MAKALAH MODEL MODEL pENELITIAN DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama islam adalah agama yang hanya di terima disisi Allah SWT,agama
yang di bawa Nabi Muhammad adalah agama yang didalamnya terdapat
banyak petunjuk bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupan ini,
petunjuk itu semua terdapat dalam Al-qur’an dan Hadist yang isinya sudah
tidak

diragukan

lagi

kebenaran

risalah

yang

terdapat


didalam

isi

kandungannya. semua isi Al-qur’an dapat menyelesaikan masalah karena
memang Al-qur’an ini berguna sepanjang masa, keindahan bahasa tidak ada
satu manusia pun yang dapat menirunya, dalamnya makna yang terdapat dalam
ayat-ayatnya tidak dapat digambarkan dengan kata-kata semua mengandung
pengajaran.
Dalam menafsirkan kalam Allah yaitu Al-qur’an tentunya tidak boleh
sembarangan dalam mengartikannya dan untuk mencapai itu semua kita harus
mempelajari ilmu tafsir, supaya hasil dari pemahaman kita tidak jauh dari
makna yang diharapkan dan menurut ajaran agama islam, tentunya ini bukan
hal yang mudah karena dalam satu ayat al-qur’an saja terdapat banyak
perbedaan pendapat, tetapi adanya perbedaan pendapat itu bukan merupakan
masalah yang besar melainkan hikmah yang dapat dijadikan pelajaran dan tetap
menjadikan Al-qur’an

sebagai


sumber

hukum

dalam

segala

pokok

permasalahan. Selain Al-qur’an umat islam juga mempunyai sumber hukum
islam yang kedua yaitu Hadist, yaitu segala perkataan dan perbuatan nabi yang
dijadikan acuan hukum.
Demikian juga dengan Negara, bangsa, dan agama ini akan mencapai
kemakmuran,jika dilandasi hukum yang berdasarkan Al-qur’an dan Hadist, di
samping itu semua kita sebagai penerus bangsa harus juga mengetahui ilmu
fiqh, yaitu ilmu yang membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan amal
perbuatan manusia yang digali dari Al-qur’an dan Hadist, jadi intinya
semuanya kembali ke Al-qur’an dan Al-hadist. Islam itu bersifat universal


1

artinya islam itu memiliki hukum diberbagai segi, misalnya di bidang ekonomi,
politik, ilmu pengetahuan dan teknologi terutama di segi keimanan semuanya
telah diatur dalam Al-qur’an .
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka timbul sebuah permasalahan:
1. Bagaimana Metode Penelitian Tafsir?
2. Bagaimana metode Penelitian Hadist?
3. Bagaimana metode Penelitian Filsafat?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Metode Penelitian Tafsir
2. Mengetahui metode Penelitian Hadist
3. Mengetahui metode Penelitian Filsafat

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode Penelitian Ilmu Tafsir

Dilihat Dari Segi Usianya,penafsiran Al-qur’an termasuk yang paling tua
di bandingkan dengan kegiatan ilmiyah lainnya dalam islam pada saat Al-quran
diturunkan 15 abad yang lalu, rosulullah saw. Yang berfungsi segbagai
mubayyin (pemberi penjelasan) telah menjelaskan arti dan kandungan Al-quran
kepada sahabat-sahabatnya khususnya menyangkur ayat-ayat yang tidak di
fahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya
Rosulullah SAW, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak
semua diketahui,sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat
tentangnya atau karena memang Rosulullah SAW, sendiri tidak menjelaskan
semua kandungan Al-quran.1
Kalau pada masa Rosul saw, para sahabatmenanyakan persoalanpersoalan yang tidak jelas kepada beliau,maka setelah wafatnya, mereka
terpaksa melakukan ijtihad,khususnya mereka yang mempunyai kemampuan
semacam Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud.
Disamping

itu,

para

sahabat


yang

menanyakan

beberapa

masalah,khususnya sejarah nabi-nabi atau kisah-kisah yang tercantum dalam
Al-quan kepada tokoh-tokoh Ahlul-Kitab ( kaum yahudi dan nasrani) yang
telah memeluk agama Islam,seperti Abdullah bin Salam,Ka’ab Al-Akbar. Inilah
yang selanjutnya merupakan benih lahirnya israiliyat.
1. Model-Model Penelitian Tafsir
Ada beberapa ulama tafsir yang menafsirkan model-model
penelitian tafsir diantaranya sebagaiberikut
a. Model Quraish Shihab
Hasil penelitian H. M. quraish shihab terhadap tafsir al-manar
Muhammad Abduh, misalnya menyatakan bahwa syaikh Muhammad
1 Abuddin Nata,Metodologi Studi Islam, cet. 8, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hal.
155.


