NON-EXHAUSTIVE SEARCH DENGAN TAIL-SCAN PADA ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL BERBASIS REKONSTRUKSI SPARSE
NON-EXHAUSTIVE SEARCH DENGAN TAIL-SCAN
PADA ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
BERBASIS REKONSTRUKSI SPARSE
LAPORAN KEMAJUAN 2
Oleh
KOREDIANTO USMAN
NIM: 33213002
(Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Mei 2015
NON-EXHAUSTIVE SEARCH DENGAN TAIL-SCAN PADA
ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL BERBASIS
REKONSTRUKSI SPARSE
Oleh
Koredianto Usman
NIM: 33213002
(Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal : 21 Mei 2015
Ketua,
(Prof. Andriyan Bayu Suksmono, Ph.D)
Anggota,
(Prof. Hendra Gunawan, Ph.D)
i
ABSTRAK
Setelah berhasil diterapkan pada berbagai bidang, saat ini aplikasi dari Compressive
Sensing (CS) ini juga digunakan untuk estimasi arah kedatangan sinyal. Estimasi
arah kedatangan sinyal adalah teknik estimasi sudut kedatangan objek yang dideteksi
dengan peralatan radar atau sonar. Teknik klasik untuk estimasi arah kedatangan
antara lain adalah MVDR, MUSIC, dan ESPRIT. Peran dari CS adalah pengurangan
jumlah sampel akuisisi pada sisi penerima. Pengurangan ini memberi dampak pada
kecilnya data rate, sehingga dimungkinkan membangun sistem radar terdistribusi
untuk memantau daerah yang luas. Teknik terkini dalam estimasi arah kedatangan
sinyal dengan compressive sensing adalah dengan metoda sparsitas sudut. Teknik ini
mengasumsikan sinyal datang berasal dari beberapa sumber berbeda yang berjumlah
terbatas. Teknik yang telah dikembangkan peneliti untuk skema ini adalah dengan
menggunakan sensing matrix A yang tersusun atas steering vector yang berasal dari
semua sudut yang dipindai (-900 sampai 900 ). Teknik pindai pada semua sudut ini
disebut sebagai exhaustive search. Teknik exhaustive search ini memiliki permasalahan
pada besarnya matrik sensing A, sehingga proses rekonstruksi CS menjadi berat.
Kemungkinan pemindaian pada rentang sudut yang lebih kecil (non-exhaustive search),
yaitu pada sudut-sudut yang diduga mengandung sumber sinyal diusulkan pada
penelitian ini. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
teknik ini memiliki tingkat keberhasilan yang baik. Masih terdapat masalah tambahan
yang harus diselesaikan pada teknik non-exhaustive search yaitu rekonstruksi CS tidak
konvergen jika rentang sudut pindai terlalu sempit. Penambahan pemindaian di luar
area pemindaian utama (tail-scan) untuk mengatasi masalah ini juga dilakukan pada
laporan ini. Landasan matematis untuk teknik tail-scan ini direncanakan pada tahap
kemajuan berikutnya.
Kata kunci : compressive sensing, estimasi arah kedatangan sinyal, sparsitas,
exhaustive search, non-exhaustive search, tail scan.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.2 State of The Art . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.3 Premis dan Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II Landasan Teori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.1 Model matematis sistem . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.2 Compressive Sensing . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.3 Compressive sensing pada estimasi DoA . . . . . . . . . . . . . .
BAB III Metode yang diusulkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.1 Exhaustive Search . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.2 Non-exhaustive search . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.3 Tail scanning . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.4 CS solver dengan CVX Programming . . . . . . . . . . . . . . .
BAB IV Hasil kemajuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1 Hal yang telah dilakukan pada semester berjalan . . . . . . . . .
IV.1.1 Simulasi teknik exhaustive dan non-exhaustive search . .
IV.1.2 Mengusulkan teknik tail-scan (uniform dan random tail
scan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1.3 Mempublikasikan hasil-hasil yang diperoleh . . . . . . . .
IV.2 Perbandingan Kemajuan II dan Kemajuan I . . . . . . . . . . . .
BAB V Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
ii
iii
iv
v
1
1
3
4
6
6
7
9
13
13
13
15
18
20
20
20
21
22
23
25
26
DAFTAR GAMBAR
II.1 Antennas arrangement in ULA with distance d between element . . . .
II.2 Ilustrasi skema sparsitas sudut. Sensing matrix A disusun dari steering
vector sudut-sudut yang dipindai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.1 Ilustrasi exhaustive search. Algoritma memindai pada semua arah untuk
memperoleh arah sumber sinyal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.2 Blok diagram skema non-exhaustive search dengan fungsi pemindaian
kasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.3 Ilustrasi non-exhaustive search. (a) Skema dalam diagram arah/sudut
dalam koordinat polar (b). dalam koordinat kartesian . . . . . . . . . .
III.4 Ilustrasi tracking object dengan teknik non-exhaustive search serta
update scanning window pada setiap waktu. (a),(b), dan (c) pergerakan
objek beserta update scanning window yang bersesuaian. (d). ilustrasi
pergeseran scanning window pada setiap waktu; W1, W2, W3 adalah
scanning window berturut-turut pada t1, t2 dan t3 . . . . . . . . . . .
III.5 Ilustrasi detail tentang proses update scanning window dengan
menggunakan median dari posisi objek. (a) hasil scanning kasar dengan
algoritma klasik pada semua sudut,(b) penerapan scanning window
pada sudut yang dianggap memiliki objek, (c) objek bergerak sehingga
puncak scanning bergeser menuju batas window. (d). update scanning
window, sehingga puncak scanning berada di tengah scanning window .
III.6 Hasil simulasi: perbandingan skema exhaustive search terhadap . . . .
III.7 Non exhaustive search dengan tail scanning . . . . . . . . . . . . . . .
III.8 Non exhaustive search dengan tail scan. (a) uniform tail scan, (b)
random tail scan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan. Sudut aktual objek diberikan sebagai pembanding . . . . . . . .
IV.2 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan dengan sudut pindai utama dipersempit ke 300 sampai 600 . Sudut
aktual objek diberikan sebagai pembanding, estimasi yang menyimpang
diganti dengan interpolasi dari nilai yang mengapitnya . . . . . . . . .
IV.3 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan dengan sudut pindai utama dipersempit ke 300 sampai 600 . Sudut
aktual objek diberikan sebagai pembanding, estimasi yang menyimpang
diganti dengan interpolasi dari nilai yang mengapitnya . . . . . . . . .
iv
6
11
13
14
15
16
17
18
18
19
22
23
24
DAFTAR TABEL
I.1
I.2
Perbandingan Referensi State of The Art . . . . . . . . . . . . . . . . .
Premis dan Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian . . . . . . . .
