PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KEC. MEJO

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah politik Indonesia mencatat bahwa pola pergeseran kekuasaan yang dulu hanya dikuasai oleh elit berganti dengan era reformasi demokrasi dengan munculnya partai-partai baru sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam politik, Presiden Soeharto membangun kekuasaan dengan membentuk Organisasi Politik Golongan Karya. Keberadaan Golongan Karya sebagai organisasi politik yang bukan partai politik tetapi diperlakukan sama dengan partai politik dan diakui hak-hak dan kewajibannya sebagai partai politik peserta pemilu, baru berakhir dengan diundangkannnya Undang-undang no.2 tahun 1999 tentang partai politik. Dalam undang-undang ini, Golongan Karya tidak disebut lagi secara khusus, yang diatur hanya partai politik saja. Karena itu pulalah Organisasi Golongan Karya mengubah diri secara resmi menjadi Partai Golongan Karya 1 . Reformasi tahun 1998 merupakan keniscayaan dalam pemerintahan orde baru yang dianggap sumber masalah dalam Negara Indonesia. Kelahiran partai-partai baru merupakan dampak dari reformasi, karena syarat dari negara demokrasi mengharuskan adanya partai politik.

Partisipasi masyarakat dalam politik di era reformasi sangatlah besar, dampak dari berakhirnya era orde baru yang pada masanya hanya membatasi dua

1 Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan berserikat, Pembubaran partai politik, dan Mahkamah Konstitusi ( Jakarta, Gramedia : 2004 ) hal 92 1 Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan berserikat, Pembubaran partai politik, dan Mahkamah Konstitusi ( Jakarta, Gramedia : 2004 ) hal 92

1. Partai Nasional Demokrat

2. Partai Kebangkitan Bangsa

3. Partai Keadilan Sejahtera

4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

5. Partai Golongan Karya

6. Partai Gerakan Indonesia Raya

7. Partai Demokrat

8. Partai Amanat Nasional

9. Partai Persatuan Pembangunan

10. Partai Hati Nurani Rakyat

11. Partai Bulan Bintang

12. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Partai Lokal Aceh : Partai Damai Aceh, Partai Nasional Aceh, Partai Aceh 2 Tidak ada negara demokrasi tanpa partai politik, negara-negara dunia

ketiga dan sosialis yang anti demokrasi dengan kepemimpinan yang diktator pun membuat partai-partai politik semu. Partai politik merupakan keniscayaan dalam

2 https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_partai_politik_di_Indonesia

kehidupan politik modern dan demokratis. Partai politik merupakan fenomena modern yang munculnya bersamaan dengan perkembangan demokrasi modern. Partai politik bukan hanya berperan sebagai saluran aspirasi politik berbagai kelompok masyarakat dan sebagai wahana untuk mengartikulasikan tuntutan politik dalam sistem politik secara keseluruhan, tetapi juga berfungsi sebagai satu- satunya jenis organisasi yang berkompetisi untuk membentuk kabinet pemerintahan. Bagaimana fungsi-fungsi tersebut bekerja tergantung banyak faktor. Salah satu faktor yang harus dihampiri adalah sejarah atau latar belakang pendirian partai. 3

Partai Perindo (Persatuan Indonesia) adalah partai baru yang dideklarasikan pada 7 Februari 2015 oleh Hary Tanoesoedibyo di Jakarta International Expo, Kemayoran Jakarta. Partai Perindo bermula dari organisasi masyarakat yang didirikan 23 Februari 2013 di Istora Senayan Jakarta. Hary mengawali karir politiknya bergabung di partai Nasional Demokrat sebagai Ketua Dewan Pakar pada 9 Oktober 2011. Namun Hary memutuskan mundur pada 23 Januari 2013. Hary mengaku keputusannya mundur dikarenakan ada perbedaan pendapat dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Nasdem yaitu Surya Paloh yang hendak maju sebagai Ketua Umum.

Menjelang Pemilu 2014 Hary bergabung dengan Partai Hanura. Kemudian Hary dan Wiranto mendeklarasikan diri sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden namun suara yang didapatkan Partai Hanura tidak memungkinkan

3 Prihatmoko, Joko J, Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi ( Semarang, LP2I Press : 2003 ) hal 119 3 Prihatmoko, Joko J, Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi ( Semarang, LP2I Press : 2003 ) hal 119

tertanggal 08 Oktober 2014. 4 Tahapan selanjutnya adalah lolos verifikasi KPU agar bisa ikut dalam pemilu. Dalam Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia no. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik disebutkan :

Pasal 2

1. Partai politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) atau sudah menikah dari setiap provinsi.

1a. Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didaftarkan paling sedikit 50 (lima puluh) orang pendiri yang mewakili seluruh pendiri partai politik dengan akta notaris.

1b. Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain.

