HB 10 LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

PERTEMUAN X

MONOPOLI
 adalah suatu bentuk penguasaan

atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha.

PRAKTEK MONOPOLI
 adalah pemusatan kekuatan

ekonomi oleh satu oleh lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi atau
pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan
umum.


ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA
 “Pelaku usaha di Indonesia dalam

menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan
umum”. (Pasal 2 UU No.5 Tahun
1999)

TUJUAN PEMBENTUKAN UU
NO.5/1999

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan

efsiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui

pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha
yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah dan pelaku usaha kecil
3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku
usaha
4. Terciptanya efektivitas dan efsiensi dalam
kegiatan usaha

RUANG LINGKUP HUKUM ANTI
MONOPOLI
UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
mempunyai ruang lingkup ketentuan sbb :
1.Perjanjian yang dilarang
2.Kegiatan yang dilarang
3.Penyalahgunaan posisi dominan
4.Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
5.Sanksi-sanksi

6.Perkecualian-perkecualian

PERJANJIAN YANG DILARANG
Oligopoli (pasal 4)
Penetapan harga/ price fiing (pasal 5),
diskriminasi harga (pasal 6), predatory pricing
(pasal 7), Resale price maintenance (pasal 8)
3. Pembagian wilayah (pasal 9)
4. Pemboikotan (pasal 10)
5. Kartel (pasal 11)
6. Trust (pasal 12)
7. Oligopsoni (pasal 13)
8. Integrasi vertikal (pasal 14)
9. Perjanjian tertutup (pasal 15)
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16)
1.
2.

KEGIATAN YANG DILARANG
1. Monopoli (pasal 17)

2. Monopsoni (pasal 18)
3. Penguasaan pasar (pasal 19-21
4. Persekongkolan (pasal 22-24

PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN
1. Penyalahgunaan posisi dominan (pasal

25)
2. Jabatan rangkap (pasal 26)
3. kepemilikan saham (pasal 27)
4. Pengabungan,
peleburan
dan
pengambilalihan (merger, konsolidasi
dan akuisisi) pasal 28.

OLIGOPOLI (Pasal 4)
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan

pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama

melakukan penguasaan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara

bersama-sama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa,
sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua)
atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.

PENETAPAN HARGA (Pasal 5-8)
1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga suatu barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau

pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama (Pasal 5);
2)  Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain
untuk barang dan atau jasa yang sama (Pasal
6);

3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar,
yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat (Pasal 7);
4) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan

atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telah diperjanjikan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat (Pasal 8).

PEMBAGIAN WILAYAH (Ps.9)
 Salah satu cara untuk menghindari terjadinya

persaingan, pelaku usaha membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya dengan
membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
mereka.
 Melalui pembagian wilayah ini, maka para pelaku

usaha dapat menguasai wilayah pemasaran atau
alokasi pasar yang menjadi bagiannya tanpa harus
menghadapi persaingan.
 Dengan demikian dia akan mudah menaikkan


harga ataupun menurunkan produksinya atau
barang yang dijual untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar- besarnya.

 Pada prinsipnya perjanjian diantara pelaku

usaha untuk membagi wilayah pemasaran
diantara mereka akan berakibat kepada
eksploitasi terhadap konsumen, dimana
konsumen tidak mempunyai pilihan yang
cukup baik dari segi barang maupun harga.
 Undang-undang
No.5/1999
melarang
perbuatan tersebut dalam Pasal 9 berbunyi:
“pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran
atau alokasi pasar terhadap barang dan/atau

jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat”.

PEMBOIKOTAN (Ps.10)
 Perjanjian pemboikotan merupakan salah

satu bentuk usaha yang dilakukan para
pelaku usaha untuk mengeluarkan pelaku
usaha lain dari pasar yang sama, atau
juga untuk mencegah pelaku usaha yang
berpotensi menjadi pesaing untuk masuk
ke dalam pasar yang sama, yang
kemudian pasar tersebut dapat terjaga
hanya untuk kepentingan pelaku usaha
yang terlibat dalam perjanjian
pemboikotan tersebut.

Pasal 9 :
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian


dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan
usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun luar negeri.
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan
pelaku usaha lain; atau
b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual
atau membeli setiap barang dan atau jasa dari
pasar bersangkutan.

KARTEL (Ps.11)
 Praktek kartel merupakan salah satu

strategi yang diterapkan diantara pelaku

usaha untuk dapat mempengaruhi harga
dengan mengatur jumlah produksi
mereka. Mereka berasumsi jika produksi
mereka di dalam pasar dikurangi
sedangkan permintaan terhadap produk
mereka di dalam pasar tetap, akan
berakibat kepada naiknya harga ke
tingkat yang lebih tinggi.

 Pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk
mempengaruhi harga dengan cara
mengatur produksi dan/atau
pemasaran suatu barang dan/atau
jasa, yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat

TRUST (Ps.12)
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian

dengan pelaku usaha lain untuk melakukan
kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih
besar, dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.

OLIGOPSONI (Ps.13)


Oligopsoni merupakan salah satu bentuk praktek
anti persaingan yang cukup unik, karena dalam
praktek oligopsoni yang menjadi korban adalah
produsen atau penjual, dimana biasanya untuk
bentuk-bentuk praktek anti persaingan yang menjadi
korban umumnya konsumen atau pesaing.



Dalam oligopsoni, konsumen membuat kesepakatan
dengan konsumen lain dengan tujuan agar mereka
secara bersama-sama dapat menguasai pembelian
atau penerimaan pasokan, dan pada akhirnya dapat
mengendalikan harga atas barang atau jasa pada
pasar yang bersangkutan.

Pasal 13:
1. Pelaku

usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan
harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar
bersangkutan,
yang
dapat
mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat.

2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara

bersama-sama
menguasai
pembelian
atau
penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

INTEGRASI VERTIKAL(Ps.14)
 Integrasi Vertikal terjadi ketika satu

perusahaan melakukan kerjasama
dengan perusahaan lain yang berada
pada level yang berbeda dalam suatu
proses produksi, sehingga membuat
seolah-olah mereka merupakan satu
perusahaan yang melakukan dua
aktivitas yang berbeda tingkatannya
pada satu proses produksi.

Pasal 14 :
 Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan/atau jasa
tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan
atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak
langsung, yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat
dan/atau merugikan masyarakat

PERJANJIAN TERTUTUP (Ps.15)
4 jenis perjanjian tertutup yang dilarang :
1)Perjanjian yang mensyaratkan bahwa

pihak penerima barang dan atau jasa
hanya memasok barang/jasa tersebut
pada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
2)Perjanjian yang mensyaratkan bahwa

pihak penerima barang dan atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang
dan atau jasa lain dari pemasok.

3) Perjanjian tentang harga atau

potongan harga tertentu atas barang
dan atau jasa dimana pelaku usaha
yang menerima barang dan atau jasa
dari pemasok harus bersedia membeli
barang dan atau jasa lain dari
pemasok; atau
4) Tidak akan membeli barang dan atau

jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi
pesaing dari pelaku usaha pemasok

PERJANJIAN DENGAN PIHAK LUAR
NEGERI (Ps.16)
 Pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pihak lain di luar
negeri yang memuat ketentuan yang
dapat mengakibatkan terjadinya
praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat

MONOPOLI (Ps.17)
 Monopoli adalah suatu

penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha. (Pasal 1
ayat (1) UU No.5/1999)

Larangan kegiatan monopoli itu sendiri diatur
dalam Pasal 17 UU No. 5 Tahun 1999, yang
menyatakan bahwa :
1)Pelaku usaha dilarang melakukan

penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2)Pelaku usaha patut diduga atau dianggap

melakukan penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:

a. barang dan atau jasa yang

bersangkutan belum ada
substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain

tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan atau
jasa yang sama; atau
c. satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu

MONOPSONI (Ps.18)
 Jika dalam hal monopoli, seorang

atau satu kelompok usaha
menguasai pangsa pasar yang
besar untuk menjual suatu produk,
maka dengan istilah “monopsoni”,
dimaksudkan seorang atau satu
kelompok usaha yang menguasai
pangsa pasar yang besar untuk
membeli suatu produk.

UU No 5 Tahun 1999 mengatur monopsoni ini
secara khusus dalam Pasal 18 yang menyatakan,
bahwa :
1.Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan

pasokan atau menjadi membeli tunggal atas
barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.Pelaku usaha patut diduga atau dianggap

menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.

PENGUASAAN PASAR (Ps.19-21)
 Pengertian Pasar menurut pasal 1

UU No.5/1999 adalah lembaga
ekonomi di mana para pembeli
dan penjual baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat
melakukan transaksi perdagangan
barang dan/atau jasa.

Dalam Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 disebutkan,
bahwa :
 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa
kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha
lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa:
a) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk dapat melakukan kegiatan usaha yang sama
pada pasar yang bersangkutan171 ; atau
b) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha
pesaingnya itu; atau
c) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan
atau jasa pada pasar bersangkutan; atau
d) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu

 Wujud penguasaan pasar yang dilarang

dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut
dapat terjadi dalam bentuk penjualan
barang dan/atau jasa dengan cara :
a) Jual rugi (predatory pricing) dengan
maksud untuk “mematikan “pesaingnya;
(Ps.20)
b)Melalui
praktek
penetapan
biaya
produksi secara curang serta biaya
lainnya yang menjadi komponen harga
barang, serta (Ps.21)
c) Perang harga maupun persaingan harga.

