PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

MANAJEMEN LABA

SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh: ARIS SURYAWAN

F. 1308515

PROGRAM S1 AKUNTANSI NON REGULER FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN MOTTO JANGAN BERPIKIR PANJANG JIKA ANDA BELUM MAU MELAKUKAN (PENULIS) IBADAH DISERTAI DOA, INGAT ORANG DISEKITARMU, JALANKAN DAN BERSABARLAH JIKA KAMU INGIN MENDAPATKAN RIDHONYA (KATA-KATA ORANG TUA)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSEMBAHAN

1. Allah SWT.

2. Bapak, Mamah, Adik-adik.

3. Seluruh Manusia dibumi.

4. Dan semua orang yang selalu membantu penulis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena dengan limpahan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNACE TERHADAP MANAJEMEN LABA” dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M. S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Santoso Tri Hananto, M. Si., Ak selaku ketua jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak selaku dosen pembimbing atas segala informasi, arahan, bimbingan dan motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas semua ilmu yang telah diberikan.

5. Seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini. selama ini.

6. Keluarga atas seluruh dorongan semangat dan motivasi yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman liarku atas segala acara, semangat, dan bantuan selama ini.

8. Teman-teman akuntansi S1 non-reguler atas semua kerjasamanya.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

karena itu, saran dan kritik sebagai masukan bagi perbaikan penelitian di masa yang akan datang sangatlah penulis nantikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Halaman

Gambar II.1 Kerangka Penelitian ............................................................................. 43 Gambar IV.1 Uji Heterokesdaktisitas ...................................................................... 62

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Halaman

Tabel IV.1 Kriteria Pengambilan Sampel ................................................................ 55 Tabel IV.2 Statistik Deskriptif .................................................................................. 56 Tabel IV 3 Uji Normalitas ........................................................................................ 59 Tabel IV.4 Uji Multikolinearitas .............................................................................. 60 Tabel IV.5 Uji Autokorelasi ..................................................................................... 61 Tabel IV.6 Uji Adjusted R Square ........................................................................... 64 Tabel IV.7 Hasil Uji F ............................................................................................... 65 Tabel IV.8 Hasil Uji t ................................................................................................ 66

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lampiran 1: Data Penelitian Sampel Lampiran 2 : Penelitian Terdahulu Lampiran 3 : Data Mentah Lampiran 4 : Statistik Deskriptif Lampiran 5 : Uji Normalitas Data Lampiran 6 : Uji Regresi

commit to user

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA ARIS SURYAWAN

F. 1308515

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance yang terdiri dari kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan komite audit independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan dengan jenis industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.. Sampel diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan regresi berganda dengan sebelumnya melakukan uji asumsi klasik dan uji normalitas data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 3) Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. 4) Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 5) Komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Kata kunci: Manajemen laba, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan komite audit independen

commit to user

EFFECT OF CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM ON EARNING MANAGEMENT ARIS SURYAWAN

F. 1308515

This study aims to examine the effect of institutional ownership, managerial ownership, proportion of independent commissioner board, commissioner board size and independent audit committee on earning management for a sample of manufacturing company listed in Indonesia Stock Exchange over the period 2008-2010

Population in this research is the type of manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange. Samples taken by purposive sampling method. Analysis of data using multiple regression with classical assumption test and test of normality.

The results of this study indicate that: 1) Institutional ownership had no affect on earning mangement. 2) Managerial ownership had no effect on earning management. 3) Proportion of independent commissioner board had negative affect on earning manaement. 4) Commissioner board size had positive effect on earning mangement. 5) Independent audit committe had negative effect on earning mangement.

Keyword: earning management, institutional ownership, managerial ownership,

proportion of independent commissioner, commissioner board size, independent audit committee

commit to user

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris bahwa mekanisme corporate governace perusahaan dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba yang dilakukan perusaaan. Manajemen laba disini diukur dengan menggunakan discretionary revenue. Sedangkan mekanisme corporate governance dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, yaitu: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, dan komite audit independen.

Laporan keuangan perusahaan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Laporan ini akan digunakan oleh para pemakai laporan keuangan (investor, kreditor, supplier, organisasi buruh, bursa efek dan para analis keuangan) sebagai sumber informasi penting mengenai keberadaan sumber daya ekonomi perusahaan yang diharapkan berguna untuk pengambilan keputusan. Selain itu, laporan keuangan perusahaan juga diharapkan menjadi pedoman untuk pemegang saham dan investor potensial untuk menentukan kepentingan investasi mereka terhadap saham emiten.

