Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH) Chapter III V

57

BAB III
PEMBATALAN HIBAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Tata Cara Peralihan Hak Tanah Dari Hibah
Praktik pelaksanaan di Indonesia, khususnya penghibahan atas barang-barang
yang tidak bergerak, seperti penghibahan atas tanah dan rumah, selalu dipedomani
ketentuan yang bermaktub dalam pasal 1682 dan 1687 KUH Perdata, yaitu adanya
suatu formalitas dalam bentuk akta notaris. Maksudnya pernyataan penghibahan itu
dilaksanakan dihadapan Notaris, hal ini kaitannya dengan pengurusan surat-surat
balik nama atas benda yang dihibahkan tersebut berbentuk tanah yang sudah
mempunyai sertifikat, maka penghibahan harus dilakukan di depan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT) di daerah mana tanah tersebut berada.
Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah milik,
maka didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Bila pengalihan tersebut
dipaksakan oleh kewenangan dan kekuasaan Negara maka disebut dicabut atau
mungkin dinasionalisasi. Dan inipun harus dengan menempuh persyaratan, sebab
terjadi pemutusan hubungan hukum kepemilikan didalamnya.94
Peralihan hak atas tanah menurut pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 dapat dilakukan melalui perbuatan hukum seperti jual beli, tukar

menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum lainnya yang
dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang, sedang dalam Pasal
94

Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi,
Bandung, Mandar Maju, hal 276-277

57

Universitas Sumatera Utara

58

2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1997 dan Pasal 95 Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan jenis akta yang dapat
dibuat oleh PPAT antara lain perbuatan hukum mengenai jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan kedalam perusahaan (imbreng), pembagian hak bersama,
pemberian Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik, Pemberian Hak
Tanggungan dan Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Peralihan hak atas tanah tersebut dalam kaitannya yang termasuk disini adalah

perbuatan hukum yang berupa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jual Beli
Tukar Menukar
Hibah
Pemasukan dalam Perusahaan; dan
Pembagian Hak Bersama
Penggabungan atau Peleburan perseroan atau koperasi yang didahului
dengan likuidasi (Pasal 43 ayat (2)).95

Sebagai ketentuan formalnya, PPAT membuat akta dari perbuatan hukum
peralihan hak tersebut dengan bentuk, isi dan cara perbuatannya sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006

dan Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997.
Berkenaan dengan peralihan hak atas tanah, Boedi Harsono mengatakan :
beralihnya adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan yang mempunyai hak
meninggal dunia, maka haknya dengan sendirinya menjadi beralih kepada ahli
warisnya. Dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja oleh
95

Ibid

Universitas Sumatera Utara

59

seseorang kepada pihak lain dengan tujuan beralihnya hak tersebut kepada pihak lain
yang menerima pengalihan hak tersebut.96
Pebuatan hukum peralihan hak atas tanah ini, diatur ketentuan perbuatan
aktanya sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 sebagi berikut :
(1)PPAT menolak membuat akta jika:
a.


Mengenai sebidang tanah yang sudah terdaftar kepadanya tidak
disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang
diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor
Pertanahan; atau

b.

Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak
disampaikan:
1.

Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau
surat Keterangan Kepala Desa / Kelurahan yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan

2.

Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang

bersangkutan belum bersertifikat dari kantor Pertanahanatau untuk
tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor
Pertanahan dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikutkan
oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau

96

K.Wantjik Saleh, Hak Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977, hal 18

Universitas Sumatera Utara

60

c.

Salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukumyang
bersangkutan atau salah satu saksi sebagai mana dimaksud dalam Pasal
38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak
demikian:atau


d.

Salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa
mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan
hak;atau

e.

Untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin
pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

f.

Obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa
mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau

g.

Tidak dipenuhinya syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

(2)Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara trtulis kepada
pihak-pihak yang bersangkutan disertai alasannya.
Setelah tidak ada halangan untuk perbuatan akta dari perbuatan hukum
sebagaimana diatur diatas, maka dilanjutkn dengan perbuatan akta peralihan haknya
oleh PPAT, selanjutnya Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 diatur
sebagai berikut:
1.

Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya
akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya

Universitas Sumatera Utara

61

berikut dokumen-dokumen yang besangkutan kepada Kantor Pertanahan
untuk didaftar.
2.


PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah
disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para
pihak yang bersangkutan.

Selanjutnya prosedur pendaftaran peralihan haknya setelah dibuatkan akta
PPAT dan disampaikan ke Kantor Pertanahan, diatur dalam Pasal 105 Peraturan
Menteri Negara Agraria, kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, yakni pencatatan
peralihan hak dalam buku tanah, sertifikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai
berikut:
a. Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan
dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.
b. Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskna pada ahalaman
dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibibuhi tanggal
pencacatan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau
pejabat yang ditunjuk dan dicap dinas Kantor Pertanahan;
c. Yang tersebut pada huruf a dan b juga dilakukan pada sertifikat hak yang
bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak
lama.
d. Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan docoret dari daftar

nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan
pada daftar nama penerima hak.

Universitas Sumatera Utara

62

Selanjutnya sertifikat hak yang dialihkan diserahkan kepada pemegang hak
baru atau kuasanya.
a. Izin Peralihan / Pemindahan Hak
Berdasarkan ketentuan Pasal 98 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN
Nomor 3 Tahun 1997, maka dalam rangka pembuatan akta pemindahan atau
pembebanan hak atas tanah dan mendaftarnya tidak diperlukan izin pemindahan hak,
kecuali dalam hal sebagai berikut:
a.

Pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan
Rumah Susun yang didalam sertifikatnya dicantumkan tand yang
menandakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila
telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang;


b.

Pemindahan atau pembebanan hak pakai atas ranah Negara.

Mengenai hal izin pemindahan hak diperlukan, maka izin tersebut harus sudah
diperoleh srbrlum akta pemindahan atau pembebanan hak-hak yang besangkutan
dibuat. Izin pemindahan hak yang diperlukan tersebut dianggap sudah diperoleh
untuk pemindahan hak yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan izin lokasi atau
pemasaran hasil pengebangan bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai
induk oleh perusahaan real estate, kawasa industry atau pengembangan lain yang
sejenis.
Selanjutnya diatur bahwa sebelum dibuat akta mengenai pemindahan ha katas
tanah, calon penerima hak harus membuat pernyataan yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan:97

97

Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal 282


Universitas Sumatera Utara

63

a.

Dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang ha katas tanah
yang melebihi ketenuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b.

Dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah
absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

c.

Menyadari bahwa apabila pernyataan tidak benar maka tanah kelebihan
atau tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek
landreform;

d.

Bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan
sebagaimana dimaksud pada a dan b tidak benar.

PPAT wajib menjelaskan kepada calon penerima hak maksud dan isi
pernyataan tersebut.
b. Kedudukan PPAT
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam perolehan hak atas tanah,
khususnya dalam peralihan hak, harus dibuktikan perbuatan hukumnya dengan akta
otentik yang diperbuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tentang
kedudukan PPAT tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998
tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah dan peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI Nomor 1 Tahun 2006.
Menurut Effendi Parangin bahwa PPAT adalah pejabat yang berwenang
membuat akta dari perjanjian-perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah,

Universitas Sumatera Utara

64

memberikan suatu hak baru atas tanah menggadaikan tanah atau meminjam uang
dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, sebagaimana yang dimaksud dalam PP
No.10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah.98
Berdasarkan Pasal 1 PP No.37 Tahun 1997 tentang Peraturan Jabatan
Pembuat Akta Tanah. Dalam peraturan ini dimaksud dengan PPAT dapat dibagi
menjadi:
a. Pejabat pembuat akta tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum
yang

diberikan

kewenangan

untuk

membuat

akta-akta

otentik

mengenaiperbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun.
b. PPAT sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya
untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang
belum cukup terdapat PPAT. PPAT sementara yang dimaksud adalah Camat
dan Kepala Desa. Penunjukan PPAT sementara terhadap Kepala Desa dapat
terjadi berdasarkan penelitian letak desa sangat terpencil dan juga banyaknya
bidang tanah yang sudah terdaftar di wilayah desa tersebut.
c. PPAT khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena
jabatannya khususnya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta
PPAT tertentu khususnya dalam rangka pelaksanaan program atau tugas
pemerintah. Penunjukan Kepala Kantor Pertanahan sebagai PPAT khusus

