 87
26
Oliver Leaman, "Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in
Muslim History", dalam Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris,
London-New York in association with The Institute of Ismaili Studies, 2000, hal. 34.
27
Sharif, M.M., A History of Muslim Philosophy, jilid. II, Low Price Publication, Delhi, 1995,
hal.1349.
24

9

intelektual.28 Ini berarti bahwa seluruh komponen masyarakat dari elit
penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga
dampaknya secara kultural sangat besar.
Jadi Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut.
Mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifkasi dan
mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. 29 Jadi proses asimilasi terjadi ketika
peradaban Islam telah kokoh. Artinya ummat Islam mengadapsi pemikiran
Yunani ketika peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan
pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, flsafat dan kedoketeran Yunani
diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. 30 Produk
dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran
Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani. Bandingkan
misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom Democritus.
Jadi, tidak benar, kesimpulan Alfred Gullimaune yang menyatakan bahwa
framework, ruang lingkup dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari bidangbidang dimana Filsafat Yunani mendominasi sistem ummat Islam. 31 Sejatinya
pemikiran Yunani tidak dominan, sebab jika demikian maka Muslim tidak
mampu melakukan proses transmisi. Oleh karena itu Muslim lebih berani
memodifkasi pemikiran Yunani ketimbang masyarakat Kristen Barat Abad
Pertengahan. Muslim bahkan mampu mengharmonisasikan dengan Islam
sehingga akal dan wahyu dapat berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani
tidak lagi menampakkan wajah aslinya. Berbeda dari Muslim, masyarakat
Kristen Barat Abad Pertengahan yang mengaku mengetahui karya-karya Yunani,
ternyata tidak mampu mengharmoniskan flsafat, sains dengan agama. Kondisi
ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen menggunakan tangan
pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani. Terpecahnya
kalangan teologi Kristen kedalam aliran Averoesm dan Avicennian merupakan
bukti bahwa Kristen memahami Yunani melalui pandangan hidup Muslim.
Jika benar asumsi orientalis selama ini bahwa pemikiran Muslim didominasi
pemikiran Yunani, maka wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah
wajah Yunani. Tapi realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural
Muslim yang dominan, padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan
kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi. Yang pasti karakteristik penting
peradaban Islam baik ketika di Andalusia maupun di Baghdad adalah
semaraknya kegiatan keilmuan. Oleh karena itu dalam menggambarkan
peradaban Islam Ibn Khaldun membahas secara panjang lebar ilmu-ilmu yang
berkembang dan dikembangkan di kedua pusat kebudayaan Islam itu, seperti
misalnya ilmu bahasa dan agama, aritmatika, aljabar, ilmu hitung dagang
(bussiness arithmetic), ilmu hukum waris (farÉ’Ì), geometri, mekanik, penelitian,
optik, astronomi, dan logika. Termasuk juga ilmu fsika, kedokteran, pertanian,
metafsika, ramalan, ilmu kimia dan sebagainya.32
Dimitri Gutas, Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation
Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries), Routledge,
London-New York, 1998, hal.191.
29
Oliver Leaman, An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge University
Press, Cambridge, 1985, hal. 6.
30
Thomas Brown, The Transformation of the Roman Mediterranean, 400-900, dalam
George Holmes, The Oxford History of Medieval Europe, hal.50-51. He also noted that
the remarkable success and the strength of Islam was due mainly to their ability "to
evolve an original and durable synthesis". They took over the more efective and
appealing tenets of other faiths and retained viable elements of Graeco-Roman
administration and urban culture while maintaining the distinctiveness and vitality of
their own culture. Lihat Ibid., hal. 11.
31
Alfred Gullimaune, “Philosophy and Theology” dalam The Legacy of Islam, Oxford
University Press, 1948, hal.239.
32
Ibn KhaldËn, Muqaddimah, hal. 343-400
28