4
5
IV.1 Parameter simulasi exhaustive dan non exhaustive search . . . . . . . .
IV.2 Perbandingan Kemajuan I dan Kemajuan II . . . . . . . . . . . . . . .
20
24
v
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Teknik compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal memperoleh
perhatian yang besar pada dekade saat ini. Meski pun CS mulai dianggap sebagai
bidang ilmu yang cukup matang pada pertengahan tahun 2000an (Donoho (2006),
Candes dan Wakin (2006), Baraniuk (2007)), teknik yang mendasarinya telah
berkembang lebih dahulu, seperti matching pursuit (Mallat dan Zhang (1993)), basis
pursuit Chen dkk. (2001), algoritma greedy (Tropp (2004)) maupun wavelet. Penerapan
teknik CS telah dilakukan pada berbagai bidang, antara lain: kompresi data (Candes
dan Wakin (2006), Wahidah dan Suksmono (2010)), channel coding (Candes dan Wakin
(2006)), MRI imaging (Swastika dan Haneishi (2012)), wireless channel estimation
(Hayasi dkk. (2013)).
Saat ini, teknik CS telah pula diterapkan pada bidang radar. Secara umum radar
memiliki tiga fungsi, yaitu: estimasi arah kedatangan, estimasi jarak, dan estimasi
kecepatan. Pada bidang estimasi arah kedatangan sinyal, teknik Compressive Sening
ditujukan untuk mengurangi jumlah sampel yang harus diakuisisi oleh penerima.
Jumlah sampel yang sedikit akan memberikan keuntungan pada kebutuhan bandwidth
telekomunikasi yang rendah. Dengan demikian, skema distributed radar system dapat
diimplementasikan lebih mudah untuk menjangkau wilayah yang luas.
Secara perkembangan, teknik estimasi arah kedatangan sinyal sendiri telah
berkembang sejak era analog, sampai dengan era digital. Pada era digital, teknik
estimasi arah kedatangan sinyal dipelopori antara lain oleh algoritma Capon atau
MVDR (Dmochowski dkk. (2007)). Dengan memanfaatkan kovariansi matrik sinyal
penerima, serta steering vector pada arayh yang dipindai, algoritma ini berhasil
memperoleh estimasi arah kedatangan sinyal dengan spektrum puncak yang cukup
tajam.
Schmidt melakukan terobosan pada bidang estimasi DoA ini dengan
mengusulkan algoritma MUSIC (Multiple Signal Classification, Schmidt (1986)).
Algoritma ini membuka dimensi baru dengan penggunaan teknik sub-space yang
berasal dari dekomposisi nilai eigen dari matrik kovariansi. Roy dkk. (1986) juga
menggunakan teknik sub-space untuk melakukan estimasi arah kedatangan sinyal.
Teknik ini berbeda dengan MUSIC karena teknik ini tidak melakukan estimasi arah
kedatangan sinyal dengan memindai semua arah, namun ia memanfaatkan struktur
dari susunan antena penerima. Estimasi arah kedatangan diperoleh dengan manipulasi
matematis dari susunan ini. Teknik ini populer dengan istilah ESPRIT (Estimation
1
of Signal Parameters via Rotational Invariant Techniques). Veen dan Buckley (1988)
mengajukan skema yang sederhana dibandingkan dengan MUSIC dan ESPRIT, yaitu
skema delay and sum (DAS). Skema ini memiliki prinsip estimasi arah kedatangan
dengan mendelay fasa dengan suatu mekanisme pada setiap elemen antena. Pada nilai
fasa tertentu, diperoleh sinyal terima terkuat. Sudut yang berkorespondensi dengan
delay tersebut diambil sebagai estimasi arah kedatangan sinyal.
Teknik klasik pada umumnya bersandar pada teorema sampling klasik
Shannon-Nyquist dalam mengakuisisi data. Akuisisi data dilakukan dengan kecepatan
sampling sekurang-kurangnya dua kali frekuensi tertinggi sinyal informasi. Akibat
dari adanya skema akuisisi ini, data yang diolah oleh algoritma klasik adalah sangat
besar. Teknik distributed radar system yang bersandar pada komunikasi antar unit
(seperti wireless sensor network) akan memiliki masalah jika harus mentransmisikan
data besar setiap saat. Oleh karena itu teknik CS untuk DoA sangat diperlukan pada
kondisi tersebut.
Secara umum, terdapat tiga kategori besar dalam pemanfaatan compressive sensing
untuk estimasi arah kedatangan sinyal: skema sparsitas waktu, skema sparsitas ruang,
dan skema sparsitas sudut. Sparsitas waktu mengambil asumsi bahwa sinyal yang
diterima sensor bersifat sparse secara sampel per sampel. Mengambil asumsi ini, maka
pengurangan sampel dilakukan dalam ranah waktu. Penelitian yang memanfaatkan
skema ini antara lain adalah Wang dkk. (2009). Di sisi lain, skema sparsitas ruang
mengambil asumsi bahwa sinyal yang diterima suatu sensor adalah sama dengan sinyal
yang diterima oleh sensor yang lain dengan perbedaan pada fasa. Dengan asumsi ini,
maka jumlah sensor dapat dikurangi sampai menjadi sebanyak sinyal yang diterima.
Pengurangan jumlah sensor berarti juga mengurangi jumlah sampel yang diterima.
Penelitian yang memanfaatkan skema ini antara lain adalah Gurbuz dan McClellan
(2008), dan Jouny (2011). Skema sparsitas sudut mengambil asumsi bahwa sinyal
yang datang hanya pada sudut-sudut tertentu. Dengan asumsi ini, maka algoritma
estimasi arah kedatangan dilakukan dengan mencari spektral tak nol pada matrik
sinyal penerima yang disusun terdiri dari semua sudut arah kedatangan yang dipindai.
Penelitian yang menggunakan skema ini antara lain adalah Gorodnitsky dan Rao
(1997) dan Stoica dkk. (2011).
Skema sparsitas sudut memiliki keuntungan utama dari pada skema sparsitas waktu
dan sparsitas sensor yaitu pada jumlah sampel yang sedikit. Penelitian Gorodnitsky
dan Rao (1997) mengusulkan penggunaan satu sampel untuk estimasi arah kedatangan.