98

Effendi Parangin, Hukum Agraria Indonesia (Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum), CV Rajawali, Jakarta, 1991, hal 3

Universitas Sumatera Utara

65

dilakukan oleh menteri secara khusus demikian khusus seperti diatur dalam
Pasal 8 Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional No.4
Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah N0.37
Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah. Penunjukan
dapat dilakukan di dalam keputusan mengenai penetapan program khusunya
pelayanan masyarakat yang memerlukan ditunjuknya Kepala Kantor
Pertanahan sebagai PPAT Khusus Jabatan PPAT Sementara dan PPAT
Khusus akan berhenti dengan sendirinya apabila tidak lagi memegang jabatan
sebagai Camat, Kapala Desa, Kepala Kantor Pertanahan.
Terjadinya ketidak-konsistenan pelaksanaan peraturan tersebut, karena
sekalipun disuatu kota besar, formasi para camat tetap diangkat sebagai PPATsementara, padahal sesuai ketentuan, kehadiran PPAT-sementara (Camat atau kepala
Desa) hanya apabila di daerah tersebut belum cukup terdapat PPAT/Notaris.
Hal yang menarik lagi adalah terjadi polemik akhir-akhir ini dalam perbuatan
akta otentik atas perbuatan hukum mengenai tanah sehubungan dengan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang dalam Pasal 15 ayat (2)
huruf f disebutkan Notaris berweanang membuat akta yang berhubungan dengan
pertanahan.99
Dasarnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkandung
maksud tertentu yaitu mengharapkan terjadinya suatu akibat hukum yang
dikehendaki. Dahulu orang dalam melakukan perbuatan hukum cukup dengan adanya
99

Ibid, hal 284

Universitas Sumatera Utara

66

kata sepakat dari kedua belah pihak secara lisan, dengan dilandasi atas saling percaya
mempercayai berbeda halnya dengan zaman sekarang, di mana orang (pihak-pihak)
biasanya

lebih

cenderung

melakukan

perbuatan

hukum

tersebut

dengan

merealisasikannya dalam bentuk perjanjian secara tertulis atau lebih dikenal dengan
sebutan akta otentik.100 Jadi, Notaris merupakan pejabat publik yang mempunyai
kewenangan untuk membuat akta, yang di dalamnya terkandung adanya perikatan di
antara para pihak yang melakukan perikatan tersebut, demikian juga halnya bagi para
pihak dalam melakukan penghibahan.
Proses peralihan hak atas tanah yang dihibahkan tidak ada perbedaannya
dengan peralihan hak pada umumnya, karena peralihannya hak tersebut juga melalui
PPAT setempat yang dimana kawasan letak wilayah tanah tersebut, dengan dibuatkan
akta hibah tersebut oleh pihak PPAT maka peralihan hak tanah hibah tersebut sudah
beralih ke penerima hibah tersebut. Proses peralihan hak yang harus dilakukan
dengan pembuatan akta oleh PPAT yaitu akta hibah merupakan suatu syarat bagi si
penerima hibah untuk melakukan pendaftaran tanah tersebut kepadan Badan
Pertanahan Nasional, karena merupakan suatu syarat dalam pendaftaran tanah hibah
tersebut.
Sebelum akta hibah dibuat oleh PPAT, terlebih dahulu calon penghibah
diharuskan untuk mengisi formulir surat permohonan yang telah disediakan oleh

100

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Penerbit
Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 42.