3

Abduh,( 1849-1909) adalah salah seorang ahli tafsir yang banyak
mengandalkan akal,menganut prinsif tidak menafsirkan ayat-ayat yang
kandungannya tidak terjangkau oleh pemikiran manusia,tidak pula ayatayat yang samar atu tidak terperinci dalam Al-quran. Ketika
menafsirkan firman Allah dalam Al-quran Surat 101 ayat 6-7 tentang ’
timbangan amal perbuatan di hari kemudian, ’Abduh menulis ’ cara
Tuhan dalam menimbang amal perbuatan, dan apa yang wajar diterima
sebagai balasan pada hari itu, tiada lain kecuali atas dasar apa yang
diketahui olehnya,bukan atas dasar apa yang kita ketahui,maka
hendaklah kita menyerahkan permasalahannya hanya kepada Allah swt.
Atas dasar keimanan. Bahkan,’Abduh terkadang tidak menguraikan arti
satu kosakata yang tidak jelas dan menganjurkan untuk tidak
membahasnya, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat ’ Umar Bin
Khatab ketika membaca Abba dalam surat Abbasa (Qs 80: 32) yang
berbicara tentang aneka ragam nikmat Tuhan kepada makhlik-makhlukNya. 2
b. Model Ahmad Al-Syarbashi
Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian
tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, exploratif, dan
Analisis sebagaimana halnya yang di lakukan Quraish Shihab.

Sedangkan sumber yang di gunakan adalah bahan bahan bacaan atau
kepustakaan yang di tulis para ulama tafsir, seperti Ibn Jarir Al-Thabari,
Al-Zamakhsyari, Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Raghib Al-Ashfahani, AlSyatibi, Haji Khalifah. Hasil penelitianya itu mencakup tiga bagian.
Pertama, Mengenai sejarah penafsiran Alquran yang di bagi kedalam
tafsir sahabat Nabi. Kedua, Mengenai corak tafsir, yaitu tafsir ilmiah,
tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, Mengenai gerakan pembaruan di
bidang tafsir.

2 Ibid.,hal. 156-159.

4

c. Model Penelitian Syaikh Muhammad Al-Ghozali
Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad AlGhozali adalah berjudul Berdialog dengan Al-quran.Dalam buku
tersebut dilaporkan macam-macam metode memehami
Al-quran,ayat-ayat kauniyah dalam Al-quran, Bagaimana memahami
Al-quran,peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan dalam memahami
Al-quran.
Tentang macam-macam metode memahami Al-Quran,Al-Ghozali
membaginya kedalam metode klasik dan metode modern dalam

memahami Al-quran. Menurutnya dalam berbagai kajian tafsir,kita
banyak menemukan metode memahami Al-quran yang berawal dari
ulama generasi terdahulu,merka telah berusaha memahami kandungan
Al-quran,sehingga lahirlah apa yang kita kenal dengan metode
memahami al-quran. Kajian-kajian ini berkisar pada usaha-usaha
menemukan

nilai-nilai

sastra,fiqih,kalam,aspek

sufistik

filosofisnya,pendidikan,dan sebagainya. Dengan menggunakan metode
yang telah ada,dapatkah kita menggunakan pada zaman sekarang ?
Demikian pertanyaan yang diajukan oleh Al-Gijali setelah ia
menemukan berbagai metode yang digunakan para ulama terdahulu
dalam

memahami


Al-Quran.