4 Kompas, 7 Februari 2015

2. Pendirian dan pembentukan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyertakan 30% keterwakilan perempuan

3. Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus memuat AD ART serta kepengurusan tingkat pusat

4. AD sebagaimana dimaksud pada ayat 3 memuat paling sedikit :

a) Asas dan ciri partai politik

b) Visi dan misi partai politik

c) Nama, lambang, dan tanda gambar partai politik

d) Tujuan dan fungsi partai politik

e) Organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan

f) Kepengurusan partai politik

g) Mekanisme rekrutmen keanggotaan partai politik dan jabatan politik

h) Sistem kaderisasi

i) Mekanisme pemberhentian anggota partai politik j) Peraturan dan keputusan partai politik k) Pendidikan politik l) Keuangan partai politik dan m) Mekanisme penyelesaian perselisihan internal partai politik

5. Kepengurusan partai politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud ayat 2 disusun dengan menyertakan paling sedikit menyertakan 30% keterwakilan perempuan

Pasal 3

1. Partai politik harus didaftarkan ke kementerian untuk menjadi badan hukum

2. Untuk menjadi badan hukum sebagaiman dimaksud pada ayat 1, partai politik harus mempunyai :

a) Akta notaris pendirian partai politik

b) Nama, lambang, tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar yang telah dipakai secara sah oleh partai politik lain sesuai peraturan perundang-undangan.

c) Kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75% dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan dan paling sedikit 50% dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan

d) Kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum dan

e) Rekening atas nama partai politik 5

Partai Perindo sebagai partai baru untuk melengkapi salah satu syarat pendirian partai, yaitu mempunyai kepengurusan di setiap provinsi maka partai ini mulai mendeklarasikan kepengurusan partai di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Kecamatan Mejobo terdiri dari 11 desa, yaitu : Golantepus, Gulang, Jepang, Jojo, Hadiwarno, Kesambi,

5 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia no.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik

Kirig, Mejobo, Payaman, Temulus, Tenggeles. Kecamatan ini mulai membentuk kepengurusan Partai Perindo dimulai pada tahun 2015 dan antusias masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik khususnya Partai Perindo cukup besar, karena hampir seluruh desa di Kecamatan Mejobo pengurus partai adalah kebanyakan orang baru di partai politik.

Untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo, maka perlu diadakan penelitian terhadap hal tersebut, adapun penelitian akan diadakan di Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Jawa Tengah.

Dari latar belakang tersebut diatas penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Partisipasi Politik Masyarakat Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Dalam Partai Perindo “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

diteliti adalah permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo?

2. Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat masyarakat berpartisipasi dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo?

C. Tujuan Penelitian

Adanya penulisan penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo.

2. Mengetahui faktor apa saja yang mendorong dan menghambat masyarakat berpartisipasi dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo.

D. Manfaat Penelitian

Hasil akhir penelitian ini, diharapkan memberikan manfaat teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti, dari hasil penelitian ini diharapkan memperkaya pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah kepada kondisi masyarakat,sehingga mendapatkan suatu pengalaman antara teori dan kenyataan di lapangan dan sebagai sumber bahan penelitian selanjutnya.

b. Bagi Civitas Akademika, dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu politik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana partasipasi politik masyarakat dalam Partai Perindo di Kecamatan Mejobo.

b. Bagi Aktivis/ Pengurus Partai, agar mereka lebih meningkatkan peran dan pengetahuan di bidang Politik.

c. Bagi Masyarakat, masyarakat mengetahui pentingnya berpartisipasi dalam Partai Politik.

E. Kerangka Dasar Teori 1.Pengertian Partisipasi Politik

Secara etimologi partisipasi berasal dari Bahasa Latin, pars artinya bagian dan capare artinya mengambil, sehingga diartikan mengambil bagian, dalam Bahasa Inggris disebut “participate” artinya pengambilan bagian/ peran, pengikutsertaan, menurut kamus Bahasa Indonesia Modern adalah hal turut

berperan serta, keikutsertaan. 6

Sedangkan politik secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, polis artinya kota dan teia artinya urusan. 7 Menurut Peter Merkl : “ Politik dalam

bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Politics, at its best is a noble quest for a good order and justice)” 8 .

Politik dalam bentuk yang paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan (Politics at its worst is a selfish, grab for power, glory and

riches)”. 9

6 S.S ,Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Modern ( Surabaya : Apollo,1994 ) hal. 155 7 Ni’am, Harun , Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu Politik, ( Semarang : 2013,unpublished ) 8 Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi (Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama,2008) hal 15 9 Ibid, hal 16

Partisipasi politik merupakan salah satu dari sejumlah istilah yang mempunyai banyak arti sehingga istilah tersebut pada akhirnya kehilangan kegunaannya. Istilah tersebut diterapkan pada aktivitas orang dari semua tingkat sistem politik, pemilih berpartisipasi dengan memberikan suaranya, menteri luar negeri berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan luar negeri. Kadang–kadang istilah tersebut juga diterapkan lebih pada orientasi politik dari pada aktivitas politik, warga negara berpartisipasi dengan menaruh minat dalam politik, dan kadang– kadang istilah itu diterapkan pada partisipasi di luar politik sebagaimana biasanya kita berpikir tentang istilah itu, misal : warga negara berpartisipasi dalam keluarga, sekolah dan sebagainya. 10

Partisipasi politik (political participation) secara singkat biasanya dipahami sebagai keikutsertaan warga negara dalam proses-proses politik secara sukarela. Menurut Herbert McClosky seorang tokoh partisipasi berpendapat, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum (The term political participation will refer to those voluntary activities by which member of society share in the selection of rulers and directly or indirectly, in the formation of public policy) 11 .