Universitas Sumatera Utara

67

PPAT, yang pada pokoknya berisikan tentang permintaan supaya dibuatkan akta
hibah.
Setelah formulir permohonan tersebut diisi oleh calon penghibah sebagaimana
mestinya, PPAT meminta kepada calon penghibah dan penerima hibah berserta saksisaksi supaya pada hari yang ditentukan dating menghadap PPAT untuk dibuatkan
akta hibah tanahnya.
Untuk keperluan pembuatan akta tersebut, PPAT meminta surat-surat bukti
pemilikan tanah dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan untuk diketahui
kebenarannya, penyelidikan tersebut untuk mengetahui mengenai kemungkinan
adanya hak-hak lain yang dibebankan di atas tanah itu, misalnya dengan hak
tanggungan, gadai tanah, sewa dan lain-lain. Di samping itu, untuk mengetahui
apakah pemberian hibah benar-benar merupakan pemilik dari tanah yang akan
dihibahkan sehingga nantinya tidak merugikan pihak yang lainnya.
Sebelum akta hibah ditanda tangani oleh pemberi dan penerima hibah. PPAT
harus terlebih dahulu membacakan isi akta dihadapannya hadir da memperhatikan
para pihak dan saksi-saksi. Adapun tujuannya dibacakan akta tersebut untuk
mencegah adanya kekeliruan dalam akta, setidaknya apakah para pihak dan saksi
telah setuju dengan isi yang tertung dalam akta tersebut.
Apabila tidak adanya sanggahan dari pihak manapun, maka ketika itu juga
dihadapan PPAT dan para pihak serta saksi-saksi yang telah hadir menandatangani
akta hibah tersebut dan kemudian setelah para pihak serta saksi menandatangani akta
tersebut maka barulah PPAT menandatangani akta hibah tersebut sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara

68

peraturan yang telah tercantum dalam Pasal 22 PP no 37 tahun 1998 tentang
peraturan jabatan pejabat pembuat akta tanah.
Akta dibuat dalam rangkap 2 (dua) satu rangkap disimpan oleh PPAT yang
bersangkutan dan satu rangkap lagi disampaikan kepada kantor pertanahan nasional
untuk keperluan pendaftaran. Untuk pembuatan akta hibah tersbut kepada para pihak
diwajibkan membayar biaya uang jasa PPAT, termasuk ung jasa saksi sebanyak 1 %
dari harga taksiran tanah hibah tersebut.
Setelah selesainya pembuatan akta hibh oleh PPAT, maka berdasarkan pasal
40 PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak tanggal ditanda tanganinya akta tersebut, PPAT harus menyampaikan akta
yang dibuatnya

beserta berkas-berkas lain pada kantor pertanahan untuk proses

pendaftaran tersebut.
B. Proses Pendaftaran Tanah Yang di Hibahkan
Pemahaman masyarakat luas tentang pengertian “pendaftaran tanah banyak
yang rancu. Jika atas sebidang tanah telah dilakukan pencacatannya secara
administratif oleh instansi Pemerintah banyak yang beranggapan bahwa tanahnya
sudah terdaftarkan. Sementara ketentuan hukum agraria tidak demikian.101
Kegiatan pendaftaran tanah seperti yang disebutkan dalam Pasal 19 UUPA
hanya meliputi:102
a) Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah;
101

Tampil Anshori Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Medan, Kelompok
Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 2011, hal 218
102
Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal 105

Universitas Sumatera Utara

69

b) Pendaftaran ha katas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;dan
c) Pemberian surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Diterbitkannya ketentuan peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
sebagai Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 telah terjadi satu
langkah maju untuk mencapai kesempurnaan atas pelaksanaan pendaftaran tanah di
Indonesia. Dan jika dikaitkan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana
disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tersebut maka menurut
AP. Parlindungan telah memperkaya ketentuan Pasal 19 UUPA tersebut, karena :
1. Dengan diterbitkannya sertifikat ha katas tanah maka kepada pemiliknya
diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.
2. Dengan informasi pertanahan yang tersedia dikantor pertanahan maka
pemerintah

akan

mudah

merencanakan

pembangunan

Negara

yang

menyangkut tanah, bahkan bagi rakyat sendiri lebih mengetahui kondisi
peruntukan tanah kepemilikannya.
3. Dengan administrasi Pertanahan yang baik akan terpelihara masa depan
pertanahan yang terencana.
Asas yang dianut untuk Pendaftaran tanah diatur berdasarkan Pasal 2 PP
24/1997 yakni sebagai berikut:
1. Sederhana
Maksudnya adalah substansinya mudah dibaca atau dipahami oleh semua
lapisan warga negara Indonesia dan juga prosedurnya tidak perlu melewati birokrasi
yang berbelit-belit hanya perlu melewati seksi pendaftaran tanah saja.