Muhammad

Al-Gojali,misalnya

menyebutkan metode kajian teologis, sufistik,dan filosofis yang
dianggap cukup radikal dan menyentuh masalah-masalah hukum.
d. Model Penelitian Lainnya
Selanjutnya,dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama
terhadap aspek-aspek tertentu dari Al-quran. Diantaranya ada yang
memfokuskan penelitiannya terhadap kemu’jizatan al-qur’an,metodemetode,kaidah –kaidah dalam penafsiran Al-quran,kunci-kunci untuk
Al-quran,serta ada pula yang khusus meneliti mengenai corak dan arah
penafsiran Al-quran yang khusus terjadi pada abad ke 4.

5

Selanjutnya Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Studi Agama
juga telah melakukan penelitian deskripsi secara sederhana terhadap

perkembangan Tafsir. Amir Abdullah mengatakan,jika dilihat secara
garis besar perjalanan sejarah penulisan tafsir pada abad pertengahan,
agaknya tidak terlalu melesat jika dikatakan bahwa dominasi penulisan
tafsir Al-Quran secara leksiografis ( lughowi ) tampak lebih menonjol.
B. Metode Penelitian Hadis
Dalam penelitian hadis (naqd al-hadits) klasik, model penelitian
diarahkan kepada dua segi: sanad dan matan. Dalam penelitian sanad, model
yang ditempuh adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut ini:
1. Melakukan At-Takhrij
Takhrij adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan
hadis tersebut secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian
untuk kepentingan kritik sanad, dijelaskan kwalitas sanad dan para
periwayatdari hadis yang bersangkutan.3
2. Melakukan al-I’tibar
Al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad untuk hadis tertentu, yang hadis
itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja,
dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat
diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian
sanad dari sanad hadis dimaksud.

Dengan melakukan i’tibar, diharapkan dapat terlihat dengan jelas seluruh
jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan
metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang
bersangkutan. Jadi, kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan
sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya pendukung
(corroboration) berupa periwayatan yang berstatus muttabi’ atau syahid.
3 Mani’ Abd halim Mahmud, Metodologi Tafsir,cet1, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006),
hal 90-91.

6

3. Mengkritisi pribadi periwayat serta metode periwayatannya
Ulama’ hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus dikritisi pada diri
pribadi periwayat hadis untuk diketahui apakah riwayat hadis yang
dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak.
Kedua hal itu adalah ke’adilan dan kedhabitannya. Ke’adilan berhubungan
dengan kwalitas pribadi, sedangkan kedhabitannya berhubungan dengan
kapasitas intelektualnya. Jika kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis,
maka periwayat tersebut dinyatakan bersifat tsiqah.
Terkait dengan pelacakan terhadap kebersambungan sanad, hubungan
kwalitas periwayat dan metode periwayatan sangat menentukan. Periwayat
yang tidak tsiqah yang menyatakan telah menerima riwayat dengan metode
sami’na, misalnya, meski metode itu diakui ulama’ hadis memiliki tingkat
akurasi yang tinggi, tetapi karena yang menyatakan lambang itu adalah
orang yang tidak tsiqoh, maka informasi yang dikemukakannya itu tetap
tidak dapat dipercaya. Sebaliknya, apabila yang menyatakan sami’na
adalah orang yang tsiqoh, maka informasinya dapat dipercaya.
Selain itu, ada periwayat yang dinilai tsiqoh oleh ulama’ ahli kritik hadis,
namun dengan syarat bila dia menggunakan lambang periwayatan
haddatsani atau sami’tu, sanadnya bersambung. Tetapi, bila menggunakan
selain dua lambang tersebut, sanadnya terdapat tadlis (penyembunyian
cacat).
4. Meneliti syudzudz dan ‘illat
Salah satu langkah kritik sanad yang sangat penting untuk meneliti
kemungkinan adanya syudzudz dalam sanad adalah dengan melakukan
studi komparatif terhadap seluruh sanad yang ada untuk satu matan yang
sama.
Sedangkan cara mengkritisi kemungkinan terjadinya ‘illat yaitu dengan
membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya
semakna.