Istilah partisipasi politik menurut Samuel P. Hutington dan Nelson ditafsirkan lebih luas dengan memasukkan secara eksplisit tindakan ilegal dan kekerasan, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai

10 Macridis, Roy C dan Bernard E Brown, Perbandingan Politik, Comparative Politics ,t.t t.p t.th hal 349

11 Budiardjo, Op.cit hal 367 11 Budiardjo, Op.cit hal 367

ineffective). 12 Partisipasi politik dapat diarahkan untuk mengubah keputusan-keputusan

pejabat-pejabat yang sedang berkuasa, menggantikan atau mempertahankan pejabat itu, atau mempertahankan organisasi sistem politik yang ada dan aturan- aturan permainan politiknya. Semuanya merupakan cara-cara untuk mempengaruhi keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan pemerintah. Partisipasi politik tidak hanya kegiatan yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang lain di luar si pelaku dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Yang pertama dinamakan partisipasi otonom,

yang terakhir partisipasi yang dimobilisasikan. 13

Pembedaan antara partisipasi yang dimobilisasikan dan partisipasi yang otonom adalah lebih tajam dalam prinsip dari pada dalam realitas. Sementara kita dapat mengidentifikasikan banyak kegiatan sebagai tegas-tegas dimobilisasikan atau tegas-tegas otonom, banyak sekali kasus yang terletak di perbatasan antara

12 Hatington, Samuel P. dan Joan Nelson ,Partisipasi Politik di Negara Berkembang, No Easy Choice Political Participation in Developing Countries ( Jakarta : Rineka Cipta, 1994 ) hal 4

13 Ibid ,hal 9

keduanya. Selain itu, kriteria untuk membedakan kategori-kategori itu agak bersifat arbitrer (sewenang-wenang/ subjektif). Apakah kegiatan dukungan yang disponsori oleh pemerintah termasuk ke dalam yang dimobilisasikan, sementara aksi yang diselenggarakan oleh partai-partai atau organisasi-organisasi oposisi tergolong otonom? Tindakan seseorang boleh dikatakan sama-sama bersifat sukarela atau tidak sukarela, sebagai perbandingan warganegara China yang merasa bangga dengan negara dan partainya dan memberikan suaranya dalam pemilihan dengan daftar calon tunggal, dengan pemilih di Amerika, yang digerakkan atas kesadaran akan kewajibannya sebagai warganegara dan barangkali oleh loyalitas partisan, dan yang memberikan suaranya untuk seorang pejabat negara bagian yang sebetulnya sudah terjamin akan terpilih kembali meski menghadapi oposisi basa-basi, partisipasi yang dimobilisasikan dan yang otonom bukan merupakan kategori-kategori dikotomis yang dapat dibedakan dengan tajam satu sama lain.

Untuk menelaah partisipasi yang dimobilisasikan maupun yang otonom adalah adanya hubungan yang dinamik antara kedua kategori. Perilaku yang pada mulanya merupakan partisipasi yang dimobilisasikan dapat menjadi diinternalisasikan, artinya otonom. Seseorang yang pada permulaannya memberikan suaranya kepada pimpinan sebuah partai di kotanya karena berterima kasih kepada bosnya, di hari kemudian mungkin akan menjadi seorang partisan yang yakin, dan dengan gigih membela partainya itu sebagai partai yang paling baik bagi negara dan dirinya. Begitu pula pemungutan suara di dalam sistem otoriter, meskipun pada mulanya didorong oleh rasa takut akan tekanan dari luar

di kemudian hari bisa merupakan satu cara menjalankan kewajiban kewarganegaraan atas dasar sukarela, artinya suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menunjukkan dukungan kepada sistem dan pimpinannya. Sebaliknya, partisipasi yang tadinya bersifat otonom dapat menjadi partisipasi yang dimobilisasikan atau yang dimanipulasikan. Partai-partai pemerintah dan oposisi dan pemimpin-pemimpin politik sering kali mencoba menginfiltrasi, “menundukkan” dan memperalat untuk kepentingan mereka sendiri. Jadi antara yang dimobilisasikan dan yang otonom tidak dapat dibedakan satu sama lain dan mempunyai konsekuensi yang sama. 14

Dari pengertian partisipasi politik tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan partisipasi politik adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga negara dalam proses politik yang berupa kegiatan positif atau negatif yang bertujuan aktif dalam kehidupan politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah. Selain itu partisipasi politik juga dijelaskan sebagai usaha terorganisir oleh warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum, usaha ini didasarkan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu negara.

2. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Partisipasi politik terwujud dalam berbagai bentuk, menurut Samuel P. Hatington studi-studi tentang partisipasi menggunakan skema-skema klasifikasi

14 Ibid hal 14 14 Ibid hal 14

a. Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan- sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemilihan suara adalah lebih meluas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi politik lainnnya.

b. Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah, pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

c. Kegiatan organisasi mencakup partisipasi sebagai anggota atau pejabat/ pengurus dalam suatu organisasi yang tujuan utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi yang demikian dapat memusatkan usaha-usahanya kepada kepentingan- kepentinggan yang yang sangat khusus atau dapat mengarahkan perhatiannyakepada persoalan-persoalan umum yang beraneka ragam.

d. Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang .

Kegiatan pemilihan, lobbying, kegiatan organisasi, dan mencari koneksi, semuanya dapat berbentuk legal atau ilegal. Penyuapan, Kegiatan pemilihan, lobbying, kegiatan organisasi, dan mencari koneksi, semuanya dapat berbentuk legal atau ilegal. Penyuapan,

e. Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan suatu bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisa ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai suatu kategori tersendiri, artinya sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Terkecuali dalam hal-hal tertentu, dimana ia digunakan oleh polisi/ tentara atau badan-badan penegak hukum, tindakan demikian itu ilegal di masyarakat manapun. Oleh karena itu maka penggunaan kekerasan biasanya mencerminkan motivasi-motivasi yang cukup kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru-hara pemberontakan) , atau mengubah sistem politik ( revolusi ). Sudah barang tentu, tujuan-tujuan itu masing-masing dapat juga dikejar dengan menggunakan cara-cara damai. Oleh sebab itu, maka persoalan yang sentral adalah : dalam kondisi-kondisi yang bagaimana orang-orang menggunakan kekerasan dan bukan bentuk-bentuk partisipasi yang lebih e. Tindak kekerasan (violence) juga dapat merupakan suatu bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisa ada manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai suatu kategori tersendiri, artinya sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Terkecuali dalam hal-hal tertentu, dimana ia digunakan oleh polisi/ tentara atau badan-badan penegak hukum, tindakan demikian itu ilegal di masyarakat manapun. Oleh karena itu maka penggunaan kekerasan biasanya mencerminkan motivasi-motivasi yang cukup kuat. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru-hara pemberontakan) , atau mengubah sistem politik ( revolusi ). Sudah barang tentu, tujuan-tujuan itu masing-masing dapat juga dikejar dengan menggunakan cara-cara damai. Oleh sebab itu, maka persoalan yang sentral adalah : dalam kondisi-kondisi yang bagaimana orang-orang menggunakan kekerasan dan bukan bentuk-bentuk partisipasi yang lebih

berpartisipasi secara damai. 15

Partisipasi sebagai kegiatan dibagi menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif, yang termasuk partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. Sebaliknya partisipasi pasif berupa kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Dengan kata lain partisipasi aktif berarti kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output politik, sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses output. Di samping itu, terdapat sejumlah anggota masyarakat yang tidak termasuk kategori partisipasi aktif maupun pasif karena mereka menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada telah menyimpang dari apa yang mereka cita-citakan kelompok ini disebut apatis/ golongan putih (Golput). 16

Piramida partisipasi dibedakan menjadi dua, piramida partisipasi I menurut Milbrath dan Goel, memperlihatkan bahwa masyarakat dibagi dalam 3 kategori :

1. Pemain (Gladiator) yaitu : orang yang sangat aktif dalam politik

15 Ibid hal 18 16 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik ( Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia,1992)

hal 142

2. Penonton (Spectator) yaitu : populasi yang aktif secara minimal, termasuk menggunakan hak pilihnya.

3. Apatis (Apathetic) yaitu : orang yang tidak aktif sama sekali, termasuk tidak menggunakan hak pilihnya. 17

Dalam buku lain menyebutkan yang keempat adalah pengkritik, yaitu orang- orang yang berpartisipasi dalam bentuk tidak konvensional. 18

Piramida partisipasi politik II menurut David F Roth dan Frank L Wilson, melihat masyarakat terbagi empat kategori :

1. Aktivis (Activists) terdiri dari para pejabat atau calon pejabat, fungsionaris partai politik,pimpinan kelompok kepentingan, the deviant (termasuk di dalamnya pembunuh, pembajak,dan teroris)

2. Partisipan (Participants) terdiri dari orang-orang yang bekerja untuk kampanye anggota partai secara aktif,partisipan aktif dalam kelompok kepentingan, dan tindakan-tindakan yang bersifat politis, serta orang yang terlibat dalam komunitas proyek.

3. Penonton (Onlookers) terdiri dari anggota kelompok kepentingan,pemilih, orang yang terlibat diskusi politik, serta pemerhati dalam pembangunan politik.

