PERANAN TUTOR DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN OTOMOTIF REMAJA PUTUS SEKOLAH MELALUI PELATIHAN DI PANTI PELAYANAN SOSIAL ANAK “WIRA ADHI KARYA” UNGARAN

(1)

PERANAN TUTOR DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN OTOMOTIF REMAJA PUTUS SEKOLAH MELALUI PELATIHAN DI

PANTI PELAYANAN SOSIAL ANAK “WIRA ADHI KARYA” UNGARAN

SKRIPSI

Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata I untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Daniar Putri Savira 1201413085

JURUSAN PENDIDIKAN NONFORMAL FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

1. Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon. (R.A Kartini)

2. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan selama ada komitmen bersama untuk menyelesaikannya. (Daniar PS)

PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tua saya, atas do’a kasih sayang serta perhatian yang tiada

hentinya.

2. Adikku Fadhilah Putri Savira yang selalu mendoakan kakaknya.

3. Sahabatku Wahyu Trisnawati, Rizki Nur Utami, Siti Nur afifah dan Eka Hidayatun Najah sahabatyang selalu berbagi keceriaan, suka dan duka, semangat, bantuan, dan doanya selama ini..

4. Teman seperjuangan PLS UNNES angkatan 2013 yang sudah banyak memberikan banyak perjalanan hidup dan kenangan yang indah.

5. Almamaterku Jurusan Pendidikan Nonformal, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang bermanfaat.


(6)

vi

Pendidikan Nonformal, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing oleh Dr. Amin Yusuf, M.Pd dan Dr. S. Edy Mulyono, M. Si

Kata Kunci: Peranan tutor, Pelatihan, Keterampilan Otomotif

Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran merupakan lembaga yang membina dan menintadklanjuti para remaja putus sekolah dengan membekali keterampilan otomotif melalui pelatihan untuk hidupnya kelak. Berbicara mengenai pelatihan, maka tidak akan terlepas dari peranan tutor yang membantu mengembangkan keterampilan otomotif remaja putus sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan tutor dalam pelatihan dan mendeskripsikan hasil keterampilan remaja putus sekolah melalui pelatihan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian berjumlah 11 informan. Penggumpulan data yang digunakan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Trianggulasi dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber dan teknik. Prosedur analisis data yang digunakan adalah pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan pengambilan keputusan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan tutor dalam pelatihan sudah baik karena tutor menjalankan perannya sebagai informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, mediator dan evaluasi. Hasil keterampilan yang di dapat oleh Penerima Manfaat dari pelatihan otomotif ditandai dengan adanya persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas yang sudah terampil dan mahir dalam mempraktekan otomotif. Hambatan tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif Penerima Manfaat adalah tutor menjumpai Penerima Manfaat yang sulit menerima materi tertentu, motivasi rendah dan fasilitas yang kurang memadai.

Simpulan dari penelitian peranan tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran yang mendukung dalam pengembangan keterampilan otomotif Penerima Manfaat adalah peranan sebagai informator, organisator, motivator dan mediator adapun peranan tutor yang masih kurang adalah sebagai fasilitator. Keterampilan yang dimiliki Penerima Manfaat sudah pada tahap terampil dan mahir dalam bidang otomotif. Hambatan tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif adalah Penerima Manfaat yang sulit menerima materi, kurang motivasi dan kurangnya fasilitas. Saran yang diberikan guna mengatasi masalah tersebut sebaiknya tutor melengkapi fasilitas dan sumber belajar guna menunjang pelatihan, serta mengadakan pelatihan untuk tutor, dan penerima manfaat yang belum berkembang keterampilannya untuk menambah jam pelatihan jika dirasa kurang.


(7)

vii

senantiasa melimpahkan rizki, rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Peranan Tutor Dalam Mengembangkan Keterampilan Otomotif Remaja Putus Sekolah Melalui Pelatihan Di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran” sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh, karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

2. Dr. Utsman, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin dan persetujuan terhadap judul skripsi yang penulis ajukan.

3. Dr. Amin Yusuf, M.Si dan Dr. S. Edy Mulyono, S.Pd., M.Si sebagai Dosen Pembimbing 1 dan Dosen Pembimbing 2 yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, kemudahan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan bai

4. Dra. Vetriza Fatimah selaku Kepala Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.


(8)

viii

6. Keluarga yang selalu memberi semangat, doa, dan perhatian yang tiada hentinya.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberi banyak dukungan, motivasi, dan bantuan yang penulis butuhkan selama proses penyusunan skripsi.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua yang memerlukan.

Semarang, 12 Juni 2017 Penulis


(9)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ... ...iii

PERNYATAAN ...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v

ABSTRAK ... ...vi

KATA PENGANTAR ... ..vii

DAFTAR ISI ... ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... ..xii

DAFTAR LAMPIRAN………..xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ... .1

1.2 Rumusan Masalah ...11

1.3 Tujuan Penelitian ...12

1.4 Manfaat Penelitian ...12

1.5 Batasan Istilah ...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

2.1 Peranan ... 17

2.2 Konsep Tutor ... 20

2.3 Keterampilan Otomotif ... 28


(10)

x

2.8 Panti Sosia ... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

3.1 Pendekatan Penelitian ... 56

3.2 Lokasi Penelitian ... 57

3.3 Fokus Penelitian ... 57

3.4 Subyek Penelitian ... 58

3.5 Sumber Data ... 58

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.7 Keabsahan Data ... 63

3.8 Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 69

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 69

4.2 Hasil Penelitian ... 78

4.3 Pembahasan ...114

BAB V PENUTUP ...139

5.1 Simpulan ...139

5.2 Saran ...140

DAFTAR PUSTAKA ...142


(11)

xi

2. Tabel 4.2 Daftar pegawai PPSA “Wira Adhi Karya” Ungaran tahun 2017 ... 76


(12)

xii

2. Gambar 3.1 Skema Trianggulasi Sumber ... 64

3. Gambar 3.2 Skeman trianggulasi teknik ... 65

4. Gambar 4.3 Langkah-langkah analisis data ... 68


(13)

xiii

1. Lampiran 1: Hasil Observasi Gambaran Umum………..145

2. Lampiran 2: Hasil Observasi Tutor ...147

3. Lampiran 3: Kisi-kisi Instrumen Penelitian ...151

4. Lampiran 4: Pedoman Wawancara ...161

5. Lampiran 5: Hasil wawancara ...175

6. Lampiran 6: Foto-foto dokumentasi...278

7. Lampiran 7: Catatan Lapangan ...283

8. Lampiran 8: Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing ...293

9. Lampiran 9: Surat ijin Pelaksanaan Penelitian...294


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer, dimana pada masa sekarang ini pendidikan sangat penting perananya. Pendidikan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan setiap manusia di Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan berperan aktif di dalamnya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan bernegara (Sutarto, 2007:1).

Orang-orang berlomba untuk dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin untuk mengejar teknologi yang semakin canggih. Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak di suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun kondisi ekonomi. Apalagi sekarang ini memasuki era globalisasi, kalau tidak mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dan mempunyai keterampilan yang cukup, akan susah mencari pekerjaan di zaman sekarang ini. Oleh karena itu, di setiap benak orang tua bercita-cita menyekolahkan anak mereka supaya berpikir lebih baik serta yang


(15)

paling utama adalah sekolah dapat mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan profesinya.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan di era globalisasi, usaha mencerdaskan kehidupan bangsa ini ternyata tidak semudah seperti yang dibayangkan. Pada era globalisasi sekarang ini terdapat serangkaian permasalahan yang muncul dengan cepat, seiring dengan perkembangan jaman seperti perkembangan teknologi, modernisasi, perkembangan ekonomi serta di bidang pendidikan. Sayangnya dari berbagai cita-cita yang kita impikan dari sistem pendidikan di Indonesia masih banyak sekali masalah yang menjadi penghambat. Salah satu penghambat dalam pembangunan pendidikan yaitu adanya remaja yang mengalami putus sekolah, ini merupakan faktor penghambat sekaligus menjadi masalah bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Remaja merupakan masa transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, dimana seseorang mencari jati diri untuk pembentukan karakter, budi pekerti dan kepribadian untuk membekali masa depan mereka agar dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Itariyani (2013:10) Remaja putus sekolah adalah terlantarnya remaja dari sebuah lembaga pendidikan formal atau remaja yang tidak dapat melanjutkan atau berhenti sekolah sebelum tamat pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang disebabkan oleh beberapa faktor.