Untuk keperluan rekonstruksi, Gorodnitsky dan Rao menggunakan algoritma Focal
Underdetermined System Solver (FOCUSS). Dalam lingkungan dengan derau yang
rendah, hasil estimasi arah kedatangan yang dilaporkan oleh Gorodnitsky dan Rao
tersebut memiliki resolusi yang tajam. Meski keuntungan ini, algoritma FOCUSS
2
yang ditawarkan mengalami masalah pada lingkungan dengan derau tinggi (Usman
dkk. (2014)). Teknik multi sampel yang dilakukan oleh Stoica dkk. (2011) memperbaiki
performa yang lebih baik, namun proses komputasi yang lebih tinggi. Proses komputasi
yang lebih tinggi ini disebabkan antara lain oleh jumlah sampel yang lebih banyak
dan basis perhitungan pada bilangan kompleks. Permasalahan yang juga perlu
diatasi pada skema sparsitas sudut adalah pemindaian yang dilakukan pada semua
arah menyebabkan sensing matrix A memiliki dimensi yang sangat besar. Hal ini
menyebabkan proses rekonstruksi CS berjalan lambat. Penelitian yang dilakukan ini
adalah untuk menjawab permasalahan tersebut.
I.2 State of The Art
Pada bagian ini, dipilih tiga referensi yang dijadikan sebagai state of the art. Pemilihan
tiga referensi ini dikarenakan karena ketiga referensi ini adalah referensi langsung yang
terkait pada upaya penyelesaian masalah yang diusulkan. Ketiga referensi ini adalah
Gorodnitsky dan Rao (1997), Stoica dkk. (2011), dan Dai dkk. (2013). Detail dari
ketiga referensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Gorodnitsky dan Rao (1997): Sparse Signal Reconstruction form Limited data
Using FOCUSS: a re-weighted minimum norm algorithm, Publikasi : IEEE
Transaction on Signal Processing, Vol. 45, No.3 (Referensi #1)
2. Stoica, Babu, dan Li (2011): SPICE: A sparse covariance-based estimation
method for array processing, Publikasi : IEEE Transaction of Signal Processing,
Vol.59, No.2 (Referensi #2)
3. Dai, Xu, dan Zhao (2013): Direction-of-Arrival Estimation Via Real-Valued
Sparse Representation, Publikasi : IEEE Antennas and Wireless Propagation
Letters (Referensi #3)
Referensi #1 menjadi referensi utama dari skema sparsitas sudut. Sejauh yang
penulis teliti, Referensi #1 dapat dianggap sebagai karya seminal dari teknik sparsitas
sudut. Hal yang menarik dikaji adalah bahwa teknik ini dapat bekerja dengan
menggunakan satu sampel sinyal saja. Referensi #2 membahas tentang teknik
rekonstruksi dengan metode covariance-based. Teknik ini memperbaiki hasil dari
Referensi #1 dalam hal ketahanan dalam lingkungan derau tinggi. Teknik ini
mengakomodasi penggunaan multi sampel. Referensi #3 membahas tentang teknik
penyederhaan perhitungan rekonstruksi compressive sensing dengan cara mengubah
nilai-nilai kompleks menjadi nilai-nilai riil. Pengubahan ini diklaim oleh para
penulisnya dapat mempercepat komputasi menjadi 4 kali. Dalam kerangka tiga
3
referensi ini penelitian ini dilakukan dan dikembangkan. Tabel I.1 memperlihatkan
perbandingan tekniks dari ketiga referensi ini.
Tabel I.1. Perbandingan Referensi State of The Art
Perihal
Aplikasi
Tujuan
Skema
Referensi #1
Estimasi
arah
kedatangan
sinyal
dengan
algoritma
FOCUSS
Menunjukkan
bahwa
teknik
CS
dengan
satu
sampel
dapat
menghasilkan estimasi
arah yang baik dan
resolusi tinggi
Jumlah sumber : 3
(pada sudut -44, -33,
56); Jumlah sensor :
8; Jumlah sampel 1
; Algoritma Inisialisasi
MVDR
Kekurangan Tidak
robust
pada
lingkungan
dengan
derau tinggi
Kelebihan
Hanya
menggunakan
satu sampel, sangat
efisien bandwidth jika
ditransmisikan
Referensi #2
Estimasi
arah
kedatangan
sinyal
dengan
algoritma
SPICE
Teknik estimasi arah
kedatangan beberapa
sampel sekaligus
Jumlah
sumber
:
3 (pada sudut 10,
40 dan 55 derajat);
Jumlah sensor : 10 ;
Jumlah sample : 200
; Algoritma inisialisasi
SPICE
Kompleksitas
tinggi
karena
melakukan
exhaustive search pada
semua arah
Mengakomodasi
multi-sample sehingga
lebih
robust
pada
lingkungan
dengan
derau tinggi
Referensi #3
Estimasi
arah
kedatangan
dengan
compressive
sensing
dengan nilai riil
Mempercepat
perhitungan compressive
sensing
dengan
transformasi
unitary
untuk memperoleh nilai
matrik riil
2 sumber (pada sudut
-2.5 dan 3.5 derajat) ;
Jumlah sensor : 10 ;
Jumlah sampel : 100
; Algoritma inisialisasi :
MUSIC
kompleksitas
tinggi:
teknik Singular Value
Decomposition
(SVD)
diterapkan pada matrik
besar serta perhitungan
dekomposisi memerlukan
waktu yang besar
komputasi yang lebih
ringan dibandingkan
I.3 Premis dan Hipotesis
Pada Kemajuan I telah disampaikan premis yang mendasari penelitian ini, yaitu : 1).
Skema sparsitas sudut memiliki kelemahan pada lingkungan dengan derau tinggi, 2).
Skema sparsitas sudut memiliki kompleksitas rekonstruksi yang tinggi. Kedua premis
tersebut telah dibuktikan dengan simulasi komputer yang dilakukan. Hasil pembuktian
tersebut telah dipublikasikan sebagai publikasi awal dari penelitian ini (Usman dkk.
(2014)).
4
Pada Kemajuan II ini, dilakukan simulasi lanjutan yaitu perbaikan skema yang
ada dengan teknik non-exhaustive search. Dari percobaan-percobaan yang dilakukan,
maka diperoleh premis-premis lanjutan, yaitu: 3). Skema sparsitas sudut dapat bekerja
dengan sudut pindai yang lebih sempit (non-exhaustive search).
Ada pun hipotesis yang diajukan sebagai jawaban dari premis tersebut adalah: 1).
Kelemahan teknik sparsitas sudut dapat diatasi dengan teknik yang mengakomodasi
pengolahan beberapa sampel sekaligus, 2).
Pengurangan kompleksitas (yang
berimplikasi pada peningkatan kecepatan komputasi) dapat dilakukan dengan
pra-pemindaian dan penyederhanaan perhitungan dalam matrik riil.
Hasil pembuktian dari dua hipotesis ini diharapkan dapat diformulasikan ke dalam
suatu skema atau model. Skema atau model dapat menjadi kontribusi pengetahuan
pada bidang aplikasi compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal.
Susunan premis dan hipotesis ini dirangkum dalam Tabel I.2.
