EVALUASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN desa

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pelayanan publik di negara kita masih sering diidentikkan dengan ketidakpastian baik dalam hal biaya, waktu dan prosedur. Masyakarat sebagai warga pengguna pelayanan seringkali mengeluhkan buruknya pelayanan para birokrat di organisasi-organisasi penyelenggara pelayanan. Para pengguna layanan jarang sekali diperlakukan sebagai warga negara yang memiliki kedaulatan atas pemerintah dan birokrasinya atau sebagai pelanggan yang dapat menentukan nasib penyelenggara layanan (Dwiyanto, 2010: 68) Lebih lanjut dikatakan bahwa tidak adanya standar pelayanan yang jelas membuat praktik pelayanan menjadi sepenuhnya sangat tergantung pada kebaikan hati dan aparat birokrasi pelayanan.

Tidak adanya standar pelayanan membuat pelayanan publik menjadi penuh dengan ketidakpastian. Adanya biaya tambahan (“pungutan liar”) yang ditarik oleh

petugas penyelenggara pelayanan seringkali mewarnai dalam beberapa kasus pelayanan. Menurut Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, M Akbar, Rabu (4/1). Jumlah kasus penumpang yang terjepit di Bus Transjakarta tahun 2011 kemarin ternyata meningkat. Tahun 2010 lalu, kasus penumpang terjepit hanya mencapai 9 orang. Namun di tahun 2011, terjadi peningkatan hingga 24 kasus.

Tak hanya itu, beberapa kasus kejadian buruk lain juga meningkat seperti pelecehan seksual, dari sebelumnya 6 kasus menjadi 8 kasus; penumpang terjatuh dari sebelumnya 21 kasus jadi 36 kasus. Selain kasus kecelakaan di atas, kasus penangkapan pencopetan pun meningkat tajam, dari sebelumnya 8 kasus, menjadi 28 kasus.

"Total data kejadian dilapangan sebanyak 332 kasus. Jumlah ini memang meningkat, dari sebelumnya 159 kasus kejadian pada tahun 2010 menjadi 332 kejadian tahun 2011. ( Supriyanto, “Bus Transjakarta Kian Favorit, Kasus Penumpang terjepit juga naik ”. Republika online Jumat 03 Pebruari 2012)

Dari kasus diatas nampak bahwa meskipun Trans Jakarta telah berubah menjadi BLU akan tetapi tidak menjamin kinerjanya menjadi lebih baik padahal

tujuan dibentuknya organisasi penyelenggara pelayanan publik menjadi Badan Layanan Umum (BLU) adalah peningkatan kinerja pelayanan publik menjadi lebih baik. Perubahan status menjadi BLU diharapkan dapat memperbaiki kinerja penyelenggara pelayanan publik, khususnya dalam hal pengelolaan keuangan. Trans Jakarta sebagai salah satu BLU diharapkan dapat menyusun anggaran yang berorientasi pada kinerja dan lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah ( enterprising the government ) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara (Dikutip dari Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Berdasarkan paparan diatas maka dapat disusun suatu rumusan masalah : Bagaimanakah tingkat efektivitas adanya kebijakan tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) yang selama ini sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat?

I.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak dari kebijakan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

I.1 Lingkup Penelitian

Penelitian tentang evaluasi kebijakan yang fokusnya pada Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) ini memang dimaksudkan ingin melihat efektivitas kebijakan-kebijakan yang terkait dengan satuan kerja Badan Layanan

Umum yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (dulu Departemen Keuangan) khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPN). Adapun dari 129 satuan kerja BLU yang terbagi menjadi 3 kelompok : penyedia barang dan atau jasa, pengelola dana khusus dan pengelola wilayah ini masing-masing akan dicari data dan kasus yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan tentang PK-BLU mulai dari lingkup Undang-undang sampai dengan Peraturan Menteri Keuangan. Adapun yang mewakili 3 jenis kelompok diatas, yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah Rumah Sakit, Perguruan Tinggi dan Balai Besar. Sesuai dengan namanya (BLU) maka lingkupnya adalah nasional dan bukan daerah (BLUD).

BAB II DISKURSUS TEORI

II.1 Evaluasi

Menurut Subarsono (2005: 120-121) evaluasi memiliki beberapa tujuan yang secara rinci dapat disebutkan sebagai berikut:

a) Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.

b) Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

c) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.

d) Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan.

e) Mengukur dampak suatu kebijakan. Disini dapat berarti dampak positif ataupun dampak negatif. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Cara yang dilakukan dengan membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses

kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik. Lebih lanjut disebutkan perlunya melakukan evaluasi kebijakan adalah :

a) Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh suatu kebijakan mencapai tujuannya.

b) Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.

c) Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Melakukan penilaian kinerja suatu kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.

d) Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap sebuah kebijakan, kelompok sasaran tidak tahu secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program.

e) Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Hasil evaluasi kebijakan e) Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Hasil evaluasi kebijakan

keberhasilan atau tingkat pencapaian suatu kebijakan yang telah diimplementasikan terhadap kelompok sasaran yang dikenai kebijakan tersebut. William Dunn dalam bukunya Public Policy (1994: 610) menyebutkan ada 6 indikator yang digunakan untuk mengukur kriteria evaluasi kebijakan yaitu terdiri dari : efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan. Sehingga kalau diuraikan dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Efektivitas : tingkat capaian hasil yang diinginkan

b) Efisiensi : tingkat usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan

c) Kecukupan : tingkat capaian hasil dapat memecahkan persoalan.

d) Pemerataan : tingkat pemerataan distribusi biaya dan manfaat pada kelompok masyarakat yang berbeda

e) Responsivitas : tingkat capaian hasil kebijakan dapat memuaskan preferensi/nilai kelompok

f) Ketepatan : tingkat capaian hasil bermanfaat Apabila dibuat dalam bentuk pertanyaan maka dapat dirangkum seperti dalam Tabel berikut ini : No

Kriteria

Pertanyaan

1. Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

2. Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

3. Kecukupan Seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan persoalan.

4. Pemerataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda?

5. Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?