Masalah pendidikan bagi seorang anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari persoalan mencerdaskan anak bangsa. Program wajib belajar sembilan tahun yang didukung oleh pembangunan infrastruktur sekolah adalah


(16)

program sektor pendidikan yang diberikan oleh pemerintah diakui belum cukup sukses. Tidaklah mudah untuk merealisasikan pendidikan khususnya menuntaskan wajib belajar 9 tahun. Hal ini terlihat masih banyak masalah di bidang pendidikan diantaranya anak putus sekolah dan ketidakmampuan untuk meneruskan sekolah kejenjang yang lebih tinggi merupakan hal yang paling banyak menjadi sorotan dalam dunia pendidikan.

Masalah sumber daya manusia yang tidak berkualitas didukung dengan pernyataan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa angka putus sekolah di negara Indonesia termasuk tinggi. Setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak sekolah tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.Salah satu penyebabnya adalah biaya pendidikan yang mahal dan keterbatasan ekonomi( http://www.Kompasiana.id/24/6/2015-tingginya-angka-putus sekolah.html. diakses pada tanggal 5 januari 2017). Kondisi ekonomi yang memprihatinkan menjadi faktor dominan dalam putus sekolah.

Kondisi ekonomi masyarakat, tentu saja berbeda tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai. Disadari bahawa kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan dan menyelesaikannya. Besarnya biaya pendidikan juga membuat para orang tua tidak mampu membayarkan sekolah anaknya. Jelas bahwa kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung yang paling besar kelanjutan pendidikan anak, sebab pendidikan juga membutuhkan dana besar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Krina Dewi (dalam jurnal ekonomi Vol :4 No:1 Tahun 2004) mengenai Analisis faktor-faktor penyebab


(17)

anak putus sekolah membuktikan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya putus sekolah khususnya pada jenjang pendidikan dasar yaitu, faktor ekonomi, minat untuk bersekolah rendah, perhatian orang tua yang kurang, fasilitas belajar yang kurang mendukung, faktor budaya dan lokasi atau jarak sekolah.

Tidak hanya faktor ekonomi saja yang menjadi penyebab remaja putus sekolah hal ini diperkuat oleh jurnal internasional “factors contributing to secondary school droupouts in an urban school district vol 29” menyebutkan bahwa faktor putus sekolah selain ekonomi juga di pengaruhi oleh orang itu sendiri :

The problems of droupout seem to affect as many female students as male students. A study by the NCES (2002) reported that males and famales do not signicantly differ in drop out of regular school due to pregnancy and marriage; boys are more likely to droup out to seek employement. Additionally, boys are more likely to droup out to seek employment. Audditionally, boys are twice as likely to droup out as girls due to behavioral difficulties.

Masalah putus sekolah banyak mempengaruhi siswa perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Tidak hanya faktor ekonomi yang menyebabkan mereka menjadi putus sekolah, justru dari keniatan dari dalam diri mereka. Sebuah studi oleh NCES (2002) melaporkan bahwa laki-laki dan perempuan tidak secara signifikan berbeda di tingkat putus sekolah. Maksudnya mereka mempunyai alasan yang berbeda untuk tidak melanjutkan sekolah regulernya. Alasan perempuan memilih untuk putus sekolah di sekolah regular karena ada kendala kehamilan dan pernikahan di usia dini akibat dari pergaulan bebas. Anak laki - laki justru mempunyai peluang lebih besar untuk keluar dari sekolah karena


(18)

mencari pekerjaan agar bisa membantu orang tua. Selain itu juga karena sikap anak laki-laki yang cenderung sulit mengontrol perilaku mereka.

Berdasarkan Badan Pusat Statisti (BPS)

(http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488, di akses pada tanggal 8 Maret 2017) Jumlah dan presentase putus sekolah di Indonesia periode tahun 2016 masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada setiap jenjang pendidikan, jumlah putus sekolah pada tingkat Sekolah Dasar tercatat ada 27,9%SMP 21,44 %,, dan SMA 32,25%. Merujuk data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2015-2016 terdapat sekitar 946.013 siswa lulus SD yang ternyata tidak mampu melanjutkan ke tingkat menengah (SMP). Hal ini di perparah dengan data 51.541 orang jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan ke SMP ternyata tidak lulus. Artinya, ada 997.445 orang anak Indonesia yang hanya berijazah SD di tahun 2015 hingga tahun 2016. (Jawapos, Senin,17/10/2016)

Melihat angka statistika tersebut menunjukan tingkat putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah ke bawah masih sangat tinggi, sehingga di Indonesia belum merata pada setiap jenjang. Jumlah itu pasti sudah bertambah lagi tahun ini, mengingat keadaan ekonomi nasional yang sangat memburuk. Kondisi ini tentu memprihatinkan di tengah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui sekolah, karena percuma siswa SD tapi berhenti di tengah jalan.

Tingginya angka putus sekolah membuat resah masyarakat Indonesia karena dapat menyebabkan banyaknya kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, minum-minuman dan perkalihan akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri. Dalam penelitian (Anggit, 2015:4) menyebutkan bahwa


(19)

dampak dari putus sekolah adalah masalah pengangguran yang jauh membebani bangsa ini. Hal ini di sebabkan remaja yang putus sekolah sebagian besar tidak memiliki keterampilan dan tidak memiliki ijazah sekolah atau pengakuan akademi yang dapat dipergunakan untuk mencari pekerjaan.

Di jaman sekarang ini untuk mencari pekerjaan sangatlah susah untuk mendapatkannya. Ketersediaan lapangan kerja di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pengangguran yang ada. Apalagi tidak mempunyai ijazah dan skill yang membekali mereka untuk mencari pekerjaan membuat mereka susah mencari pekerjaan. Padahal pada lowongan pekerjaan menuntut karyawannya untuk mempunyai ijzah atau sertifikat dan memiliki keterampilan di bidang tertentu. Tentu hal ini akan mempersulit remaja putus sekolah dalam mencari pekerjaan, mereka akan bersaing dengan lulusan dari sekolah-sekolah yang mempunyai bekal untuk mencari pekerjaan.

Remaja putus sekolah merupakan masalah yang perlu segera mendapatkan perhatian melalui pelatihan agar nantinya potensi yang terdapat dalam dirinya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk proses pembangunan bangsa. Berbagai macam jenis pelatihan bagi remaja putus sekolah sangat diperlukan guna mengembangkan keterampilan dalam mempermudah memperoleh pekerjaan dan digunakan dalam keidupan sehari-hari untuk menopang ekonominya(pendapatan). Hal ini sejalan dengan Samer Khaswhneh dalam Jurnal Internasional berjudul “Using the training reactions questionmaire to analyze the reactions of university students undergoing career-related training in Jordan : aprospective human resource development approach, Volume 19 Issue 1, 2015” bahwa:


(20)

Training can be used to provide general solutions for all problems related to current improvement of KSAs and the learning of new KSAs. In other words, training is a key investment to address business threats and/or address business opportunities. However, given the importance of training, the evaluation of training effectiveness is a high priority amon top management and is crucial, given the intensity of training provided and the resources invested in training programs. Maksudnya pelatihan dapat digunakan untuk memberikan solusi umum semua masalah yang berkaitan dengan pemenuhan persyaratan baru dan pembelajaran baru. Dengan kata lain, pelatihan adalah kunci untuk mengatasi ancaman. Namun, mengingat pentingnya pelatihan, evaluasi efektivitas pelatihan memiliki prioritas tinggi diantara menejemen puncak dan sangat penting, mengingat intensitas pelatihan disediakan dan sumber daya yang diinvestasikan dalam program pelatihan.

Pelatihan adalah suatu proses yang menciptakan kondisi atau stimulus untuk menimbulkan respons terhadap orang lain, mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan (skill) dan penanaman sikap, menciptakan perubahan tingkah laku, dan untuk mencapai tujuan yang secara khusus dirancang sesuai dengan kebutuhan nyata peserta pelatihan (Sutarto, 2013:2). Pelatihan juga diharapkan dapat mempersiapkan warga belajar yang bersangkutan baik secara fisik, mental, emosional, untuk memasuki dunia kerja. Jadi dalam pelatihan yag diberikan untuk remaja putus sekolah harus di persiapkan dengan baik yang direncanakan agar pelatihan tersebut dapat mencapai tujuan yang di inginkan.

Pemerintah melalui Dinas Sosial membentuk suatu lembaga sosial yang mampu menampung dan memberikan bekal ketrampilan bagi remaja putus sekolah dalam bentuk pelatihan diharapkan dapat memberikan bekal ketrampilan


(21)

untuk mencari pekerjaan. Salah satu panti sosial yang berada dibawah naungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah ialah Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran yang memberikan pelayanan, pembinaan, dan pelatihan ketrampilan bagi remaja putus sekoah.