Tabel I.2. Premis dan Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian
Premis
Skema sparsitas sudut memiliki
akurasi yang buruk pada
lingkungan derau tinggi
Skema sparsitas sudut memiliki
kompleksitas rekonstruksi yang
tinggi
Hipotesis
Akurasi pada lingkungan derau tinggi
dapat ditingkatkan dengan teknik yang
mengolah beberapa sampel sekaligus
Pengurangan
kompleksitas
dapat
dilakukan dengan pra-pemindaian dan
pemindaian pada arah tertentu saja
non-exhaustive search
5
BAB II Landasan Teori
II.1 Model matematis sistem
Untuk keperluan simulasi, maka model matematis dari sistem yang ditinjau perlu
dijabarkan terlebih dahulu. Tinjau susunan antena (antenna array) yang terdiri dari
M buah elemen antena. Elemen antena ini disusun sehingga terletak pada satu garis,
dengan jarak antar antena konstan. Susunan ini disebut sebagai uniform linear array
/ ULA. Misalkan bahwa sumber sinyal datang pada jarak yang jauh dengan sudut
kedatangan sebesar θ relatif terhadap garis normal susunan antena (Gbr. II.1). Jika
jarak sistem antena ke sumber jauh lebih besar dari pada dimensi susunan antena,
maka berkas yang sampai ke masing-masing antena dapat dianggap sejajar.
l1
θ
x1 (t)
x2 (t)
d
d
x3 (t)
∆
R
2∆
l2
l3
lM
(M − 1)∆
xM (t)
Gambar II.1. Antennas arrangement in ULA with distance d between element
Dengan menggunakan antena paling atas sebagai referensi, serta jarak antar elemen
antena adalah d, maka perbedaan jarak tempuh pada masing-masing antena (∆) dapat
ditulis sebagai
∆ = d · sin(θ).
(II.1)
Perbedaan jarak ini berkorespondensi dengan delay fasa sebesar :
2π
· d · sin(θ)
(II.2)
λ
Dengan mengumpulkan sinyal yang diterima oleh masing-masing antena pada suatu
vektor x, maka persamaan sinyal terima pada keluaran array adalah :
φ=
6
x = a·s+n
(II.3)
Pada pers.II.3, s adalah sinyal pada masukan antena (dengan dimensi p kali N snaps;
p adalah jumlah objek), x menotasikan sinyal pada keluaran antena (dengan dimensi
M kali N snaps), n dalah white gaussian noise, dan a adalah array steering vector
atau array manifold. Steering vector a dapat dinyatakan sebagai :
h
a = 1 e−jψ e−j(M −1)ψ
iT
(II.4)
Sebagai penerima, steering vector menyatakan bobot pada antena yang
berkorespondensi dengan arah penerimaan maksimum dari sinyal datang (main beam).
II.2 Compressive Sensing
Compressive Sampling/Sensing (CS), adalah pendekatan baru yang menyatukan
antara proses sampling dan kompresi. Dengan kekhususan bahwa sinyal yang
disampling bersifat sparse (mayoritas sinyal adalah nol dan sedikit sisanya tak nol).
Dengan asumsi ini, maka teknik CS dapat digunakan untuk mensampling sinyal
dengan rate yang jauh lebih kecil dari pada sampling rate klasik Nyquist. Pada
sampling rate yang rendah ini, CS tetap masih mampu untuk merekonstruksi sinyal
semula. Kemampuan ini membuka peluang CS dapat menggantikan peralatan yang
ada saat ini dengan peralatan yang bekerja berdasarkan prinsip CS yang efisien. Secara
prinsip, pensamplingan dengan CS dilakukan dengan mengumpulkan secara random
dari sampel lengkap.
Pada teknik sampling klasik Nyquist, proses sampling dan rekonstruksi secara
prinsip adalah sederhana dibandingkan dengan sampling dan rekonstruksi pada CS.
Proses sampling pada teknik sampling klasik dilakukan dengan melakukan pencuplikan
pada sinyal analog dengan jarak antar sampel yang sama/konstan. Pada bagian
rekonstruksi, sinyal hasil sampling difilter dengan filter Nyquist untuk memperoleh
kembali sinyal semula.
Pada teknik CS, sebelum proses sampling dapat dilaksanakan, pertama harus
ditentukan terlebih dahulu basis dua basis, yaitu basis sparsitas Ψ dan basis projeksi
Φ. Keberhasilan teknik CS tergantung pada keberhasilan menentukan kedua basis
tersebut. Dengan demikian proses modifikasi dari sinyal pada sisi penerima perlu
dilakukan. Ini berarti bahwa perangkat CS akan lebih kompleks dibandingkan dengan
peralatan sampling klasik. Pada sisi rekonstruksi, solusi dari teknik CS tidaklah
unik/tunggal. Dengan kata lain, setelah set solusi ditemukan, maka diperlukan
optimasi dengan suatu kriteria (biasanya adalah norm orde-n) dari set solusi yang
ada untuk memperoleh satu solusi terbaik sesuai kriteria tersebut. Solusi terbaik
7
diharapkan (secara statistik) sama atau mendekati sinyal asal.
Beberapa peralatan telah dikembangkan dengan prinsip CS ini. Antara lain adalah
kamera-satu-piksel (Baraniuk (2007)), sparse MRI (Swastika dan Haneishi (2012)),
spectra-denoising (Mingxia dkk. (2013)) dan sebagainya.
Formulasi matematika dari compressive sensing. Ada banyak cara untuk
menjelaskan prinsip kerja dari compressive sensing. Tapi yang akan dibahas di sini
adalah dengan menggunakan prinsip ketidakpastian (uncertainty principle atau UP).
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sinyal tidak mungkin secara bersamaan dapat
dilokalisasi dengan baik pada ranah waktu dan frekuensi. Dengan kata lain, jika suatu
sinyal terlokalisasi pada ranah waktu, maka sinyal tersebut tidak terlokalisasi pada
ranah frekuensi. Sebaliknya jika suatu sinyal terlokalisasi pada ranah frekuensi, maka
ia tidak terlokalisasi pada ranah waktu.