Universitas Sumatera Utara

70

2. Aman
Keamanan disini berarti akan memberikan rasa aman bagi pemegang sertifikat
apabila mereka telah melakukan prosedur pendaftaran tanah dengan teliti dan cermat.
3. Terjangkau
Berkaitan dengan kemampuan finansial seseorang untuk membayar biaya,
khususnya harus memperhatikan agar tidak memberatkan pihak-pihak yang
ekonominya lemah. Intinya agar jangan sampai pihak ekonomi lemah tidak
melakukan pendaftaran tanah hanya karena masalah tidak mampu membayar.
4. Mutakhir
Setiap data yang berkaitan dengan pendaftaran tanah haruslah data yang
terbaru, yang menunjukan keadaan riil pada saat yang sekarang. Setiap ada perubahan
fisik atau benda-benda diatasnya atau hal yuridis atas tanah harus ada datanya (selalu
ada pembaharuan data).
5. Terbuka
Dokumen-dokumen atau data-data baik fisik atau yuridis bersifat terbuka dan
boleh diketahui oleh masyarakat. Asas ini bertujuan agar bila ada hal-hal yang
menyimpang atau disembunyikan dapat diketahui.103
Beberapa ahli Agraria Indonesia menyebutkan bahwa system pendaftaran
tanah yang berlaku ndi Indonesia menganut system Torrens. Sistem ini dapat di
identifikasikan dari :

103

M.Arba, Hukum Agraria Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta, 2015, hal 151-152

Universitas Sumatera Utara

71

1. Orang yang behak atas tanahnya harus memohonkan dilakukannya
pendaftaran tanah itu agar aNegara dapat memberikan bukti hak ats
permohonn yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar dari system
Torrens dimaksud, bahwa manakala seseorang mengklaim sebagai pemilik fee
simple baik karena undang-undang atau sebab lain harus mengajukan
permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan atas namanya.
2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan
pemohon pendaftaran tanah untuk pertama kali yang bersifat sporadis.
Penelitian ini dikenal sebagai examiner of title. System pendaftaran tanah di
Indonesia mengenal lembaga ini dengan nama Panitia Pemeriksaan Tanah
(panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak
Pengelolaan, dan Panitia B untuk Hak Guna Usaha), yang semula
pembentukannya didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 12 Tahun 1992 saat ini disempurnakan dengan Peraturan
Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007.
Khusus untuk kegiatan pendaftaran pertama kali bersifat sistematis, oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dikenal dengan nama Panitia
Ajudikasi.104
Penerapan dari system ini berawal dari cita suatu ketentuan bahwa seseorang
dapat mengklaim sebagai pemilik fee sample bail karena undang-undang atau sebab

104

Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal 114

Universitas Sumatera Utara

72

lainnya harus mengajukan suatu permohonan agar lahan yang bersangkutan dapat
diletakkan atas namanya.105
Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan
formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat
berkesimpulan:
1. Tanah yang dimohon untuk didaftarkan tersebut baik dan jelas tanpa keraguan
untuk memberikan haknya;
2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan;
3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atau Panitia
Pemeriksaan Tanah untuk dapat diberikan haknya sesuai yang dimohonkan
pemilik tanah;
4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak ada
yang

bersengketa

lagi

dan

tidak

ada

yang

keberatan

terhadap

kepemilikannya;106
Indikator ini berarti atau bermakna mendukung asas publisitas dan asas
spesialitas dari pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan di Indonesia.
Pendaftaran tanah yang dianut oleh system Torrens ini tentu mempunyai
beberapa kelebihan seperti dapat menentukan biaya yang dapat diduga sebelumnya
dan meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang serta dapat secara tegas
menyatakan dasar haknya.107