Alasan dipilihnya Panti Pelayanan Sosial Anak ini sebagai objek penelitian, karena tempat ini berada di bawah naungan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, yang diperuntukkan khusus untuk remaja putus sekolah dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah. Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” selain memberikan pelatihan juga memberikan pelayanan dan rehabilitasi bagi remaja putus sekolah dengan pemenuhan kebutuhan fisik, psikologi, mental dan keterampilan. Remaja putus sekolah yang berada di panti tersebut dinamakan dengan Penerima Manfaat.

Setiap tahun di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran melayani jumlah Penerima Manfaat dari berbagai wilayah di Propinsi Jawa Tengah dengan menampung Penerima Manfaat sekitar 75 orang. Penerima Manfaat tersebut berusia antara 15 hingga 21 tahun yang putus sekolah (drop out) sejak SD, SMP, SMA dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Penerima Manfaat di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran diberikan keterampilan selama kurun waktu sekitar 6 (enam) bulan.

Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” memiliki dua macam kegiatan pembinaan, yaitu 40% kegiatan pembinaan keterampilan dan 60% kegiatan pembinaan moral atau perilaku. Keterampilan yang diberikan adalah keterampilan kerja tingkat dasar meliputi : Pelatihan Otomotif Roda 2 dan Roda 4,


(22)

Menjahit, Las, dan Tata Rias. Tujuan dari pelatihan bagi remaja putus sekolah untuk memberikan bekal keterampilan agar dapat mempersiapkan mereka masuk ke dalam dunia kerja dan dapat menciptakan lapangan kerja yang kreatif dan inovatif.

Pelatihan otomotif merupakan program unggulan yang ada di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran, selain di akhir pelatihan penerima manfaat akan mendapatkan sertifikat di masyarakat juga peluang kerja atau usaha untuk bidang otomotif ini sangat luas. Banyaknya Penerima Manfaat yang memilih pelatihan otomotif untuk dijadikan bekal mereka setelah lulus, mengingat industri otomotif berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Sehingga membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten untuk perawatan maupun perbaikan kendaraan bermotor.

Upaya untuk mengembangkan keterampilan bagi remaja putus sekolah membutuhkan peran dan dukungan dari pelaksanaan teknis di panti sosial yang di sebut tutor atau insruktur. Berbicara mengenai pelatihan, maka tidak akan lepas dari tutor. Tutor adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tutor sebagai salah satu jembatan pelayanan kesehjahteraan sosial, dengan turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang ada khususnya dalam bidang keterampilan. Meskipun dalam pelaksanaan peranannya dalam mengembangkan seringkali di hadapkan pada berbagai kendala.


(23)

Tutor mempunyai kedudukan peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka mengembangkan keterampilan bagi penerima manfaat yang putus sekolah. Di sebut penting dan strategis karena tutor yang berhadapan langsung dengan penerima manfaat yang dilayani sehingga permasalahan yang dialami penerima manfaat dapat diketahui segera. Di dalam pelatihan tutor merupakan faktor penting dalam mempersiapkan pelatihan yang akan di selenggarakan misalnya mempersiapkan penerima manfaat untuk belajar, melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif, menggunakan media secara efektif dan efisiensi, serta melibatkan peserta didik di dalam pembelajaran. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan suatu program pelatihan otomotif tidak terlepas dari peranan tutor yang sangat penting peranannya dalam mengembangkan keterampilan bagi penerima manfaat.

Peran adalah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu (Hamalik, 2007: 33). Menurut Soekanto (2007: 212) Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Jadi, peranan tutor akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan peserta didik, sesama tutor, maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi perananya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian tutor banyak di curahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan peserta didiknya.


(24)

Tutor atau instruktur di dalam pelatihan berperan sebagai fasilitator, pendamping, motivator, mediator, dan sumber belajar bagi warga belajarnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Yoga Tri Waluyo, ( 2014: 34) tentang peran tutor dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik melalui pendekatan andragogi di Rumah Tahanan Negara kelas II B Kabupaten Banjarnegara bahwa peran tutor di dalam rutan Banjarnegara telah sesuai dengan peranannya. Tutor di rutan Banjarnegara telah melaksanakan peranannya sebagai informator, organisator, motivator, director, inisiator, fasilitator, mediator, evaluator.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perananan Tutor dalam Mengembangkan Keterampilan Otomotif Remaja Putus Sekolah melalui pelatihan di Panti Pelayanan Sosial Anak ‘Wira Adhi Karya’ Ungaran”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana perananan tutor dalam pembelajaran keterampilan otomotif bagi remaja putus sekolah di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran?

1.2.2 Bagaimana pengembangan keterampilan otomotif bagi remaja putus sekolah setelah mengikuti pelatihan otomotif di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya Ungaran”?


(25)

1.2.3 Apa saja hambatan yang dihadapi oleh tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif remaja putus sekolah di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya Ungaran”?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1.3.1 Mendeskripsikan dan menganalisis perananan tutor dalam pembelajaran keterampilan otomotif bagi remaja putus sekolah di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.

1.3.2 Mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan keterampilan otomotif bagi remaja putus sekolah setelah mengikuti pelatihan otomotif di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.

1.3.3 Mendeskripsikan dan menganalisis hambatan yang dihadapi oleh tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif remaja putus sekolah di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya Ungaran.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis, yaitu memberikan tambahan pengetahuan dan kajian pengembangan ilmu Pendidikan Luar Sekolah mengenai peranan tutor dalam mengembangkan keterampilan remaja putus sekolah melalui pelatihan di panti pelayanan sosial anak “Wira Adhi Karya” Ungaran, sebagai sarana informasi bagi peneliti lain yang mempunyai minat untuk


(26)

meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengan peranan tutor di panti

pelayanan sosial anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.

1.4.2 Manfaat Praktis, yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan pendidikan nonformal bagi:

1.4.2.1Bagi penyelenggara: dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pijakan atau rujukan dalam pengembangan ketrampilan bagi remaja putus sekolah panti pelayanan sosial anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.

1.4.2.2Bagi penulis: meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang peranan tutor dalam mengembangkan keterampilan remaja putus sekolah melalui

pelatihan di Panti Pelayanan Sosial Anak “WiraAdhi Karya” Ungaran.

1.4.2.3Pemerintah: pemerintah dapat terus mengembangkan program pelatihan untuk remaja putus sekolah.

1.4 Batasan Istilah

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan judul, peneliti menegaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi meliputi:

1.4.1 Peranan

Peranan adalah suatu perbuatan seseorang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya (Abdulsyani,2007:94). Dalam hal ini peranan yang dimaksud adalah peranan tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif melalui pelatihan di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.


(27)

1.4.2 Tutor/Instruktur

Tutor adalah pendidik pada pendidikan Nonformal (PNF). Tutor adalah mitra dan pembimbing warga belajar yang menempatkan dirinya sebagai sumber belajar, yang berati pula pengelolaan pembelajaran berpusat pada warga belajar (Raharjo, 2005:17). Tutor atau Instruktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang memberikan pengetahuan kepada penerima manfaat di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran.

1.4.3 Keterampilan Otomotif

Keterampilan merupakan pelayanan yang ditunjukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan anak dalam bidang usaha ekonomis produktif. Pelatihan keterampilan di samping merupakan kegiatan pengisian waktu luang bagi anak sesuai dengan bakat dan keamampuan anak sebagai persiapan anak memasuki dunia kerja atau usaha sendiri bila sudah keluar dari panti (Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005).

Menurut Wulandari dalam Anggit (2016:11) otomotif adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang mesin kendaraan bermotor seperti motor dan mobil. Otomotif memiliki berbagai cabang ilmu yang lebih spesifik mengenai bagian sistem yang terdapat pada kendaraan.

Jadi keterampilan otomotif yang di maksud dalam penelitian ini merupakan salah satu keterampilan yang di berikan pada tutor yang dapat digunakan untuk bekal mencari pekerjaan setelah lulus.


(28)

1.4.4 Pelatihan

Pelatihan adalah suatu tindakan sadar untuk mengembangkan bakat, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seseorang guna menyelesaikan pekerjaan tertentu.Pelatihan adalah suatu proses yang menciptakan kondisi dan stimulus untuk menimbulkan respons terhadap orang lain, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan (skill) dan sikap, menciptakan perubahan tingkah laku, dan untuk mencapai tujuan yang spesifik. ( Sutarto 2012:2 ).

Pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan yang ada di panti yang lebih menekankan pada praktik serta diselenggarakan terkait dengan kebutuhan dunia kerja dalam hal teknik perakitan serta perbaikan dalam bidang otomotif sehingga mampu meningkatkan kompetensi individu.

