PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN

(Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh: ANISYA CAHYANINGRUM F1310011 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Setiap lembar dari penyelesaian skripsi ini merupakan wujud dari keagungan dan kasih sayang yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Ini kupersembahkan kepada:

Y Ayah dan ibu tercinta, terima kasih atas do’anya. Y Kakaku tersayang, mba nia dan mba reni terima kasih atas dukungannya. Y Special best friend : Anis, Sanurya, Heni, Enik, Chill, Mba Yuyun, Mba Fatimah, Mba Vita, Mba Fika, Mba Itha, Mba Tanti, dan teman-temanku semua akuntansi transfer angkatan 2010.

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu

telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan

yang lain dan hanya kepada Allah-lah kamu berharap"

(QS.Al-Insyirah, 6-8)

“Lima hal yang dapat memperpanjang umur dalam kebahagiaan yaitu: “Melaksanakan silaturrahmi, berbakti kepada kedua orang tua, bersedekah dengan dirahasiakan, shalat tengah malam (tahajjud) dan banyak berdoa”

(Ulama)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta usaha yang sungguh-sungguh, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005- 2010)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung hingga selesainya skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan kepada penulis. Untuk itu, kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Wisnu Untoro M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Sri Suranta, SE., MSi., Ak., selaku sekertaris Jurusan Akuntansi dan dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk 3. Sri Suranta, SE., MSi., Ak., selaku sekertaris Jurusan Akuntansi dan dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

4. Anas Wibawa, SE., MSi, selaku Pembimbing Akademi.

5. Seluruh dosen dan staff adminstrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak dan Ibu yang selalu mendoakanku. Terima kasih untuk kasih sayang, pengorbanan, dukungan dan doa yang selama ini.

7. Teman-teman kuliah angkatan 2010 Akuntansi Swadana Trasfer terima kasih atas bantuan, semangat, dukungan dan kebersamaannya selama ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada penulis dalam penulisan skripsi ini .

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis, akan tetapi penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 19 September 2012

Penulis

D. Pembahasan ...................................................................................................74

1. Pengujian hipotesis ...................................................................................74

2. Pengujian variable kontrol .......................................................................83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ....................................................................................................85

B. Keterbatasan ..................................................................................................86

C. Saran...............................................................................................................86

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Tabel IV.1 Proses Pemilihan Sampel ....................................................................... 59 Tabel IV.2 Data Nama Perusahaan yang Menjadi Sampel ..................................... 59

Tabel IV.3 Deskriptif Statistik .................................................................................. 61 Tabel IV.4 Hasil Uji Multikolonieritas Test I.......................................................... 63

Tabel IV.5 Hasil Uji Multikolonieritas Test II ........................................................ 64

Tabel IV.6 Hasil Uji Multikolonieritas Test III ....................................................... 64 Tabel IV.7 Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin Watson Test ............................ 65

Tabel IV.8 Hasil Uji Autokorelasi dengan Run Test ............................................... 65 Tabel IV.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................. 66

Tabel IV.10 Hasil Uji Normalitas............................................................................. 67

Tabel IV.11 Hasil Uji Regresi Linier Berganda I.................................................... 68 Tabel IV.12 Hasil Uji Regresi Linier Berganda II .................................................. 68

Tabel IV.13 Hasil Uji Regresi Linier Berganda III ................................................. 68

Gambar II.1 Hubungan antara Pemilik, Auditor, dan Perusahaan ......................... 12 Gambar II.2 Struktur Perusahaan yang menggunkana Sistem Dua Dewan........... 21

Gambar II.3 Struktur Perusahaan yang menggunkana Sistem Satu Dewan .......... 22 Gambar II.4 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 38

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Empiris pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2010)

Anisya Cahyaningrum F1310011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan. Corporate governance menggunakan dua variabel yaitu komposisi dewan komisaris dan ukuran dewan komisaris. Kinerja keuangan perbankan diukur dengan ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 12 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2010. Pengujian hipotesis menggunakan multiple regression , dengan variabel independen yaitu komposisi dewan komisaris dan ukuran dewan komisaris. Variabel kontrol adalah ukuran perusahaan dan pertumbuhan. Adapun variabel dependen adalah ROA, ROE, dan BOPO.

Hasil penelitian ini adalah: (a) Komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh positif terhadap ROA dan ROE, dan tidak berpengaruh signifikan negatif pada BOPO; (b) Ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan positif terhadap ROA dan ROE, dan tidak berpengaruh signifikan negatif pada BOPO. Variabel kontrol ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA dan ROE sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap BOPO. Variabel kontrol growth berpengaruh positif terhadap ROA dan ROE sedangkan growth berpengaruh negatif terhadap BOPO.

Kata kunci: Komposisi Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Komisaris, Return

On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Biaya Operasional terhadap

Pendapatan

Operasional

(BOPO), Ukuran

Perusahaan, dan Pertumbuhan (growth).