6. Ketepatan Apakah hasil yang dicapai bermanfaat?

Dalam penelitian atau kajian ini indikator yang digunakan hanya 5 bukan 6, yaitu tanpa indikator efisiensi karena dalam BLU ini efisiensi sudah dimasukkan sebagai bagian dari efektivitas. Dalam bahasan tentang PK BLU ini memang evaluasi dilakukan secara menyeluruh, artinya tidak mencakup kondisi sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan secara detail. Jadi sorotan kasus yang diambil lebih banyak terjadi setelah satker berubah status menjadi BLU. Memang idealnya evaluasi yang dilakukan untuk kebijakan PK BLU ini seperti apa yang diutarakan Finsterbuch dan Motz dalam Subarsono (2005 : 128) yang dipaparkan di halaman 9 terutama nomor 4 ( comparative before after ) dan seperti paparan Abidin yang dikutip Satriya Jaya.

Meskipun dalam teori tentang evaluasi kebijakan ada berbagai jenis atau tahapan kegiatan yang bisa dilakukan, akan tetapi dalam kaitannya dengan kajian BLU ini tidak semua data bisa ditemukan dalam pelaksanaannya. Tidak semua satuan kerja BLU memaparkan implementasi kebijakan secara lebih detail terkait dengan peraturan yang sudah dibuat mulai dari Undang-undang sampai tingkat Kementerian Keuangan sebagai kebijakan operasional dari BLU.

M enurut Mulyono (mulyono.staf.uns.ac.id) dalam tulisannya tentang penelitian evaluasi kebijakan disebutkan bahwa penelitian ini mencakup :

1) Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau proyek dengan cara membandingkan dengan tujuan yg telah ditetapkan, dan bagaimana cara pencapaiannya.

2) Monitoring adalah suatu kegiatan internal proyek yg berupa studi-studi diagnostik yg fungsinya untuk mendukung manajemen pembuatan keputusan. Monitoring pada dasarnya adalah menghimpun informasi atau data secara kontinyu agar tingkat kemajuan dan perkembangan suatu program/proyek tetap dapat diikuti, sehingga upaya perbaikan atas kinerja program/proyek dpt dilakukan secara optimal.

II.2 TUJUAN PENELITIAN EVALUASI

Untuk memperkirakan /menaksir/menilai keberhasilan/kegagalan sebuah program sesuai dengan yang diharapkan. Indikator keberhasilan/kegagalan sebuah program dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut : Untuk memperkirakan /menaksir/menilai keberhasilan/kegagalan sebuah program sesuai dengan yang diharapkan. Indikator keberhasilan/kegagalan sebuah program dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut :

b) Bagaimanakah pencapaian hasil akhir ( outcome ) proyek itu secara meyakinkan terkait langsung dgn berbagai sumberdaya yg telah dicurahkan pd proyek tsb?

Untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi maka metodologi evaluasi sudah harus menetapkan criteria-kriteria yang dijadikan sebagai tolok ukur untuk melakukan penilaian tentang sebuah program. Untuk mengetahui pencapaian hasil akhir sebuah program yang cocok digunakan adalah analisis kualitatif karena lebih peka dengan isu-isu social politik dan kelembagaan yang sangat terkait dengan kebijakan public.

Jadi disini sebenarnya evaluasi tidak hanya dilakukan untuk mengetahui efektivitas program atau proyek saja melainkan secara luas untuk mengetahui efektivitas beserta dampak yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan. Tentunya dalam kajian ini kebijakan yang banyak dilihat adalah kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam kesempatan yang berbeda Abidin (2006 : 211) seperti dikutip oleh Satria Jaya mengungkapkan, evaluasi secara lengkap mengandung tiga pengertian yaitu :

1. Evaluasi awal, sejak dari proses perumusan kebijakan sampai saat sebelum dilaksanakan ( ex-ante evaluation );

2. Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau monitoring;

3. Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai proses pelaksanaan kebijakan ( ex-post evaluation ).

4. Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik mencapai hasil sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Abidin (2006 : 213) lebih lanjut mengemukakan bahwa informasi yang

dihasilkan dari evaluasi merupakan nilai (values ) yang antara lain berkenaan dengan:

1. Efisiensi ( Efficiency ), yakni perbandingan antara hasil dengan biaya, atau (hasil/biaya).

2. Keuntungan ( profitability ), yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau (hasil/biaya).

3. Efektif ( effectiveness ), yakni penilaian pada hasil, tanpa memperhitungkan biaya.

4. Keadilan ( equity ), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan).

5. Detriments , yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal dan sebagainya. Manfaat tambahan ( marginal rate of return ), yaitu tambahan hasil

banding biaya atau pengorbanan ( change-in benefits/change – in-cost ).

Penjelasan lebih rinci dikemukakan oleh Dunn dalam Dwidjowijoto (2006: 163-164) sebagai berikut :

a) Evaluasi semu ( pseudo evaluation ) adalah evaluasi yang menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil kebijakan. Asumsi utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat dan nilai merupakan suatu yang dapat terbukti dengan sendirinya.

b) Evaluasi formal ( formal evaluation ) juga menggunakan metode deskriptif dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang valid dan terpercaya

mengenai hasil suatu kebijakan. Asumsi utamanya adalah tujuan, dan target yang diumumkan secara formal merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai kebijakan program.

c) Evaluasi keputusan teoritis ( decision theoretic evaluation ) menggunakan metode deskriptif juga untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid menangani hasil-hasil kebijakan yang secara ekplisit dinilai dari pelaku kebijakan. Evaluasi terhadap kegiatan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan c) Evaluasi keputusan teoritis ( decision theoretic evaluation ) menggunakan metode deskriptif juga untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid menangani hasil-hasil kebijakan yang secara ekplisit dinilai dari pelaku kebijakan. Evaluasi terhadap kegiatan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan

evaluasi ” yaitu :

1) single program after only,

2) single program before after,

3) comparative after only, dan

4) comparative before after.” \ Evaluasi single program after-only merupakan desain yang paling lemah karena tidak diketahui baik tidaknya program terhadap kelompok sasaran, dan tidak diketahui juga kelompok sasaran sebelum menerima program.

Evaluasi single program after-before dapat digunakan untuk mengetahui keadaan kelompok sasaran sebelum menerima program tetapi tidak dapat mengetahui efek dari program tersebut.