Jika suatu sinyal f tidak terlokalisasi pada suatu ranah, maka akan selalu dapat
dicari suatu transformasi Ψ pada f untuk menghasilkan suatu sinyal textbfF yang
bersifat sparse. Dengan kata lain:
F = Ψf
(II.5)
Pada sinyal sparse F tersebut, CS dapat dilakukan dengan mengalikan di awal
(pre-multiplying) dengan suatu pencuplik Φ yang merupakan suatu matrik CS.
g = ΦF = ΦΨf
(II.6)
Jika sinyal asal, f dan hasil transformasinya, F memiliki panjang N , maka sinyal f,
dapat direkonstruksi kembali dari sinyal g dengan panjang M (M
PADA ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL
BERBASIS REKONSTRUKSI SPARSE
LAPORAN KEMAJUAN 2
Oleh
KOREDIANTO USMAN
NIM: 33213002
(Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Mei 2015
NON-EXHAUSTIVE SEARCH DENGAN TAIL-SCAN PADA
ESTIMASI ARAH KEDATANGAN SINYAL BERBASIS
REKONSTRUKSI SPARSE
Oleh
Koredianto Usman
NIM: 33213002
(Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Tim Pembimbing
Tanggal : 21 Mei 2015
Ketua,
(Prof. Andriyan Bayu Suksmono, Ph.D)
Anggota,
(Prof. Hendra Gunawan, Ph.D)
i
ABSTRAK
Setelah berhasil diterapkan pada berbagai bidang, saat ini aplikasi dari Compressive
Sensing (CS) ini juga digunakan untuk estimasi arah kedatangan sinyal. Estimasi
arah kedatangan sinyal adalah teknik estimasi sudut kedatangan objek yang dideteksi
dengan peralatan radar atau sonar. Teknik klasik untuk estimasi arah kedatangan
antara lain adalah MVDR, MUSIC, dan ESPRIT. Peran dari CS adalah pengurangan
jumlah sampel akuisisi pada sisi penerima. Pengurangan ini memberi dampak pada
kecilnya data rate, sehingga dimungkinkan membangun sistem radar terdistribusi
untuk memantau daerah yang luas. Teknik terkini dalam estimasi arah kedatangan
sinyal dengan compressive sensing adalah dengan metoda sparsitas sudut. Teknik ini
mengasumsikan sinyal datang berasal dari beberapa sumber berbeda yang berjumlah
terbatas. Teknik yang telah dikembangkan peneliti untuk skema ini adalah dengan
menggunakan sensing matrix A yang tersusun atas steering vector yang berasal dari
semua sudut yang dipindai (-900 sampai 900 ). Teknik pindai pada semua sudut ini
disebut sebagai exhaustive search. Teknik exhaustive search ini memiliki permasalahan
pada besarnya matrik sensing A, sehingga proses rekonstruksi CS menjadi berat.
Kemungkinan pemindaian pada rentang sudut yang lebih kecil (non-exhaustive search),
yaitu pada sudut-sudut yang diduga mengandung sumber sinyal diusulkan pada
penelitian ini. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
teknik ini memiliki tingkat keberhasilan yang baik. Masih terdapat masalah tambahan
yang harus diselesaikan pada teknik non-exhaustive search yaitu rekonstruksi CS tidak
konvergen jika rentang sudut pindai terlalu sempit. Penambahan pemindaian di luar
area pemindaian utama (tail-scan) untuk mengatasi masalah ini juga dilakukan pada
laporan ini. Landasan matematis untuk teknik tail-scan ini direncanakan pada tahap
kemajuan berikutnya.
Kata kunci : compressive sensing, estimasi arah kedatangan sinyal, sparsitas,
exhaustive search, non-exhaustive search, tail scan.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.2 State of The Art . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
I.3 Premis dan Hipotesis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II Landasan Teori . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.1 Model matematis sistem . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.2 Compressive Sensing . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
II.3 Compressive sensing pada estimasi DoA . . . . . . . . . . . . . .
BAB III Metode yang diusulkan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.1 Exhaustive Search . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.2 Non-exhaustive search . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.3 Tail scanning . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.4 CS solver dengan CVX Programming . . . . . . . . . . . . . . .
BAB IV Hasil kemajuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1 Hal yang telah dilakukan pada semester berjalan . . . . . . . . .
IV.1.1 Simulasi teknik exhaustive dan non-exhaustive search . .
IV.1.2 Mengusulkan teknik tail-scan (uniform dan random tail
scan) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1.3 Mempublikasikan hasil-hasil yang diperoleh . . . . . . . .
IV.2 Perbandingan Kemajuan II dan Kemajuan I . . . . . . . . . . . .
BAB V Penutup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
ii
iii
iv
v
1
1
3
4
6
6
7
9
13
13
13
15
18
20
20
20
21
22
23
25
26
DAFTAR GAMBAR
II.1 Antennas arrangement in ULA with distance d between element . . . .
II.2 Ilustrasi skema sparsitas sudut. Sensing matrix A disusun dari steering
vector sudut-sudut yang dipindai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.1 Ilustrasi exhaustive search. Algoritma memindai pada semua arah untuk
memperoleh arah sumber sinyal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.2 Blok diagram skema non-exhaustive search dengan fungsi pemindaian
kasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
III.3 Ilustrasi non-exhaustive search. (a) Skema dalam diagram arah/sudut
dalam koordinat polar (b). dalam koordinat kartesian . . . . . . . . . .
III.4 Ilustrasi tracking object dengan teknik non-exhaustive search serta
update scanning window pada setiap waktu. (a),(b), dan (c) pergerakan
objek beserta update scanning window yang bersesuaian. (d). ilustrasi
pergeseran scanning window pada setiap waktu; W1, W2, W3 adalah
scanning window berturut-turut pada t1, t2 dan t3 . . . . . . . . . . .
III.5 Ilustrasi detail tentang proses update scanning window dengan
menggunakan median dari posisi objek. (a) hasil scanning kasar dengan
algoritma klasik pada semua sudut,(b) penerapan scanning window
pada sudut yang dianggap memiliki objek, (c) objek bergerak sehingga
puncak scanning bergeser menuju batas window. (d). update scanning
window, sehingga puncak scanning berada di tengah scanning window .
III.6 Hasil simulasi: perbandingan skema exhaustive search terhadap . . . .
III.7 Non exhaustive search dengan tail scanning . . . . . . . . . . . . . . .
III.8 Non exhaustive search dengan tail scan. (a) uniform tail scan, (b)
random tail scan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
IV.1 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan. Sudut aktual objek diberikan sebagai pembanding . . . . . . . .
IV.2 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan dengan sudut pindai utama dipersempit ke 300 sampai 600 . Sudut
aktual objek diberikan sebagai pembanding, estimasi yang menyimpang
diganti dengan interpolasi dari nilai yang mengapitnya . . . . . . . . .
IV.3 Hasil simulasi non-exhaustive search dengan uniform dan random tail
scan dengan sudut pindai utama dipersempit ke 300 sampai 600 . Sudut
aktual objek diberikan sebagai pembanding, estimasi yang menyimpang
diganti dengan interpolasi dari nilai yang mengapitnya . . . . . . . . .
iv
6
11
13
14
15
16
17
18
18
19
22
23
24
DAFTAR TABEL
I.1
I.2
Perbandingan Referensi State of The Art . . . . . . . . . . . . . . . . .
Premis dan Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian . . . . . . . .
4
5
IV.1 Parameter simulasi exhaustive dan non exhaustive search . . . . . . . .
IV.2 Perbandingan Kemajuan I dan Kemajuan II . . . . . . . . . . . . . . .
20
24
v
BAB I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Teknik compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal memperoleh
perhatian yang besar pada dekade saat ini. Meski pun CS mulai dianggap sebagai
bidang ilmu yang cukup matang pada pertengahan tahun 2000an (Donoho (2006),
Candes dan Wakin (2006), Baraniuk (2007)), teknik yang mendasarinya telah
berkembang lebih dahulu, seperti matching pursuit (Mallat dan Zhang (1993)), basis
pursuit Chen dkk. (2001), algoritma greedy (Tropp (2004)) maupun wavelet. Penerapan
teknik CS telah dilakukan pada berbagai bidang, antara lain: kompresi data (Candes
dan Wakin (2006), Wahidah dan Suksmono (2010)), channel coding (Candes dan Wakin
(2006)), MRI imaging (Swastika dan Haneishi (2012)), wireless channel estimation
(Hayasi dkk. (2013)).
Saat ini, teknik CS telah pula diterapkan pada bidang radar. Secara umum radar
memiliki tiga fungsi, yaitu: estimasi arah kedatangan, estimasi jarak, dan estimasi
kecepatan. Pada bidang estimasi arah kedatangan sinyal, teknik Compressive Sening
ditujukan untuk mengurangi jumlah sampel yang harus diakuisisi oleh penerima.
Jumlah sampel yang sedikit akan memberikan keuntungan pada kebutuhan bandwidth
telekomunikasi yang rendah. Dengan demikian, skema distributed radar system dapat
diimplementasikan lebih mudah untuk menjangkau wilayah yang luas.
Secara perkembangan, teknik estimasi arah kedatangan sinyal sendiri telah
berkembang sejak era analog, sampai dengan era digital. Pada era digital, teknik
estimasi arah kedatangan sinyal dipelopori antara lain oleh algoritma Capon atau
MVDR (Dmochowski dkk. (2007)). Dengan memanfaatkan kovariansi matrik sinyal
penerima, serta steering vector pada arayh yang dipindai, algoritma ini berhasil
memperoleh estimasi arah kedatangan sinyal dengan spektrum puncak yang cukup
tajam.
Schmidt melakukan terobosan pada bidang estimasi DoA ini dengan
mengusulkan algoritma MUSIC (Multiple Signal Classification, Schmidt (1986)).
Algoritma ini membuka dimensi baru dengan penggunaan teknik sub-space yang
berasal dari dekomposisi nilai eigen dari matrik kovariansi. Roy dkk. (1986) juga
menggunakan teknik sub-space untuk melakukan estimasi arah kedatangan sinyal.
Teknik ini berbeda dengan MUSIC karena teknik ini tidak melakukan estimasi arah
kedatangan sinyal dengan memindai semua arah, namun ia memanfaatkan struktur
dari susunan antena penerima. Estimasi arah kedatangan diperoleh dengan manipulasi
matematis dari susunan ini. Teknik ini populer dengan istilah ESPRIT (Estimation
1
of Signal Parameters via Rotational Invariant Techniques). Veen dan Buckley (1988)
mengajukan skema yang sederhana dibandingkan dengan MUSIC dan ESPRIT, yaitu
skema delay and sum (DAS). Skema ini memiliki prinsip estimasi arah kedatangan
dengan mendelay fasa dengan suatu mekanisme pada setiap elemen antena. Pada nilai
fasa tertentu, diperoleh sinyal terima terkuat. Sudut yang berkorespondensi dengan
delay tersebut diambil sebagai estimasi arah kedatangan sinyal.
Teknik klasik pada umumnya bersandar pada teorema sampling klasik
Shannon-Nyquist dalam mengakuisisi data. Akuisisi data dilakukan dengan kecepatan
sampling sekurang-kurangnya dua kali frekuensi tertinggi sinyal informasi. Akibat
dari adanya skema akuisisi ini, data yang diolah oleh algoritma klasik adalah sangat
besar. Teknik distributed radar system yang bersandar pada komunikasi antar unit
(seperti wireless sensor network) akan memiliki masalah jika harus mentransmisikan
data besar setiap saat. Oleh karena itu teknik CS untuk DoA sangat diperlukan pada
kondisi tersebut.
Secara umum, terdapat tiga kategori besar dalam pemanfaatan compressive sensing
untuk estimasi arah kedatangan sinyal: skema sparsitas waktu, skema sparsitas ruang,
dan skema sparsitas sudut. Sparsitas waktu mengambil asumsi bahwa sinyal yang
diterima sensor bersifat sparse secara sampel per sampel. Mengambil asumsi ini, maka
pengurangan sampel dilakukan dalam ranah waktu. Penelitian yang memanfaatkan
skema ini antara lain adalah Wang dkk. (2009). Di sisi lain, skema sparsitas ruang
mengambil asumsi bahwa sinyal yang diterima suatu sensor adalah sama dengan sinyal
yang diterima oleh sensor yang lain dengan perbedaan pada fasa. Dengan asumsi ini,
maka jumlah sensor dapat dikurangi sampai menjadi sebanyak sinyal yang diterima.
Pengurangan jumlah sensor berarti juga mengurangi jumlah sampel yang diterima.
Penelitian yang memanfaatkan skema ini antara lain adalah Gurbuz dan McClellan
(2008), dan Jouny (2011). Skema sparsitas sudut mengambil asumsi bahwa sinyal
yang datang hanya pada sudut-sudut tertentu. Dengan asumsi ini, maka algoritma
estimasi arah kedatangan dilakukan dengan mencari spektral tak nol pada matrik
sinyal penerima yang disusun terdiri dari semua sudut arah kedatangan yang dipindai.
Penelitian yang menggunakan skema ini antara lain adalah Gorodnitsky dan Rao
(1997) dan Stoica dkk. (2011).
Skema sparsitas sudut memiliki keuntungan utama dari pada skema sparsitas waktu
dan sparsitas sensor yaitu pada jumlah sampel yang sedikit. Penelitian Gorodnitsky
dan Rao (1997) mengusulkan penggunaan satu sampel untuk estimasi arah kedatangan.