7

Hadis yang mengandung syudzudz (ke-syadz-an), oleh ulama’ disebut
sebagai hadis syadz, sedangkan lawan dari hadis syadz disebut hadis
mahfuzh.
5. Menyimpulkan hasil studi kritik sanad
Dalam menyampaikan kesimpulan (natijah) harus disertakan pula
argumen-argumen yang jelas. Argumen-argumen ini dapat disampaikan
sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.
Isi natijah untuk hadis yang dilihat dari segi jumlah periwatnya mungkin
berupa pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berstatus mutawatir dan
jika tidak demikian, maka hadis tersebut berstatus ahad.
Untuk hasil penelitian hadis ahad, maka natijahnya mungkin berisi
pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkwlitas shahih atau hasan
atau dha’if sesuai dengan apa yang diteliti. Jika diperlukan, pernyataan
kwalitas

tersebut

disertai

dengan

macamnya,

misalnya

dengan

mengemukakan bahwa hadis yang dikritisi berkwalitas shahih li ghayrihi
atau hasan li ghayrihi.4
Adapun metode kritik matan, menurut al-A’zhami, banyak terfokus pada
metode

mu’aradhah.

Versi

lain

menyebutnya

metode

muqaranah

(perbandingan) atau metode muqabalah. Metode mu’aradhah yang dimaksud
adalah pencocokan konsep yang menjadi muatan pokok setiap matan hadis,
agar tetap terpelihara kebertautan dan keselarasan antar konsep dengan hadis
(sunnah) lain dengan dalil syariat lain. Langkah pencocokan itu dilakukan
dengan petunjuk eksplisit, yaitu dengan cara:5
1. Mengkomparasikan hadis dengan al-Qur’an.
2. Membandingkan antar hadis atau antara hadis dengan sirah nabawiyah.
3. Mengkonfirmasikan riwayat hadis dengan realita dan sejarah.
4. Mengkomparasikan hadis dengan rasio.
5. Membandingkan hadis-hadis dari berbagai murid seorang ulama’.

4 Khoiriyah, Metodologi Studi Islam, cet.1, Surakarta: Fataba Press,2013, hlm.92-95.
5 Ibid.,hal 268

8

6. Membandingkan pernyataan seorang ulama’ setelah berselang suatu
waktu.
7. Perbandingan dokumen tertulis dengan hadis yang disampaikan dari
ingatan.
Mengenai hal kritik matan, Al-Siba’i mengungkapkan bahwa:
1. Matan tidak boleh mengandung kata-kata yang aneh, yang tidak pernah
diucapkan oleh seorang ahli retorika atau penutur bahasa yang baik.
2. Tidak boleh bertentangan dengan pengertian-pengertian rasional yang
aksiomatik, yang sekiranya tidak mungkin ditakwilkan.
3. Tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah umum dalam hukum dan
akhlak.
4. Tidak boleh bertentangan dengan indra dan kenyataan.
5. Tidak mengandung hal-hal yang hina, yang agama tentu tidak
membenarkannya
6. Tidak bertentangan dengan hal-hal yang masuk akal dalam prinsip-prinsip
kepercayaan tentang sifat-sifat Allah dan para rosulNya.
7. Tidak boleh bertentangan dengan sunnatullah dalam alam dan manusia.
8. Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan-kenyataan sejarah yang
diketahui dari zaman nabi saw.
9. Tidak boleh mengandung janji yang berlebihan dalam pahala untuk
perbuatan kecil, atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara
sepele.
C. Metode Penelitian Filsafat
Metode menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan cara yang
teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dari ilmu pengetahuan);
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan. Kata metode berasal dari kata Yunani
methodos, sambungan kata depan meta (jalan, menuju, melalui, mengikuti,
sesudah), dan kata benda hodos (perjalanan, cara, arah). Kata methodos sendiri