Evaluasi comparatif after-only merupakan evaluasi dengan cara membandingkan kelompok sasaran dengan kelompok bukan sasaran. Pada evaluasi jenis ini efek progam

terhadap kelompok sasaran tidak diketahui. Evaluasi comparative before-after merupakan gabungan dari ketiga kelompok diatas. Sehingga kelemahan yang ada diketiga desain diatas dapat diatasi oleh desain evaluasi ini.

Berbagai pengertian tentang evaluasi di atas dapat disimpulkan bahwa intinya, suatu kebijakan yang sangat baik dibuat dan dirumuskan belum tentu dapat diimplementasikan sesuai rencana. Beberapa institusi atau lembaga mungkin justru tidak dapat melaksanakan kebijakan tersebut, sehingga perlu adanya evaluasi karena dapat memberikan tanggapan baik itu berupa usulan, kritik dan saran terhadap kebijakan yang dibuat mulai dari implementasi sampai dengan dampak hasil kebijakan yang terjadi.

BAB III PROFIL KAJIAN

Dalam kajian kali ini obyek yang menjadi fokus adalah Badan Layanan Umum. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (PP No

23 Tahun 2005) Fokus pembahasan dari BLU adalah tentang pengelolaan keuangannya. Dalam kebijakan yang diatur dengan PP No 23/2005

(terdiri dari 41 pasal) tentang Pengelolaan Keuangan BLU, istilah yang kemudian dipakai adalah Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (selanjutnya disebut PPK-BLU). Selain PP No 23/2005 tersebut diatas, induk dari semua peraturan tentang BLU adalah UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Selain itu ada beberapa kebijakan yang dibuat ditingkat Kementerian Keuangan yaitu terdiri dari :

1) PerMenKeu No 07/PMK.02/2006

Persyaratan administratif dalam rangka pengusulan penetapan satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU;

tentang

2) PerMenKeu No 08/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan barang dan jasa;

3) PerMenKeu No 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas BLU;

4) PerMenKeu No 10/PMK.02/2006 tentang Remunerasi bagi pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Satuan Kerja yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU per 15 Januari 2012 jumlahnya 129 satuan kerja ( http//pkbluperbendaharaan.go.id diakses tanggal 8 Februari 2012). Adapun rincian detailnya meliputi : a) Rumah Sakit 39 : b) Perguruan

Tinggi 58 dan c) lain-lain 32 satuan kerja. Dari 129 satuan kerja maka dapat juga dikelompokkan menjadi 3 jenis BLU yaitu :

1) Penyedia Barang/jasa 117 satker

2) Pengelola Wilayah/kawasan 3 satker

3) Pengelola Dana Khusus 6 satker. Mayoritas BLU sudah berstatus penuh, yaitu 116 satker dan 13 satker sedang

berstatus bertahap. Status penuh atau bertahap ini hanya terkait dengan persyaratan yang belum lengkap saja, biasanya terkait dengan persyaratan administratif.

Adapun yang akan banyak dikupas dalam kajian ini adalah kebijakan PP No 23 tahun 2005 yaitu tentang Pola Pengelolaan Keuangan. PPK BLU adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek- praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembentukan BLU pada organisasi pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005. Persyaratan pendirian BLU meliputi tiga hal yakni persyaratan substantif, teknis dan administratif (Nurmandi, 2010: 73-74).

Persyaratan substantif adalah syarat-syarat yang berhubungan dengan: Penyediaan barang dan atau jasa layanan umum; Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan atau; Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan atau pelayanan kepada masyarakat.

Persyaratan teknis mencakup : (a) kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleg menteri/pimpinan lembaga kepada SKPD sesuai dengan kewenangannya; (b) kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat.

Persyaratan administratif mencakup hal sebagai berikut : pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan manfaat bagi masyarakat; Pola tata kelola; Rencana strategi bisnis;Laporan keuangan pokok; Standar pelayanan minimum; Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Standar dan Tarif Layanan BLU, Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan Standar dan Tarif Layanan BLU, Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan

Tarif Layanan, BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif layanan harus mempertimbangkan: a. kontinuitas dan pengembangan layanan; b. daya beli masyarakat; c. asas keadilan dan kepatutan; dan d. kompetisi yang sehat.

Adapun yang bisa dicontohkan disini misalnya tarif layanan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Jasa pelayanan yang terkena tarif layanan meliputi :

1) Tarif seleksi ujian masuk

2) Tarif sosialisasi pembelajaran

3) Tarif sumbangan pembinaan pendidikan

4) Tarif seleksi pengenalan akademik dan kampus

5) Tarif praktek laboratorium, praktik pengalaman lapangan, praktek kerja lapangan.

6) Tarif semester pendek

7) Tarif Ujian

8) Tarif Kuliah Kerja Nyata

9) Tarif wisuda

10) Tarif layanan pendidikan lainnya Dalam tabel di bawah ini kami kutipkan lampiran yang terdapat dalam Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.05/2011 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Kementerian Agama. Meskipun lembaga UIN Suka berada di bawah Kementerian Agama tetapi karena UIN Suka adalah satuan BLU maka tetap diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Sebagai contoh di bawah ini kami kutipkan 4 jenis tarif layanan di UIN Suka Yogyakarta.

Dengan ketentuan yang diatur secara jelas dengan Peraturan Menteri Keuangan tersebut maka diharapkan setiap masyarakat atau customer yang akan berurusan dengan UIN Suka Yogyakarta sudah tahu tentang tarif yang harus dikeluarkan mulai dari tahap Dengan ketentuan yang diatur secara jelas dengan Peraturan Menteri Keuangan tersebut maka diharapkan setiap masyarakat atau customer yang akan berurusan dengan UIN Suka Yogyakarta sudah tahu tentang tarif yang harus dikeluarkan mulai dari tahap

Memang idealnya dalam profil kajian ini ditampilkan seluruh aspek yang ada di lembaga atau institusi terkait dengan seluruh kebijakan satuan kerja BLU seperti yang sudah diatur dalam Peraturan-peraturan induk sampai peraturan pelaksananya (baca: dari Peraturan Pemerintah sampai Peraturan Menteri Keuangan). Akan tetapi memang kendala yang terjadi adalah karena keterbatasan data yang dimiliki oleh masing-masing satker BLU.