EFFECT OF CORPORATE GOVERNANCE ON FINANCIAL PERFORMANCE

(Study empirical on Banking Company Enlisted in Indonesian Stock Exchange periods 2005-2010)

Anisya Cahyaningrum F1310011

The objective of research are to find the effect of corporate governance on financial performance. Corporate governance used two variables that are composition of board of commissioner and size of board of commissioner. Banking financial performance was measured with ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), and BOPO (Operating Expenses to Operating Income). The research used sample of 12 banking company enlisted in Indonesian Stock Exchange periods 2005-2010. Testing hypotheses using multiple regression, with independent variable are composition of board of commissioner and size of board of commissioner. Control variable is firm size and growth. Dependent variable are ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), and BOPO (Operating Expenses to Operating Income).

The result of research shows: (a)Composition of board of commissioner has not effect positive on ROA and ROE, and not effect negative on BOPO; (b) Size of board of commissioner has not effect positive on ROA and ROE, and not effect negative BOPO. Control variable firm size has effect positive on ROA and ROE while firm size has effect negative on BOPO. Control variable growth has effect positive on ROA and ROE while growth has effect negative on BOPO.

Keywords: composition of board of commissioner, size of board of

commissioner, audit committee existence, Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Operating Expenses to Operating Income (BOPO), firm size, and growth.

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia menerapkan Corporate Governance (CG) sejak menandatangani Letter of Intent dengan International Monetery Fund yang salah satu bagian terpentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan di Indonesia. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Komite Nasional telah mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance (GCG) Indonesia 2006. Melalui Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Nomor: Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan aturan tentang Pengembangan Praktik GCG di perusahaan-perusahaan Indonesia. Dengan aturan tersebut, berbagai perusahaan termasuk perbankan diharapkan mampu menerapkan prinsip- prinsip GCG ke dalam struktur dan juga proses di perusahaan, yang meliputi transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, kemandirian, dan keadilan. Keputusan ini kemudian disempurnakan dengan Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik GCG. Ketentuan peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman yang lebih rinci dalam menerapkan GCG pada masing-masing

perhatian dari berbagai kalangan, baik praktisi maupun akademisi. Hal yang terpenting dalam perhatian coporate governance adalah pengelolaan perusahaan yang baik akan menunjukkan corporate governance yang baik pula. Menurut Murtanto dan Maulana (2005), secara definitif corporate governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholders dengan dua hal penekanan pada konsep. Hal yang pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholders.

Corporate Governance (CG) yang lemah menjadi salah satu penyebab krisis keuangan di negara-negara Asia (Johnson dan Mitton dalam Darmawanti, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004). Ciri utama lemahnya corporate governance adalah adanya tindakan mementingkan diri sendiri di pihak para manajer perusahaan. Tindakan mementingkan diri sendiri ini akan mengakibatkan penurunan harapan investor tentang pengembalian atas investasinya sehingga aliran masuk modal akan mengalami penurunan sedangkan aliran keluar akan mengalami kenaikan. Selanjutnya, mengakibatkan penurunan harga-harga saham sehingga pasar modal

(Darmawanti, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004). Praktik corporate governance dapat dilihat dari struktur dewan komisaris ditandai dengan keluarnya Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta No. Kep-339/ BEJ/07-2001 yang kemudian disempurnakan dengan peraturan No. Kep-305/ BEJ/07-2004. Peraturan mengenai perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) wajib memiliki komite audit, komisaris, dan sekertaris perusahaan sudah berlaku sejak 1 Juli 2001, yang diikuti Bapepam-LK tahun 2004 tentang komisaris independen. Berdasarkan peraturan tersebut, Dewan Komisaris bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good Corporate Governance. BEI (Bursa Efek Indonesia) dan Bapepam-LK mengeluarkan peraturan untuk meningkatkan kualitas praktik corporate governance di Indonesia sehingga keefektifan corporate governance akan meningkatkan kinerja perusahaan perbankan. Selain itu, corporate governance sebagai elemen penting dalam meningkatkan nilai perusahaan dan ukuran perusahaan yang akan mempengaruhi penerapan corporate governance . Perusahaan besar mendapatkan sorotan dari berbagai masyarakat sehingga mereka berhati-hati dalam memberikan informasi. Oleh sebab itu, informasi yang dikeluarkan perusahaan yang besar memberikan informasi yang lebih akurat.

Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/14/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank umum. Adanya pengelolaan perbankan yang baik melalui aplikasi GCG akan meningkatkan efisiensi perbankan dan pertumbuhan ekonomi. Perbankan yang efisien akan memberikan dampak positif bagi peningkatan keuntungan bank, membaiknya kualitas pelayanan kepada nasabah, mendorong keamanan operasional, kesehatan perbankan serta meningkatkan keuntungan kepada shareholder dan stakeholder. GCG juga dikukuhkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai pilar keempat dengan landasan berpikir bahwa aplikasi GCG akan memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Ada baiknya GCG dijadikan budaya perusahaan maupun pemerintahan yang terintegrasi dalam keseharian karena inti dari GCG adalah moral dan etika yang ditunjang dengan perangkat hukum yang baik.