10

Namun, seperti yang diteorikan oleh Ibn Khaldun di atas, pemikiran yang
berkembangan menjadi tradisi intelektual bukanlah satu-satunya faktor tumbuh
berkembangnya suatu peradaban. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk
kekuatan politik dan militer serta kesanggupan berjuang untuk meningkatkan
kehidupan merupakan faktor lain yang mendukung tumbuhnya pemikiran dan
peradaban. Selain itu Ibn Khaldun juga mensinyalir adan hubungan kausalitas
antara peradaban dan sains. Artinya semakin besar volume urbanisasi ('umrÉn)
semakin tumbuh pula peradaban dan sains, demikian pula sebaliknya. Ilmu
akan berkembang hanya dalam peradaban (haÌÉrah) menjadi besar yang
penduduk perkotaannya meningkat.
2. Sumbangan Islam kepada Barat
Untuk melihat watak atau karakteristik peradaban Islam, ada baiknya jika
dilihat dari apa yang disumbangkan Islam kepada peradaban lain, khususnya
Barat. Atau dengan perkataan lain apa yang dimanfaatkan peradaban lain dari
Islam telah menunjukkan karakter peradaban Islam itu sendiri. Fakta sejarah
membuktikan bahwa di Spanyol orang-orang Kristen tenggelam kedalam apa
yang disebut sebagai Mozarabic Culture.33 Kultur Islam yang dominan inilah
mungkin yang memberi sumbangan besar bagi lahirnya pandangan hidup baru
di Barat. Morris menggambarkan bahwa kontak dan konfik antara KristenYahudi dan Muslim memberi stimulus tidak saja kepada bangkitnya ideologi dan
intelektualitas Eropa Abad Pertengahan, tapi juga imaginasinya. 34 Maksudnya
keingintahuan orang-orang Barat tumbuh ketika menyadari bahwa Muslim
memiliki pandangan hidup yang canggih (sophisticated) dan ilmu pengetahuan
yang kaya lebih dari apa yang terdapat di dunia Latin. Inilah yang sebenarnya
terjadi.
Dari perspektif teori terbentuknya pandangan hidup 35 kita dapat
menyatakan bahwa Spanyol adalah tempat dimana Barat menyerap aspirasi
dari Muslim bagi pengembangan pandangan hidup mereka. Atau setidaktidaknya, Barat memanfaatkan pertemuan mereka dengan Muslim untuk
memperkaya pandangan hidup mereka. Fakta sejarah menunjukkan bahwa
Barat menempuh berbagai macam cara untuk mentransfer aspek-aspek penting
pandangan hidup Islam yang berupa konsep-konsep itu. Jayusi mengkaji dan
menemukan bahwa model transformasi kultur Islam ke dalam kebudayaan
Barat ada lima: pertama, melalui cerita-cerita dan syair-syair yang
ditransmisikan secara oral oleh orang-orang Barat. Kedua, dengan cara
kunjungan atau turisme, pada abad ke 7 M, Cordoba adalah ibukota negara
Mozarab asal katanya dari bahasa Sepanyol yang diambil dari Bahasa Arab
musta'rab yang berarti terarabkan ('arabized'), or menjadi ke Arab-Araban, tapi
istilah ini dipakai untuk mengecap seseorang yang mengaku-ngaku sebagai Arab
tanpa menjadi Arab betulan. Menurut Mikel istilah ini adalah aslinya dalah kata
pejoratif yang diarahkan kepada orang Kristen Arab yang hidup pada kekaisaran
Kristen Abad Pertengahan, khususnya di Toledo. Namun istilah ini juga merujuk
kepada peserta kebaktian Kristen di Spanyol yang masih mempertahankan bentuk
agama mereka yang telah dimodifkasi setelah datangnya Muslim. Lihat Mikel De
Eplaza, “Mozarab, An Emblematic Christian Minority in Islamic Andalus”, dalam
Salma Khadra Jayyusi, "The legacy of Muslim Spain", E.J.Brill, Leiden, 1992, 149170. Bandingkan Webster Comprehensive Dictionary, Trident Press International,
1996, hal. 833
34
Morris, Rosemary, Northern Europe invades the Mediterranean, 900-1200, dalam
George Holmes, The Oxford, Ibid., hal. 194-195
35
Alparsalan menyatakan bahwa worldview itu terbentuk dalam pikiran manusia
menurut ide-ide cultural, saintifk, keagamaan dan spekulatif, melalui pendidikan,
atau upaya-upya-upaya yang sadar untuk memperoleh ilmu atau keduanya
sekaligus. Alparslan Acikgenc, Islamic Science, hal. 15
33