Sebagai contoh satu lagi akan kami kutipkan Pedoman Tata Kelola yang dimiliki oleh Universitas Brawijaya, Malang. Sebelum berubah status menjadi BLU, organisasi UB ini ditetapkan berdasarkan atas Keputusan Menteri Pendidikan Nasional no: 80/0/2002 tentang Statuta UB. Lebih lanjut deskripsi dari Universitas Brawijaya ini :

“Rincian tugas, fungsi dan hal‐hal lain yang menyangkut detail rinciannya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 080/0/2002 tentang

Organisasi Tata Kerja (OTK). Melalui persetujuan rapat Senat Universitas, OTK diusulkan kembali setelah ada bagian yang diperbaharui sesuai dengan perkembangan yang terjadi di UB. Secara garis besar, struktur organisasi UB dipaparkan dalam Gambar 1. Untuk itu, Universitas Brawijaya sedang memproses draft naskah usulan pembaharuan OTK yang nantinya akan disampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional sesuai dengan tuntutan penyempurnaan struktur organisasi UB PK ‐BLU.

Selama ini, Universitas Brawijaya telah berupaya meningkatkan mutu, relevansi dan efisiensi layanan. Salah satunya adalah sebuah Tata Kelola untuk mengembangkan sistem penjaminan mutu. Awal dari upaya yang dilakukan adalah ketika pada tahun 2002, Rektor membentuk Tim Monitoring dan Evaluation (Monev) dengan tugas melaksanakan sistem pembinaan dan pemantauan Program Hibah Kompetisi (PHK) yang diperoleh pendanaannya dari Dirjen DIKTI. Kemudian, karena kegiatan Tim Monev internal dirasa masih terbatas, maka pada tahun 2003 dibentuk Tim Benefit dan Monitoring Evaluation (BME) dengan SK Rektor No. 022/SK/2003. Implementasi dari SK Rektor ini telah mendorong upaya ‐upaya penyehatan institusi dengan mendorong perluasan ruang lingkup sistem penjaminan mutu.

Dari kegiatan implementasi Monev PHK yang lebih bersifat quality control, berkembang menjadi kegiatan yang lengkap dengan quality assurance dan quality improvement bidang akademik termasuk akreditasi program studi (PS). Untuk selanjutnya untuk lebih memantapkan sistem jaminan mutu, diterbitkanlah SK Rektor No. 017A/SK/2005 tentang Pusat jaminan Mutu (PJM), yang kelembagaan dan tugasnya direvisi kembali pada tanggal

13 Pebruari 2006, melalui SK Rektor nomor: 023A/SK/2006” (Pola Tata Kelola Universitas Brawijaya BLU, Departemen Pendidikan Nasional Universitas Brawijaya Malang, 2008) . Berdasarkan Peraturan diatas maka Struktur Organisasi dapat digambarkan seperti dibawah ini :

Gambar 4.1 Struktur Organisasi UB sebelum BLU (2008)

III.1 Perubahan Struktur Organisasi UB Setelah Menjadi BLU

Lebih lanjut dijelaskan oleh Tim Pola Tata Kelola UB (2008: 18), organisasi UB BLU dikembangkan dari organisasi yang saat ini ada. Perubahan paling mendasar dilakukan untuk membenahi aspek pengelolaan keuangan, pengawasan, monitoring Lebih lanjut dijelaskan oleh Tim Pola Tata Kelola UB (2008: 18), organisasi UB BLU dikembangkan dari organisasi yang saat ini ada. Perubahan paling mendasar dilakukan untuk membenahi aspek pengelolaan keuangan, pengawasan, monitoring

Dalam rangka implementasi Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK ‐BLU), maka organisasi UB perlu disesuaikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagai berikut:

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Badan Layanan Umum UB (BLU ‐UB)

Keterangan: PR ‐I: Pembantu Rektor Bidang Akademik; PR‐II: Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum; PR ‐III: Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan; Ka.PJM: Kepala Pusat Jaminan Mutu; Ka.SPI: Kepala Satuan Pengendali Internal; Ka.BAU: Kepala Biro Administrasi Umum; Ka.BAAK: Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan; Ka.BAPSI: Kepala Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi; Ka.BAK: Kepala Biro Administrasi Keuangan; Ka. LPPM: Kepala

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat; Ka. LP3: Kepala Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan; Ka. LSIH: Kepala Laboratorium Sentral Ilmu Hayati; Ka. UTIK: Kepala Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi; Ka. UIBPM: Kepala Unit Inkubator Bisnis dan Pelayanan Masyarakat; Ka. LMKU: Kepala Unit Layanan Mata Kuliah Umum; Ka.PPA: Kepala Pusat Pembinaan Agama.

Unit ‐unit yang secara khusus dibuat untuk mengawasi jalannya organisasi atas nama stake holder adalah Dewan Pengawas. Satuan Pengendali Internal (SPI) dan Pusat Jaminan Mutu (PJM) adalah unit di bawah pimpinan untuk membantu melakukan monitoring dan evaluasi. Unit ‐unit tersebut diharapkan dapat membantu penguatan akuntabilitas dan transparansi untuk membangun kesehatan organisasi dan perbaikan layanan. Pembenahan di bidang pengelolaan keuangan dirancang dengan memperkuat Biro Administrasi Keuangan sebagai penanggung jawab utama pengelolaan keuangan. Di harapkan organisasi UB ‐BLU nantinya mampu secara cermat melakukan Rancangan Bisnis Anggaran. Selain unit ‐unit baru tersebut yang merupakan perubahan mendasar dibandingkan organisasi UB lama, ada pula perbaikan minor untuk tujuan peningkatan efektivitas kinerja. Organisasi UB yang baru seperti yang digambarkan di atas memperlihatkan bahwa pejabat dalam organisasi Universitas terdiri atas enam penggolongan jabatan yaitu:

a. Dewan Pengawas

b. Unsur Pimpinan (Rektor dan Pembantu Rektor)