1.4.5 Remaja Putus Sekolah

Remaja menurut WHO adalah Individu yang mengalami psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Masa remaja merupakan masa dimana anak mencari identitas atau mencari jati dirinya.

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar.

Remaja Putus sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak yang berhenti dari lembaga sekolah atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yang disebabkan oleh berbagai faktor.

1.4.6 Panti Sosial

Panti merupakan sistem pelayanan kesejahteraan sosial yang dilakukan secara khusus dan itensif dalam suatu kesatuan sarana bangunan dan lingkungan


(29)

dengan tenaga laksana khusus terlibat di dalam kelompok penyandang masalah kenakalan anak dan remaja, salah staunya memberikan pelayanan melalui rehabilitasi sosial (Rokhana, 2011).Panti Sosial yang dimaksud adalah Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran. Mempunyai fungsi meberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi bimbingan mental, psikologis, bimbingan sosial dan bimbingan keterampilan agar mampu hidup selaras dengan lingkungan, serta dapat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.


(30)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peranan

Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2007:234). Pentingnya peranan adalah ia mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.

Menurut Abdulsyani (2007:94) peranan adalah suatu perbuatan seseorang atau sekolompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Pelaku peranan dikatakan berperan jika telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status sosialnya dengan masyarakat. Jika seseorang mempunyai status tertentu dalam kehidupan masyarakat, maka selanjutnya akan ada kecenderungan akan timbul suatu harapan-harapan baru. Menurut Ahmadi, (2009:106) menyebutkan peranan adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.


(31)

Definisi lain juga dikemukakan oleh Sarwono, (2014:215) mengemukaka bahwa teori peran (Role theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Dalam ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dalam posisinya sebagai tokoh itu ia di harapkan untuk berperilaku secara tertentu.

Menurut Robert Linton dalam Syam (2014:71) menggambarkan teori peran sebagai interaksi sosial di dalam ligkungan tertentu yang sudah di tetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, peranan menuntun kita untuk berperilaku di kehidupan sehari-hari. Maksudnya perilaku ditentukan oleh peran. Hudaniyah,dkk (2015:18) teori peranan ditentukan dari tingkah laku seseorang yang diberikan oleh masyarakat untuk melaksanakannya, tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posoisi tertentu. Menurut Soerjono, (2007:213) peranan mencakup tiga hal yaitu sebagai berikut:

2.1.1 Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2.1.2 Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai individu.

2.1.3 Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.


(32)

Menurut Biddle&Thomas (dalam Sarwono, 2017:215) membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut: a). orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial; b) perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut; c) kedudukan orang-orang dalam perilaku; d) kaitan orang dan perilaku.

Peranan seseorang lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya. Menurut Marion J. Levy Jr (dalam Abdulsyani,2007:95) ada beberapa pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:

2.1.1 Bahwa peranan-peranan teratur harus dilaksanakan apabila strukutur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.

2.1.2 Peranan tersebut seyogianya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat dianggap mampu untuk melaksanakaanya. Mereka harus telah terlebih dahulu terlatih dan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.

2.1.3 Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyrakat, oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.

2.1.4 Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang


(33)

seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.

Dari pendapat beberapa ahli dapat di simpulkan, bahwa peranan adalah suatu kegiatan yang di dalamnya meliputi status atau keberadaan seseorang atau sekolompok orang yang melaksanakan hak dan kewajibanya sesuai dengan kedudukannya atau posisinya dalam suatu kelompok yang dilakukan akan mempengaruhi banyak orang.

2.2 Konsep Tutor 2.2.1Tutor

Tutor adalah pendidik pada Pendidikan Nonformal (PNF). Tutor merupakan orang yang mengajarkan suatu pengetahuan, keterampilan, sikap kepada murid atau peserta didik, selain itu tutor juga memotivasi dan membimbing pembelajaran kepada peserta didik untuk membantu kelancaran proses belajar mandiri. Sebagaimana dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 29 ayat 2 bahwa:

“Tutor adalah tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik padaperguruan tinggi.”

Menurut Raharjo, (2005:17) menyatakan bahwa tutor atau pendidik pada warga belajar orang dewasa adalah orang yang mampu berperan sebagai pembimbing belajar, bukan guru yang cenderung memperlakukan warga belajar sebagai objek pengajaran dan cenderung menggurui sebagaimana pada proses pengajaran yang berlangsung dilembaga pendidikan persekolahan. Maka tutor adalah mitra dan pembimbing warga belajar yang menempatkan dirinya sebagai


(34)

sumber belajar, yang berati pula pengelolaan pembelajaran berpusat pada warga belajar.

Menurut Waluyo, (2014:25) menyatakan bahwa tutor adalah tenaga pendidik yang menjadi sumber belajar dan membimbing warga belajarnya serta berpartisipasi dalam pengelolaan dan berperan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tutor adalah orang yang membelajarkan atau orang yang memfasilitasi proses pembelajaran di kelompok belajar. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6, bahwa:

Para tutor yang dilatih adalah sudah berpengalaman dan memiliki ketrampilan dalam memberikan keterampilan, dalam arti kata para tutor mampu menggunakan metode yang ada dan menguasai materi pelatihan dengan baik, serta mampu menjaga situasi pelatihan agar tetap dalam keadaan yang menunjang pencapaian tujuan pelatihan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa tutor adalah tenaga pendidik yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran serta mengajajarkan pengetahuan serta keterampilan dan pembimbing warga belajar, serta berpartisipasi dalam penyelenggarakan pendidikan nonformal.

2.2.2 Tugas Tutor

Sebagai seorang tutor dalam pendidikan nonformal harus memiliki kualifikasi, akademik dan kompetensi,sebagai agen pembelajaran serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Menurut Nianggolan (http://naingg.blogspot.com/2012/05/pendidik-dan-tenaga-kependidikan-pls.html) di akses pada tanggal 11 februari 2017 tugas pokok tutor adalah sebagai berikut: a) Mempersiapkan peserta didik untuk belajar, b) Menunjukan penguasaan materi


(35)

pembelajaran, c) Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan, d) Menyampaikan materi dengan jelas sesuai dengan belajar dan karateristik. e) Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan, f) Melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif, g) Menggunakan media secara efektif dan efisien, dan f) Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media.

Menurut Raharjo, (2005:17) menyatakan bahwa tugas tutor sebagai sumber belajar adalah pemimpin kegiatan belajar, antara lain: a) Melakukan motivasi terhadap warga belajar sehingga menumbuhkan partisipasi secara maksimal bagi diri warga belajar, b) Melakukan penjelasan tentang tujuan belajar yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar, c) Merancang pembelajaran yang mampu mengantarkan warga belajar menelaah sendiri alternatif pemecahan masalah, dan d) Membekali teknik-teknik belajar yang cocok bagi warga belajar sehingga mereka dapat mengenali dan menentukan kebutuhan belajarnya, merumuskan tujuan belajarnya sendiri, merencanakan, melaksanakan dan menilai kegiatan belajarnya sendiri.

Jadi dapat di simpulkan bahwa tugas utama dari seorang tutor adalah merencanakan pembelajaran atau pelatihan dan mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran serta menumbuhkan partisipasi antar peserta didik sehingga dapat terlibat dalam proses pembelajaran.

2.2.3 Fungsi Tutor

Menurut Nianggolan ( http://naingg.blogspot.com/2012/05/pendidik-dan-tenaga-kependidikan-pls.html) di akses pada tanggal 11 februari 2017 fungsi tutor adalah sebagai berikut: a) Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam


(36)

pembelajaran, b) Menunjukan sikap terbuka terhadap respon peserta didik, c) Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme peserta didik dalam belajar, d) Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi, e) Memantau kemajuan

belajar selama proses pembelajaran, f) Menggunakan bahasa lisan dan tulisan

secara jelas baik dan benar, g) Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai, h) Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan sistem peserta didik, dan

i) Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan bagi tugas sebagai bagian remdial atau pengayaan.

Menurut Suprijanto (2012:47) dilihat berdasarkan fungsinya tersebut, pendidik orang dewasa mempunyai berbagai sebutan antara lain tutor, fasilitator, pelancar belajar, sumber belajar. Maka fungsi tutor antara lain: a) Penyebar

pengetahuan, b) Pelatih keterampilan, c) Perancang pengalaman belajar, d) Pelancar proses belajar, e) Sumber belajar (narasumber), f) Pemimpin kegiatan

belajar, g) Penjelas tujuan belajar, h) Tutor stimulasi, dan i) Fasilitator KEJAR. Jadi dapat di simpulkan fungsi tutor sangat beragam, tergantung kegiatan dan metode yang digunakan. Sehingga peserta didik tidak mengalami kesulitan ketika pembelajaran karena bisa bertanya kepada tutor. Hal ini dapat mempelancar proses pembelajaran.