4. Apolitis (Apoliticals) terdiri dari orang yang tidak peduli masalah politik.

17 Budiardjo, Miriam, Partisipasi dan Partai Politik ( Jakarta : Yayasan Obor Indonesia) hal 372 18 Sastroatmodjo,Sudjono, Perilaku Politik ( Semarang : IKIP Semarang 1995 ) hal 75

Berbeda dengan Milbrath dan Goel, Olsen memandang partisipasi sebagai dimensi utama stratifikasi sosial. Olsen membagi partsipasi politik menjadi enam lapisan yaitu :

1. Pemimpin politik

2. Aktivis politik

3. Komunikator (orang yang menerima dan menyampaikan informasi kepada orang lain)

4. Warga negara

5. Marginal (orang yang sedikit kontak dengan sistem politik)

6. Orang yang terisolasikan (orang yang jarang melakukan partisipasi politik) Pembagian ini dimaksudkan memudahkan analisis terhadap bentuk-

bentuk partisipasi politik karena dalam kenyataan tidak ada seseorang yang dapat secara persis dikategorikan ke dalam salah satu tipe partisipasi tersebut. 19 Abramson dan Hardwick membedakan partisipasi politik menjadi dua yaitu konvensional dan non konvensional bentuk partisipasi politik konvensional dalam pemilu misalnya adalah memberikan suara dalam pemilu, ikut ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan kampanye, bergabung dalam kelompok kepentingan tertentu, melakukan lobi-lobi untuk mencapai tujuan tertentu, serta menjadi kandidat. Bentuk partisipasi politik yang paling lazim terjadi di negara-negara demokratis yaitu memberikan suara dalam pemilihan umum baik di tingkat nasional maupun daerah. Dalam hal ini memberikan suara dalam pemilihan umum berarti menyatakan dukungan terhadap partai atau kandidat tertentu dan menolak

19 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik ( Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia,1992) hal 143 19 Surbakti, Ramlan, Memahami Ilmu Politik ( Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia,1992) hal 143

Bentuk partisipasi politik konvensional lain yang lebih aktif antara lain adalah ikut ambil bagian dalam kegiatan kampanye, bergabung dalam tim sukses, dan menyumbang dana, karena bentuk partisipasi ini lebih aktif dalam memperjuangkan keinginan dan tuntutan. Bentuk yang paling aktif adalah ikut berkompetisi dengan menjadi kandidat, karena keikutsertaannya dalam proses politik nyaris sempurna karena kandidat harus mengeluarkan dana untuk pencalonan dan kampanye, harus terjun langsung dalam kegiatan kampanye untuk mempengaruhi orang lain agar memberikan dukungan, melakukan lobi-lobi untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu, termasuk melobi penyandang dana serta kelompok-kelompok dan organisasi tertentu.

Dalam arti non konvensional, partisipasi politik mencakup berbagai kegiatan yang cenderung melibatkan banyak orang dalam suatu bentuk kelompok massa dan kadang disertai dengan pelanggaran tertib hukum dan kekerasan. Partisipasi politik non konvensional dapat diterima secara luas apabila tidak disertai aksi pengrusakan atau kekerasan, seperti misalnya aksi protes dengan cara berpawai seraya membawa spanduk dan poster yang berisi tentang berbagai tuntutan, mengkoordinasikan aksi pemogokan di kalangan buruh atau menuntut kenaikan upah, perbaikan kondisi kerja, dan peningkatan jaminan sosial.

Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut :

1. Menduduki jabatan politik atau administrasi

2. Mencari jabatan politik atau administrasi

3. Mencari anggota aktif dalam suatu organisasi politik

4. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik

5. Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik

6. Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik

7. Parisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb.

8. Partisipasi diskusi politik internal

9. Partisipasi dalam pemungutan suara Sastroatmodjo juga mengemukakan tentang bentuk-bentuk parrtisipasi politik berdasarkan jumlah pelakunya yang dikategorikan menjadi dua yaitu : partisipasi individual dan partisipasi kolektif. Partisipasi individual dapat terwujud kegiatan seperti menulis surat yang berisi tuntutan atau keluhan kepada pemerintah. Partisipasi kolektif adalah bahwa kegiatan warga negara serentak dimaksudkan untuk mempengaruhi penguasa seperti pemilu. 20

20 Dani, Wahyu Rahma, Skripsi Partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu 2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

3. Faktor – faktor Partisipasi Politik

Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya “Memahami Ilmu Politik“ faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang, ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik/partai). Yang dimaksud kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah, apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.

Berdasarkan tinggi rendahnya kedua faktor tersebut, Paige membagi partisipasi menjadi empat tipe. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif. Sebaliknya apabila kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis). Tipe partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah rendah. Selanjutnya apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini disebut tidak aktif (pasif).