c. Senat Universitas

d. Unsur Pelaksana Akademik d. Unsur Pelaksana Akademik

1) Biro Administrasi Keuangan

2) Biro Administrasi Umum

3) Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan

4) Biro Administrasi Perencanaan dan Sistem Informasi

f. Unsur Penunjang

1) Perpustakaan

2) Laboratorium Sentral Ilmu Hayati

3) Unit Teknologi Informasi dan Komunikasi

4) Unit Inkubator Bisnis

5) Unit Layanan Mata Kuliah Umum

6) Pusat Bahasa

7) Pusat Usaha Komersial

g. Institusi Fungsional

1) Pusat Jaminan Mutu

2) Satuan Pengendali Internal

h. Unsur ‐unsur lain

1) Unit Pembinaan Agama

2) Unit Penerbitan

3) Asrama

4) Unit ‐unit lain yang diperlukan Setelah struktur organisasi berubah, maka penambahan pada komponen Dewan Pengawas dan Kepala BAK dimaksudkan untuk memperkuat fungsi dan peran dalam hal keuangan. Dengan beralihnya UB menjadi BLU UB maka tanggung jawab menjadi lebih berat meskipun otonomi penggunaan dana PNBP sudah penuh diberikan pada organisasi tersebut.

BAB IV ANALISIS KAJIAN

IV.1 Temuan Kasus

Berdasarkan tiga pengelompokan satuan kerja BLU maka akhirnya diambil beberapa kasus yang ada di Rumah sakit, Perguruan Tinggi dan Balai Besar.

IV.1.1 Rumah Sakit

Tabel 4.2 Temuan Kasus di Rumah Sakit (1)

No Indikator

Nama Rumah Sakit

RSCM Jakarta

RS. Fatmawati Jakarta

1. Efektivitas Kepala Badan Kependudukan dan RS Fatmawati telah Keluarga Berencana Nasional mngkhususkan sbg Rumah Sakit (BKKBN)

Syarief Paru- sejak tanggal 11 Agustus mengungkapkan

Sugiri

rendahnya 2005 berdasarkan Keputusan pelayanan KB melalui program Menteri

Kesehatan No. Jampersal di rumah sakit karena 1243/MENKES/SK/VIII/2005 pihaknya

terlambat RSUP Fatmawati ditetapkan mensosialisasikan program ini sebagai Unit Pelaksana Teknis kepada para provider, yakni tenaga (UPT) Departemen Kesehatan kesehatan maupun management RI dengan menerapkan Pola rumah sakit. Sebagian besar rumah Pengelolaan Keuangan Badan sakit dan tenaga kesehatan belum Layanan Umum (PPK BLU). paham benar soal lima paket Hal

ini

membantu

Jampersal, yang di antaranya berlangsungnya

efektifitas

mencakup pemasangan alat KB Layanan Umum. kepada

ibu

bersalin. Sumber:

http://www.fatmawatihospital.co "Karena belum ada panduan m/mode1.php?id=1&mode=2 , pelayanan Jampersal, banyak yang diakses tanggal 13 Desember tidak paham betul bahwa ada lima 2011 paket Jampersal dan

ongkos

persalinannya. Juga banyak bidan mengeluhkan pergantian ongkos persalinan rendah karena tidak ada panduan," Menurut Sugiri, rumah sakit sangat strategis dalam mendapatkan akseptor baru dan mempertahankan akseptor aktif.

mendorong kinerja rumah sakit agar memberikan kontribusi dalam program KB, BKKBN memberikan penghargaan kepada rumah sakit dengan layanan KB terbaik. Selain itu, ada RSUP Dr Kariadi Semarang dengan manajemen jaminan kesehatan terbaik, dan

Layanan Umum (BLU) terbaik.

Sumber http://www.suarapembaruan.com/h ome/hanya-36-rumah-sakit- melayani-paket-jampersal/12732 diakses tanggal 13 Desember 2011 Sumber

http://www.ui.ac.id/id/news/archive /4678 ,

Desember 2011, pk. 11.05 WIB

2. Kecukupa Kecukupan pelayanan di RSCM RSUP Fatmawati pada tanggal 2 n

Jakrta, telah didukung dengan Mei 2008 ditetapkan oleh sistem

Kesehatan RI dengan

komunikasi

interaktif Departemen

media sebagai Rumah Sakit Umum internet, hal ini sangat membantu dengan pelayanan Unggulan kecukupan

menggunakan

pelayanan, dan Orthopaedi dan Rehabilitasi memuaskan customer.

Medik sesuai dengan SK Sumber: http://orthouirscm.org/?pag Menteri

Kesehatan No. e=view_qa , diakses tanggal 18 424/MENKES/SK/V/2008. Desember 2011.

16 BIDANG PELAYANAN, 31 Desember 2010, kecukupan pelayanan Nampak nyata setelah menjadi

LENGKAP

Rumah sakit unggulan/spesifik orthopedi Sumber:http://www.fatmawatiho spital.com/mode1.php?id=1&mo de=2

3. Pemerataan Seminar Nasional : Pembiayaan Fleksibilitas pengelolaan Rumah Sakit yang Merata untuk keuangan BLU berdasarkan Kesejahteraan yang Merata” Prof. prinsip ekonomi, produktivitas

dr. Hasbullah Thabrany, Dr.PH dan penerapan praktek dr. Hasbullah Thabrany, Dr.PH dan penerapan praktek

adalah peningkatan UI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher SP profesionalisme

( let the (UK) yang kini menjabat sebagai managers manage ), mendorong

direktur Rumah Sakit Cipto entrepreneurship , transparansi, Mangunkusumo (RSCM), serta dan akuntabilitas dalam rangka Sudaryatmo, SH selaku ketua pelayanan

publik. RSUP pengurus harianYayasan Lembaga Fatmawati merupakan salah satu Konsumen Indonesia (YLKI). rumah sakit pemerintah yang

Hasbullah memaparkan tentang telah ditetapkan sebagai BLU biaya rumah sakit yang semakin dan

menerapkan standar menggila

hambatan akuntansi rumah sakit yang telah pembiayaan. Pemerataan pelayanan berlaku umum, dalam hal ini terkendala

karena

oleh sesuai dengan standar akuntansi pembiayaan/anggaran

dari Ikatan Akuntan Indonesia. Sumber

: Sumber : Analisis kinerja http://www.ui.ac.id/id/news/archive keuangan badan layanan umum /4678 ,