2.2.4 Peranan Tutor

Sehubungan dengan tugas tutor sebagai pengajar, pendidik, dan pembimbing, maka di perlukan adanya berbagai peranan pada diri tutor. Peranan tutor akan senatiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan peserta didik (yang terutama), sesama tutor


(37)

maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik di sadari atau tidak bahwa sebagaian dari waktu dan perhatian tutor banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan peserta didiknya.

Sebagian waktu tutor banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan peserta didik. Menurut Waluyo, (2014:33) seorang tutor harus memahami peranan dalam kegiatan belajar mengajar: 1) Informator, tutor/pendidik harus mampu memberikan informasi-informasi baru dan inovatif berkenaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan; 2) Organisator, tutor/pendidik harus mampu mengelola seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupasehigga setiap peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisiensi; 3) Motivator, tutor/pendidik harus memberikan dorongan kepada peserta didik untuk terus belajar salah satunya dengan memberikan ganjaran/hadiah terhadap prestasi yang dicapai anak sehingga dapat merangsang anak untuk mencapai prestasi yang lebih baik; 4) Director (Pengarah), tutor/pendidik harus hendaknya senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara motivasi peserta didik untuk belajar; 5) Inisiator, tutor/pendidik harus memiliki inisiatif dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat mengembangkan cara dan kebiasaan belajar dengan sebaik-baiknya; 6) Fasilitator, tutor/pendidik hendaknya mampu memfasilitasi dan memberikan fasilitas untuk memudahkan peserta didik dalam kegiatan proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat belajar secara efektif; 7) Mediator, tutor/pendidik hendaknya mampu mendorong peserta didik untuk senantiasa


(38)

belajar dalam berbagai sumber dan media; 8) Evaluator, tutor/pendidik bukan saja mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan dalam proses pembelajaran sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya, akan tetapi juga dapat melihat sejumlah mana peserta didik telah mampu mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Sanjaya, (2007:21) mengemukaka bahwa peran guru dalam proses pembelajaran adalah:

2.2.4.1Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.

2.2.4.2Peran guru sebagai fasilitator, yaitu guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.

2.2.4.3Peran guru sebagai pengelolaan pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. 2.2.4.4Peran guru sebagai demonstran adalah peran untuk mempertunjukan

kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.


(39)

2.2.4.5Peran guru sebagai pembimbing, siswa adalah individu yang unik, keunikan itu bisa dilihat dari adanya perbedaan. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakekatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Perbedaan itulah menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat. 2.2.4.6Peran guru sebagai motivator, dalam proses pembelajaran motivasi

merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi.

2.2.4.7Peran guru sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Terdapat dua fungsi guru dalam memerankan perannya sebagai evaluatot.


(40)

Pertama,untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan keberhasilan dalam melaksanakanseluruh kegiatan yang telah di programkan.

Menurut Sardiman (2012:144) peranan pendidik dalam kegiatan belajar-mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut: a) infomator, sebagai pelaksanaan cara mengajar informasi, laboratorium, studi lapangan dengan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum; b) organisator, komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisien dalam belajar pada diri siswa; c) motivator , peranan pendidik sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa; d) pengarah/director, pendidik dalam hal ini harus membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan; e) insiator, pendidik dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar, ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya; f) transmitter, dalm kegiatan belajar pendidik juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidik dan pengetahuan; g) fasilitator, pendidik dalamhal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar; h) mediator, pendidik sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa; i) evaluator, pendidik mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.


(41)

2.3 Keterampilan Otomotif 2.3.1 Pengertian Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang berati pandai , cakap, ahli, cekatan dalam melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas tertentu. Keterampilan dapat menunjukan pada aksi khusus yang ditampilkan atau pada sifat dimana keterampilan itu dilaksanakan. Menurt Astiti (2014:36) keterampilan adalah kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah dan membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. Keterampilan akan lebih baik apabila selalu di latih untuk menaikan dan menambah kemampuan sehingga menjadi ahli dan menguasai.

Menurut Islamudin (2012:165) keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan syaraf dan otot-otot(neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Rober dalam Islamudin (2012:165) mengemukaka keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapaihasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengewantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas, sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain artinya, orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.


(42)

Menurut Anwar (2012:10) menyatakan bahwa keterampilan adalah salah satu potensi yang di miliki oleh manusia dan tugas asassi manusia yang kualitas dan kualitasnya di pengaruhi oleh faktor eksternal. Pendidikan adalah faktor eksternal dalam bentuk rekayasa sistematis untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterampilan belajar. Berbagai cara telah dilakukan oleh para pakar untuk menumbuhkan keterampilan diantaranya model pembelajaran berpikir yang dikembangkan yang telah teruji dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis yang pada akhirnya dapat menumbuhkan keterampilan belajar (skill to learn).

Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah suatu bentuk keterampilan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan dalam mengerjakan sesuatu secara efektif dan efisien. Dalam memberikan keterampilan tentunya terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk mengasah keterampilan.

2.3.2 Jenis-jenis Keterampilan

Keterampilan terdiri dari berbagai macam jenis dan bentuk yang bisa di tekuni dan di pelajari (Pusat Pelatihan Dan Pengembangan Ketrampilan Bagi Remaja Tuna Wisma Di Yogyakarta).

Jenis-jenis keterampilan tersebut antara lain: 2.3.2.1Keterampilan Seni Lukis

Seni lukis merupakan keterampilan yang dapat ditekuni dan di pelajari dengan mudah dengan cara melatih daya seni danteknik-teknik melukis. Keterampilan seni lukis ini dapat dilakukan baik oleh wanita atau pria.


(43)

2.3.2.2Keterampilan Seni Batik

Seni batik merupakan seni khas Yogyakarta yang sangat terkenal bahkan sampai ke dunia internasional. Seni batik dapat dipelajari dan didapat bahan-bahanya, terutama di Yogyakarta. Keterampilan seni batik biasanya lebih diminati oleh kaum wanita.

2.3.2.3Keterampilan Permesinan

Keterampilan permesinan merupakan segala jenis keterampilan yang hubungan dengan dunia mesin, seperti : servis mesin, modifikasi (otomotif), dan merangkai mesin. Keterampilan ini biasanya lebih diminati oleh kaum pria dari remaja hingga dewasa.

2.3.2.4Keterampilan Menjahit dan Menyulam

Keterampilan menjahit dan menyulam merupakan keterampilan yang sangat banyak diminati terutama oleh kaum wanita. Pengerjaan keterampilan ini hanya membutuhkan ketelitian dan kesabaran serta keuletan dalam menggunakan benang dan jarum serta alat bantu lainnya. 2.3.2.5Keterampilan Menganyam

Keterampilan ini membutuhkan bahan yang banyak tersedia dilingkungan sekitar kita, yaitu bambu. Keterampilan ini biasanya diminati oleh pria, namun tidak jarang juga dilakukan oleh kaum wanita. Ketrampilan ini mudah di lakukan dengan cara berlatih agar menjadi mahir dan ahli dalam pengajarannya.


(44)

2.3.3 Otomotif

Otomotif adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang mesin kendaraan bermotor seperti mobil dan motor. Otomotif memiliki berbagai cabang ilmu yang lebih spesifik mengenai bagian sistem yang terdapat pada kendaraan bermotor (Wulandari, 2015:39).

Keterampilan otomotif merupakan salah satu program bimbingan yang ada

di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran. Pembinaan

keterampilan otomotif merupakan program pelayanan bimbingan yang di harapkan dapat mencapai perubahan dan kemajuan-kemajuan yang bermakna baik pada sisi pengetahuan, sikap maupun perilaku nyata sehari-hari. Suatu perubahan yang menyeluruh, yang dapat mengantar para kelayan mencapai tujuan pelayanan bimbingan memiliki pengetahuan, pemahaman keterampilan otomotif serta tumbuhnya kemauan untuk bekal usaha mandiri.

2.4 Hasil Belajar

2.4.1 Pengertian Hasil Belajar

Belajar akan beritik tolak menghasilkan hasil belajar, karena pada umumnya orang akan melihat terlebih dahulu atau sebagai titik tolaknya adalah hasil belajar. Hasil belajar pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui

proses belajar mengajar. Menurut Rifa’i, (2012:69) berpendapat hasil belajar

adalah perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung apa yang dipelajarioleh peserta didik. Oleh karena itu, apabila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang


(45)

diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam peserta didik, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didik.

Menurut Purwanto, (2011:38) hasil belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Hasil belajar juga disampaikan oleh Dimyati&Mudjiono (2006:23) bahwa hasil belajar adalah hasil yang ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru. Berbagai perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu output dan outcome (Widoyoko, 2011:25).

Proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa akan menghasilkan suatu perubahan pada diri dan siswa sebagai hasil dari kegiatan pemeblajaran. Perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat kegiatan pembelajaran bersifat non-fisik seperti perubahan sikap, pengetahuan maupun kecakapan.

Hasi belajar tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran yang telah dialami oleh peserta didik. Semakin baik peserta didik menjalankan proses belajarnya makan akan semakin besar pula kemungkinannya untuk mendapkan hasil belajar yang baik pula, begitu juga sebaliknya jika seseorang peserta didik gagal dalam prosesnya maka hampir dapat dipastikan pula peserta didik tersebut akan mendapatkan hasil belajar yang kurang memuaskan. Jihad, (2013:14) menyimpulkan bahwa hasil belajar pencapaian bentuk


(46)

perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Untuk memperoleh hasil belajar dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan ketrampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan ketrampilan.

Jadi dapat disimpulkan dari pendapat beberapa ahli bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan mengajar atau tindakan belajar, ditandai dengan perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

2.4.2 Ranah Hasil Belajar

Hasil belajar tentunya tidak pernah dilepaskan dari tiga aspek atau ranah

dalam belajar. Benyamin S. Bloom dalam (Rifa’i, 2012:70) membagi hasil belajar

menjadi 3 taksonomi yaitu:

2.4.2.1Ranah Kognitif (cognitive domain)

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperehasions), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation).

2.4.2.2Ranah Afektif (Affective domain)

Ranah berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai. Kategori tujuannya mencerminkan hirarki yang bertentangan dari keinginan untuk


(47)

menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan peserta didikan afaktif adalah penerimaan (receiving), penanggapan (Responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

2.4.2.3 Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain)

Ranah psikomotrik terdiri dari dari persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaption), dan kreativitas (originality).

2.4.3 Ranah Psikomotorik atau keterampilan

Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik sangat sukar karena sering sekali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif. Misalnya didalam tujuan peserta didikan seperti : menulis kalimat sempurna. Hal ini dapat mencakup ranah kognitif (pengetahuan tentang bagian-bagia kalimat), ranah afektif (keinginan untuk merespon), dan

psikomotorik (koordinasi syaraf). (Rifa’i, 2012:73).

Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Simpson dalam (Anurrahman, 2012:55) meliputi :

2.4.3.1Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskripsikan) sesuatu secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut. Sebagai contoh, pemilihan warna, pemilihan angka (6 dan 9), pemilhan huruf (b dan c), berkaitan juga dengan penggunaan


(48)

organ penginderaan untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik. Kategori ini bertentangan dari rangsangan penginderaan (kesadaran akan adanya stimulus), melalui memberi petunjuk pemilihan (memilih petunjuk yang relevan dengan tugas), sampai penerjemahan (menghubungkan persepsi pada petunjuk dengan tindakan didalam suatu perbuatan tertentu).

2.4.3.2Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup aktivitas jasmani dan rohani (mental), misalnya posisi star lomba lari. Pada tingkat ini persepsi terhadap petunjuk itu menjadi persyarat penting.

2.4.3.3Gerakan terbimbing , berkaitan dengan tahap-tahap awal didalam belajar keterampilan kompleks. Ia meliputi peniruan (mengulangi tindakan yang didemonstrasikan oleh pendidik) dan mencoba-coba (dengan menggunakan pendekatan gerakan ganda untuk mengidentifikasi gerakan yang baik). Misalnya meniru gerakan menari, membuat lingkaran diatas pola. Kecukupan kinerja ditentukan oleh pendidik atau oleh seperangkat kriteria yang sesuai.

2.4.3.4Gerakan terbiasa, berkaitan dengan tindakan kinerja dimana gerakan yang telah dipelajari itu telah menjadi biasa (melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh) dan gerakan dapat dilakukan dengan sangat menyakinkan dan sangat mahir. Hasil belajar pada tingkat ini berkaitan dengan keterampilan kinerja dari pelbagi tipe, namun pola-pola gerakannya kurang kompleks


(49)

dibandingkan dengan tingkatan berikutnya yang lebih tinggi. Misalnya melakukan lempar peluru, lompat tinggi dan sebagainya dengat tepat. 2.4.3.5Gerakan kompleks, berkaitan dengan kemahiran kinerja dari gerakan

motorik yang mencakup pola-pola gerakan yang kompleks. Kecakapan ditunjukan melalui kecepatan, kehalusan, keakuratan dan yang memerlukan energy minimum. Kategori ini mencakup pemecahan hal-hal yang tidak menentu (bertindak tanpa ragu-ragu) dan kinerja otomatis(gerakan dilakukan dengan mudah dan pengendalian yang baik). Hasil kegiatan belajar pada tingkat ini mencakup kegiatan motorik yang sangat terkoordinasi. Misalnya bongkar pasang peralatan secara tepat. 2.4.3.6Penyesuaian pola gerakan, berkaitan dengan keterampilan yang

dikembangkan sangat baik sehingga individu partisipan dapat memodifikasi pola-pola gerakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan baru atau ketika menemui situasi masalah baru. Mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak gerik dengan persyarata khusus yang berlaku. Misalnya kemampuan atau keterampilan bertanding dengan lawan tanding.

2.4.3.7Kreativitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi tertentu atau masalah-masalah tertentu. Hasil belajar pada tingkat ini menekankan aktivitas yang didasarkan pada keterampilan yang benar-benar telah dikembangkan. Misalnya kemampuan mebuat kreasi-kreasi gerakan senam sendiri, gerakan-gerakan kreasi baru.


(50)

2.5 Pelatihan

2.5.1 Konsep Pelatihan

Pelatihan berasal dari kata “training” dalam bahasa inggris. Secara harfiah akar kata “training” adalah “train”, yang berati: (1) memberi pelajaran dan praktik (give teaching and practice), (2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki (cause to grow in a required direction), (3) persiapan (preparation), dan (4) praktik (practice).

Banyak pengertian pelatihan yang di kemukakan para ahli, antara lain sebagai berikut:

Edwin B.flippo ( 1971) dalam Kamil (2012:3) mengemukaka bahwa : “Training is the act of increasing the knowledge and skill of an employee for doing a particular job” (pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu). Friedman dan Elaine A. Yarbrough dalam Sutarto (2013:3) memberikan definisi

pelatihan sebagai “Training is a process used by organization to meet their goals.

It is called in to operation when a discrepancy is perceived between the current situation and a prafarred state of affair. The Trainer’s role is facilitation trainee’s movement from the status squo toward the ideal. (Pelatihan adalah suatu proses yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan yaitu ketercapaian dan terpenuhinya kebutuhan nyata peserta pelatihan dalam menjawab tantangan perkembangan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya.

Menurut Kamil (2012:10) menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses yang disengaja atau direncanakan bukan kegiatan yang bersifat kebutulan atau


(51)

spontan. Pelatihan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang sistematis dan terencana yang terarah pada suatu tujuan. Menurut Hardjana (2001:12) Pelatihan merupakan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kerja. Training berlangsung dalam jangka waktu pendek dua sampai tiga hari dua sampai tiga bulan. Training dilakukan secara sistematis, menurut prosedur yang sistematis, menurut prosedur yang terbukti berhasil, dengan metode yang sudah baku dan sesuai. Konsep pelatihan juga diungkapkan oleh Sutarto ( 2013: 2 ) bahwa pelatihan adalah suatu proses yang menciptakan kondisi atau stimulus untuk menimbulkan respons terhadap orang lain, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan (skill) dan penanaman sikap, menciptakan perubahan tingkah laku, dan untuk mencapai tujuan yang secara khusus dirancang sesuai dengan kebutuhan nyata peserta pelatihan.

Menurut Utami, (2011:17) berpendapat bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan yang sistematis untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan dibantu instruktur dalam waktu yang relative singkat sesuai dengan kebutuhan serta tujuan yang ingin dicapai sebuah organisasi. Sebagai hasil pelatihan, peserta diharapkan mampu merespon dengan tepat sesuai dengan situasi tertentu. Seringkali pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja yang langsung berhubungan dengan situasinya.

Jadi dari beberapa pendapat para ahli dapat di simpulkan bahwa pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang sistematis diluar sistem pendidikan yang berlaku, dengan waktu yang relatif singkat bertujuan untuk meningkatkan


(52)

pengetahuan , ketrampilan peserta dan perubahan tingkah laku peserta sehingga dapat meningkatkan kompetensi peserta yang mengikutinya.

