PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJAAN K
PENGARUH TINGKAT PENGETAHUAN, PEKERJAAN, KETERPAPARAN
MEDIA MASSA TENTANG KB dan KEPUTUSAN UNTUK MEMBATASI
ANAK TERHADAP PROPORSI WANITA USIA SUBUR YANG TIDAK
MENGGUNAKAN KB DI INDONESIA
(dibuat untuk memenuhi tugas papper Analisis Regresi)
DOSEN PEMBIMBING : Bapak Agung Priyo Utomo S.Si., M.T.
OLEH :
Tsuraya Mumtaz (13.7893)
Dina Atika Rahmawati (13.7585)
Andri Setyono (13.7489)
Naufal Asykarulloh (13.7744)
3SK4
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA 2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Over population (Kelebihan penduduk) adalah keadaan wilayah
tertentu selama waktu yang terbatas, dimana bahan-bahan keperluan hidup
tidak mencukupi kebutuhan wilayah tersebut secara layak. Kondisi ini dapat
berakibat buruk bagi kelangsungan hidup penduduk di wilayah yang
bersangkutan. Dengan adanya overpopulation, maka penduduk akan
memperoleh kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok hidupnya dan
nantinya akan berindikasi pada standar hidup yang rendah.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami masalah
tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil Sensus Penduduk 2010
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia
sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa. Sementara
pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduknya kembali meningkat
hingga mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk di Indonesia masih cukup tinggi. Dengan angka ini,
Indonesia bahkan mampu menduduki peringkat ke-4 Negara dengan jumlah
penduduk tebanyak di dunia setelah Cina dengan 1,355 miliar jiwa, India
1,236 miliar jiwa, dan Amerika Serikat dengan 318.892 juta jiwa.
Dengan statusnya yang masih sebagai Negara yang sedang
berkembang, tingginya jumlah penduduk tersebut jelas menjadi masalah yang
harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia agar dapat menjalankan
program-program pembangunan dengan lebih baik. Ada banyak factor yang
menjadi penyebab terjadinya masalah ini diantaranya adalah peningkatan
angka kelahiran, menurunnya angka kematian, kurangnya pendidikan,
pengaruh budaya dan lingkungan, dan masih banyak lagi. Peningkatan angka
kelahiran merupakan salah satu factor yang paling signifikan berpengaruh.
Peningkatan angka kelahiran ini dapat tercermin dari angka TFR Indonesia
yang mencapai 2,6 , dimana angka tersebut berada diatas rata-rata TFR untuk
Negara ASEAN yaitu sebesar 2,4.
Dalam
pemerintah
rangka
Indonesia
menyelesaikan
telah
masalah
melakukan
upaya
pertumbuhan
nyata
yaitu
tersebut,
dengan
menggalakan progam KB atau Keluarga Berencana. Menurut Undang-Undang
Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan
keluaga berkualitas.
Salah satu cara yang paling efektif dalam menyokong keberhasilan
program pengaturan kehamilan dalam KB adalah dengan peraturan pengunaan
alat kontrasepsi bagi seluruh wanita usia subur yang sudah menikah. Hingga
saat ini, sudah terdapat cukup banyak jenis alat kontrasepsi yang dapat
digunakan, diantaranya adalah pil KB, suntik KB, IUD atau Spiral, Kondom,
Susuk atau Norplant, Vagina Diafragma, Spermatisida, Cervical Cap dll.
Di Indonesia sendiri, jumlah wanita usia subur yang menggunakan
alat kontrasepsi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Riskesdas pada Tahun 2013, cakupan KB aktif secara
nasional adalah sebesar 75,88%. Dimana dari 33 provinsi, ada 15 provinsi
yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional. Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70% sementara
provinsi Papua adalah provinsi dengan cakupan terendah yaitu hanya sebesar
67,15%.
Meskipun cakupan KB aktif secara nasional telah menunjukkan angka
yang cukup tinggi, namun sampai dengan tahun 2013 lalu, masih terdapat
lebih dari 25% wanita usia subur yang pernah menggunakan KB namun tidak
menggunakanya lagi dan lebih dari 15% wanita usia subur (yang pernah
kawin) yang tidak pernah menggunakan KB semasa hidupnya. Hal ini tentu
menjadi masalah bagi keberhasilan program KB itu sendiri. Karena semakin
banyak wanita usia subur yang tidak menggunakan alat kontraspsi, maka
tingkat fertilitas akan semakin sulit dikendalikan dan masalah overpopulation
akan terus melanda.