PERSEKONGKOLAN (Ps.22-24)
 Secara yuridis pengertian

persekongkolan usaha atau
conspiracy ini diatur dalam Pasal 1
angka 8 UU No. 5 Tahun 1999, yakni
“sebagai bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain dengan maksud
untuk menguasai pasar bersangkutan
bagi kepentingan pelaku usaha yang
bersekongkol“.

 Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan

persekongkolan yang dilarang oleh UU
No. 5 Tahun 1999, yaitu
1. persekongkolan tender (Pasal 22),
2. persekongkolan untuk membocorkan
rahasia dagang (Pasal 23), serta
3. persekongkolan untuk menghambat
perdagangan (Pasal 24).

PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN
(Ps.25)
 Penguasaan posisi dominan di dalam

hukum persaingan usaha (HPU) tidak
dilarang, sepanjang pelaku usaha
tersebut dalam mencapai posisi
dominannya atau menjadi pelaku
usaha yang lebih unggul (market
leader) pada pasar yang
bersangkutan atas kemampuannya
sendiri dengan cara yang fair.

Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi
dominan baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan
dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh
barang dan atau jasa yang bersaing, baik
dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan
teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang
berpotensi menjadi pesaing untuk
memasuki pasar bersangkutan

Pelaku usaha memiliki posisi dominan
sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:
a.satu pelaku usaha atau satu kelompok

pelaku usaha menguasai 50% (lima
puluh persen) atau lebih pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu; atau
b.dua atau tiga pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha menguasai 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.

JABATAN RANGKAP (Ps.26)
 Seseorang yang menduduki jabatan sebagai

direksi atau komisaris dari suatu perusahaan,
pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan
lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:
a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama;
atau
b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan
atau jenis usaha; atau
c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat

KEPEMILIKAN SAHAM (Ps.27)
 Pelaku usaha dilarang memiliki saham

mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis yang melakukan kegiatan usaha
dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang
memiliki kegiatan usaha yang sama
pada pasar bersangkutan yang sama,
apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan:

a. satu pelaku usaha atau satu

kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu;
b. dua atau tiga pelaku usaha atau

kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima
persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.

PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN
PENGAMBILALIHAN (Ps.28-29)
1) Pelaku usaha dilarang melakukan

penggabungan atau peleburan badan
usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha dilarang melakukan
pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

penggabungan atau peleburan badan
usaha yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dan
ketentuan mengenai pengambilalihan
saham perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam
Peraturan Pemerintah

1) Penggabungan atau peleburan badan

usaha, atau pengambilalihan saham
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
yang berakibat nilai aset dan atau nilai
penjualannya melebihi jumlah tertentu,
wajib diberitahukan kepada Komisi,
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal penggabungan, peleburan,
atau pengambilalihan tersebut.
2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset

dan atau nilai penjualan serta tata cara
pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
USAHA (KPPU)
 KPPU, adalah lembaga independen yang

dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan
Undang-Undang tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
Pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi
menyusun peraturan pelaksanaan dan
memeriksa berbagai pihak yang diduga
melanggar UU No.5/1999 tersebut serta
memberi putusan mengikat dan menjatuhkan
sanksi terhadap para pelanggarnya.

Tata Cara Penanganan Perkara
oleh KPPU
 Setiap orang yang mengetahui telah terjadi

atau patut diduga telah terjadi pelanggaran
terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan
secara tertulis kepada KPPU dengan
keterangan yang jelas tentang telah terjadinya
pelanggaran, dengan menyertakan identitas
pelapor. Identitas pelapor wajib dirahasiakan
oleh Komisi.
 Putusan Komisi harus dibacakan dalam suatu

sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum
dan segera diberitahukan kepada pelaku
usaha.

Keberatan atas Putusan KPPU
 Pelaku usaha yang tidak mengajukan

keberatan atas putusan KPPU dalam jangka
waktu 14 hari setelah pemberitahuan dianggap
telah menerima putusan KPPU.
 Pelaku usaha yang tidak menerima putusan

KPPU dapat mengajukan keberatan ke PN
selambat-lambatnya 14 hari setelah
pemberitahuan putusan tersebut. Selanjutnya
jika terdapat keberatan atas putusan PN maka
pihak yang berkeberatan dapat mengajukan
Kasasi ke MA dalam waktu 14 hari terhitung
sejak putusan diputuskan