Penelitian mengenai corporate governance pernah dilakukan, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di luar negeri adalah penelitian Peasnell, Pope, dan Young (1998) menunjukkan hubungan negatif antara ukuran perusahaan dan earnings management di Inggris. Dimana, manajer yang memimpin perusahaan besar akan memiliki kesempatan yang lebih kecil dalam memanipulasi laba dibandingkan dengan perusahaan kecil. Coller & Gregory (1999) mengenai hubungan antara dewan komisaris dengan pengungkapan informasi sosial perusahaan menunjukkan bahwa semakin

mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Vafeas (1999) menguji mekanisme dewan komisaris dalam menghadapi kondisi perusahaan yang mengalami penurunan sedangkan Vafeas (2000) menguji pengaruh dari komposisi dewan komisaris yang berasal dari eksternal perusahaan dan ukuran dewan terhadap kandungan informasi laba yang diproksikan dengan Earnings-Return Relation. Joh (2003) yang meneliti hubungan corporate governance dan profitabilitas perusahaan pada periode sebelum krisis moneter.

Black et al. (2003), menguji corporate governance mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Brown dan Caylor (2004) meneliti mengenai pengaruh corporate governance terhadap kinerja operasional. Hasilnya bahwa perusahaan dengan tata kelola yang lebih baik relatif lebih profitable , memiliki Tobin’s Q yang lebih dan pembayaran kepada pemegang saham yang lebih baik. Sanda et al. (2005) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kinerja keuangan badan usaha di Nigeria. Yang et al. (2006) meneliti pengaruh jumlah dewan komisaris terhadap kinerja keuangan. Jaafar dan El-Shawa (2009) menemukan bahwa multiple directorship dan ukuran dewan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan Tobin’s Q.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Indonesia adalah Darmawati, Khomsiyah, dan Rahayu (2004) menunjukkan bahwa Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Indonesia adalah Darmawati, Khomsiyah, dan Rahayu (2004) menunjukkan bahwa

perusahaan. Akan tetapi, pengujian yang dilakukan oleh Wedari (2004) menunjukkan hasil yang kontradiktif terhadap peranan corporate governance dalam mengurangi earnings management. Wedari (2004) menunjukkan justru corporate governance berhubungan positif dengan earnings management . Febrianto (2004) menunjukkan hubungan negatif antara struktur kepemilikan dan kandungan informasi laba. Semakin terkonsentrasi kepemilikan suatu perusahaan, semakin lemah kandungan informasi laba.

Wardhani (2006) menunjukkan bahwa ukuran dewan direktur, turn over direksi mempunyai pengaruh signifikan terhadap financial distress sedangkan independensi komisaris dan struktur kepemilikan tidak berpengaruh terhadap financial distress. Wulandari (2006) meneliti mengenai pengaruh indikator mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan publik Indonesia periode 2000-2002. Irmala Sari (2010) meneliti mengenai pengaruh mekanisme Good Corporate Governance terhadap kinerja perbankan nasional. Puspitasari dan Ernawati (2010) menunjukkan mekanisme internal corporate governance (kepemilikan manajerial, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan konsentrasi kepemilikan) memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap

(2012) meneliti Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri menunjukkan perbedaan hasil penelitian. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini untuk menguji kembali mengenai faktor-faktor seperti komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan, dan growth yang mempengaruhi Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), khususnya perusahaan perbankan. Adapun salah satu perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada setingan sampel penelitian. Penelitian ini memilih perusahaan-perusahaan publik yang merupakan kategori perusahaan perbankan sedangkan pada penelitian-penelitian sebelumnya kebanyakan menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai sampel penelitiannya. Alasan pengambilan sampel pada industri perbankan, dikarenakan perbankan merupakan industri yang penting, yaitu: perusahaan perbankan memiliki karakteristik khusus yang merupakan lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan; perusahaan perbankan sebagai financial intermediation yang menunjang aktivitas penting dalam perekonomian; perbankan menciptakan likuiditas dalam bentuk bank’s own liabilities atau surat yang dibuat untuk peminjam.

Sesuai dengan latar belakang masalah, maka perumusan masalah sebagai berikut ini.

1. Apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA?

2. Apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE?

3. Apakah komposisi dewan komisaris berpengaruh terhadap BOPO?

4. Apakah jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap ROA?

5. Apakah jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap ROE?

6. Apakah jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap BOPO?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menemukan bukti empiris bagaimanakah faktor seperti komposisi dewan komisaris dan jumlah anggota dewan komisaris mempengaruhi kinerja perusahaan yang diukur dengan kinerja keuangan (ROA, ROE, dan BOPO) di Bursa Efek Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan masukan (input) yang berguna, terutama bagi:

1. Praktisi manajemen perusahaan, analis keuangan, investor, dan kreditur bahwa hasil penelitian ini akan memberikan temuan-temuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan.

penguasaan ilmu pengetahuan oleh tenaga pendidik dan pengembangan materi belajar, memberikan kontribusi pada perekonomian secara nasional sehingga meningkatkan daya saing bangsa, dan mewujudkan manusia Indonesia yang mandiri melalui pemberdayaann diri, pendidik, tenaga pendidikan, sekolah atau perguruan tinggi, dan masyarakat.

TELAAH PUSTAKA

A. Teori Keagenan (Agency Theory)

Hubungan keagenan sebagai dasar dalam memahami corporate governance . Menurut Jensen dan Meckling dan Scott (1976), hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal (pemegang saham) yang menggunakan agent (manajer) untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan principal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaaan. Agar hubungan kontraktual ini berjalan lancar, principal akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada agen dan diatur dalam sebuah kontrak yang biasanya menggunakan angka- angka akuntansi yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya (Wedari, 2004).

Dalam rangka memahami corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).

menggunakan teori agensi. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dengan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Menurut Ali (2002) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), dua kepentingan yang berbeda dalam perusahaan yang mana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki.

Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007) menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

Konflik keagenan yang terjadi merupakan gambaran konflik kepentingan yang terjadi di Negara Anglo Saxon tetapi untuk negara- negara Asia konflik yang terjadi pada pemilik perusahaan, baik pemegang saham utama maupun pemegang saham minoritas. Penelitian mengenai konflik pemilik perusahaan, seperti Claessens, Djankov, and Lang (2000),

La Porta et al. (2000), Tabalujan (2000, 2002), Nam dan Nam (2004).

minoritas yaitu mendahulukan kepentingan pemegang saham utama dengan mengorbankan kepentingan pemegang saham minoritas. Hal ini ditujukkan oleh penelitian Krisnamurthi, Chandrasekhar, Aleksandar Sevic, dan Zeljko Sevic (2004) yang menunjukkan bukti negara yang memiliki sistem corporate governance yang lemah maka pemilik saham utama akan menekan pemilik saham minoritas.

Meminimalkan konflik antara pemilik perusahaan dengan manajer terdapat dua mekanisme yaitu mekanisme eksternal maupun mekanisme internal. Mekanisme eksternal ini menggunakan sumber daya eksternal, seperti jasa auditor independen untuk melakukan audit laporan keuangan perusahaan sehingga dapat memberikan informasi dan pendapat yang reliable . Hubungan antara pemilik, auditor, dan perusahaan dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar II.1

Hubungan antara Pemilik, Auditor, dan Perusahaan

Mekanisme internal menggunakan sumber daya yang berasal dari dalam perusahaan yaitu mendayagunakan dewan komisaris dan komite

Pemilik perusahaan

Auditor

Perusahaan

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) tahun 2006, tekanan dari pihak luar agar manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik perusahaan menjadi semakin besar. Dengan demikian, pemilik dan manajer membuat kontrak yang mampu menjelaskan spesifikasi- spesifikasi yang harus dilakukan manajer dalam melaksanakan tugasnya dalam mengelola dana pemilik dan pembagian return antara manajer dengan pemilik. Apabila dalam kontrak tersebut terdapat faktor-faktor kontenjensi yang sulit diramalkan maka pemilik berkewajiban memberikan hak residual (residual control right) kepada manajer, yaitu hak untuk membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya belum terlihat dikontrak (Darmawati, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004).

Konflik kepentingan juga mungkin terjadi karena ditimbulkannya biaya keagenan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) terdapat tiga jenis biaya keagenan yaitu:

1. Biaya pengawasan (monitoring cost) adalah biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk melakukan pengawasan kepada agen sehingga dapat membatasi aktivitas yang menyimpang dari agen yang disebabkan perbedaan kepentingan antara agen dan principal.

adalah sumber daya perusahaan yang dibelanjakan agen untuk menjamin agen tidak bertindak yang dapat merugikan principal atau untuk meyakinkan bahwa principal akan memberikan kompensasi jika benar-benar melakukan tindakan tersebut.

3. Biaya residu (residual cost) adalah nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kesejahteraan yang dialami principal jika terjadi divergensi antara keputusan- keputusan yang dapat memaksimalkan kesejahteraan agen.

B. Good Corporate Governance (GCG)

1. Definisi Good Corporate Governance

Menurut Tangkilisan dalam Kurniati (2008), GCG adalah sistem dan struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengalokasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditor , supplier, asosiasi usaha, konsumen, pekerja, pemerintah, dan masyarakat luas.