Untuk keperluan rekonstruksi, Gorodnitsky dan Rao menggunakan algoritma Focal
Underdetermined System Solver (FOCUSS). Dalam lingkungan dengan derau yang
rendah, hasil estimasi arah kedatangan yang dilaporkan oleh Gorodnitsky dan Rao
tersebut memiliki resolusi yang tajam. Meski keuntungan ini, algoritma FOCUSS
2
yang ditawarkan mengalami masalah pada lingkungan dengan derau tinggi (Usman
dkk. (2014)). Teknik multi sampel yang dilakukan oleh Stoica dkk. (2011) memperbaiki
performa yang lebih baik, namun proses komputasi yang lebih tinggi. Proses komputasi
yang lebih tinggi ini disebabkan antara lain oleh jumlah sampel yang lebih banyak
dan basis perhitungan pada bilangan kompleks. Permasalahan yang juga perlu
diatasi pada skema sparsitas sudut adalah pemindaian yang dilakukan pada semua
arah menyebabkan sensing matrix A memiliki dimensi yang sangat besar. Hal ini
menyebabkan proses rekonstruksi CS berjalan lambat. Penelitian yang dilakukan ini
adalah untuk menjawab permasalahan tersebut.
I.2 State of The Art
Pada bagian ini, dipilih tiga referensi yang dijadikan sebagai state of the art. Pemilihan
tiga referensi ini dikarenakan karena ketiga referensi ini adalah referensi langsung yang
terkait pada upaya penyelesaian masalah yang diusulkan. Ketiga referensi ini adalah
Gorodnitsky dan Rao (1997), Stoica dkk. (2011), dan Dai dkk. (2013). Detail dari
ketiga referensi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Gorodnitsky dan Rao (1997): Sparse Signal Reconstruction form Limited data
Using FOCUSS: a re-weighted minimum norm algorithm, Publikasi : IEEE
Transaction on Signal Processing, Vol. 45, No.3 (Referensi #1)
2. Stoica, Babu, dan Li (2011): SPICE: A sparse covariance-based estimation
method for array processing, Publikasi : IEEE Transaction of Signal Processing,
Vol.59, No.2 (Referensi #2)
3. Dai, Xu, dan Zhao (2013): Direction-of-Arrival Estimation Via Real-Valued
Sparse Representation, Publikasi : IEEE Antennas and Wireless Propagation
Letters (Referensi #3)
Referensi #1 menjadi referensi utama dari skema sparsitas sudut. Sejauh yang
penulis teliti, Referensi #1 dapat dianggap sebagai karya seminal dari teknik sparsitas
sudut. Hal yang menarik dikaji adalah bahwa teknik ini dapat bekerja dengan
menggunakan satu sampel sinyal saja. Referensi #2 membahas tentang teknik
rekonstruksi dengan metode covariance-based. Teknik ini memperbaiki hasil dari
Referensi #1 dalam hal ketahanan dalam lingkungan derau tinggi. Teknik ini
mengakomodasi penggunaan multi sampel. Referensi #3 membahas tentang teknik
penyederhaan perhitungan rekonstruksi compressive sensing dengan cara mengubah
nilai-nilai kompleks menjadi nilai-nilai riil. Pengubahan ini diklaim oleh para
penulisnya dapat mempercepat komputasi menjadi 4 kali. Dalam kerangka tiga
3
referensi ini penelitian ini dilakukan dan dikembangkan. Tabel I.1 memperlihatkan
perbandingan tekniks dari ketiga referensi ini.
Tabel I.1. Perbandingan Referensi State of The Art
Perihal
Aplikasi
Tujuan
Skema
Referensi #1
Estimasi
arah
kedatangan
sinyal
dengan
algoritma
FOCUSS
Menunjukkan
bahwa
teknik
CS
dengan
satu
sampel
dapat
menghasilkan estimasi
arah yang baik dan
resolusi tinggi
Jumlah sumber : 3
(pada sudut -44, -33,
56); Jumlah sensor :
8; Jumlah sampel 1
; Algoritma Inisialisasi
MVDR
Kekurangan Tidak
robust
pada
lingkungan
dengan
derau tinggi
Kelebihan
Hanya
menggunakan
satu sampel, sangat
efisien bandwidth jika
ditransmisikan
Referensi #2
Estimasi
arah
kedatangan
sinyal
dengan
algoritma
SPICE
Teknik estimasi arah
kedatangan beberapa
sampel sekaligus
Jumlah
sumber
:
3 (pada sudut 10,
40 dan 55 derajat);
Jumlah sensor : 10 ;
Jumlah sample : 200
; Algoritma inisialisasi
SPICE
Kompleksitas
tinggi
karena
melakukan
exhaustive search pada
semua arah
Mengakomodasi
multi-sample sehingga
lebih
robust
pada
lingkungan
dengan
derau tinggi
Referensi #3
Estimasi
arah
kedatangan
dengan
compressive
sensing
dengan nilai riil
Mempercepat
perhitungan compressive
sensing
dengan
transformasi
unitary
untuk memperoleh nilai
matrik riil
2 sumber (pada sudut
-2.5 dan 3.5 derajat) ;
Jumlah sensor : 10 ;
Jumlah sampel : 100
; Algoritma inisialisasi :
MUSIC
kompleksitas
tinggi:
teknik Singular Value
Decomposition
(SVD)
diterapkan pada matrik
besar serta perhitungan
dekomposisi memerlukan
waktu yang besar
komputasi yang lebih
ringan dibandingkan
I.3 Premis dan Hipotesis
Pada Kemajuan I telah disampaikan premis yang mendasari penelitian ini, yaitu : 1).
Skema sparsitas sudut memiliki kelemahan pada lingkungan dengan derau tinggi, 2).
Skema sparsitas sudut memiliki kompleksitas rekonstruksi yang tinggi. Kedua premis
tersebut telah dibuktikan dengan simulasi komputer yang dilakukan. Hasil pembuktian
tersebut telah dipublikasikan sebagai publikasi awal dari penelitian ini (Usman dkk.
(2014)).
4
Pada Kemajuan II ini, dilakukan simulasi lanjutan yaitu perbaikan skema yang
ada dengan teknik non-exhaustive search. Dari percobaan-percobaan yang dilakukan,
maka diperoleh premis-premis lanjutan, yaitu: 3). Skema sparsitas sudut dapat bekerja
dengan sudut pindai yang lebih sempit (non-exhaustive search).
Ada pun hipotesis yang diajukan sebagai jawaban dari premis tersebut adalah: 1).
Kelemahan teknik sparsitas sudut dapat diatasi dengan teknik yang mengakomodasi
pengolahan beberapa sampel sekaligus, 2).
Pengurangan kompleksitas (yang
berimplikasi pada peningkatan kecepatan komputasi) dapat dilakukan dengan
pra-pemindaian dan penyederhanaan perhitungan dalam matrik riil.
Hasil pembuktian dari dua hipotesis ini diharapkan dapat diformulasikan ke dalam
suatu skema atau model. Skema atau model dapat menjadi kontribusi pengetahuan
pada bidang aplikasi compressive sensing untuk estimasi arah kedatangan sinyal.
Susunan premis dan hipotesis ini dirangkum dalam Tabel I.2.