Laporan laba sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Proses penyusunan laporan ini melibatkan pihak pengurus dalam pengelolaan perusahaan yaitu pihak

commit to user

penyusunan laporan keuangan perusahaan, terkadang pihak pengurus pengelolaan perusahaan memiliki motivasi dan kepentingan yang berbeda yang cenderung bertentangan dengan kepentingan dan motivasi pemegang saham dan stakeholder lainnya, sehingga dapat memicu dilakukannya Manajemen laba.

Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Sehingga manajer dapat menggunakan informasi lebih yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan utilitasnya. Asimetri informasi ini dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan Manajemen laba.

Setiawati dan Na’im (2000) menyatakan bahwa manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Maka pendeteksian terhadap indikasi manajemen laba pada laporan keuangan menjadi perlu untuk dilakukan. Manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted

commit to user

dilaporkan. Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri (Asih dan Gudono, 2000 dalam Isnanta, 2008).

Manajemen laba merupakan campur tangan manajemen dalam penyusunan laporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan cara menaikkan atau menurunkan laba akuntasi perusahaan. Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (Oportunistic Manajemen laba). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Manajemen laba) , dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak- pihak yang terlibat dalam kontrak.

Mengingat praktik Manajemen laba oportunistik bersifat tidak baik karena dapat menyesatkan penilaian pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan, maka dibutuhkan suatu elemen kunci yang dapat mengontrol dan mengarahkan perusahaan untuk meningkatkan lingkungan yang kondusif demi tercapainya pertumbuhan yang efisien.

commit to user

dapat dieliminasi dengan pengawasan sendiri melalui good corporate governance . Bahwa praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring untuk menyelaraskan (alignment) ketidaksejajaran kepentingan pemilik dan manajemen, yaitu: pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling, 1976); kedua, dengan kepemilikan saham oleh investor institusional (Midiastuty dan Machfoedz, 2003), dengan pertimbangan bahwa mereka dapat dianggap sebagai sophisticated investor yang tidak dengan mudah bisa dianggap "dibodohi" oleh tindakan manajer; dan ketiga, melalui peran monitoring yang dilakukan oleh dewan direksi (board of directors).

Cadbury Committee mendefinisikan corporate governance sebagai "suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi" (Syaiful Iqbal, 2007)". Pengertian yang lebih luas mengklasifikasikan corporate governance ke dalam dua perspektif yaitu perspektif sempit dan perspektif luas. Dalam perspektif sempit, corporate governance didefinisikan sebagai mekanisme administratif yang mengatur hubungan – hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok – kelompok kepentingan (stokeholders) yang lain. Sedangkan dalam perspektif luas, corporate governance didefinisikan dalam pengertian sejauh mana perusahaan telah dijalankan dengan cara yang terbuka dan jujur untuk mempertebal kepercayaan masyarakat luas terhadap

commit to user

baik dalam skala domestik maupun internasional, memperkuat struktur industri, dan akhirnya meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Corporate governance diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur yang kuat serta kokoh bagi korporasi perusahaan sektor publik maupun sektor swasta. Salah satu elemen dalam struktur dan proses corporate governance adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang (exercise of power ) dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan (Daniri, 2009). Apabila perusahaan sudah menerapkan corporate governance dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip corporate governance itu sendiri, perusahaan dapat meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable yang nantinya akan meningkatkan nilai dari perusahaan itu sendiri (value of the firm), peningkatan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi, memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing, dan melindungi direksi dan dewan komisaris dari tuntutan hukum (Taridi, 2009). Terdapat lima prinsip utama yang terkandung dalam Good Corporate Governance (Daniri, 2006) yaitu: kerterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness).

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian (Cornett, Marcuss, Sanders dan Tehranian, 2006) yang memakai indikator mekanisme corporate governance dengan empat variabel uji yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan

commit to user

komisaris terhadap manajemen laba.

Manajemen laba dapat diukur dengan menggunakan discretionary revenue dan discretionary accruals. Menurut Stubben (2010) model discreationary revenue memberikan ukuran yang lebih tidak bias, lebih spesifik dan lebih kuat tentang manajemen laba dibandingkan dengan discretionary accruals . Disreationary revenue didefinisikan sebagai selisih antara piutang aktual dan prediksi perubahan piutang berdasarkan model. Tinggi atau rendahnya piutang yang tidak normal mengindikasikan manajemen pendapatan (Stubben, 2010).