105

Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hal 166
Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal 115
107
Supriadi, Op.Cit, hal 167

106

Universitas Sumatera Utara

73

Keberadaan system pendaftaran tanah model Torrens ini, persis apa yang
disebutkan atas permohonan seseorang untuk memperoleh hak milik sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 22 UUPA:
1. Terjadinya hak milik menurut hak adat diatur denga peraturan pemerintah.
2. Selain menurut cara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini Hak
milik terjadi;
a.

penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.

b.

Ketentuan Undang-Undang.

Dengan kata lain setiap terjadinya hak milik (diproses pendaftaran untuk hak
miliknya) harus melalui penetapan pemerintah, agar permohonan dapat disetujui
untuk dikeluarkan bukti haknya, setelah diajukan seseorang ke kantor pertanahan
setempat.108
Dengan demikian terjadinya hak milik sebagaimana disebutkan dalam Pasal
584 KUH Perdata tidak serta merta berlaku dalam memperoleh hak milik atas tanah
menurut ketentuan hukum agrarian.
Dengan demikian untuk memperoleh hak milik atas tanah, baik melalui
konversi (pengakuan hak dan penegasan hak) maupun dengan permohonan baru atas
tanah Negara tetap harus melalui suatu proses untuk didaftarkan menjadi hak milik
seseorang tersebut. Inilah ketelitian yang disebutkan dalam sistem Torrens tersebut.

108

Muhammad Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op.Cit, hal 115-116

Universitas Sumatera Utara

74

Pendaftaran tanah dalam hal tanah yang telah dihibahkan tidak berbeda
tatacaranya seperti pendaftaran tanah pada umumnya. Seperti yang telah diketahui
bahwa sebelum berlakunya undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan
dasar pokok-pokok agrarian (UUPA), setiap pemindahan hak atas tanah tetap yang
ada di wilayah Indonesia dan untuk peraturan mengenai pendaftaran tanah, maka
Pemerintah mengeluarkan peraturan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Selanjutnya, dalam pendaftaran hak atas tanah Pasal 37 ayat 1 dikenal juga
dengan tanah hibah, sedangkan penghibahan dalam sistem KUH Perdata adalah
seperti halnya jual beli atau tukar menukar, dalam arti belum memindahkan hak
milik, karena hak milik ini baru berpindah dengan dilakukannya penyerahan secara
yiridis, yang cara-caranya seperti dalam melakukan jual beli, penghibahan disamping
jual beli dan tukar menukar merupakan suatu titel bagi pemindahan hak milik.
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah
susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun serta
hak-hak tertentu.109
Negara hukum Republik Indonesia bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya adalah dikuasai Negara dan dimanfaatkan untuk mencapai

109

Effendi Bachtiar, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Alumni Bandung, Bandung,
1993, hal 632

Universitas Sumatera Utara

75

sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat indonesia. Negara mempunyai
wewenang selaku organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia pada tingkatan
yang tertinggi untuk:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan
bumi dan lain-lainnya atau menentukan dan mengatur hal-hal yang dapat
dipunyai atas bumi.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan
perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Jawatan Pendaftaran Tanah menurut
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan pemerintah ini dan mulai pada tanggal yang
ditetapkan oleh menteri Agraria untuk masing-masing daerah. Dalam Keppres nomor
34 Tahun 2003 sebagian kewenangan pemerintah dibidang pertanahan dilaksanakan
oleh pemerintah Kabupaten/Kota, kewenangan yang dimaksud meliputi hal-hal
sebagai berikut :
a. Pemberian ijin.
b. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan bangunan.
c. Penyelesaian sengketa tanah garapan.
d. Penyelesaian masalah gangti kerugian dan santunan tanah pembangunan.
e. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee.