Berdasarkan hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
yang dilakukan oleh BPS, beberapa alasan yang dikemukakan oleh kelompok
perempuan usia 10-49 tahun berstatus kawin yang menjawab tidak pernah
sama sekali menggunakan KB atau menjawab pernah tapi tidak menggunakan
lagi adalah : dilarang pasangan, kekurangan pengetahuan, kekurangan akses,
dilarang agama, mahal, sulit diperloleh, belum mempunyai anak, ingin punya
anak, takut efek samping, tidak menginginkan, keterpaparan media massa
tentang keluarga berencana dan tidak perlu lagi menggunakan alat
kontrasepsi.
Dari sekian banyak alasan di atas menurut kami terdapat alasan yng
paling berpengaruh yaitu pengetahuan. Banyak perempuan yang mengalami
kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi karena terbatasnya
pengetahuan tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi. Tidak
ada satupun metoda kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien. Oleh
karena itu berbagai faktor harus dipertimbangkan baik mengenai keuntungan
maupun efek samping dari pemakaian kontrasepsi.
Nilai dan keinginan memiliki anak biasanya dinyatakan dengan jumlah
anak ideal yang diputuskan oleh pasangan untuk dimilikinya, hal ini ini sangat
subjektif karena berkaitan dengan masalah ekonomi, penambahan keuntungan
orang tua dan biaya serta manfaat dari anak tersebut. Perkembangan tingkat
sosial ekonomi, urbanisasi, tuntutan untuk memperkerjakan anak, jaminan
ekonomi di usia tua,biaya membesarkan anak, tingkat kematian bayi, tingkat
pendidikan, status wanita, struktur keluarga, tanggung jawab orang tua dan
agama yang dianut merupakan contoh dari faktor penentu yang dapat
mempengaruhi nilai anak dan keinginan anak di tingkat masyarakat maupun
di tingkat keluarga. Bagaimanapun keinginan anak dipengaruhi oleh
ketersediaan keluarga berencana. Penelitian yang dilakukan oleh Pastuty
(2005) menyebutkan bahwa terdapat hubungan paritas dengan pemakaian
metode kontrasepsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dijelaskan
semakin tinggi anak yang pernah dilahirkan maka akan memberikan peluang
lebih banyak keinginan ibu untuk membatasi kelahiran. Jumlah anak juga
akan mempengaruhi sikap terhadap keluarga berencana.
Selain itu, perempuan yang bekerja dan ikut berpartisipasi dalam
menyumbang sumber perekonomian keluarga cenderung lebih mengatur
kesuburannya, dengan memiliki satu anak atau bahkan tidak sama sekali,
persaingan dalam karir dan pekerjaan bahkan kebijakan dari tempat kerja
membuat mereka memilih untuk tidak mempunyai anak, sehingga mereka
harus memilih kontrasepsi yang paling efektif dan berlangsung dalam waktu
yang lama.
Dan alasan terakhir yang juga berpengaruh besar dalam pengambilan
keputusan wanita usia subur untuk menggunakan alat kontrasepsi adalah
keterpaapran media massa seorang wanita terhadap keluarag berencana (KB).
Semakin besar informasi media massa tentang pentingnya keluarga berencana
dan manfaat apa saja yang diperoleh dari menerapkan program keluarga
berencana maka semakin besar wanita untuk memutuskan menggunakan alat
kontrasepsi.
Oleh karena itu, pada penelitian ini kami akan memfokuskan pada
empat variable yang kami anggap dapat memepengaruhi proporsi wanita usia
subur yang tidak menggunakan KB dengan melihat bagaimana hubungan tiga
varibel bisa mempengaruhi proporsi wanita yang tidak menggunakan KB.