Perdebatan antara akademik dan praktisi tentang corporate governance menjadi semakin panas yang dipicu oleh berbagai pernyataan dari berbagai pihak. Pernyataan tersebut adalah lemahnya struktur corporate governance di Asia sebagai penyebab terjadiya krisis moneter. Hal ini bertentangan dengan argumen Glen dan Singh (2005) bahwa tidak ada hubungan lemahnya struktur corporate

Eropa memiliki struktur kepemilikan yang dominan atau perusahaan keluarga. Menurut Murtanto dan Maulana (2005) krisis yang melanda di negara Asia, seperti Asia disebabkan rendahnya penerapan corporate governance yang ditandai dengan kurang transparanya pengelolaan perusahaan sehingga pengendalian publik menjadi sangat lemah dan terkonsentrasinya pemegang saham besar pada beberapa keluarga menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen perusahaan sangat terasa dan menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma-norma tata kelola perusahaan yang baik (Fajari dalam Murtanto dan Maulana, 2005).

Pengertian corporate governance menjadi pemicu dalam perdebatan corporate governance. Dalam pendifinisiannya corporate governance dikeluarkan oleh lembaga internasional atau pendapat para akademisi yang beragam. Keberagaman pengertian tentang corporate governance ini mengakibatkan tidak adanya kesepakatan tentang pendefinisiannya karena bidang corporate governance merupakan bidang yang dinamis (Lukviarman, 2005). Pendefinisian tentang corporate governance oleh berbagai pihak adalah sebagai berikut ini.

“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the systems by which companies are directed and “A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the systems by which companies are directed and

“Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, managers, shareholders and other stakeholders, and spells out the rules and procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring

performance

(OECD

taken from

http://www.ccg.uts.edu.au/corporate_governance. html)”.

“Corporate governance is the method by which a corporation is directed, administered or controlled. It includes the laws and customs affecting that direction, as well as the goals for which it is governed. The principal participants are the shareholders, management and the board of directors. Other participants include regulators, employees, suppliers, partners, customers, constituents (for

general community (http://www.investordictionary.com/definition/corporate+governance. aspx).”

Berdasarkan penjelasan tentang corporate governance dari berbagai pihak maka disimpulkan bahwa corporate governance merupakan cara untuk mengelola perusahaan atau tata kelola perusahaan. Semakin baiknya pelaksanaan corporate governance dalam memberikan jaminan kepada pihak luar maka perusahaan dikelola dengan baik dan sebaliknya. Selain itu, good governance juga dapat disimpulkan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan

berkaitan dengan hak-hak dan kewajibannya dalam mengelola perusahaan. Tujuan corporate governance adalah sebagai berikut: meningkatkan efisiensi ekonomis meliputi hubungan antara manjemen perusahaan, dewan direksi, pemegang sahamnya dan stakeholder lainnya; memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran dari suatu perusahaan sebagai sarana untuk mencapai sasaran dan sarana untuk menentukan teknik monitoring kerja (Darmawanti, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004).

2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Perusahaan harus memastikan bahwa asas Good Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Oleh sebab itu, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan asas-asas dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia tahun 2006 adalah sebagai berikut.

a. Transparancy (Keterbukaan Informasi)

Menurut Syakhroza dalam Kurniati (2008), transparansi adalah pengungkapan informasi penting bagi semua pihak berkepentingan agar mengetahui dengan pasti apa yang telah dan bisa terjadi. Inti dari transparansi yaitu:

1) Meningkatkan keterbukaan dari kinerja perusahaan secara

teratur dan tepat waktu serta benar.

waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.

3) Informasi yang harus diungkapkan tapi tidak terbatas pada hal- hal yang berhubungan dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham, pengendalian intern, sistem dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2000),

transparansi berkaitan dengan keterbukaan yang menyangkut kondisi keuangan dan pengelolaan perusahaan yang ditujukan kepada lembaga yang berwenang dan publik.

b. Accountable (Akuntabilitas)

Inti dari akuntabilitas yaitu terciptanya sistem pengendalian yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan diantara anggota direksi, pemegang saham, komisaris dan pengawas. Manajemen wajib memiliki kemampuan dan integrasi untuk menjalankan usaha sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku (Tangkilisan dalam Kurniati, 2008).

c. Responsible (Tanggung Jawab)

Menurut Tangkilisan dalam Kurniati (2008), inti dari tanggung jawab atau responsibilitas yaitu selain bertanggungjawab Menurut Tangkilisan dalam Kurniati (2008), inti dari tanggung jawab atau responsibilitas yaitu selain bertanggungjawab

d. Independent (Kemandirian)