Dalam penelitian mengenai manajemen laba biasanya digunakan discretionary accrual sebagai pengukuran manajemen laba, namun dalam penelitian ini manajemen laba diukur menggunakan discretionary revenue. Dimana menurut McNichols dan Stubben (2008) penggunaan discretionary revenue mempunyai beberapa keuntungan yaitu antara lain secara substansial lebih tidak bias dan tidak rawan kesalahan dibanding discretionary accrual dan selain itu manipulasi pendapatan merupakan bentuk manajemen laba yang paling sering dilakukan.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak

commit to user

manajemen (Gideon, 2005).

McConell dan Servaes (1990), Nesbitt (1994), Smith (1996), Del Guercio dan Hawkins (1999), dan Hartzell dan Starks (2003) dalam Cornertt et al ., (2006) menemukan adanya bukti yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dan pihak investor insitusional dapat membatasi perilaku para manajer. Cornet et al., (2006) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri.

Midiastuty dan Machfoed (2003) menguji pengaruh beberapa mekanisme corporate governance yang diuji meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan ukuran dewan direksi hasilnya adalah kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berhubungan negatif dengan manajemen laba, sedangkan ukuran dewan direksi berhubungan positif dengan manajemen laba.

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif

commit to user

Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Dechow et al., (1996) dan Beasley (1996) dalam Ujiyantho (2007) menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Selain itu juga ditemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi kemampuan mereka dalam memonitor proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan sebagai produk informasi yang dihasilkan perusahaan, tidak terlepas dari proses penyusunannya. Kebijakan dan keputusan yang diambil dalam rangka proses penyusunan laporan keuangan akan mempengaruhi kinerja perusahaan (Ujiyanto, 2007).

Penelitian yang dilakukan Yermack (1996), Beaslley (1996) dan Jensen (1993) menyimpulkan bahwa dewan komisaris yang berukuran kecil akan lebih efektif dalam melakukan tindakan pengawasan dibandingkan dewan komisaris berukuran besar. Ukuran dewan komisaris yang besar dianggap kurang efektif dalam menjalankan fungsinya karena sulit dalam komunikasi, koordinasi serta pembuatan keputusan (Ujiyantho dan Pramuka, 2007).

Untuk lebih dapat mencapai good corporate governance, selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan dewan direksi, peranan komite audit juga diperlukan untuk lebih meningkatkan lagi kualitas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sesuai dengan tugas –

commit to user

(2002) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara signifikan dengan aktivitas manajemen laba.

Welvin dan Herawaty (2010) meneliti tentang pengaruh pengaruh mekanisme corporate governance yang meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, keberadaan komite audit, dan komisaris independen, kualitas audit, laverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Membuktikan bahwa kepemilikan institusional, audit, komisaris independen, independensi auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, sedangkan laverage dan kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba.

Penelitian ini akan menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan dan komite audit terhadap manajemen laba. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian Cornett et al., (2006), dengan beberapa perbedaan sebagai berikut.

1. Penelitian ini menambahkan variabel komite audit independen dengan mengacu pada penelitian Klein (2002).

2. penelitian Cornett et al., (2006) dilakukan di Amerika dengan sampel perusahaan industri di USA . Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan sampel perusahaan manufaktur di Indonesia pada tahun 2008-2010.

commit to user

menggunakan discretionary accrual sedangkan dalam penelitian ini menggunakan discretionary revenue dengan mengacu pada Stubben (2010).

B. PERUMUSAN MASALAH

Perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba?

2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba?

3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba?

5. Apakah komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memperoleh bukti empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

commit to user

negatif terhadap manajemen laba.

3. Memperoleh bukti empiris bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

4. Memperoleh bukti empiris bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

5. Memperoleh bukti empiris bahwa komite audit independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini bagi beberapa pihak adalah sebagai berikut.