Y
X1
= persentase wanita usia subur yang tidak menggunakan KB
= persentase wanita usia subur yang memiliki pengetahuan
X2
X3
tentang KB
= persentase wanita usia subur yang bekerja
= persentase wanita usia subur yang terkena paparan media
massa tentang keluarga berencana
X4
= persentase wanita usia subur yang membatasi jumlah anak
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat multikolinieritas diantara variable bebas
2. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak memiliki
pengetahuan tentang KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak
menggunakan KB
3. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak diizinkan
suami untuk menggunakan KB terhadap proporsi wanita usia subur yang
tidak menggunakan KB
4. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak memiliki akses
KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak menggunakan KB
5. Bagaiamana pengaruh ketiga variabel ( proporsi wanita usia subur yang
tidak memiliki pengetahuan tentang KB, proporsi wanita usia subur yang
tidak diizinkan suami untuk menggunakan KB dan proporsi , wanita usia
subur yang tidak memiliki akses KB ) terhadap proporsi wanita usia subur
yang tidak menggunakan KB
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengidentifikasi hubungan proporsi wanita usia subur yang tidak
memiliki pengetahuan tentang KB terhadap proporsi wanita usia subur
yang tidak menggunakan KB
2. Untuk mengetahui pengaruh proporsi wanita usia subur yang tidak
diizinkan suami untuk menggunakan KB terhadap proporsi wanita usia
subur yang tidak menggunakan KB
3. Untuk mengetahui pengaruh proporsi wanita usia subur yang tidak
memiliki akses KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak
menggunakan KB
II.
KAJIAN TEORI
2.1
Kerangka Teoritis
2.1.1 Konsep Pengetahuan
Menurut Bloom, Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Sementara menurut Mubarok (2007), Pengetahuan adalah hasil
mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah
dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah
orang malakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seseorang akan
cenderung membernarkan sesuatu dengan berpegang pada keyakinan dan
kepercayaan dirinya. Ketika seseorang membentuk pengetahuan, seseorang
tersebut berarti telah membentuk pemahan atas situasi atau objek yang baru
dengan berlandas atas apa yang dia yakini. Oleh karena itu, Pengetahuan
merupakan domain yang paling penting dalam menentukan tindakan yang
akan dilakukan oleh seseorang (Overt behavior).
Dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan
seorang wanita usia subur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
keberadaan alat kontrasepsi, baik jenis, cara penggunaan maupun manfaat
penggunaannya. Seorang wanita usia subur dikatakan ‘tahu’ apabila Ia
setidaknya pernah merasakan keberadaan alat kontrasepsi tersebut dengan
indera yang dimilikinya, seperti pengelihatan, pendengaran dll.
Dengan berlandas pada konsep Overt behavior yang telah dijelaskan
diatas, maka pengetahuan wanita usia subur akan alat kontrasepsi kami
perkirakan
akan
mempengaruhi
keputusan
wanita
tersebut
dalam
menentukan untuk menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Asumsi ini juga
diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kedua
variabel tersebut diatas saling berhubungan.
Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Rinda Ika
Maiharti dan Kuspriyanto, dalam jurnalnya yang berjudul “Hubungan
Tingkat Pengetahuan, Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan
Metode Kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dan Kecamatan Jatirogo
Kabupaten Tuban”, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan metode
kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dan Jatirogo.
2.1.2 Konsep Wanita Bekerja
Menurut Labor Force Consept, yang digolongkan bekerja adalah
mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa
dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka
bekerja penuh maupun tidak.
Menurut Omas Ihromi, wanita pekerja adalah mereka yang hasil
karyanya akan mendapat imbalan uang. Meskipun imbalan tersebut tidak
langsung diterimanya. Ciri-ciri dari wanita pekerja inilah ditekankan pada
hasil berupa imbalan keuangan, pekerjaannya tidak harus ikut dengan orang
lain ia bias bekerja sendiri yang terpenting dari hasil pekerjaannya
menghasilkan uang dan keudukannya bias lebih tinggi dan lebih rendah dari
wanita karir , seperti wanita yang terlibat dalam perdagangan
Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), wanita
yang bekerja mempunyai fertilitas sedikit lebih tinggi disbanding wanita yang
tidak bekerja (2,5 dibanding 2,3 anak), dan pengaruh pekerjaan terhadap
fertilitas signifikan (p
MEDIA MASSA TENTANG KB dan KEPUTUSAN UNTUK MEMBATASI
ANAK TERHADAP PROPORSI WANITA USIA SUBUR YANG TIDAK
MENGGUNAKAN KB DI INDONESIA
(dibuat untuk memenuhi tugas papper Analisis Regresi)
DOSEN PEMBIMBING : Bapak Agung Priyo Utomo S.Si., M.T.