13 dan Penentuan status subjek Desember 2011

diakses

tanggal

pajaknya (studi kasus pada RSUP

Fatmawati, Jakarta)Diajukan oleh: Carolina Candri Prihandini Sari

4. Responsivita Keterlaluan RSCM: Dokter Saja Pola Pengelolaan Keuangan

Layanan Umum Dengan pertimbangan biaya di (selanjutnya disebut PPK-BLU) RSHK Jakarta terlalu mahal, ketika memberikan

Tak

Diperlakukan

Manusia. Badan

fleksibilitas pasien kembali sakit, kami pengelolaan keuangan yaitu memutuskan agar ia dirawat di BLU

dapat langsung RSCM, Jakarta. Pasien dua kali menggunakan

penerimaannya dirawat inap di RSCM dan terakhir untuk operasional dan investasi selama dua minggu sampai tanpa harus disetor terlebih meninggal pada 10 Februari 2009. dahulu ke kas negara, demikian Sayangnya,

yang juga atas surplus. Meskipun didapatkan tak manusiawi dan tak demikian, sebagai salah satu profesional karena sikap dokter dan satuan

pelayanan

kerja di bawah perawat yang ogah-ogahan. Pasien Departemen Kesehatan, RSUP dilecehkan,

padahal

yang Fatmawati

tetap

bersangkutan teman sejawat sesama mengkonsolidasikan

laporan dokter tamatan UI dan pernah operasionalnya dengan laporan bertugas

Departemen Jakarta. Rekam jejak pasien sama Kesehatan, karena sebagian dana sekali

di

RSCM, keuangan

diperhatikan. operasional dan investasi berasal Kalau teman

tak

yang dari dana APBN Departemen seharusnya diperlakukan sebagai Kesehatan,

sejawat

sebagai sebagai

perlakuan dan Belanja dari Departemen terhadap pasien umum? Diharapkan Kesehatan. Penilaian kinerja perlakuan dokter yang merawat keuangan dilakukan dengan almarhum tak terulang terhadap melakukan analisis laporan kolega dokter lain maupun pasien keuangan dan penghitungan umum yang dirawat di RSCM, rasio-rasio. Penilaian kinerja Jakarta.

bagaimana

keuangan rumah sakit BLU Soeharsono Sagir Jalan Bukit Dago RSUP Fatmawati tidak dapat Selatan Nomor 7, Bandung

dengan melihat Sumber

dilakukan

Pembaca „bottom line‟ saja, karena rumah Soeharsono Sagir Jalan Bukit Dago sakit pemerintah tidak bertujuan Selatan Nomor 7, Bandung,

Surat

mencari laba. Maka juga harus melihat rasio

rasio yang

dengan tingkat Sumber :

berkaitan

efisiensi manajemen dalam http://groups.yahoo.com/group/DO mengelola

aktiva untuk KTER/message/1644 , diakses 18 meningkatkan operasional yaitu Desember 2011

kualitas dan kuantitas pelayanan. Kinerja keuangan BLU RSUP Fatmawati meningkat, dilihat dari sisi efisiensi keuangan untuk peningkatan pelayanan. Prakteknya pada saat ini adalah bahwa sebagian BLU ditetapkan sebagai subjek pajak badan dan sebagian non subjek pajak. BLU yang ditetapkan sebagai subjek pajak badan merupakan BLU yang sebelumnya berstatus perusahaan jawatan, sebagai salah satu bentuk badan usaha milik negara. Hal ini menjadi permasalahan

yang harus diselesaikan agar penerapan PPK-BLU dapat berjalan dengan baik dan untuk kepastian hukum. BLU memenuhi empat syarat secara kumulatif sebagai unit pemerintah

yang bukan merupakan subjek pajak sesuai dengan Penjelasan pasal 2 ayat 1 huruf

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 17

(b) (b)

pemerintah

kepada

masyarakat harus didukung dan dilaksanakan secara lintas sektoral sehingga dapat menyuburkan berdirinya unit-unit pelayanan pemerintah yang profesional, transparan dan akuntabel. Sumber : Analisis kinerja keuangan badan layanan umum dan Penentuan status subjek pajaknya (studi kasus pada rsup fatmawati, Jakarta) Diajukan oleh: Carolina Candri Prihandini Sari

5. Ketepatan Ketepatan

Masih Sistem ketepatan pelayanan memerlukan peran Kontrol dan telah disempurnakan sehingga dukungan dari berbagai elemen dapat digunakan untuk menilai seperti organisasi, LSM, Yayasan efisiensi dan produktivitas dari dll

Pelayanan

aspek keuangan dan perhitungan Sumber

: cost recovery serta unit cost http://www.ui.ac.id/id/news/archive melalui analisa biaya. Sistem /4678 ,

13 akuntansi pada akhir tahun Desember 2011, pk. 11.05 WIB

diakses

tanggal

1993/1994 telah dilaksanakan dengan cara paralel, cost basis dan acrual basis , sehingga laporan akuntansi keuangan seperti balance sheet dan income statement telah dapat dibuat. Sumber http://www.corvetteforum.net/c5 /fatmawati/selayang.shtml , diakses tanggal 18 Desember 2011

Dari kasus di RSUP Cipto Mangunkusumo dan RS Fatmawati dapat ditarik benang merah sebagai berikut :

1) Untuk indikator efektivitas, di RSUP Cipto Mangunkusumo (untuk selanjutnya disebut dengan RSCM) masih kurang dilakukannya sosialisasi pada masalah Keluarga Berencana khususnya di Bidang Jampersal. Sedangkan untuk RSUP Fatmawati, efektivitas sudah terpenuhi terbukti telah mendapat mendapat predikat sebagai manajemen BLU terbaik.

2) Untuk indikator pemerataan, di RSCM belum terjadi pemerataan pelayanan karena masih tingginya angka pembiayaan. Artinya dengan keterbatasan jumlah anggaran yang dimiliki pihak RSCM, sedangkan pembiayaan bagi orang sakit sangat tinggi menyebabkan pelayanan yang diberikan belum merata. Masih terdapat pasien dari kalangan kaum miskin yang tidak/belum terlayani karena tidak mampu untuk membayar biaya yang dibebankan oleh pihak RS. Sedangkan untuk RS. Fatmawati, setelah mengikuti PPK BLU (Pola Pengelolaan Keuangan BLU) maka telah terjadi profesionalisme dalam hal pengelolaan keuangannya.