1. Bagi investor dan kreditor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi.

2. Bagi para pemakai laporan keuangan dan praktisi penyelenggara perusahaan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami corporate governance serta praktik dari manajemen laba

3. Bagi Akademisi. Penelitian ini diharapkan akan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba yang bisa digunakan sebagai dasar penelitian-penelitian empiris selanjutnya.

commit to user

12

TINJAUAN PUSTAKA

A. TELAAH LITERATUR

1. Teori Keagenan

Menurut teori agensi, sebuah agensi dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan yang berdasarkan pada persetujuan antara kedua belah pihak, satu pihak yaitu agen, setuju untuk bertindak atas nama pihak lain yaitu prinsipal. Antara agen dan prinsipal diasumsikan selalu terdapat pertentangan kepentingan karena setiap individu berusaha memaksimalkan kepuasannya sendiri.

Hubungan antara pemilik perusahaan dengan manajer merupakan hubungan prinsipal dan agen. Pemilik perusahaan atau para pemegang saham sebagai prinsipal, memberikan kewenangan kepada manajer sebagai agen, untuk menjalankan perusahaan atas nama pemilik. Akan tetapi, para pemegang saham tidak dapat melakukan observasi terhadap tindakan setingkat kualitas usaha manajer dalam menjalankan perusahaan. Oleh karena itu, ada kemungkinan para manajer untuk berbuat curang. Apabila kinerja perusahaan buruk, manajer cenderung menyalahkan faktor – faktor yang berada diluar kendali manajer (Dwiatraini dan Nurkolis, 2001) dalam Wahyu Sukamti (2009)

commit to user

akuntansi. Hal ini memacu agen untuk memikirkan bagaimana akuntansi dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Ada kecenderungan bahwa pihak – pihak yang mempunyai konflik dengan manajemen lebih memperhatikan besarnya laba perusahaan (Einsehardt, 1989 dalam Wahyu Sukamti, 2009). Untuk mengurangi banyaknya konflik kepentingan yang timbul, manajer akan melakukan disfungsional behavior dalam bentuk manipulasi laba untuk memelihara hubungan baik dengan pemegang saham, pemerintah dan karyawan.

Konsep manajemen laba menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara manajemen (agent) dan pemilik (principal) yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau memperhatikan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti kreditor atau investor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan pihak internal perusahaan tersebut. Dalam kondisi demikian, manajer dapat menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000) dalam Wahyu Sukamti (2009).

commit to user

OECD (2004) dan FCGI (2001) dalam Boediono (2005) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta peran pemegang intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Sheifer dan Vishny (1997) dalam Herawaty (2007) mengungkapkan bahwa corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer.

World Bank (2000) mengungkapkan bahwa corporate governance adalah berkaitan dengan memegang keseimbangan antara ekonomi dan tujuan sosial serta antara tujuan individu dan komunal. Para kerangka tata kelola perusahaan yang ada untuk mendorong penggunaan sumber daya

commit to user

pengelolaan sumber daya tersebut. Sedangkan, Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan dan pihak kreditur, atau pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya, yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).

Meskipun definisi corporate governance berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, pada dasarnya corporate governance merupakan sistem dan tata kelola perusahaan dengan mengutamakan kepentingan shareholder yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan.

a. Prinsip dasar Corporate Governance

OECD menyusun prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance dalam lima aspek, yaitu:

1) Transparancy Didefinisikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Prinsip ini sangat penting bagi pemegang saham dan merupakan hak

commit to user

tepat pada waktunya mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan para pemegang kepentingan (stakeholders). Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan sistem akuntansi berbasis standar akuntansi dan best practices yang menjamin adanya laporan keuangan dan pengungkap yang berkualitas, kemudian mengembangkan Informaton Technology (IT) dan Management Information System (MIS) untuk dijadikan pengukuran kinerja yang memadai dan proses pengambilan keputusan yang efektif oleh Dewan Komisaris dan Direksi. Selanjutnya juga mengembangkan enterprise risk management yang memastikan bahwa semua risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur dan dapat dikelola pada tingkat toleransi yang jelas, mengumumkan jabatan kosong secara terbuka.

2) Accountability Didefinisikan sebagai kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Dengan kata lain prinsip ini menegaskan bagaimana bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan para pemegang saham. Prinsip ini diwujudkan dalam bentuk penyiapan laporan keuangan pada waktu yang tepat dan dengan cara yang cepat dan tepat,

commit to user

rangka mendukung fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris, mengembangkan peran dan fungsi eksternal audit, penegakan hukum dan penggunaan eksternal auditor.