OLEH :
Tsuraya Mumtaz (13.7893)
Dina Atika Rahmawati (13.7585)
Andri Setyono (13.7489)
Naufal Asykarulloh (13.7744)
3SK4
SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK
JAKARTA 2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Over population (Kelebihan penduduk) adalah keadaan wilayah
tertentu selama waktu yang terbatas, dimana bahan-bahan keperluan hidup
tidak mencukupi kebutuhan wilayah tersebut secara layak. Kondisi ini dapat
berakibat buruk bagi kelangsungan hidup penduduk di wilayah yang
bersangkutan. Dengan adanya overpopulation, maka penduduk akan
memperoleh kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan pokok hidupnya dan
nantinya akan berindikasi pada standar hidup yang rendah.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang mengalami masalah
tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil Sensus Penduduk 2010
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia
sampai dengan tahun 2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa. Sementara
pada tahun 2015 diperkirakan jumlah penduduknya kembali meningkat
hingga mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan penduduk di Indonesia masih cukup tinggi. Dengan angka ini,
Indonesia bahkan mampu menduduki peringkat ke-4 Negara dengan jumlah
penduduk tebanyak di dunia setelah Cina dengan 1,355 miliar jiwa, India
1,236 miliar jiwa, dan Amerika Serikat dengan 318.892 juta jiwa.
Dengan statusnya yang masih sebagai Negara yang sedang
berkembang, tingginya jumlah penduduk tersebut jelas menjadi masalah yang
harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia agar dapat menjalankan
program-program pembangunan dengan lebih baik. Ada banyak factor yang
menjadi penyebab terjadinya masalah ini diantaranya adalah peningkatan
angka kelahiran, menurunnya angka kematian, kurangnya pendidikan,
pengaruh budaya dan lingkungan, dan masih banyak lagi. Peningkatan angka
kelahiran merupakan salah satu factor yang paling signifikan berpengaruh.
Peningkatan angka kelahiran ini dapat tercermin dari angka TFR Indonesia
yang mencapai 2,6 , dimana angka tersebut berada diatas rata-rata TFR untuk
Negara ASEAN yaitu sebesar 2,4.
Dalam
pemerintah
rangka
Indonesia
menyelesaikan
telah
masalah
melakukan
upaya
pertumbuhan
nyata
yaitu
tersebut,
dengan
menggalakan progam KB atau Keluarga Berencana. Menurut Undang-Undang
Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan
keluaga berkualitas.
Salah satu cara yang paling efektif dalam menyokong keberhasilan
program pengaturan kehamilan dalam KB adalah dengan peraturan pengunaan
alat kontrasepsi bagi seluruh wanita usia subur yang sudah menikah. Hingga
saat ini, sudah terdapat cukup banyak jenis alat kontrasepsi yang dapat
digunakan, diantaranya adalah pil KB, suntik KB, IUD atau Spiral, Kondom,
Susuk atau Norplant, Vagina Diafragma, Spermatisida, Cervical Cap dll.
Di Indonesia sendiri, jumlah wanita usia subur yang menggunakan
alat kontrasepsi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Riskesdas pada Tahun 2013, cakupan KB aktif secara
nasional adalah sebesar 75,88%. Dimana dari 33 provinsi, ada 15 provinsi
yang cakupannya masih berada dibawah cakupan nasional. Provinsi Bengkulu
merupakan provinsi dengan cakupan tertinggi sebesar 87,70% sementara
provinsi Papua adalah provinsi dengan cakupan terendah yaitu hanya sebesar
67,15%.
Meskipun cakupan KB aktif secara nasional telah menunjukkan angka
yang cukup tinggi, namun sampai dengan tahun 2013 lalu, masih terdapat
lebih dari 25% wanita usia subur yang pernah menggunakan KB namun tidak
menggunakanya lagi dan lebih dari 15% wanita usia subur (yang pernah
kawin) yang tidak pernah menggunakan KB semasa hidupnya. Hal ini tentu
menjadi masalah bagi keberhasilan program KB itu sendiri. Karena semakin
banyak wanita usia subur yang tidak menggunakan alat kontraspsi, maka
tingkat fertilitas akan semakin sulit dikendalikan dan masalah overpopulation
akan terus melanda.