Universitas Sumatera Utara

76

f. Penetapan dan Penyelesaian tanah ulayat
g. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.
h. Pemberian ijin membuka tanah.
i. Perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.
Kewenangan tersebut hanya bersifatr lintas Kabupaten dan Kota dalam satu
Provinsi, yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan Provinsi yang bersangkutan.
Dalam Peraturan Kepala BPN RI nomor 3 Tahun 2006 ada organisasi dari bidang
pertanahan nasional yang mengatur tentang pendaftaran tanah yang berupa deputi II
(bidang hak tanah dan pendaftaran tanah) yang berfungsi sebagai :
a. perumusan kebijakan teknis di bidang hak tanah dan pendaftaran tanah.
b. pelaksanaan pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
c. inventarisasi dan penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau
milik negara/daerah;
d. pelaksanaan pengadaan tanah untuk keperluan pemerintah, pemerintah daerah,
organisasi sosial keagamaan dan kepentingan umum lainnya;
e. penetapan batas, pengukuran dan perpetaan dan bidang tanah serta
pembukuan tanah (kadaster);
f. pembinaan teknis Pejabat Pembuat Akta Tanah, Surveyor Berlisensi dan
Lembaga Penilai Tanah.
Pada deputi ini ada empat direktorat yaitu, Direktorat Pengaturan dan
Penetapan Hak Tanah, Direktorat Pengaturan dan Pengadaan Tanah Pemerintah,

Universitas Sumatera Utara

77

Direktorat Penetapan Batas Bidang Tanah dan Ruang, Direktorat Pendaftaran Hak
Tanah dan Guna Ruang.
Tujuan pendaftaran tanah seperti yang tersebut dalam Pasal 3 PP nomor 24
tahun 1997 merupakan :
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk
terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
Kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemerintahan dalam
melaksanakan amanat UUPA

seperti yang disebutkan dalam Pasal 19 UUPA

meliputi:
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;
b. Pendaftaran ha katas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kegiatan tesebut dalam hal ini pemerintah mengintruksikan kepada setiap
wilayah di Indonesia untuk adanya kegiatan pendaftaran tanah tersebut keluarlah PP
nomor 10 Tahun 1961 dengan disempurnakannya dengan PP nomor 24 Tahun 1997

Universitas Sumatera Utara

78

tentang pendaftaran tanah. Dengan demikian bagi pemegang hak atas tanah wajib
didaftarkan yang tersebut merupakan : hak milik (Pasal 23 UUPA), hak guna
bangunan (Pasal 32 UUPA), hak guna usaha (Pasal 38 UUPA), dan hak pakai serta
hak pengelolaan (Pasal 1 PMA no 1 tahun 1966 tentang pendaftaran hak pakai dan
hak pengelolaan).
Tanah hibah haruslah dilalui dengan adanya akta hibah yang dibuat oleh
PPAT dengan dihadiri oleh dua orang saksi. Selanjutnya berdasarkan pasal 40
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang
bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumendokumen yang bersangkutan kepada kantor pertanahan untuk didaftarkan dan PPAT
wajib menyampaikan pembertahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta ke
kantor Pertanahan kepada para pihak yang bersangkutan. Hibah tanah setelah lahirnya
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, harus
dilakukan dengan Akta PPAT, selain itu, dalam pembuatan akta hibah perlu
diperhatiakan obyek yang akan dihibahkan, karena dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 ditentukan bahwa untuk obyek hibah tanah harus dibuat akta
hibah oleh PPAT akan tetapi apabila obyek tersebut selain dari tanah (obyek hibah
benda bergerak) maka ketentuan dalam KUH Perdata digunakan sebagai dasar
pembuatan akta hibah, yaitu dibuat dan ditandatangani Notaris.
Setelah melakukan peralihan hak atas tanah hibah yang dilakukan oleh PPAT
maka proses pendaftaran tanah hibah tersebut juga tidak ada perbedaan dengan proses