3) Untuk indikator kecukupan yaitu tingkat capaian penyelesaian masalah/persoalan, RSCM telah melakukan dengan baik terbukti dengan adanya sistem komunikasi interaktif yang telah dibangun melalui media internet. Sedangkan untuk RSUP Fatmawati, tingkat kecukupan juga sudah baik apalagi telah berhasil menjadi RS Unggulan Spesifik Bidang Orthopedi.

4) Untuk indikator responsivitas, RSCM belum melakukan dengan baik terbukti belum ditanganinya dengan optimal kolega sesama dokter sampai pasien merasa ditelantarkan. Kinerja keuangan BLU RSUP Fatmawati meningkat, dilihat dari sisi efisiensi keuangan untuk pelayanannya.

5) Untuk indikator ketepatan, RSCM masih memerlukan peran kontrol dari berbagai pihak yang terkait agar dapat melakukan ketepatan dalam hal pelayanan. Untuk RSUP Fatmawati sistem ketepatan pelayanan telah disempurnakan sehingga dapat digunakan untuk menilai efisiensi dan produktivitas dari aspek keuangan dan

perhitungan cost recovery serta unit cost melalui analisa biaya

( http://www.corvetteforum.net/c5/fatmawati/selayang.shtml , diakses tanggal 18 Desember 2011)

Tabel 4.3 Temuan Kasus Di Rumah Sakit (2)

No Indikator

Nama Rumah Sakit

RSU dr. Karyadi Semarang

RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

1. Efektivitas Berdasarkan hasil penelitian Workshop Standar Pelayanan tentang “Analisis faktor-faktor Medik Ilmu Gizi Klinik RS.DR. yang berhubungan dengan kinerja Wahidin Sudirohusodo : kepala ruang rawat inap di rumah Penentuan Status Gizi ( Prof. dr. sakit dokter kariadi semarang Veni Hadju,Ph.D, Sp.GK ) tahun 2006 ” oleh Asri Sumiyati, penatalaksanaan Gizi pada Anak Program Pasca Sarjana UNDIP, & Penatalaksanaan gizi

pada ditemukan bahwa efektivitas penyakit

jantung pelayanan

oleh (Prof.Dr.dr.R.Satriono,M.Sc,Sp.A( tingkat pengetahuan, pendidikan, K),Sp.GK), Penatalaksanaan gizi motivasi, umur dan kinerja pada ibu hamil dan menyusui (dr. kolektif. Masih perlu peningkatan Hessil Harisawati,M.Kes,Sp.GK), efektivitas melalui peningkatan penatalaksanaan

dipengaruhi

gizi pada pembinaan dan pendidikan

penyakit endokrin metab dewasa

& Penatalaksanaan pada penyakit : http://eprints.undip.ac.id/15393/1 immune serta penatalaksanaan gizi /Asri_Sumiyati.pdf ,

Sumber

diakses pada kanker (dr. Agussalim tanggal 18 Desember 2011.

Bukhari,M.Med,Ph.D,Sp.GK), dan untuk kelompok B dengan materi: penatalaksanaan gizi klinik pada saluran cerna (Dr. dr. Johana Titus,MS,Sp.GK), penatalaksanaan parental nutrisi (dr. Salahuddin, Sp.An) penatalaksanaan enternal nutrisi. penatalaksanaan gizi klinik pada ginjal dan saluran kemih, penatalaksanaan gizi klinik pada saluran

nafas(dr. Haerani Rasyid,M.Kes,Sp.PD,KGH) serta Penatalaksanaan gizi klinik pada penyakit

infeksi tropis(HIV,Malaria,TB) ,penatalaksanaan gizi klinik pada perawatan intensif/perioperatif serta penatalaksanaan gizi pada penyakit infeksi tropis(HIV,Malaria,TB) ,penatalaksanaan gizi klinik pada perawatan intensif/perioperatif serta penatalaksanaan gizi pada penyakit

dr. Nurpudji A.Taslim,MPH,Sp.GK,

ketua bagian ilmu gizi

sekaligus

menutup

rangkaian kegiatan workshop standar pelayanan medik ilmu gizi klinik. (10RI_Mei11)

Dari penyelenggaraan workshop tersebut dapat dilihat bahwa tujuan untuk

membangun efektivitas pelayanan sebagai lembaga BLU terus diupayakan.

Sumber

: http://med.unhas.ac.id/index.php?li mitstart=56 , diakses tanggal 21 Desember 2011

2. Kecukupan Kecukupan pelayanan terhadap Pelayanan makanan di Rumah penderita HIV, dengan terapi Sakit merupakan bagian integral ARV guna meningkatkan akses seluruh sistem pelayanan di Rumah care terkendala karena kecukupan Sakit yang bertujuan untuk referensial yang rendah

mencapai k es em b uha n pas i e n Sumber:

w akt u s es i n gk at http://journal.unnes.ac.id/index.ph m ungki n s ehi n gga pemberian p/kemas/article/download/548/50 makanan harus memenuhi syarat

dal am

2 , diakses tanggal 18 Desember kebutuhan gizi dan harus dapat 2011

dikonsumsi habis oleh pasien. Kecukupan pelayanan dari sisi ini , masih sering kurang diperhatikan Sumber

: http://sangrelawan.blogspot.com/20 10/05/asupan-makanan-pada- pasien-rawat-inap.html ,

diakses tanggal 22 Desember 2011

3. Pemerataan Dr Kariadi menerima Sertifikat Akreditasi 16 Pelayanan. Dalam bidang pengembangan pelayanan telah dilakukan kegiatan sosial baik kepada pasien rutin juga kepada masyarakat di lingkungan RS

Dr.

Kariadi.