9

lalu berarti: penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah.
Sehingga metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Maksud
metode ialah: supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan
terarah, agar mencapai hasil yang optimal.
Khususnya arti metode berlaku bagi ilmu pengetahuan sebagai bidang atau
daerah terbatas didalam keseluruhan pengertian manusia. Metode ilmiah adalah
sistem aturan yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada
bidang ilmu pengetahuan tertentu. 6
Metode yang dimaksud disini adalah suatu cara untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan yang benar. Kebenaran seperti ini merupakan tujuan yang telah
ditentukan pada saat pendekatan dilakukan. Jadi, dalam metode ilmu
pengetahuan itu seharusnya ditentukan pula jenis, bentuk dan sifatnya oleh
obyek forma (cara pandang) yang dilakukan. Metode adalah jalan yang dipakai
untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah. Jika jalan yang ditempuh dalam
penelitian tidak sampai pada suatu kesimpulan ilmiah hal itu tidak dapat
dikatakan sebagai metode.
Penelitian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan suatu
masalah secara bersistem, kritis, dan ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan
dan pengertian, mendapat fakta baru, atau melakukan penafsiran yang lebih
baik. Dasar penelitian ilmiah untuk mencari ilmu pengetahuan baru; pencarian
yang bersistem untuk menemukan tantangan hal yang belum diketahui.
Penelitian dalam tinjauan sosial adalah suatu proses yang berupa suatu
rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis
untuk memperoleh pemecahan permasalahan atau mendapatkan jawaban atas
pertanyaan tersebut
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan
memutlakkan adanya kegiatan penelitian. Tanpa penelitian itu ilmu
pengetahuan tidak dapat hidup. Sebagaimana menurut Van Peursen;1985
dikutip dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Filsafat, bahwa ilmu
6 Muhaimin, “Studi Islam”, cet 3, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group, 2012) hal 320-330.

10

itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar
tersebut tidak pernah langsung didapat dialam sekitar. Lewat observasi ilmiah
batu-batu sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai, kemudian digolongkan
menurut kelompok tertentu, sehingga dapat dipergunakan.
Pada pokoknya kegiatan penelitian merupakan upaya untuk merumuskan
permasalahan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, dengan jalan menemukan fakta-fakta dan
memberikan penfsiran yang benar. Tetapi lebih dinamis lagi penelitian juga
berfungsi dan bertujuan inventif, yakni terus menerus memperbaharui lagi
kesimpulan dan teori yang telah diterima berdasarkan fakta-fakta dan
kesimpulan yang telah diketemukan. Tanpa usaha peneliti itu ilmu pengetahuan
akan mandeg, bahkan akan surut kebelakang
Andi Hakim Nasution menulis dalam buku Metodologi Penelitian Filsafat
sebagai berikut: “Darma penelitian dilaksanakan untuk menyelenggarakan
pendidikan menuju penghasilan tenaga yang terlatih dalam usaha penelitian
dan penerapan penelitian. Darma penelitian seharusnya dilakukan oleh
perguruan tinggi melalui usaha terus menerus tenaga akademiknya untuk
mengadakan penelitian didalam bidang ilmunya dengan sasaran ganda. Sasaran
pertama ialah untuk menghasilkan pengetahuan baru yang dapat memajukan
cakrawala pengetahuan batas-batas ketidaktahuan, sedangkan sasaran kedua
ialah agar tenaga akademik itu selalu ada ditengah-tengah perkembangan ilmu
yang diasuhnya agar dia dapat mendidik mahasiswa asuhannya menjadi
ilmuwan baru. Darma ketiga ialah pengabdian pada masyarakat yang
maksudnya ialah agar semua pengetahuan baru yang ditemukan darma
penelitian dapat disampaikan dan diterapkan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya dikalangan masyarakat yang memerlukannya, serta agar interaksi
yang timbul dapat mencetuskan permasalaahan baru sebagai bahan penelitian
selanjutnya”.
Akhirnya sebagai darma utama, darma pendidikan dilaksanakan atas dasar
adanya kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat dengan maksud
menghasilkan ilmuwan dan teknologi baru untuk berkelanjutannya usaha-usaha