11

Islam yang menonjol dan merupakan kota yang paling berperadaban di Eropa,
dan karena itu orang Eropa berduyun-duyun mengunjungi tempat ini untuk
belajar dari peradaban Islam. Ketiga, waktu itu terdapat hubungan
perdagangan dan politik resmi melalui utusan yang dikirim dari kerajaankerajaan di Eropa. Keempat, dengan cara menterjemahkan karya-karya ilmiyah
orang Islam. Faktanya, monastri-monastri Eropa, khususnya Santa Marie de
Rippol, pada abad 12 dan 13 M memiliki ruangan penyimpan manuskrip bagi
sejumlah besar karya-karya ilmiyah orang Islam untuk mereka terjemahkan.
Kelima, untuk kelancaran proses penterjemahan raja-raja Eropa mendirikan
sekolah untuk para penterjemah di Toledo, tepat sesudah pasukan Kristen
merebut kembali kota tersebut pada tahun 1085. tujuannya adalah untuk
menggali ilmu pengetahuan Islam yang terdapat pada perpustakaanperpustakaan bekas jajahan Muslim itu.36
Namun, kebangkitan Barat tidak terjadi langsung sesudah proses
tranformasi tersebut di atas. Sebab tidak ada peradaban yang bangkit secara
mendadak dan tiba-tiba, sekurang-kurangnya diperlukan waktu satu abad
lamanya bagi suatu peradaban untuk bangkit. Islam sendiri bangkit menjadi
sebuah peradaban yang memiliki konsep-konsep kepercayaan, kehidupan,
keilmuan dan lain sebagainya sesudah beberapa abad lamanya. Dari awal
kemunculannya pada abad ke 7 M, Muslim baru dapat dianggap sebagai
peradaban yang kuat pada abad ke 10 M, di saat mana para cendekiawannya
mampu menguasai ilmu pengetahuan Yunani, Persia dan India, dan kemudian
menghasilkan ilmu pengetahuan baru yang telah disesuaikan dengan konsepkonsep penting dalam pandangan hidup Islam. Ilmu-ilmu yang dihasilkan di
antaranya adalah matematika, kedokteran, farmasi, optik dan lain-lain. Ini
bukan sekedar sistematisasi ilmu pengetahuan Yunani, seperti yang diduga
para orientalis,37 tapi menyangkut hal-hal yang detail dan bahkan menghasilkan
prinsip-prinsip baru dalam bidang sains, sehingga hasilnya sains dalam Islam
yang - dalam bahasa Willian McNeil - "went beyond anything known to these
ancient preceptors".38
Dengan datangnya Islam yang menyatukan kawasan-kawasan Timur
Dekat kedalam kekhalifahan Islam, kepeloporan di bidang sains berpindah
ketangan orang-orang Islam dan bertahan hingga abad ke 12. Namun, menurut
Ahmad Y al-Hassan, professor sains di Universitas Toronto, sains Islam masih
berkembang dan Muslim masih menjadi pelopor sains pada abad ke 13 hingga
ke 16, khususnya di negara-negara Islam bagian Timur. 39 Sebab pada tahun
1259 di Maragha didirikan Observatorium astronomi dan terus beroperasi
hingga tahun 1304. Observatorium ini memiliki perpustakaan dengan 400.000
judul buku, dan didukung oleh para saintis yang mumpuni di bawah pimpinan
NaÎr al-DÊn al-TËsÊ. Mereka itu adalah QuÏb al-DÊn al-ShirÉzÊ, Muaayyid al-DÊn
al-UrdÊ, MuÍyi al-DÊn al-MaghribÊ dan lain-lain. Lembaga ini bukan hanya
institusi pengkajian dalam bidang astronomi, tapi juga merupakan sebuah