Pemerataan pelayanan yang dilakukan membawa citra baik Pemerataan pelayanan yang dilakukan membawa citra baik

18 Desember 2011

4. Responsivitas Sebagai rumah sakit pemerintah Penelitian ini dilaksanakan di Unit daerah yang telah menjadi Pelayanan Gawat Darurat ( UPGD BLU/BLUD menggunakan SPM )Rumah Sakit Dr. Wahidin yang telah ditetapkan oleh Sudirohusodo Makassar. Obyek pimpinan lembaga sesuai dengan pada penelitian ini adalah semua kewenangannya,

harus karyawan yang bertugas di UPGD memperhatikan

kualitas yang terdiri dari perawat, co-ass, pelayanannya, pemerataan, dan residen. dan dokter baik dokter kesetaraan layanan, biaya serta umum mau pun dokter spesialis. kemudahan untuk mendapatkan Jumlah informan ditetapkan dengan layanan Respect and caring: menggunakan teknik snow-ball. pelayanan

diberikan Metode pengambilan data yaitu : dilakukan dengan hormat, sopan (1) observasi, (2) wawancara dan penuh perhatian, Timelines: mendalam, (3) telaah dokumen. pelayanan diberikan tepat waktu. Hasil penelitian ini menunjukkan Standart ini telah dipenuhi oleh bahwa (1) organisasi / SDM di Unit RS Kariadi Semarang.

yang

Pelayanan Gawat Darurat baik Sumber :

dokter, dokter ahli / konsulen,

http://tinarbuka-aw.students-

residen, co – ass dan perawat blog.undip.ac.id/page/3/ , diakses tidak mempunyai komitmen

tanggal 18 Desember 2011. serta motivasi kerja, (2) sarana dan prasarana yang kurang memadai, (3) adanya dualisme kebudayaan yaitu antara budaya F – K UNHAS dan budaya RSWS. Maka dapat disimpulkan, bahwa akar permasalahannya

adalah pelanggaran terhadap penggunaan anggaran yang telah disusun di dalam Rencana Kerja dan anggaran Perusahaan ( RKAP ). Kesemuanya ini

menunjukkan rendahnya

emotional

intelligence dari pemimpin di RSWS, karena dampak dari pelanggaran terhadap RKAP tersebut

menyebabkan Rumah Sakit

Dr. wahidin Sudorohusodo kesulitan dalam mengelola keuangannya sehingga Dr. wahidin Sudorohusodo kesulitan dalam mengelola keuangannya sehingga

mengangkat pegawai kontrak, membayar para pemasok, membeli peralatan medis, obat – obatan, serta alat kesehatan lainnya.

Responsibiltas

yang rendah tergambar dari hasil penelitian, dan ini merupakan indikasi pelaksanaan

BLU bidang responsibilitas masih kurang baik

Sumber

: http://marsunhas.wordpress.com/20 08/05/31/penerapan-gagasan- melayani-dengan-hati-di-rumah- sakit-dr-wahidin-sudirohusodo- makassar/ , diakses tanggal 21

Desember 2011

5. Ketepatan RS Karyadi di Semarang. ... memberikan pelayanannya yang terbaik tanpa mempersoalkan hal-

ketepatan sasaran dll. Contoh

berita

Ketepatan

pelayanan : Dua pasien yang mengalami gejala penyakit kelainan hati atau atresia bilier seperti yang dialami Bilqis Anindya Pasha ini, masing- masing Putri Gracia Gambiran asal Minahasa Utara dan Melati alias Imel, balita asal Belawan, Medan….. Ketua tim cangkok hati Rumah Sakit Dokter Karyadi Semarang, Dr Hartantyo dalam keterangan pers Selasa (27/04/10) menyatakan, meski kedua pasien ini mengalami gejala kelainan sama seperti yang dialami Bilqis, namun belum tentu keduanya menderita atresia bilier. Tim dokter justru menduga, kedua bocah ini menderita kelainan liver stadium akhir, hingga perlu pelayanan : Dua pasien yang mengalami gejala penyakit kelainan hati atau atresia bilier seperti yang dialami Bilqis Anindya Pasha ini, masing- masing Putri Gracia Gambiran asal Minahasa Utara dan Melati alias Imel, balita asal Belawan, Medan….. Ketua tim cangkok hati Rumah Sakit Dokter Karyadi Semarang, Dr Hartantyo dalam keterangan pers Selasa (27/04/10) menyatakan, meski kedua pasien ini mengalami gejala kelainan sama seperti yang dialami Bilqis, namun belum tentu keduanya menderita atresia bilier. Tim dokter justru menduga, kedua bocah ini menderita kelainan liver stadium akhir, hingga perlu

kemungkinan

pengalihan dana dari Departemen Kesehatan yang dulu sempat dialokasikan untuk operasi Bilqis. Sumber

http://www.indosiar.com/fokus/du a-penderita-dirawat-di-rs- karyadi_85640.html ,

diakses

tanggal 18 Desember 2011.

Apabila dijabarkan maka temuan kasus di kedua Rumah Sakit diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Untuk indikator efektivitas yaitu yang terkait dengan tingkat pencapaian hasil yang diinginkan di RS. Dr. Karyadi baru masuk pada kategori cukup, sehingga masih perlu peningkatan melalui pembinaaan bagi seluruh komponen yang ada dalam Rumah sakit.

2) Untuk indikator pemerataan. Aspek pemerataan pelayanan berhasil dilakukan dengan baik terbukti telah menjadikan RS. dr. Karyadi sebagai pemegang manajemen jaminan kesehatan terbaik. Tidak tersedia data untuk indikator ini di RS. dr. WS.

3) Untuk indikator kecukupan di RS. dr. Karyadi masih rendah dalam hal kecukupan referensi. Untuk RS. dr. WS kecukupan pelayanan masih kurang diperhatikan.

4) Untuk indikator responsivitas di RSU dr. Karyadi telah dapat dipenuhi dengan baik standar layanan respect and caring serta timeliness. Di RS dr. WS masih terdapat emotional intelligence yang rendah dari pemimpin di RSWS, karena dampak dari pelanggaran terhadap RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan) menyebabkan Rumah Sakit dr. WS kesulitan dalam mengelola keuangannya sehingga menyebabkan anggaran berkurang baik untuk membayar uang jasa medis, mengangkat pegawai kontrak, membayar para pemasok, membeli peralatan medis, obat – obatan, serta alat kesehatan lainnya. ( http://marsunhas.wordpress.com/2008/05/31/penerapan-gagasan-melayani- dengan-hati-di-rumah-sakit-dr-wahidin-sudirohusodo-makassar/ )

diakses tanggal 21 Desember 2011.