11

berkelanjutannya. Oleh karena itu, bermanfaatlah untuk mengkaji ketiga tugas
Perguruan Tinggi di Indonesia, yang terkenal sebagai Tri Darma Perguruan
Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat
Ilmu pengetahuan berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan
manusia. Sedangkan kebutuhan manusia adalah sesuatu yang berkembang
didalam dan bersama dengan perkembangan kebudayaan. Maka manusia selalu
berupaya berdasarkan disiplin metodologi ilmiah, dengan tujuan menemukan
prinsip-prinsip baru untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan
kebutuhannya. Itulah yang disebut penelitia
Filsafat secara bahasa berasal dari kata Yunani “philosophia” dari kata
“philein” artinya mencintai, atau “philia” yang berarti cinta, dan “sophia”
yang berarti kearifan. Yang kemudian menjadi kata “philosophy” (dalam
bahasa inggris). Filsafat biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan atau
kebijaksanaan”. Lalu orang yang mencintai kebijaksanaan itu disebut filsuf
(philosopher) atau ahli pikir
Kebijaksanaan atau kearifan, yang dalam bahasa Inggis disebut “wisdom”
yang berarti “accumulated philosophic or scientific learning” (perhimpunan
kefilsafatan atau studi pengetahuan ilmiah). Dalam Webster’s New Collegiate
Dictionary (1979) dijelaskan bahwa kata “wisdom” terkandung suatu
pengetahuan ilmiah, yaitu suatu pengetahuan yang benar secara metodologis
dan sistematis. Pengetahuan yang demikian dapat diterima oleh akal sehat
(logika) dan dapat diuji secara empiris. Selanjutnya, jika pengetahuan ini
menyatu dengan kepribadian seseorang, maka orang tersebut cenderung
bertingkah laku bijaksana.
Tingkah laku bijaksana merupakan suatu wujud atau bentuk yang berasal
dari pemikiran-pemikiran mendalam atau pertimbangan-pertimbangan yang
sangat hati-hati. Tindkan bijaksana adalah tingkah laku yang benar, yang baik,
dan yang indah. Dengan nilai kebenaran, maka suatu tingkah laku itu secara
tepat terarah kepada sasaran; dengan nilai kebaikan, suatu perbuatan menjadi
berguna; dan dengan nilai keindahan, suatu perbuatan membuat kesemarakan,

12

tidak memaksa, wajar dan selalu menarik bagi siapapun. Orang yang selalu
bertingkah laku bijaksana sering disebut sebagai orang saleh.7
Dari kata “cinta” dan “kebijaksanaan” dapat dipahami secara jelas bahwa
ada kecenderungan secara terus menerus untuk menyatu dengan pengetahuan
ilmiah yang mengandung nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Jadi,
seorang filsuf adalah orang yang secara terus menerus berkecenderungan untuk
menyatukan dirinya dengan pengetahuan ilmiah yag benar, baik, dan indah.
Ilmu pengetahuan merupakan eksplisitasi tentang realitas yang dihadapi
manusia. Kebanyakan cabang ilmu mencari pemahaman untuk langsung dapat
diterapkan dan bertindak dalam hidup sehari-hari. Tetapi diantaranya filsafat
adalah kegiatan refleksi. Filsafat itu memang kegiatan akal budi, tetapi lebih
berupa perenungan dan suatu tahap lebih lanjut dari kegiatan rasional umum
tadi. Yang direfleksikan adalah pada prinsipnya apa saja, tanpa terbatas pada
bidang atau tema tertentu. Tujuannya ialah memperoleh kebenaran yang
mendasar, menemukan makna, dan inti segala inti. Oleh karena tu filsafat
merupakan eksplisitasi tentang hakikat realitas yang ada dalam kehidupan
manusia. Itu meliputi hakekat manusia itu sendiri, hakekat semesta, bahkan
hakekat Tuhan, baik menurut segi struktural, maupun menurut segi
normatifnya.
Dari satu pihak justru di sinilah letak kekuatan filsafat sebagai suatu ilmu:
karena menjadi sistematisasi pandangan hidup secara menyeluruh. Maka
terdapat keterlibatan erat antara filsuf dengan ilmu yang digelutinya. Dari lain
pihak dapat disebut sebagai kelemahan filsafat, bahwa sebagai akibat
keterlibatan erat tersebut, filsafat akan memperlihatkan julah aliran dan sistem
serta variasi metode yang besar. Ini merupakan perbedaan mencolok antara
filsafat dan ilmu pengetahuan lain, khususnya eksakta, yang tidak memiliki
pengalaman hubungan pribadi seperti filsafat berhubungan dengan yang
menekuninya. Hanya ilmu sosial dan human mendekati filsafat dalam hal ini.
Maka sesungguhnya sangat ideallah pendapat yang menyatakan, bahwa
ilmu filsafat itu bersifat personal. Dan dengan demikian tujuan pendalaman
7 Ibid.h 89