Berdasarkan hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
yang dilakukan oleh BPS, beberapa alasan yang dikemukakan oleh kelompok
perempuan usia 10-49 tahun berstatus kawin yang menjawab tidak pernah
sama sekali menggunakan KB atau menjawab pernah tapi tidak menggunakan
lagi adalah : dilarang pasangan, kekurangan pengetahuan, kekurangan akses,
dilarang agama, mahal, sulit diperloleh, belum mempunyai anak, ingin punya
anak, takut efek samping, tidak menginginkan, keterpaparan media massa
tentang keluarga berencana dan tidak perlu lagi menggunakan alat
kontrasepsi.
Dari sekian banyak alasan di atas menurut kami terdapat alasan yng
paling berpengaruh yaitu pengetahuan. Banyak perempuan yang mengalami
kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi karena terbatasnya
pengetahuan tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi. Tidak
ada satupun metoda kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien. Oleh
karena itu berbagai faktor harus dipertimbangkan baik mengenai keuntungan
maupun efek samping dari pemakaian kontrasepsi.
Nilai dan keinginan memiliki anak biasanya dinyatakan dengan jumlah
anak ideal yang diputuskan oleh pasangan untuk dimilikinya, hal ini ini sangat
subjektif karena berkaitan dengan masalah ekonomi, penambahan keuntungan
orang tua dan biaya serta manfaat dari anak tersebut. Perkembangan tingkat
sosial ekonomi, urbanisasi, tuntutan untuk memperkerjakan anak, jaminan
ekonomi di usia tua,biaya membesarkan anak, tingkat kematian bayi, tingkat
pendidikan, status wanita, struktur keluarga, tanggung jawab orang tua dan
agama yang dianut merupakan contoh dari faktor penentu yang dapat
mempengaruhi nilai anak dan keinginan anak di tingkat masyarakat maupun
di tingkat keluarga. Bagaimanapun keinginan anak dipengaruhi oleh
ketersediaan keluarga berencana. Penelitian yang dilakukan oleh Pastuty
(2005) menyebutkan bahwa terdapat hubungan paritas dengan pemakaian
metode kontrasepsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dijelaskan
semakin tinggi anak yang pernah dilahirkan maka akan memberikan peluang
lebih banyak keinginan ibu untuk membatasi kelahiran. Jumlah anak juga
akan mempengaruhi sikap terhadap keluarga berencana.
Selain itu, perempuan yang bekerja dan ikut berpartisipasi dalam
menyumbang sumber perekonomian keluarga cenderung lebih mengatur
kesuburannya, dengan memiliki satu anak atau bahkan tidak sama sekali,
persaingan dalam karir dan pekerjaan bahkan kebijakan dari tempat kerja
membuat mereka memilih untuk tidak mempunyai anak, sehingga mereka
harus memilih kontrasepsi yang paling efektif dan berlangsung dalam waktu
yang lama.
Dan alasan terakhir yang juga berpengaruh besar dalam pengambilan
keputusan wanita usia subur untuk menggunakan alat kontrasepsi adalah
keterpaapran media massa seorang wanita terhadap keluarag berencana (KB).
Semakin besar informasi media massa tentang pentingnya keluarga berencana
dan manfaat apa saja yang diperoleh dari menerapkan program keluarga
berencana maka semakin besar wanita untuk memutuskan menggunakan alat
kontrasepsi.
Oleh karena itu, pada penelitian ini kami akan memfokuskan pada
empat variable yang kami anggap dapat memepengaruhi proporsi wanita usia
subur yang tidak menggunakan KB dengan melihat bagaimana hubungan tiga
varibel bisa mempengaruhi proporsi wanita yang tidak menggunakan KB.