3) Responsibility Didefinisikan sebagai kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Dalam hal ini perusahaan memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakat atau stakeholder dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan menjunjung etika bisnis, serta tetap menjaga lingkungan bisnis yang sehat. Oleh karena itu setiap perusahaan harus menyadari bahwa beroperasinya perusahaan tidak dapat dengan sendiri tanpa adanya dukungan dan kerjasama aktif dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

4) Independency Adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan perusahaan harus secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun, sehingga dalam pengambilan keputusan tidak ada

commit to user

yang obyektif.

5) Fairness Yaitu perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak pemegang stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip ini menekankan bahwa semua pihak yaitu baik pemegang saham minoritas maupun asing harus diperlakukan sama atau setara. Prinsip ini dapat diwujudkan dengan membuat peraturan perusahaan yang melindungi kepentingan minoritas, pedoman perilaku perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang melindungi perusahaan dari perbuatan buruk orang dalam, self-dealing dan konflik kepentingan, kemudian menetapkan bagaimana peran dan tanggungjawab organ perusahaan mulai dari dewan komisaris, direksi, komite dan sebagainya. Dengan adanya aturan main yang jelas, maka pengelolaan perusahaan dapat dilakukan dengan baik.

b. Manfaat Corporate Governance

Pelaksanaan Good Corporate Governance sangat diperlukan untuk memenuhi kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perindustrian untuk berkembang dengan baik dan sehat yang tujuan akhirnya untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemegang kepentingan (stakeholders). Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menyiapkan sistem dan struktur

commit to user

sektor swasta. Salah satu elemen dalam struktur dan proses GCG adalah pemastian bahwa penggunaan wewenang (exercise of power) dan hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) berjalan dengan baik untuk kepentingan perusahaan (Mas Achmad Daniri dan Dadi Krismatono). Apabila perusahaan sudah menerapkan GCG dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip GCG itu sendiri, perusahaan dapat meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable yang nantinya akan meningkatkan nilai dari perusahaan itu sendiri (value of the firm ), peningkatan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi, memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing, dan melindungi direksi dan dewan komisaris dari tuntutan hukum (Tirmidzi Taridi).

Manfaat dari penerapan prinsip corporate governance menurut Utama (2003) yang dikutip oleh Herawaty (2008), yaitu: (1) meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen; (2) meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusaaan; (4) meningkatkan nilai perusaaan yang dapat diliat dari cost of capital yang rendah dan (5) peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder teradap masa depan perusahaan yang lebih baik.

commit to user

Penerapan good corporate governance diharapkan dapat meningkatkan efektivitas sistem pengawasan dan pengendalian. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bhohraj dan Sengupta (2003) yang menyatakan bahwa implementasi good corporate governance diharapkan dapat meningkatkan pengawasan untuk menghasilkan pengendalian terhadap kekuasaan manajer secara keseluruhan. Adanya sistem pengawasan dan pengendalian dapat mengurangi masalah keagenan yang terjadi antara prinsipal dan agen sehingga biaya keagenan (agency cost) dapat ditekan.

Sesuai model organisasi yang diadopsi oleh Indonesia, yaitu European Continental , maka struktur governance di Indonesia terdiri dari : RUPS, Board of Commisioner, Board of Director dan Manajemen. Struktur ini berfungsi sebagai sistem pengawasan dan pengendalian yang ada pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam two-tier boards pengaruh pemegang saham dijalankan melalui dewan komisaris, sehingga tidak akan mengganggu aktivitas normal manajemen dan memungkinkan pemegang saham meningkatkan pengaruhnya tanpa menunggu terjadinya ketidaksepakatan publik.

Dalam perkembangan corporate governance selanjutnya kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial juga berfungsi sebagai sistem pengawasan (monitoring) dan pengendalian pada

commit to user

Indonesia. Sehingga perangkat governance , dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Board of Commisioner (Dewan Komisaris)

Dewan Komisaris adalah lembaga yang bertugas mengawasi atau mengontrol jalannya perusahaan yang dipimpin oleh Dewan Direksi.