Tabel I.2. Premis dan Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian
Premis
Skema sparsitas sudut memiliki
akurasi yang buruk pada
lingkungan derau tinggi
Skema sparsitas sudut memiliki
kompleksitas rekonstruksi yang
tinggi
Hipotesis
Akurasi pada lingkungan derau tinggi
dapat ditingkatkan dengan teknik yang
mengolah beberapa sampel sekaligus
Pengurangan
kompleksitas
dapat
dilakukan dengan pra-pemindaian dan
pemindaian pada arah tertentu saja
non-exhaustive search
5
BAB II Landasan Teori
II.1 Model matematis sistem
Untuk keperluan simulasi, maka model matematis dari sistem yang ditinjau perlu
dijabarkan terlebih dahulu. Tinjau susunan antena (antenna array) yang terdiri dari
M buah elemen antena. Elemen antena ini disusun sehingga terletak pada satu garis,
dengan jarak antar antena konstan. Susunan ini disebut sebagai uniform linear array
/ ULA. Misalkan bahwa sumber sinyal datang pada jarak yang jauh dengan sudut
kedatangan sebesar θ relatif terhadap garis normal susunan antena (Gbr. II.1). Jika
jarak sistem antena ke sumber jauh lebih besar dari pada dimensi susunan antena,
maka berkas yang sampai ke masing-masing antena dapat dianggap sejajar.
l1
θ
x1 (t)
x2 (t)
d
d
x3 (t)
∆
R
2∆
l2
l3
lM
(M − 1)∆
xM (t)
Gambar II.1. Antennas arrangement in ULA with distance d between element
Dengan menggunakan antena paling atas sebagai referensi, serta jarak antar elemen
antena adalah d, maka perbedaan jarak tempuh pada masing-masing antena (∆) dapat
ditulis sebagai
∆ = d · sin(θ).
(II.1)
Perbedaan jarak ini berkorespondensi dengan delay fasa sebesar :
2π
· d · sin(θ)
(II.2)
λ
Dengan mengumpulkan sinyal yang diterima oleh masing-masing antena pada suatu
vektor x, maka persamaan sinyal terima pada keluaran array adalah :
φ=
6
x = a·s+n
(II.3)
Pada pers.II.3, s adalah sinyal pada masukan antena (dengan dimensi p kali N snaps;
p adalah jumlah objek), x menotasikan sinyal pada keluaran antena (dengan dimensi
M kali N snaps), n dalah white gaussian noise, dan a adalah array steering vector
atau array manifold. Steering vector a dapat dinyatakan sebagai :
h
a = 1 e−jψ e−j(M −1)ψ
iT
(II.4)
Sebagai penerima, steering vector menyatakan bobot pada antena yang
berkorespondensi dengan arah penerimaan maksimum dari sinyal datang (main beam).
II.2 Compressive Sensing
Compressive Sampling/Sensing (CS), adalah pendekatan baru yang menyatukan
antara proses sampling dan kompresi. Dengan kekhususan bahwa sinyal yang
disampling bersifat sparse (mayoritas sinyal adalah nol dan sedikit sisanya tak nol).
Dengan asumsi ini, maka teknik CS dapat digunakan untuk mensampling sinyal
dengan rate yang jauh lebih kecil dari pada sampling rate klasik Nyquist. Pada
sampling rate yang rendah ini, CS tetap masih mampu untuk merekonstruksi sinyal
semula. Kemampuan ini membuka peluang CS dapat menggantikan peralatan yang
ada saat ini dengan peralatan yang bekerja berdasarkan prinsip CS yang efisien. Secara
prinsip, pensamplingan dengan CS dilakukan dengan mengumpulkan secara random
dari sampel lengkap.
Pada teknik sampling klasik Nyquist, proses sampling dan rekonstruksi secara
prinsip adalah sederhana dibandingkan dengan sampling dan rekonstruksi pada CS.
Proses sampling pada teknik sampling klasik dilakukan dengan melakukan pencuplikan
pada sinyal analog dengan jarak antar sampel yang sama/konstan. Pada bagian
rekonstruksi, sinyal hasil sampling difilter dengan filter Nyquist untuk memperoleh
kembali sinyal semula.
Pada teknik CS, sebelum proses sampling dapat dilaksanakan, pertama harus
ditentukan terlebih dahulu basis dua basis, yaitu basis sparsitas Ψ dan basis projeksi
Φ. Keberhasilan teknik CS tergantung pada keberhasilan menentukan kedua basis
tersebut. Dengan demikian proses modifikasi dari sinyal pada sisi penerima perlu
dilakukan. Ini berarti bahwa perangkat CS akan lebih kompleks dibandingkan dengan
peralatan sampling klasik. Pada sisi rekonstruksi, solusi dari teknik CS tidaklah
unik/tunggal. Dengan kata lain, setelah set solusi ditemukan, maka diperlukan
optimasi dengan suatu kriteria (biasanya adalah norm orde-n) dari set solusi yang
ada untuk memperoleh satu solusi terbaik sesuai kriteria tersebut. Solusi terbaik
7
diharapkan (secara statistik) sama atau mendekati sinyal asal.
Beberapa peralatan telah dikembangkan dengan prinsip CS ini. Antara lain adalah
kamera-satu-piksel (Baraniuk (2007)), sparse MRI (Swastika dan Haneishi (2012)),
spectra-denoising (Mingxia dkk. (2013)) dan sebagainya.
Formulasi matematika dari compressive sensing. Ada banyak cara untuk
menjelaskan prinsip kerja dari compressive sensing. Tapi yang akan dibahas di sini
adalah dengan menggunakan prinsip ketidakpastian (uncertainty principle atau UP).
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sinyal tidak mungkin secara bersamaan dapat
dilokalisasi dengan baik pada ranah waktu dan frekuensi. Dengan kata lain, jika suatu
sinyal terlokalisasi pada ranah waktu, maka sinyal tersebut tidak terlokalisasi pada
ranah frekuensi. Sebaliknya jika suatu sinyal terlokalisasi pada ranah frekuensi, maka
ia tidak terlokalisasi pada ranah waktu.
Jika suatu sinyal f tidak terlokalisasi pada suatu ranah, maka akan selalu dapat
dicari suatu transformasi Ψ pada f untuk menghasilkan suatu sinyal textbfF yang
bersifat sparse. Dengan kata lain:
F = Ψf
(II.5)
Pada sinyal sparse F tersebut, CS dapat dilakukan dengan mengalikan di awal
(pre-multiplying) dengan suatu pencuplik Φ yang merupakan suatu matrik CS.
g = ΦF = ΦΨf
(II.6)
Jika sinyal asal, f dan hasil transformasinya, F memiliki panjang N , maka sinyal f,
dapat direkonstruksi kembali dari sinyal g dengan panjang M (M