Salma Khadra Jayyusi, The Legacy of Muslim Spain, Ibid, hal.1059-1060; Toledo
adalah tempat aktiftas terpenting tapi dalam skala yang lebih kecil dilakukan di
Salerno, Salamanca dan Venice. Lihat William McNeill, Ibid., 548-550; Untuk lebih
detail tentang proses transformasi melalui kegiatan penterjemahan lihat Myers,
Eugene A, Arabic Thought and The Western World, (New York: Frederick Ungar
Publishing co., 1964), hal. 78-130.
37
Lihat misalnya, OaLeary, De Lacy, Arabic Thought and Its Place in History, Routledge &
Kegan Paul Ltd, London, 1963. hal. viii.
38
William McNeill, Ibid., hal. 418
39
Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The
Sixteenth Century” dalam Sharifah Shifa al-Attas, Islam and The Challenge of
Modernity, ISTAC, Kuala Lumpur, 1996, hal. 351
36

12

akademi yang memberi kesempatan untuk kerjasama dengan lembaga lain dan
bertukar pikiran dengan saintis lain.
Lebih canggih dari Maragha adalah observatorium yang didirikan di
Samarqand. Sponsornya adalah Ulugh Beg putra mahkota yang juga saintis.
Observatorium ini selesai dibangun pada tahun 1420 dan terus beroperasi
hingga tahun 1470 an. Yang terlibat dalam pusat sains ini adalah ahli astronomi
matematika terkenal GiyÉth al-DÊn JamshÊd al-KÉshÊ, QÉdizada al-RËmÊ dan
‘AlÊ ibn Muhammad al-QËshjÊ. Observatorium yang terakhir dalam Islam
dibangun di Istanbul tahun 1577, di zaman kekuasaan Sultan Murad III (15741595). Pendiri dan Direkturnya adalah TaqÊ al-DÊn Muhammad ibn MaarËf alRashÊd al-DimashqÊ.
Pusat-pusat kajian sains tersebut tidak bertahan lama karena pada abadabad ke 12 hingga ke 15 keadaan ekonomi dan politik ummat Islam mulai
melemah sehingga kerja saintifk kehilangan momentumnya. Dukungan moral
dari masyarakat pun semakin mengecil. Al-Hassan berasumsi bahwa jika
ummat Islam tidak kehilangan kekuatannya, dan jika ekonomi ummat Islam
tidak rusak dan jika stabilitas politik tidak terganggu dan jika para ilmuwan itu
diberi waktu lebih lama lagi untuk berkreasi, maka mereka akan berhasil
melebihi apa yang dicapai Copernicus, Galileo, Kepler dan Newton. Sebab
model planetarium Ibn ShÉÏir dan astronomer Muslim lainnya ternyata telah
membuktikan adanya sistem heliosentris lebih dulu 200 tahun dari Cipernicus.
Sebaliknya Eropa yang pada waktu itu secara ekonomis mulai naik,
bergiat mentransfer dan mengasimiliasi buku-buku flsafat dan sain dalam
Islam. Oleh karena itu tidak heran jika karya-karya ilmuwan Eropa Abad
Pertengahan tidak lepas dari karya-karya terjemahan dari bahasa Arab. Maka
dari itu sejarawan mencatat bahwa perkembangan Eropa Barat yang terjadi
pada pertengahan abad ke 13 merupakan kombinasi elemen yang dinamakan
Greco-Arabic-Latin. Meskipun begitu di Eropa nama-nama saintis Muslim tidak
menonjol bahkan tidak banyak mereka sebut secara eksplisit. Yang pasti
setelah mereka mentransfer flsafat dan sains dari Islam Eropa pada akhir abad
ke 15 konsep-konsep mereka tentang alam semesta dan ilmu pengetahuan
menjadi matang dan melapangkan jalan bagi perkembangan flsafat dan sains
di Barat. Kristen di Barat menjadi kekuatan kultural yang menonjol, 40 dan Eropa
mencatat peristiwa sejarah yang disebut Revolusi Sains (Scientifc Revolution).
Itulah sumbangan penting peradaban Islam terhadap peradaban Barat.
Meskipun demikian kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa karena
konsep-konsep penting di dalam kebudayaan Barat itu hasil adapsi dari
peradaban Islam, maka kita dapat mengambil kembali begitu saja konsepkonsep itu langsung dari Barat, tanpa proses. Sebab orang-orang Barat
mengambil konsep-konsep itu dengan proses epistemologis yang panjang yang
pada akhirnya menghasilkan konsep-konsep yang sudah tidak lagi dapat
dikenali konsep aslinya, yaitu Islam. Hal yang sama dilakukan orang Islam
ketika mengadapsi warisan Yunani. Professor Cemil Akdogan memberi contoh
bahwa David Hume, yang meniru konsep dan pandangan al-GhazzÉlÊ tentang
hubungan kausalitas, ternyata memodifkasinya sehingga menjadi sekuler, dan
hasilnya berbeda dari konsep al-Ghazzali sendiri. 41
Myers, Eugene A, Arabic Thought, hal.132.
Cemil Akdogan, “Ghazzzali, Descartes, and Hume: The Geneology of Some
Philosophical Ideas” dalam Islamic Studies, vol. 42, Autumn 2003, Nomer: 3, hal. 498;
David Humes (1711-1776) bersentuhan dengan konsep kausalitas al-Ghazzali melalui
Malebranche (1638-1715) yang membaca TahÉfut TahÉfut Ibn Rushd melalui tulisan
Fonseca, Ruvio dan Suarez. Lihat J.F.Naify, Arabic and European Occasionalism: A
Comparison of al-GhazzÉlÊ’s Occasionalism and its critique by Averroes with