2.5.2 Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih. Pelatihan itu tidak hanya untuk meningkatkan keterampilan saja, melainkan juga untuk mengembangkan bakat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari J.Jucius bahwa “pelatihan bertujuan untuk pengembangan bakat, keterampilan, dan kemampuan”. Pelatihan jenis apapun sebenarnya tertuju pada dua sasaran, yaitu partisipasi dan organisasi. Dengan pelatihan, diharapkan terjadi perbaikan tingkah laku pada partisipan pelatihan yang sebenarnya merupakan anggota suatu organisasi dan yang kedua perbaikan organisasi itu sendiri yakni agar menjadi lebih efektif (Marzuki : 2010:175).

Menurut Hardjana (2001:15) Tujuan pelatihan diantaranya: a) mempelajati dan mendapatkan kecakapan-kecakapan baru, b) memperthanakan dan meningkatkan kecakapan-kecakapan yang sudah dikuasai, c) mendorong pekerja agar mau belajar dan berkembang, d) mempraktekan di tempat kerja hal-hal yang sudah dipelajari dan diperoleh dalam training, e) mengembangkan pribadi pekerja, f) mengembangkan efektifitas lembaga, g) memberi motivasi kepada pekerja untuk terus belajar dan berkembang.

Menurut Moekijat dalam (Kamil, 2012:11) mengatakan bahwa tujuan umum pelatihan adalah untuk : a) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepatdan lebih efektif, b) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, c) untuk


(53)

mengembangkan sikap, sehingga dapat menimbulkan kemauan untuk bekerjasama.

Diadakan pelatihan untuk remaja putus sekolah mempunyai tujuan tertentu melalui pelatihan di harapakan setelah mengikuti pelatihan menjadi lebih baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya. Selain itu diharapkan pula setelah selesai pelatihan, remaja putus sekolah yang sebelumnya belum memiliki keterampilan menjadi siap bekerja secara produktif di tempat kerja mereka masing-masing.

2.5.3 Manfaat Pelatihan

Pelatihan dilaksanakan dengan harapan memperoleh manfaat daripadanya. Menurut Robinson dalam Marzuki (2010:176) mengemukakan beberapa manfaat pelatihan diantaranya: a) pelatihan merupakan alat untuk memperbaiki penampilan kemampuan individu atau kelompok dengan harapan memperbaiki performa organisasi. b) Keterampilan tertentu diajarkan agar para peserta didik dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang di inginkan. c) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, pimpinan maupun karyawan lain. d) memperbaiki standar keselamatan.

Menurut Sutarto (2013:11) manfaat pelatihan bagi organisasi/satuan penyelenggaraan pendidikan non formal adalah : a) peningkatan produktivitas kerja, b) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dengan bawahan, c) terjadinya proses pengembalian keputusan yang lebih cepat dan tepat, d) meningkatkan semangat kerja, e) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif, f) memperlancar jalannya


(54)

komunikasi yang efektif sehingga proses perumusan kebijakansanaan organisasi lebih akuntabel, g) penyelesaian konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan.

2.5.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan

Pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran, maka prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari prinsip-prinsip pembelajaran. Menurut Kamil (2012:11) prinsip pelatihan meliputi:

2.5.4.1Prinsip perbedaan individu, dimana hal ini dilihat dalam latar belakang sosial, pendidikan, pengalaman, minat, bakat, dan kepribadian.

2.5.4.2Prinsip motivasi, motivasi dapat berupa pekerjaan atau kesempatan berusaha, penghasilan, kenaikan pangkat atau jabatan, dan peningkatan kesehjahteraan serta kualitas hidup. Dengan begitu,pelatihan dirasakan bermakna oleh peserta pelatihan.

2.5.4.3Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih yang bergantung pada pelatih yang mempunyai minat dan kemampuan melatih.

2.5.4.4Prinsip belajar, belajar harus dimulai dari yang mudah menuju kepada yang sulit atau dari yang sudah diketahui menuju kepada yang belum diketahui.

2.5.4.5Prinsip partisipasi aktif . Partisipasi aktif dalam proses pembelajaran pelatihan dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta pelatihan.

2.5.4.6Prinsip fokus pada batasan materi. Pelatihan dilakukan untuk menguasai materi tertentu yaitu melatih keterampilan dan tidak dilakukan terhadap pengertian, pemahaman,sikap.


(55)

2.5.4.7Prinsip diagnosis dan koreksi. Pelatihan berfungsi sebagai diagnosis melalui usaha yang berulang dan mengadakan koreksi atas kesalahan yang timbul.

2.5.4.8Prinsip pembagian waktu. Pelatihan dibagi dalam kurun waktu singkat. 2.5.4.9Prinsip keseriusan. Pelatihan jangan dianggap sebagai usaha sambilan. 2.5.4.10 Prinsip kerjasama. Pelatihan dapat berhasil dengan baik melalui

kerjasama yang apik antar semua komponen yang terlibat dalam pelatihan. 2.5.4.11 Prinsip metode pelatihan. Tidak ada satu pun metode pelatihan yang

dapat digunakan untuk semua jenis pelatihan. Untuk itu perlu dicarikan metode pelatihan yang cocok untuk suatu pelatihan.

2.5.4.12 Prinsip hubungan pelatihan dengan pekerjaan atau kenyataan. Pekerjaan atau kehidupan nyata dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan sehingga perlu pelatihan.

Menurut Hardjana (2001:24) pelatihan memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:

2.5.4.1Belajar dari pengalaman. Belajar dari pengalaman berati memanfaatkan segala sesuatu yang mereka miliki untuk dijadikan titik tolak guna dikembangkan dan diperkaya atau dilepaskan dan diubah. Untuk itu, cara pelatihan pun sebaiknya juga melalui pengalaman.

2.5.4.2Melibatkan emosi dan budi. Pelatiha melibatkan seluruh diri peserta didik. Oleh karena itu, peserta pelatihan tidak hanya diberikan berbagai informasi dan pengetahuan,tetapi juga disentuh hati, perasaan dan emosi, serta diolah perilakunya.


(56)

2.5.4.3Melalui kebersamaan dan kerjasama. Untuk mengubah perilaku, dibutuhkan motivasi. Motivasi tersebut akan lebih mudah dibangkitkan dan dipertahankan jika kegiatan yang mengubah perilaku itu perlu dilakukan kebersamaan dengan orang lain.

2.5.4.4Melihat dan menemukan sendiri relevansi training. Dalam pelatihan peserta didik dibantu untuk mengerti permasalahan dan mencari manfaat dari padanya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pribadi peserta didik. Menurut Permen No. 11 Tahun 2013, pelatihan kerja memiliki prinsip dasar sebagai berikut: a) berorientasi pada kebutuhan pasar kerja dan pengembangan SDM, b) berbasis pada kompetensi kerja, c) tanggung jawab bersama antara dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat, d) bagian dari pengembangan profesionalisme sepanjang hayat dan, e) di selenggarakan secara berkeadilan dan tidak diskriminatif.

Jadi dapat di simpulkan bahwa prinsip-prinsip pelatihan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pada umumnya peserta pelatihan adalah orang-orang dewasa. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembelajaran atau pelatihan harus di perhatikan terlebih dahulu dan harus di sesuaikan dengan kebutuhan orang dewasa sehingga pelatihan dapat berjalan dengan lancer.

2.5.5 Jenis Pelatihan

Pelatihan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut J.C. Denyer dalam (Kamil, 2012:15) yang melihat sudut siapa yang dilatih dalam konteks suatu organisasi, membedakan pelatihan atas empat macam, yaitu:


(57)

2.5.5.1Pelatihan induksi (induction training) yaitu pelatihan perkenalan yang biasanya diberikan kepada pegawai baru dengan tidak memandang tingkatnya. Pelatihan induksi dapat diberikan kepada calon pegawai lulusan SD, SLTP, SMA, SMK, Kesetaraan, dan lulusan perguruan tinggi. 2.5.5.2Pelatihan kerja (job training), yaitu pelatihan yang diberikan kepada semua

pegawai dengan maksud untuk memberikan petunjuk khusus guna melaksanakan tugas-tugas tertentu.

2.5.5.3Pelatihan supervisor (supervisory training), yaitu pelatihan yang diberikan kepada supervisor atau pimpinan tigkat bawah.

2.5.5.4Pelatihan manajemen (management training), yaitu pelatihan yang diberikan kepada manajemen atau untuk pemagang jabatan manajemen. 2.5.5.5Pengembangan eksekutif (executive development), yaitu pelatihan untuk

mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat pemimpin.

