Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

ABSTRAK
Hibah adalah pemberian seseorang kepada ahli warisnya, sahabat-sahabatnya atau
kepada urusan umum, sebagian daripada hartanya atau semuanya sebelum ia meninggal.
Dalam KHI hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Hibah bersyarat terjadi
apabila hibah dikaitkan dengan sesuatu syarat, seperti syarat pembatasan penggunaan
barang oleh pihak penghibah kepada penerima hibah, maka syarat tersebut tidak sah.
Penarikan kembali atas sesuatu pemberian (hibah) adalah merupakan perbuatan yang
diharamkan, meskipun hibah tersebut terjadi antara dua orang yang bersaudara atau
suami istri. Adapun hibah yang boleh ditarik kembali hanyalah hibah yang dilakukan atau
diberikan orang tua kepada anaknya. Adapun rumusan masalahnya adalah 1.Mengapa
Masyarakat Kota Banda Aceh masih menggunakan praktik Hibah Bersyarat,
2.Bagaimana dalil Hukum pembatalan hibah dalam perspektif Hukum Islam, 3.Kenapa
Majelis Hakim Mahkamah Syariah Provinsi Aceh tidak menjadikan hibah bersyarat
menjadi pertimbangan hukum dalam membatalkan hibah di Putusan Mahkamah Syariah
Aceh nomor 28/PDT-G/2015/MS-Aceh.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum dan praktek
pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas, dikatakan deskriptif
karena penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran secara rinci, sistematis dan

menyeluruh mengenai segala hal yang berhubungan dengan pembatalan hibah di Banda
Aceh.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa, 1. Pelaksanaan praktek hibah bersyarat
pada masyarakat Kota Banda Aceh sampai sekarang ini merupakan kebiasaan
masyarakat itu sendiri yang telah terjadi sampai saat ini, walaupun tidak ada aturan yang
mengaturnya tentang hibah bersyarat. 2. Adapun dalil pembatalan hibah dalam perspektif
hukum islam menyebutkan bahwa penarikan kembali atas sesuatu pemberian (hibah)
adalah merupakan perbuatan yang diharamkan. Adapun hibah yang boleh ditarik kembali
hanyalah hibah yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anaknya. 3.Oleh sebab
itu hakim memutuskan perkara diluar dari dalil gugatan yang dikarenakan hibah bersyarat
tidak ada aturan hukum sehingga majelis hakim menilai dari penarikan hibah dari orang
tua terhadap anaknya yang di bolehkan dalam KHI. Saran yang ditujukan terhadap
1.Seharusnya masyarakat Kota Banda Aceh melihat dari segi aturan Hukum Islam dan
KHI yang tidak mengatur adanya tentang hibah bersyarat tersebut, hibah bersyarat tidak
dibenarkan dalam aturan Hukum Islam, sehingga tidak perlu di laksanakan lagi,
khususnya masyarakat Kota Banda Aceh yang telah menjadi kebiasaan sampai saat ini.
2.Seharusnya dalam pemberian suatu hibah telah memikirkan dan mencermati secara
matang atas apa yang diberikannya sehingga tidak adanya suatu tuntutan ke pengadilan
atas suatu pemberian hibah tersebut. 3 Seharusnya majelis hakim juga menjelaskan
bahwa tidak ada aturan yang mengatur hibah bersyarat tersebut kepada kedua belah

pihak.
Kata Kunci : Hibah, Hibah Bersyarat, Pembatalan Hibah
i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Hibah is a part or all of someone’s property given to his heir, friends, or other
people before he dies. In KHIU (the Compilation of the Islamic laws), hibah is an
object given voluntarily, without any reward, from someone to other people who are
still alive. A conditional hibah occurs when it is related to a requirement such a
requirement of the limitation of using it by the giver to the receiver so that it becomes
invalid. A withdrawal of something which has already been given (hibah) is illegal
although the hibah is between sibling or husband and wife. Hibah can only be
withdrawn when it is given by parents to their children. The problems of the research
were as follows: how about the people in Banda Aceh who still use conditional hibah,
how about the clause of hibah revocation law in the perspective of the Islamic law,
and why the Panel of Judges of the Sharia Court in Aceh Province does not use it as
legal consideration in revoking hibah in the Ruling of Aceh Sharia Court No.
28/PDT-G/2015/MS-Aceh.

The research used judicial normative and descriptive analytic methods which
described the prevailing legal provisions on legal theories and the implementation of
positive law related to the problems above. What it meant by ‘descriptive’ was
because this research was expected to be able to describe in detail, systematic, and
complete everything related to the revocation of hibah in Banda Aceh.
The result of the research shows that 1. The implementation of conditional
hibah in the people of Banda Aceh has been their own tradition even though there is
no regulation on it, 2. The clause of revoking hibah in the Islamic law perspective
states that withdrawal of something which has been given (hibah) is illegal; hibah
which can be withdrawn when it is given by parents to their children. 3. Therefore,
the judge hands down the verdict outside of the lawsuit because conditional hibah is
not regulated in law so that the judge considers that the withdrawal of hibah given by
parents to their children is permitted in the KHI. It is recommended that 1) the people
in Banda Aceh perceive from the Islamic law and the KHI which do not regulate
conditional hibah since it is illegal in the Islamic law so that it should not be
implemented, especially for the people in Banda Aceh who have traditionally carried
it out, 2) Hibah should be given after it has been though over and heeded carefully so
that there will be no lawsuit to the Court on it, and 3) the Panel of Judges should give
explanation that there is no regulation on conditional hibah to both parties.


Keywords: Hibah, Conditional Hibah, Hibah Revocation

ii

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Penuntutan Pengembalian Mahar Akibat Perceraian (Studi Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh Nomor: 15/Pdt.G/2011/MS-Aceh)

8 60 128

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Pelaksanaan qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang khalwat di Aceh: studi putusan Mahkamah Syar’iyyah Tahun 2010 di Provinsi Aceh

1 8 145

Pelaksanaan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat di Aceh (Studi Putusan Mahkamah Syar'iyyah Tahun 2010 di Provinsi Aceh)

0 7 145

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 15

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 28

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 1 28

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH) Chapter III V

0 0 50

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 5