40
41

13

3. Kemunduran Peradaban Islam
Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu
mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita
dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan,
kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak
dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah
sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga
bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya
akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor
dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan
internal - berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor
ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara
eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus
kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad
ke 20.42 Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1.
Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara
Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya
tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini
memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti
Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini
menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi
pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah
Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain
mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi
paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka.
Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan
di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografs yang rentan terhadap
serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang
terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur
dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.
2.
Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan
peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270,
dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut
Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama
imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi
dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” 43 Sedangkan
tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti
Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221).
Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan
serangan ke Syria dan Mesir.44 Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan
Abbasiyah berakhir.
3.
Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya
kekuatan Barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan
Columbus mulai petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia
menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama
Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara
Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam
Malebranche’s Occasionalism and its critique in the Cartesian Tradition, Ph.D. Diss.,
University of California, San Diego, 1975, hal. 196-198.
42
Ahmad Y al-Hassan, “Factors Behind The Decline of Islamic Science After The
Sixteenth Century”, hal. 366-384.
43
Bernard Lewis, The Arab in History, London, 1977, hal.150.
44
Catatan sejarah tentang serangan Hulagu ke Mesir Lihat Ibn Kathir, al-BidÉyah wa alNihÉyah, Beirut, 1982, jilid 13, hal. 200.

14

sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai
mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah
menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia perdagangan. Selain itu,
ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat
dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan
Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika
ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah
penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak
dibarengi oleh kualitas yang tinggi.
Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru,
Muslim bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak
dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang
secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah
kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam.
Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke
Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari
jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama,
kebanyakan negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan
Perancis, demikian pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika.
Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka
kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol.
Kolonialis melihat bahwa kekuatan I