Tangkilisan dalam Kurniati (2008), mendefinisikan independent sebagai suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional diantara berbagai benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Berkaitan dengan aspek kemandirian, manajemen suatu perusahaan memiliki pendapat yang independen dalam setiap keputusan yang diambil. Selain itu, dimungkinkan pula untuk memperoleh saran dari konsultan independen, konsultan legal dan komite audit untuk menunjang kelancaran tugas manajemen Bank.

e. Fairness (keadilan dan kewajaran)

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2000), kewajaran berkaitan dengan keadilan bagi semua kepentingan shareholder dan semua transakasi yang berhubungan dengan Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2000), kewajaran berkaitan dengan keadilan bagi semua kepentingan shareholder dan semua transakasi yang berhubungan dengan

1) Menyediakan pedoman kerja untuk menetapkan tujuan, sasaran perusahaan, cara-cara untuk mencapainya, maupun pengukuran keberhasilannya.

2) Menyediakan sistem insentif untuk dewan direksi dan manajemen dalam pencapaian tujuan sesuai dengan kinerja perusahaan dan kepentingan pemegang saham.

3) Memfasilitasi pengawasan yang efektif dan mendukung perusahaan untuk menggunakan sumberdayanya secara efisien.

4) Memperhatikan kepentingan stakeholders melalui disclosure

informasi yang relevan.

Penerapan Good Corporate Governance perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu lebih mudah untuk meningkatkan modal, lebih rendah biaya modal, peningkatan kinerja usaha dan kinerja ekonomi yang lebih baik, memberikan dampak yang baik terhadap harga saham. Dalam mekanisme pelaksanaanya salah satu elemen yang penting yaitu mendayagunakan komite audit dan dewan direksi sesuai peraturan Kep-305/BEJ/07-2004. Pelaksanaannya juga tergantung sistem hukum perusahaan disuatu negara dimana terdapatnya sistem dewan dalam suatu negara. Suatu negara memiliki dua bentuk sistem dewan yaitu sistem satu dewan (one tier board) yang dianut Penerapan Good Corporate Governance perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu lebih mudah untuk meningkatkan modal, lebih rendah biaya modal, peningkatan kinerja usaha dan kinerja ekonomi yang lebih baik, memberikan dampak yang baik terhadap harga saham. Dalam mekanisme pelaksanaanya salah satu elemen yang penting yaitu mendayagunakan komite audit dan dewan direksi sesuai peraturan Kep-305/BEJ/07-2004. Pelaksanaannya juga tergantung sistem hukum perusahaan disuatu negara dimana terdapatnya sistem dewan dalam suatu negara. Suatu negara memiliki dua bentuk sistem dewan yaitu sistem satu dewan (one tier board) yang dianut

3. Struktur Perusahaan Indonesia

Setiap perusahaan listing di Bursa Efek Indonesia ada dua dewan, yaitu dewan direksi dan dewan komisaris. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, dewan direksi berfungsi melakukan tindakan manajemen dalam struktur perusahaan sedangkan dewan komisaris bertugas mengawasi kinerja dewan direksi. Adapun gambaran mengenai struktur perusahaan yang menggunakan sistem dua dewan dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar II.2

Struktur Perusahaan yang Menggunakan Sistem Dua Dewan

Sumber: Husnan (2000)

Pada struktur perusahaan yang menggunakan sistem dua dewan memiliki konsekuensi Chief Executive Officer merangkap sebagai presiden komisaris. Akan tetapi, Indonesia sangat jarang memiliki sistem tersebut dan secara hukum keduanya harus terpisah. Perusahaan di negara Barat memiliki perbedaan struktur dengan perusahaan di Indonesia sehingga terdapat struktur perusahaan yang menganut satu dewan yang dapat dilihat pada gambar II.3.

DEWAN DIREKSI

DEWAN KOMISARIS

MANAJER

PEGAWAI

KOMITE AUDIT

PEMEGANG SAHAM

Gambar II.3

Struktur Perusahaan yang Menggunakan Sistem Satu Dewan

Struktur perusahaan yang menganut satu dewan menunjukkan dewan direksi bertugas melakukan pengawasan terhadap manajer. Dewan direksi terdiri manajer dan manajer non eksekutif atau direksi independen sehingga sangat mungkin jika Chief Executive Officer merangkap sebagai ketua dewan direksi. Oleh sebab itu, sebagian besar regulator mencoba memisahkan tugas antara ketua dewan direksi dan Chief Execurive Officer agar memperoleh mekanisme yang lebih baik.