2.6 Remaja

2.6.1 Pengertian Remaja

Dalam islam, secara etimologi, kalimat remaja berasal dari “murahaqoh”

kata kerjanya adalah “raahaqo” yang berati al-iqtirab (dekat). Secara terminologi, berati mendekati kematangan secara fisik, akal, dan jiwa serta sosial. Permulaan adolescence tidak berati telah sempurnanya kematangan, karena di hadapan adoleseence dari 7-10 ada tahun-tahun untuk menyempurnakan kematangan. Seacara psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang


(58)

yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Al-Mighwar ( 2006 : 55-56).

Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakansuatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa latin “Adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berati tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita, 2009: 189 ). Salzman dalam (Yusuf, 2009:184) mengemukaka bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

Menurut Yusuf, dkk (2012:77) berpendapat bahwa masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa anak dan masa dewasa, di mulai dari pubertas yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik maupun psikis. Santrock dalam gunarsa (2009 : 196 ) menyatakan bahwa remaja adalah mereka yang mengalami masa transisi (peralihan) dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yaitu antara usia 12-13 tahun hingga usia 20-an. Menurut Aziz (2005:138) menjelaskan masa remaja adalah masa peralihan, masa penuh cobaan, masa penuh tantangan, dan masa yang tidak pernah berhenti bergejolak. Rumini, (2004:54) menambahkan masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa.


(59)

Masa remaja, menurut Mappiare dalam (Ali, 2014:9) berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hokum di Amerika Serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah. Oleh karena it, remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jati

diri” atau fase “topan dan badai”.

Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli dapat di simpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa untuk mencari jati diri mereka, yang di tandai dengan berbagai perubahan yang pesat, masa remaja berada dalam usia 12 sampai dengan 21 tahu.

2.6.2 Ciri-Ciri Remaja

Setiap periode penting selama rentang kehidupan memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Al-Mighwar ( 2006 : 55-56) ada 8 ciri-ciri masa remaja yaitu sebagai berikut:

2.6.2.1Masa yang Penting

Cepat dan pentingnya perkembangan fisik remaja diiringi oleh cepatnya perkembangan mental, khususnya pada awal masa remaja. Atas semua perkembangan itu diperlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, serta nilai dan minat baru.


(1)

BAB V PENUTUP 5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

5.1.1 Tutor di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran mempunyai peranan sebagai informator, organisator, motivator, inisator, fasilitator, mediator dan evaluasi. Di antara peranan tutor tersebut yang sudah dijalankan dengan baik dalam mengembangkan keterampilan otomotif diantaranya adalah sebagai informator, organisator, motivator, dan mediator, sedangkan peranan tutor yang kurang mendukung dalam mengembangkan keterampilan otomotif yaitu peranannya sebagai fasilitator.

5.1.2 Hasil dari pelatihan otomotif yang dimiliki oleh Penerima Manfaat sudah pada tahap terampil dan mahir dalam bidang otomotif, hal tersebut ditunjukan pada aspek psikomotorik/keterampilan yang dimiliki oleh Penerima Manfaat seperti persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, kreativitas sudah terlihat dan meningkat. Penerima Manfaat sudah dapat menjalankan dengan baik perintah yang diberikan oleh tutor untuk mempraktekan otomotif yang ada di bengkel.


(2)

5.1.3 Kendala yang terkadang dihadapi tutor dalam mengembangkan keterampilan otomotif Penerima Manfaat adalah ketika tutor bertemu Penerima Manfaat yang sulit dalam menerima materi pelatihan tertentu karena daya tangkapnya yang kurang, sehingga menghambat Penerima Manfaat lainnya untuk maju dan tutor harus menjelaskan materi tersebut sampai bisa. Motivasi dari Penerima Manfaat yang kurang disebabkan metode yang digunakan tutor kurang menarik dan membosankan. Fasilitas yang kurang lengkap dan tidak memadai di bengkel seperti tidak diberikan modul menyebabkan anak sulit untuk belajar dan peralatan yang ada di bengkel banyak sebagaian yang sudah lama dan rusak.

5.2 Saran

Berdasarkaan simpulan yang telah diuraikan di atas, maka disarankan sebagai berikut:

5.2.1 Mengingat kendala yang dihadapi pada pelatihan adalah dalam penyediaan fasilitas yang kurang memadai terutama pada sarana dan prasarana. Sebaiknya pihak panti perlu memperbaharui dan mengganti lagi alat-alat praktek yang sudah lama.

5.2.2 Pada peranan tutor sebagai fasilitator di Panti Pelayanan Sosial Anak “Wira Adhi Karya” Ungaran masih ada yang belum dikerjakan dengan baik oleh tutor yaitu pada peranan tutor sebagai fasilitator. Sebaiknya perlu adanya pelatihan untuk semua tutor karena dengan pelatihan yang diberikan untuk tutor diharapkan dapat melaksanakan dan meningkatkan perananya sebagai fasilitator dalam pelatihan dan menambah pengetahuannya dalam


(3)

bidang otomotif serta mengusahakan fasilitas yang memadai untuk kegiatan praktek.

5.2.3 Guna untuk mengatasi masalah Penerima Manfaat yang kesulitan untuk menerima materi pelatihan sehingga belum berkembang keterampilan otomotifnya maka sebaiknya tutor untuk menambah jumlah pertemuan jika dirasa kurang. Tujuannya agar materi yang dibutuhkan Penerima Manfaat dapat disampaikan seluruhnya dan Penerima Manfaat dapat berlatih sepenuhnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Al-Mighwar, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia. Anwar. 2012. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skills education). Bandung:

Alfabeta.

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta :Riena Cipta.

Anurrahman, 2012. Belajar dan pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Boeree, George. 2010. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Prismashopie.

Dewi, ayukrisna, dkk. 2014.Analisis faktor-faktor penyebab anak putus sekolah membuktikan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya putus sekolah usia pendidikan dasar di Kecamatan Gerokgak Tahun 2012/2013. Vol: 4 No:1 Tahun 2014.

Hardjana, M Agus. 2001. Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kansius. Hasbulah. 2001. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo. Hudaniyah, Tri Dayakisni. 2015. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press. Islamudin,. Haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2013. Evaluasi Pembelajaran.Yogyakarta: MultiPresindo.

Khasawneh, Samer dan Abdelghafour Al-Zawahreh. 2015. “Using the training reactions questionmaire to analyze the reactions of university students undergoing career-related training in Jordan : aprospective human resource development approach”, Volume 19 Issue 1, ISSN 1360-3736. International Journal of Training and Development.

Kamil, Mustofa. 2012. Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Locket, Calvin. 2015. “factors contributing to secondary school droupouts in an urban school district”. Volume 29 No 1 (Research in Higher Education


(5)

Marzuki, Shaleh. 2010. Pendidikan Non Formal (Dimensi dalam keaksaraan fungsional, pelatihan dan andragogi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Moelong, Lexy. J, 2013. Metode penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Nainggolan, Lilis. 2012. Pendidikan dan Tenaga Kependidikan PLS

(

Http://naingg.blogsopt.com/2012/05/pendidikan-dan-tenaga-kependidikanpls.html, diakses pada tanggal 11 februari 2017).

Raharjo, Tri Joko. 2005. Model Pengembangan Tenaga Kependidikan Tutor Kesetaraan Kejar Paket A, B, dan C. Semarang: Unnes Press.

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Ani. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.

Rifa’i, Muhammad. 2011.Sosiologi Pendidikan. Jogjkarta: Ar-ruzz media. Sardiman. 2012. Interaksi & Motivasi belajar mengajar. Jakarta :Rajawali Pers. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2014. Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: PT

RajaGrafindo.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung :Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sutarto, Joko. 2013. Manajemen Pelatihan. Yogyakarta: Deepublish.

__________.2007.Pendidikan Nonfomal (Konsep Dasar, Proses Pembelajaran&Pemberdayaan Masyarakat). Semarang: Unnes Press. Suprijanto. 2012. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: PT. Riena Cipta. Syam, Nina W .2014. Psikologi Sosial sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung:

Simbiosa Rakatama Media.


(6)

Waluyo, Yogatri.2014. Peran Tutor dalam Mengembangkan Motivasi Belajar Peserta Didik melalui Pendekatan Andragogi di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Widoyoko, Eko Putra. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Widodo, Nurdin dkk. 2012. Pembinaan Lanjut ( After Care Service) Pasca rehabilitasi sosial. Jakarta: P3KS Press.

Wulandari, Nur Aina Dwi. 2015. Manajemen Penyelenggaraan Pelatihan Otomotif dalam Mempersiapkan Warga Belajar Memasuki Dunia Kerja di Balai Latihan Kerja Industr (BLKI) Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Yusuf, Syamsu dan Nani M Sugandi. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo.

(http://www.Kompasiana.id/24/6/2015-tingginya-angka-putus sekolah.html.