Dewan Komisaris mempunyai peranan penting dalam fungsi monitoring, karena bertindak sebagai wakil dari para pemegang saham dalam melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi dalam rangka menjalankan kepengurusan perusahaan yang baik. Tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris adalah :

a) Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi serta memberikan nasehat kepada Direksi termasuk mengenai rencana pengembangan Perseroan, pelaksanaan anggaran Dasar dan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b) Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan Perseroan, rencana kerja dan anggaran tahunan perseroan serta perubahan dan tambahannya.

commit to user

Perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta pendapatannya kepada Rapat Umum Pemegang Saham.

d) Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan, dalam hal perseroan menunjukkan gejala kemunduran segera melaporkan kepada RUPS dengan disertai saran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh.

e) Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap persoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan perseoran.

f)

Melakukan tugas-tugas pengawasan lainnya yang ditentukan oleh RUPS.

Komisaris mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan dan dalam rapat tersebut Komisaris dapat mengundang Direksi. Dalam perkembangan terakhir yaitu penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance , dikenal Komisaris Independen. Komisaris Independen dimotivasi oleh keinginan untuk memberikan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dalam PT terbuka. Dewan Komisaris dapat membantu kontinuitas dan objektivitas yang diperlukan bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Komisaris Independen membantu merencanakan strategi jangka panjang perusahaan dan secara

commit to user

demikian akan memberikan benefit yang tinggi bagi perusahaan. Keberadaan komisaris independen juga diatur dalam ketentuan Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Perusahaan yang tercatat di BEJ wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota dewan komisaris. Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut :

· Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

· Memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pasar

Modal. · Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang

saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

commit to user

Board of Director dalam suatu perusahaan memegang fungsi dan peran sangat penting serta memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan dan kemajuan perusahaan. Emirzon (2007) menyatakan bahwa tanggungjawab Board of Director adalah memonitor penerapan strategi jangka panjang, usaha bisnis perusahaan, seleksi, evaluasi kinerja dan penuntutan sistem balas jasa manajemen perusahaan secara efektif. Menurut OECD di atas bahwa Board of Director bertanggungjawab untuk:

a) Menyusun strategi dan mengarahkan bisnis perusahaan;

menyusun kebijaksanaan operasi bisnis.

b) Memonitor kinerja manajemen senior perusahaan dalam

mencapai tujuan strategis perusahaan.

c) Menghasilkan keuntungan yang optimal bagi para pemegang

saham.

d) Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak yang terkait dalam perusahaan, misalnya keseimbangan kepentingan pemegang saham mayoritas dan minoritas, kepentingan pemegang saham dan kreditur. Keefektifan aktivitas pengawasan yang dilakukan oleh dewan

direksi, dipengaruhi oleh ukuran dan komposisi dewan direksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Fama (1980) menyatakan bahwa

commit to user

pengendalian utama dalam menjalankan fungsi monitoring terhadap manajer.

3) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah persentase saham institusi yang diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri serta saham pemerintah dalam maupun luar negeri. Kepemilikan institusional mempunyai peran yang sama dengan direksi, yaitu mengontrol atau memonitor kinerja manajemen.

Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses pengawasan secara efektif. Shleifer dan Vishny (1986) berpendapat bahwa tingkat kepemilikan institusional dalam proporsi yang cukup besar akan mempengaruhi nilai perusahaan. Diharapkan dengan semakin besar tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka semakin efektif pula mekanisme kontrol terhadap kinerja manajemen, sehingga risiko yang dihadapi oleh para kreditor dapat diturunkan.

4) Kepemilikan Manajerial

Jensen (1993) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial membantu penyatuan kepentingan antara

commit to user

kepemilikan saham manajerial, maka semakin baik kinerja perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan. Demsetz dan Lehn (1985) dalam Faisal (2005) menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan dapat menghilangkan masalah keagenan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa konflik keagenan tidak akan terjadi pada perusahaan dengan kepemilikan seratus persen oleh manajemen dapat mengurangi konflik kepentingan, karena manajemen bertindak sebagai pemilik. Dengan adanya kepemilikan manajerial, masalah keagenan dapat diminimalisasi.

3. Komite Audit

Sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian.

Berbagai ketentuan dan peraturan mengenai Komite Audit telah dibuat, di antaranya tercantum pada :

a. Pedoman Good Corporate Governance (Maret 2001) yang menganjurkan semua perusahaan di Indonesia memiliki Komite Audit.

commit to user

merekomendasikan semua perusahaan publik memiliki Komite Audit.

c. KEP-339/BEJ/07-2001, yang mengharuskan semua perusahaan yang

listed di Bursa Efek Jakarta memiliki Komite Audit.

d. KEP-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai Komite Audit.

e. KEP-103/MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai Komite Audit.