4. Faktor yang mempengaruhi corporate governance

Salah satu faktor yang mempengaruhi corporate governance adalah dewan komisaris. Dewan komisaris merupakan bagian dari corporate governance . Selain itu, dewan komisaris memiliki peranan yang penting dalam pelaksanaanya karena mereka bertugas mengawasi jalannya perusahaan dan kebijakan yang diambil oleh dewan direksi. Hubungan kerja Dewan Komisaris dan Direksi adalah

PEMEGANG DEWAN DIREKSI

KOMITE AUDIT MANAJER PEGAWAI

kesehatan perusahaan perbankan (KNKCG, 2006).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia tahun 2006 menyatakan dalam memenuhi kewajiban dan melaksanakan check and balance antara dewan komisaris dan direksi perlu menyepakati beberapa hal adalah sebagai berikut ini.

a. Visi, misi, dan corporate value.

b. Sasaran usaha, strategi rencana jangka panjang maupun rencana kerja dan anggaran tahunan.

c. Kebijakan dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan, anggaran dasar dan prudential banking practices termasuk komitmen untuk menghindari segala bentuk benturan kepentingan (conflict of interest).

d. Kebijakan dan metode penilaian kinerja perusahaan, unit-unit dalam organisasi bank dan personalianya.

e. Struktur organisasi ditingkat eksekutif yang mampu mendukung tercapainya sasaran usaha perusahaan.

Fungsi dewan komisaris berdasarkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tahun 2004 pada Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 dalam Peraturan Bapepam mengenai Corporate Governance adalah sebagai berikut.

kebijakan mengenai resiko, anggaran tahunan, dan rencana usaha, menetapkan sasaran kinerja, memonitor penerapan dan kinerja perusahaan serta memantau belanja modal yang besar, akuisisi dan divestasi.

b. Memonitor efektifitas praktik tata kelola perusahaan serta membuat perubahan-perubahan yang diperlukan.

c. Menyeleksi, memberikan kompensasi, memonitor serta bila perlu mengganti pejabat eksekutif serta mengawasi perencanaan penggantian pejabat.

d. Menyesuaikan remunerasi eksekutif kunci dan dewan dengan kepentingan jangka panjang dari perusahaan dan pemegang saham.

e. Memastikan proses nominasi dan pemilihan dewan secara transparan dan formal.

f. Memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen, anggota Dewan serta pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyelewengan dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

g. Memastikan integritas sistem pelaporan akuntasi dan keuangan perusahaan, termasuk audit independen, serta memastikan bahwa sistem pengendalian yang tepat telah diterapkan, khususnya mengenai sistem manajemen resiko, pengendalian keuangan dan g. Memastikan integritas sistem pelaporan akuntasi dan keuangan perusahaan, termasuk audit independen, serta memastikan bahwa sistem pengendalian yang tepat telah diterapkan, khususnya mengenai sistem manajemen resiko, pengendalian keuangan dan

h. Mengawasi proses keterbukaan dan komunikasi.

Dewan Komisaris mempunyai tugas mengarahkan kepada manajer agar sejalan dengan kepentingan jangka perusahaan untuk meminimalkan konflik kepentingan sehingga mampu memberikan jaminan terhadap proses pemilihan anggota dewan secara transparan dan mampu menunjukkan integritas laporan serta mengawasi proses pengungkapan. Dalam UU Perseroan Terbatas tahun 2007 pasal 108 menyatakan bahwa komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi. Selain itu, pasal ini menunjukkan bahwa komisaris harus mampu melakukan pengawasan terhadap direksi perusahaan serta mempu memberikan nasihat untuk kepentingan pengembangan perusahaan.

Adapun hal-hal yang harus dipenuhi bagi bank mengenai Dewan Komisaris adalah sebagai berikut ini (KNKCG, 2006).

a. Anggota Dewan Komisaris dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses transparan. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, proses pemilihan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS melalui Nomination Committee.

integritas serta lulus fit and proper test dari Otoritas Pengawas Bank.

c. Dewan Komisaris diketuai oleh Presiden Komisaris yang bertanggungjawab terhadap terlaksannya tugas Dewan Komisaris secara efektif dan efisien serta terpeliharanya efektifitas komunikasi antara Dewan Komisaris dengan Direksi, auditor eksternal dan Otoritas Pengawas Bank.

d. Dewan Komisaris berkewajiban melakukan tindak lanjut dari hasil pengawasan dan rekomendasi yang diberikan terutama dalam hal terjadi penyimpangan dari ketentuan perundang-undangan, anggaran dasar, dan prudential banking practices.

e. Dewan Komisaris wajib memiliki Tata Tertib Kerja yang mengikat dan ditaati oleh semua anggotanya.

f. Bank harus mempunyai Komisaris Independen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

g. Bagi bank yang sahamnya telah tercatat di bursa dan bank-bank yang besar, diharuskan memiliki Audit Committee, Nomination Committee, Remuneration Committee dan Risk Policy Committee. Bagi bank-bank lain disesuaikan dengan kebutuhan.

h. Anggota Dewan Komisaris bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok usahanya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan h. Anggota Dewan Komisaris bank dilarang memanfaatkan bank untuk kepentingan pribadi, keluarga, perusahaan atau kelompok usahanya dengan semangat dan cara yang bertentangan dengan

i. Dalam hal anggota Dewan Komisaris memperoleh fasilitas di luar remunerasi, maka hal tersebut harus diungkapkan (disclose) dalam laporan tahunan.

j. Anggota Dewan Komisaris harus mengungkapkan kepada bank, kepemilikan sahamnya, baik saham bank maupun perusahaan lain. k. Anggota Dewan Komisaris secara hukum bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas atau undang-undang yang berlaku bagi pendirian bank bersangkutan, Undang-undang Perbankan dan Anggaran Dasar Bank.