Kedua faktor di atas bukan faktor-faktor yang berdiri sendiri (bukan variabel yang independen). Artinya, tinggi rendah kedua faktor itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman beroganisasi.Yang dimaksud status sosial ialah Kedua faktor di atas bukan faktor-faktor yang berdiri sendiri (bukan variabel yang independen). Artinya, tinggi rendah kedua faktor itu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti status sosial dan status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman beroganisasi.Yang dimaksud status sosial ialah

politik/partai). 21

4. Landasan Partisipasi Politik

Hutington dan Nelson mengemukakan bahwa landasan yang lazim digunakan untuk menyelengggarakan partisipasi politik adalah :

a. Kelas : perorangan-perorangan dengan status sosial, pendapatan, pekerjaan serupa.

b. Kelompok : perorangan-perorangan dari ras, agama, bahasa, atau etnisitas yang sama.

c. Lingkungan : perorangan-perorangan yang secara geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama lain.

d. Partai : perorangan yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol aas bidang-bidang eksekutif, legislatif.

21 Ibid hal 144 21 Ibid hal 144

tidak sederajat. 22

5. Pengertian Masyarakat

Masyarakat sebagai terjemahan society adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu- individu yang berada di kelompok tersebut. Kata masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab, Musyarak artinya dikumpulkan. Umumnya istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam komunitas yang teratur.

Menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dikatakan masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahhatan.

Kata society berasal dari bahasa latin “societas” yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Kata societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara

22 Dani, Wahyu Rahma, Skripsi Partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu 2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal 22 Dani, Wahyu Rahma, Skripsi Partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilu 2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal

6. Pengertian Partai Politik

Partai Politik dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 menyebutkan : “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ”. 24

Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan–kebijaksanaan mereka. 25 Carl J. Friedrich : Partai politik adalah “ Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partai- partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil”. (A political party is a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for

23 https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia nomor 2 tahun 2008

25 Budiardjo, Miriam Dasar-dasar Ilmu Politik ( Jakarta : Gramedia, 1988 ) hal. 160 25 Budiardjo, Miriam Dasar-dasar Ilmu Politik ( Jakarta : Gramedia, 1988 ) hal. 160

advantages). 26 Menurut R.H. Soltau : “Partai politik adalah sekelompok warga negara

yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka” (A group of citizens more or less organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general policies). 27

Sedangkan menurut Sigmund Neumann dalam karangannya Modern Political Parties mengemukakan definisi sebagai berikut : “Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda”. (A political party is the articulate organization of society’s active political agents, those who are concerned with the control of governmental power and who compete for popular support with another group or groups holding divergent views). 28

26 Ibid, hal 161 27 Ibid 28 Ibid hal 162

Ahli lain juga turut merintis studi tentang kepartaian dan membuat definisinya adalah Giovanni Sartori, dengan definisi sebagai berikut : “Partai Politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum, dan melalui pemilihan umum itu mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik”. (A party is any political group that present at elections, and is capable of placing through elections candidates for publicc office). 29

7. Tipe Partai Politik

Perbedaan ideologi dan kepentingan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap jenis atau tipologi partai politik. Perbedaan jenis atau tipologi partai politik bisa dikenali melalui pengamatan terhadap basis sosiologi parati- partai tersebut. Roy C. Macridis memberikan tipologi partai antara lain otoriter dan demokratis, integratif dan representatif, ideologi dan pragmatis, agamis dan sekuler, demokratis dan revolusioner, massa dan elite, demokratis dan oligarkhi. Maurice Duverger dalam artikelnya “A Caucus, Cadre Parties,and Mass Parties” menurutnya ada dua tipe partai politik baik berdasarkan struktur maupun ideologi politik. Pertama, partai kader atau kaukus partai kader merupakan perkembangan partai proto jika partai proto sebagai tipe awal partai politik sebelum mencapai tingkat seperti sekarang partai kader muncul sebelum diterapakan sistem hak pilih, secara luas bagi rakyat sehingga sangat bergantung pada kelas atas yang memiliki hak pilih, keanggotaan yang terbatas, kepemimpinan serta para pemberi

29 Budiardjo, Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik edisi revisi ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2008 ) hal 405

dana. Partai politik tipe ini tidak memperluas jumlah pendukung, tidak memiliki program propaganda untuk rekrutmen anggota, dan bersifat tertutup. Walaupun anggotanya kecil tetapi mereka mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat. Duverger membagi partai ini menjadi dua jenis yaitu konservatif dan liberal. Kedua partai massa, partai tipe ini merupakan respon politis dan organisasional dari perluasan hak-hak pilih serta pendorong bagi perluasan lebih lanjut hak-hak tersebut. Perhatian partai bukan pada elite tapi diprioritaskan pada massa. Partai massa merupakan bagian dari lahirnya sosialisme yang berfungsi memberikan pendidikan politik bagi kelas pekerja, buruh. 30

8. Fungsi Partai Politik

Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Politik“ menyebutkan fungsi partai politik dalam negara demokratis antara lain :

1. Partai sebagai sarana komunikasi politik Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepentingan” (interest agregation) sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini

30 Prihatmoko, Joko J, Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi (Semarang, LP2I Press : 2003) 30 Prihatmoko, Joko J, Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi (Semarang, LP2I Press : 2003)

2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik Partai politik juga berperan sebagai sarana sosialisasi politik (instrument of political sosialization). Di dalam ilmu politik sosialisasi politik sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik,yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa kanak-kanak sampai dewasa. Di samping itu sosialisasi politik juga mencakup proses melalui mana masyarakat menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.

3. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontak pribadi, persuasi dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader yang di masa

mendatang akan mengganti pimpinan lama (selection of leadership). 31

F. Metode Penelitian

Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah tentu tidak akan terlepas dari penggunaan metode, sebab metode merupakan cara bertindak agar kegiatan

31 Ibid hal 164 31 Ibid hal 164

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah tipe kualitatif, deskriptif analitik yaitu berusaha mendiskripsikankan tentang partisipasi politik masyarakat Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dalam Partai Perindo.

2. Sumber Data

a. Data Primer Merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan mengadakan peninjauan langsung pada obyek yang diteliti.

b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh melalui telaah pustaka yang bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari Undang-undang Republik Indonesia, buku literatur, surat kabar dan yang ada hubungannya dengan materi yang dibahas.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh sejumlah informasi sesuai masalah yang ada, dalam hal ini peneliti menggunakan beberapa metode, yaitu :

a. Observasi Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan

dan pencatatan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan temuan hasil pemeriksaan. Observasi digunakan untuk melengkapi penjelasan-penjelasan atas variabel-variabel yang diteliti. Penulis dalam hal ini melakukan observasi langsung di Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

b. Wawancara Wawancara menurut Berger, wawancara adalah percakapan antara periset

(seseorang yang ingin mendapatkan informasi) dengan informan (seseorang yang diansumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu obyek). 32 Ada juga

yang mendefinisikan wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan obyek yang diteliti. Dengan teknik ini diharapkan dapat melengkapi data-data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini data kualitatif diperoleh menggunakan instrument wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan secara langsung bertatap muka dengan informan agar

32 Lestari, Atiek, Skripsi Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Jawa Tengah Tahun 2008, unpublished 32 Lestari, Atiek, Skripsi Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Jawa Tengah Tahun 2008, unpublished

Dalam hal ini penulis mewawancarai Pengurus Partai Perindo tingkat cabang dan ranting. Dengan catatan apabila Ketua berhalangan akan digantikan pengurus harian lainnya.

c. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan

dokumen-dokumen yang ada pada obyek penelitian, peninggalan arsip-arsip dan juga termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori,undang-undang/ hukum dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4. Teknik Analisis Data Menurut Patton, menjelaskan bahwa analisis data adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data dibagi menjadi dua yaitu analisis data statistik non- statistik, mengingat data ini berupa tidak berupa hasil tapi proses maka analisis yang digunakan adalah analisis data non statistik yang disebut juga sebagai analisis kualitatif yaitu analisis yang tidak menggunakan model matematik, model statistik, atau model tertentu lainnya.

a. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, deskriptif analitik. Adapun langkah-langkah yang dipergunakan dalam analisis data kualitatif setelah data-data terkumpul dari berbagai sumber, yaitu : a. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, deskriptif analitik. Adapun langkah-langkah yang dipergunakan dalam analisis data kualitatif setelah data-data terkumpul dari berbagai sumber, yaitu :

c. Reduksi data, reduksi data yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga kesimpulan dapat ditarik dan diverifikasi.

d. Penyusunan/ penyajian data, yaitu sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

e. Kesimpulan, yaitu suatu tinjuan ulang pada catatan di lapangan atau sebagai makna yang muncul yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan validitasnya. 33

Gambar 1.1 Bentuk skema analisis data

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data Kesimpulan

33 Skripsi Wahyu Ramadani 2010 “ Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pelaksanaan Pemilu tahun 2009 di Desa Puguh Kecamatan Boja Kabupaten Kendal” .

G. Sistematika Penulisan

Dalam membahas suatu penelitian diperlukan sistematika pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian. Adapun sistematika penelitian adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Telaah Pustaka

E. Kerangka Dasar Teori

F. Metodologi Penelitian

G. Sistematika Penulisan

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN MEJOBO

A. Keadaan Geografis

B. Keadaan Pemerintahan

C. Keadaan Demografis

D. Keadaan Sosial Budaya

E. Perolehan Suara Pemilu Presiden 2014

BAB III ANALISIS PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KECAMATAN MEJOBO DALAM PARTAI PERINDO

A. Deskripsi Responden

B. Analisis Hasil Penelitian BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN MEJOBO

Bab ini menggambarkan keadaan lokasi penelitian, yaitu di Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Gambaran ini mencakup keadaan geografis, demografis, sosial ekonomi, dan politik, serta perolehan suara pada pemilu presiden tahun 2014 sebagai informasi perolehan suara di Kecamatan Mejobo.

A. Keadaan Geografis

Mejobo adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan Desa Mejobo sebagai ibukota kecamatan.