Komite Audit dibentuk oleh Dewan Komisaris, yang berfungsi sebagai internal control, pemeriksa dan pengawas proses pelaporan keuangan. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang, anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen yang menguasai dan mempunyai latar belakang akuntansi dan keuangan.

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain:

commit to user

dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya,

2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan,

3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor

internal,

4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi,

5) Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas

pengaduan yang berkaitan dengan emiten,

6) Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan. Price Waterhouse (1980) dalam McMullen (1996) dalam Siallagan

(2007) menyatakan bahwa investor, analis dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam kualitas pelaporan keuangan. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas pelaporan keuangan melalui: (1) pengawasan atas proses pelaporan termasuk sistem pengendalian internal dan penggunaan prinsip akuntansi berterima umum, dan (2) mengawasi proses audit secara keseluruhan. Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi yang tidak tepat

commit to user

ilegal. Tiga faktor yang mempengaruhi keberhasilan komite audit dalam menjalankan tugasnya yaitu 1) kewenangan formal dan tertulis, 2) kerjasama manajemen dan 3) kualitas/kompetensi anggota komite audit. Selain itu Effendi (2005) juga menambahkan masalah komunikasi dengan komisaris, direksi, auditor internal dan eksternal serta pihak lain sebagai aspek yang penting dalam keberhasilan kerja komite audit. Dengan kewenangan, independensi, kompetensi dan komunikasi melalui pertemuan yang rutin dengan pihak-pihak yang terkait, diharapkan fungsi dan peran dari komite audit lebih bisa berjalan dengan efektif sehingga dapat mengidentifikasi kemungkinan adanya praktik manajemen laba yang oportunistik.

4. Manajemen Laba

Berikut adalah beberapa motivasi dan kepentingan manajer dan pemegang saham yang dapat menyebabkan terjadinya manajemen laba dalam sebuah perusahaan (Scott, 2000:359-364):

1. Bonuses Purposes Manajer memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.

commit to user

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3. Taxation Motivation Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi pelaksanaan manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

5. Initial Public Offering (IPO) Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan ini melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

commit to user

laba juga menggunakan kerangka berfikir teori keagenan. Dalam konsep manajemen laba disebutkan bahwa perataan laba timbul ketika terjadi konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik. Kesenjangan informasi diantara kedua pihak memicu munculnya perataan laba (Fudenberg dan Tirole, 1995 dalam Salno dan Baridwan, 2000).

Terdapat dua perspektif mengenai manajemen laba, yaitu perspektif oportunis dan perspektif efisiensi. Manajemen laba sebagai perspektif efisiensi memberikan fleksibilits kepada manajer perusahaan dalam melindungi kepentingannya, kepentingan perusahaan dan pihak yang terkait dengan kontrak yang dilakukan perusahaan. Sedangkan manajer yang memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak hutang dan political cost merupakan manajemen laba dengan perspektif oportunis. Manajemen laba dengan perspektif oportunis dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila digunakan untuk pengambilan keputusan.

Ada tiga hipotesis dalam teori akuntansi positif yang dipergunakan untuk menguji perilaku etis seseorang dalam mencatat transaksi dan menyusun laporan keuangan.

Motivasi adanya manajemen laba ada tiga (Sulistyanto, 2008), yaitu sebagai berikut:

commit to user

bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya menjadi lebih tinggi.

2. Hipotesis perjanjian utang (debt/equity hypothesis), menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai rasio antara utang dan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode-metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian utang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya.

3. Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode- metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggara regulasi pemerintah, seperti undang-undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan. Bentuk-bentuk Manajemen Laba (Rahmawati, 2012:117) adalah:

1. Taking a Bath Pola ini dijalankan ketika perusahaan dalam kondisi tertekan atau sedang melakukan reorganisasi atau penunjukan CEO baru. Manajer

commit to user

harapan meningkat dimasa yang akan datang. Penelitian Healy menemukan pola ini pada manajer yang mempunyai laba bersih dibawah batas bawah.

2. Minimisasi laba Pola ini dilakukan jika perusaaan dalam kondisi laba yang tinggi maka untuk mengurangi visibilitasnya dia melakukan kebijakan minimisasi laba.

3. Maksimasi laba Pola ini dilakukan jika manajer ingin menaikan bonusnya, dan dihadapkan pada perjanjian utang yang hampir dilanggar.