13

dalam ilmu filsafat ialah agar mengantar dan membimbing orang yang
mempelajarinya, untuk menjalankan filsafat secara pribadi. Tetapi sifat
personal ini untuk kondisi tertentu mengandung kelemahan, karena bisa
mengaburkan arti “kebenaran” sebagai tujuan utama segala ilmu pengetahuan,
termasuk filsafat itu sendiri.
Dari penjelasan diatas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwa metode
penelitian filsafat ialah suatu jalan atau cara berfikir secara sistematis untuk
mencari pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan filsafat. Kemudiaan
pemakalah akan mencoba menyelaraskan metode penelitian filsafat dengan
profesi keguruan, bahwa dalam keguruan merupakan suatu kegiatan yang
sistematis dimana terdiri dari unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain,
dan unsur tersebut berfungsi sesuai dengan kegunaan masing-masing. Dan
dalam menggunakan unsur-unsur tersebut terdapat beberapa langkah atau cara
untuk melakukan hal tersebut. Seperti guru membutuhkan beberapa metode
untuk digunakan dalam proses pembelajarannya, supaya peserta didik paham
materi dengan melalui metode tertentu. Dan melakukan metode tersebut,
terdapat beberapa pendekatan, strategi dan taktik tertentu dalam suatu proses
pembelajaran.
Filsafat merupakan cinta dan kebijaksanaan, maka sebagai seorang guru
setidaknya cinta akan profesinya, dan mencintai kebijaksanaan. Baik
kebijaksanaan pada peserta didiknya, materi yang diajarkannya, perilaku yang
profesional, dan lain sebagainya.

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan urain diatas bahwa keaneka ragaman metodologi memahami
Islam,di dalamnya kita dapat mengetahui tentang : Model penelitian tafsir,
Model penelitian hadits , Model penelitian Filsafat Islam. Dengan adanya
model-model penelitian diatas kita dapat mengetahui berbagai aspek
pandangan para Ulama dan Para Ahli dalam bidangnya masing-masing
Dengan demikian kita sebagai Mahasiswa dituntut untuk memahami
tentang model-model penelitian diatas, agar dapat mengetahui perbedaan dan
kesamaan dari berbagai jenis model penelitian diatas.Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, semua ini dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Walaupun demikian penulis berharap
mudah-mudahan makalah ini ada manfaatnya khususnya untuk keberhasilan
dan kemajuan dalam bidang berdakwah.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah membantu baik moril maupun materil sehingga makalah ini
dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Mudah-mudahan amal
kebaikan kita dapat digantikan dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami uraikan mengenai manajemen pendidikan
Islam, kami menyarankan kepada teman-teman yang ingin mengetahui lebih
dalam lagi tentang hal tersebut di atas untuk mencari referensi melalui berbagai
media yang tersedia.

15

DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi,Al,Athiyah, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falsafatuha, ( Mesir: Isa albaby, 1975).
Abduh, Syaikh Muhammad, Tafsir Juz Amma, ( Mesir: Dar al-Hilal, 1967).
Abd Al-Jabbar, Muhammad, Syarh al-Ushul al-Khamshah, ( Mesir: Maktabah
wahbah, t.t.).
Ali,Maulana Muhammad, Islamologi ( Dinul Islam), (Jakarta: Ikhtiar baru van
Hoeve, 1980).
Alfian, politik kebudayaan dan manusia indonesia, (jakarta: LP3ES.1981), cet.I.
Alisjahbana, Sutan Takdir, Antropologi Baru, ( Jakarta: Dian Rakyat,1986),cet.III.
Filsafat Islam_,(terj.) Pustaka Firdaus, ( Jakarta: Pustaka Firdaus,1985), cet.I.

16

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah
...............................................................................................................
C. Tujuan Masalah
...............................................................................................................
BAB II PEMBAHASA
A. Metode Penelitian Tafsir...................................................................
B. metode Penelitian Hadist...................................................................
C. metode Penelitian Filsafa..................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................
B. Saran...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

17

KATA PENGANTAR
ii

Bismillahirahmanirahim, Wb
Alhamdulillah, Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini berisikan tentang penjelasan “Model Penelitian dalam Islam”
Kami

menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini .
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin .

Sungai Penuh, Desember 2017

18

i

19