0 0 Secara astronomis terletak pada 06 49’ 37,4” Lintang Selatan dan 110 52’ 57,5” Bujur Timur. 34 Kecamatan Mejobo berada di dataran rendah

dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Kudus, berada pada ketinggian rata- rata 13,6 meter diatas permukaan laut. Jarak Ibukota kecamatan dengan Pusat Pemerintahan Kabupaten Kudus 5 KM dan jarak ibukota kecamatan dengan ibukota provinsi 57 KM. Kecamatan Mejobo beriklim tropis dengan cuaca panas -

sedang. Suhu tertinggi yang tercatat 39 0 C dengan suhu terendah 20 0 C.

1. Secara Geografis Kecamatan Mejobo terletak sebelah timur Kota Kudus , berbatasan dengan kecamatan lain di Kota Kudus :

2. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bae dan Jekulo

34 http://wikimapia.org/#lang=en&lat=- 6.827059&lon=110.882639&z=19&m=b&search=kecamatan%20mejobo

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Jekulo

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Undaan dan Kabupaten Pati

5. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jati . 35 Kecamatan Mejobo mempunyai luas : 3,676.57 Ha, atau sekitar 8,65

persen dari luas Kabupaten Kudus, dengan perincian : Tanah Sawah : 2,338.26 Ha dan Tanah Kering : 1,338.31 Ha . Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa di Kecamatan Mejobo luas lahan sawahnya masih lebih besar bila dibandingkan dengan luas lahan keringnya. Penggunaan luas lahan kering yang digunakan untuk pekarangan/ bangunan adalah sebesar 64,4 persen sedangkan untuk tegal/ kebun sebesar 11,7 persen. Desa Kirig merupakan desa yang terluas wilayahnya yaitu 559,7 Ha (15,22 persen) sedangkan yang terkecil adalah Desa Mejobo sebesar 205,34 Ha (5,60 persen).

Tabel 1.1 Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan Mejobo No

Desa

Luas Wilayah ( Ha )

35 Kecamatan Mejobo Dalam Angka, Mejobo District In Figures 2012

B. Keadaan Pemerintahan

Kecamatan Mejobo terbagi dalam 11 desa, terdiri dari 37 dusun, 69 RW (Rukun Warga) dan 341 RT (Rukun Tetangga). Jumlah aparat pemerintah desa di Kecamatan Mejobo ada sebanyak 178 orang, terdiri dari 165 laki-laki dan 13 perempuan, dimana jumlah aparat paling banyak berada pada desa Mejobo dan terkecil pada desa Gulang.

Tabel 1.2 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa di Kecamatan Mejobo No

Dukuh/ Dusun

1 Gulang

6 34 3

2 Jepang

12 56 3

3 Payaman

7 24 3

4 Kirig

4 20 2

5 Temulus

6 33 3

C. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk Kecamatan Mejobo pada tahun 2013 tercatat 72.242, dibagi menurut jenis kelamin : Laki-laki

: 35.908 orang Perempuan : 36.334 orang Jumlah

: 72.242 orang Dilihat dari kepadatannya (jiwa/ km 2 ), Desa Mejobo merupakan desa yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu 4.044 jiwa setiap kilometer persegi, sedangkan yang terendah yaitu Desa Jojo sebesar 774 jiwa setiap kilometer persegi.

Tabel. 1.3 Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin No

Desa

Laki-laki

Perempuan Jumlah

1 Gulang

2 Jepang

3 Payaman

4 Kirig

5 Temulus

6 Kesambi

7 Jojo

8 Hadiwarno

9 Mejobo

10 Golantepus

11 Tenggeles

7 495 Jumlah

Tabel 1. Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kelompok

Jumlah Umur

Laki-laki

Perempuan

925 Jumlah

Jumlah penduduk menurut mata pencaharian :

1. Petani

2. Buruh Tani

4. Buruh Industri

5. Buruh Bangunan

8. PNS/ ABRI

D. Keadaan Sosial Budaya

1.Pendidikan Sarana pendidikan yang tersedia di Kecamatan Mejobo yaitu, TK, sebanyak 16 buah, SD sebanyak 47, SMP sebanyak 6 serta SMU dan SMK masing-masing sebanyak 2 buah, Perguruan Tinggi sebanyak 1 buah, sedangkan untuk Madrasah Ibtida’iyyah sebanyak 12 buah, Madrasah Tsanawiyyah 6 dan Madrasah Aliyah 2 buah.

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGARUH TERPAAN LIRIK LAGU IWAN FALS TERHADAP PENILAIAN MAHASISWA TENTANG KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT MISKIN(Study Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Pada Lagu Siang Seberang Istana)

2 56 3

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

BUDAYA PESTA GILING PADA MASYARAKAT DI SEKITAR PABRIK GULA DJATIROTO DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI

0 24 9

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

PENGARUH KONFLIK PEREBUTAN LAHAN TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA NIPAH KUNING KECAMATAN MESUJI KABUPATEN MESUJI LAMPUNG TAHUN 2012

9 59 54

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

4 84 128

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI KANTOR KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA METRO

15 107 59