Y
X1
= persentase wanita usia subur yang tidak menggunakan KB
= persentase wanita usia subur yang memiliki pengetahuan
X2
X3
tentang KB
= persentase wanita usia subur yang bekerja
= persentase wanita usia subur yang terkena paparan media
massa tentang keluarga berencana
X4
= persentase wanita usia subur yang membatasi jumlah anak
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah terdapat multikolinieritas diantara variable bebas
2. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak memiliki
pengetahuan tentang KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak
menggunakan KB
3. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak diizinkan
suami untuk menggunakan KB terhadap proporsi wanita usia subur yang
tidak menggunakan KB
4. Bagaimana pengaruh variabel wanita usia subur yang tidak memiliki akses
KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak menggunakan KB
5. Bagaiamana pengaruh ketiga variabel ( proporsi wanita usia subur yang
tidak memiliki pengetahuan tentang KB, proporsi wanita usia subur yang
tidak diizinkan suami untuk menggunakan KB dan proporsi , wanita usia
subur yang tidak memiliki akses KB ) terhadap proporsi wanita usia subur
yang tidak menggunakan KB
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengidentifikasi hubungan proporsi wanita usia subur yang tidak
memiliki pengetahuan tentang KB terhadap proporsi wanita usia subur
yang tidak menggunakan KB
2. Untuk mengetahui pengaruh proporsi wanita usia subur yang tidak
diizinkan suami untuk menggunakan KB terhadap proporsi wanita usia
subur yang tidak menggunakan KB
3. Untuk mengetahui pengaruh proporsi wanita usia subur yang tidak
memiliki akses KB terhadap proporsi wanita usia subur yang tidak
menggunakan KB
II.
KAJIAN TEORI
2.1
Kerangka Teoritis
2.1.1 Konsep Pengetahuan
Menurut Bloom, Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Sementara menurut Mubarok (2007), Pengetahuan adalah hasil
mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah
dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah
orang malakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seseorang akan
cenderung membernarkan sesuatu dengan berpegang pada keyakinan dan
kepercayaan dirinya. Ketika seseorang membentuk pengetahuan, seseorang
tersebut berarti telah membentuk pemahan atas situasi atau objek yang baru
dengan berlandas atas apa yang dia yakini. Oleh karena itu, Pengetahuan
merupakan domain yang paling penting dalam menentukan tindakan yang
akan dilakukan oleh seseorang (Overt behavior).
Dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan
seorang wanita usia subur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
keberadaan alat kontrasepsi, baik jenis, cara penggunaan maupun manfaat
penggunaannya. Seorang wanita usia subur dikatakan ‘tahu’ apabila Ia
setidaknya pernah merasakan keberadaan alat kontrasepsi tersebut dengan
indera yang dimilikinya, seperti pengelihatan, pendengaran dll.
Dengan berlandas pada konsep Overt behavior yang telah dijelaskan
diatas, maka pengetahuan wanita usia subur akan alat kontrasepsi kami
perkirakan
akan
mempengaruhi
keputusan
wanita
tersebut
dalam
menentukan untuk menggunakan alat kontrasepsi atau tidak. Asumsi ini juga
diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kedua
variabel tersebut diatas saling berhubungan.
Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Rinda Ika
Maiharti dan Kuspriyanto, dalam jurnalnya yang berjudul “Hubungan
Tingkat Pengetahuan, Pendidikan dan Pendapatan dengan Penggunaan
Metode Kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dan Kecamatan Jatirogo
Kabupaten Tuban”, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan metode
kontrasepsi pada PUS di Kecamatan Jenu dan Jatirogo.
2.1.2 Konsep Wanita Bekerja
Menurut Labor Force Consept, yang digolongkan bekerja adalah
mereka yang melakukan pekerjaan untuk menghasilkan barang atau jasa
dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan, baik mereka
bekerja penuh maupun tidak.
Menurut Omas Ihromi, wanita pekerja adalah mereka yang hasil
karyanya akan mendapat imbalan uang. Meskipun imbalan tersebut tidak
langsung diterimanya. Ciri-ciri dari wanita pekerja inilah ditekankan pada
hasil berupa imbalan keuangan, pekerjaannya tidak harus ikut dengan orang
lain ia bias bekerja sendiri yang terpenting dari hasil pekerjaannya
menghasilkan uang dan keudukannya bias lebih tinggi dan lebih rendah dari
wanita karir , seperti wanita yang terlibat dalam perdagangan
Berdasarkan hasil penelitian Muchtar dan Purnomo (2009), wanita
yang bekerja mempunyai fertilitas sedikit lebih tinggi disbanding wanita yang
tidak bekerja (2,5 dibanding 2,3 anak), dan pengaruh pekerjaan terhadap
fertilitas signifikan (p