C. Karakteristik Perusahaan

1. Ukuran Perusahaan (Size)

Ukuran Perusahaan dilihat dari besar kecilnya perusahaan. Pada perusahaan besar cenderung memiliki tekanan yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil karena lebih banyak disorot oleh para investor. Oleh sebab itu, perusahaan besar memiliki beban memberikan informasi keuangannya reliabel. Menurut Siregar dan Utama dalam Utami dan Rahmawati (2010), semakin besar ukuran perusahaan maka informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham yang semakin banyak.

Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size (Kallapur dan Trombley, 1999). Tingkat pertumbuhan perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi, di antaranya adalah peningkatan aktiva, peningkatan laba, peningkatan ekuitas maupun peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan biasanya merupakan sinyal bagi perusahaan untuk dapat tumbuh dan berkembang (Chen et al., 2005).

Weston dan Copeland mengatakan bahwa pertumbuhan perusahaan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Wicaksana, 2011). Pertumbuhan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya untuk memperoleh value added yang merupakan salah satu faktor yang menentukan perusahaan untuk tetap survive.

Perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi pada umumnya membutuhkan dana eksternal untuk melakukan ekspansi, sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan perbaikan dalam penerapan corporate governance dalam rangka untuk menurunkan biaya modal (Darmawati, Khomsiyah, dan Rahayu, 2004). Perusahaan yang memiliki kemampuan tumbuh atau berinvestasi yang tinggi pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan (Rahmadhani, 2009). Selain itu, pertumbuhan yang terus-

Pertumbuhan perusahaan dihitung menggunakan rasio nilai pasar perusahaan yang dibagi dengan nilai buku.

D. Kinerja Keuangan

Performance atau kinerja merupakan tindakan untuk mencapai tujuan yang diukur dengan mendasarkan pada suatu perbandingan dari berbagai standar. Dimana, kinerja adalah pencapaian tujuan dari suatu kegiatan untuk mencapai tujuan perusahaan yang diukur dengan standar. Penilaian kinerja perusahaan untuk mengetahui efektivitas operasional perusahaan dengan melakukan pengukuran kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan pendekatan yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu pengukuran kinerja non keuangan (non financial performance measurement) dan pengukuran kinerja keuangan (financial performance measurement) (Hiro, 2000 dalam Astari 2012). Penyajian informasi dalam mengukur kinerja non keuangan tidak disajikan dalam satuan uang atau rupiah tetapi dengan satuan ukur non keuangan (Bugshan, 2005 dalam Astari 2012) sedangkan penyajian informasi dalam mengukur kinerja keuangan adalah informasi keuangan (financial information ). Informasi keuangan tersebut, diantaranya informasi akuntansi manajemen dan informasi akuntansi keuangan seperti laba sebelum pajak, tingkat pengembalian investasi, dan sebagainya.

Penilaian kinerja perbankan memiliki peranan penting untuk stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan Penilaian kinerja perbankan memiliki peranan penting untuk stakeholders bank yaitu manajemen bank, nasabah, mitra bisnis dan

Menurut Kidwell dalam Sudiyatno dan Suroso (2010), kinerja perbankan dapat diukur dengan mengunakan rata-rata tingkat bunga pinjaman, rata-rata tingkat bunga simpanan, dan profitabilitas perbankan. Ketiga ukuran tersebut bisa diinterprestasikan secara berbeda, tergantung pada sudut pandang analisisnya, apakah dari sudut pandang pemilik ataukah dari sudut sosial. Menurut Gilbert dalam Sudiyatno dan Suroso (2010), surveinya terhadap beberapa penelitian mengambil kesimpulan bahwa tingkat bunga simpanan merupakan ukuran kinerja yang lemah, dan menimbulkan masalah. Apabila tingkat bunga pinjaman yang digunakan sebagai ukuran kinerja, kemungkinan ukuran tersebut akan bias, karena rata-rata tingkat bunga pinjaman akan tergantung pada portofolio pinjaman bank. Begitu juga dengan rata–rata tingkat bunga simpanan karena tergantung pada distribusi jatuh temponya bermacam-macam simpanan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka menurut Gilbert dalam ukuran kinerja yang tepat adalah profitabilitas. Penelitian ini menggunakan ukuran