Universitas Sumatera Utara

79

pendaftaran tanah pada umumnya, yang di mana setelah proses penyerahan tanah
hibah dari pemilik hibah kepada penerima hibah, maka pihak PPAT langsung
menyiapkan akta hibah dan pihak penerima mendaftarkan tanah tersebut ke BPN
untuk dijadikan sertifikat.
Proses untuk dijadikan sebuah sertifat tersebut juga sama dengan proses pada
umumnya karena tanah yang telah dihibahkan akan menjadi hak milik seutuhnya oleh
penerima hibah itu sendiri dan dalam sertifikat yang dikeluarkan oleh pihak BPN pun
adalah sertifikat hak milik sipenerima hibah dan sipemberi hibah menyerahkan semua
berkas ataupun surat surat tanah tersebut kepada PPAT pada saat peralihan hak tanah
tersebut.
Prosedur pelaksanaan hibah tanah hak milik baik tanah yang sudah
bersertifikat maupun yang belum bersertifikat, haruslah dilakukan melalui dua tahap.
Tahap yang pertama dengan pembuatan akta hibah dan tahap yang kedua pendaftaran
hibah tanah pada Kantor Pertanahan untuk kemudia diberikan sertifikat kepada
penerima hibah sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut. Dengan
dilaksnakan pendaftaran, penerima hibah akan mendapatkan tanda bukti hak yang
lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya dari akta hibah yang dibuat oleh PPAT.
C. Pembatalan Hibah dalam Hukum Islam
Penarikan kembali atas sesuatu pemberian (hibah) adalah merupakan
perbuatan yang diharamkan, meskipun hibah tersebut terjadi antara dua orang yang

Universitas Sumatera Utara

80

bersaudara atau suami istri. Adapun hibah yang boleh ditarik kembali hanyalah hibah
yang dilakukan atau diberikan orang tua kepada anaknya.110
Diterangkan oleh Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Al Fiqhul Islami
waadillatuhu bahwa boleh mengambil kembali sesuatu hibah yang diberikan kepada
seseorang sebagaimana dalam hadist dinyatakan, Orang yang menghibahkan itu lebih
berhak baginya atas suatu barang yang dihibahkan itu sebelum sampai padanya ganti
yang ditetapkan sebelumnya. Seorang itu dapat menarik kembali hibah yang telah
diberikan kepada anaknya selama bapak si anak tadi masih hidup. Akan tetapi, bila
bapak meninggal dunia, hibah tersebut tidak bisa ditarik karena hibah yang telah
diberikan kepada si yatim itu tidak dapat ditarik kembali.111
Adapun yang menjadi dasar hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam
hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasai’I, Ibnu Majah,
dan At Tirdmidzi yang artinya berbunyi sebagai berikut :
“Dari Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak halal bagi seorang lelaki untuk memberikan pemberian atau
menghibahkan suatu hibah, kemudian dia mengambil kembali pemberiannya,
kecuali hibah itu hibah dari orang tua kepada anaknya. Perumpamaan bagi
orang yang memberikan suatu pemberian kemudian dia rujuk di dalamnya
(menarik kembali pemberiannya), maka dia itu bagaikan anjing yang makan,
lalu setelah anjing itu kenyang ia muntah, kemudian ia memakan muntahnya
kembali”.112

110

Abdul manan, Op Cit, hal139
Wahbah Zuhaily didalam Abdur Rahman I Doi, Op.Cit, hal. 210
112
Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Op.Cit, hal 119 -120
111

Universitas Sumatera Utara

81

Imam Malik dan Jumhur ulama Madinah berpendapat bahwa ayah boleh
mencabut kembali apa yang telah dihibahkan kepada anaknya, selama anak itu belum
kawin atau belum membuat hutang atau belum terkait hak orang lain diatasnya.113
”Menurut Hadis Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda, bahwa orang yang
meminta kembali hibahnya adalah laksana anjing yang muntah kemudian ia makan
kembali muntahannya itu, hadist ini diriwayatkan oleh muttafaq’alaih (disepakati
oleh semua ahli hadist). 114
Didalam redaksi yang berbeda Al-Bukhari meriwayatkan bahwa tidak ada
tamsil yang paling jelek baginya kecuali orang yang meminta kembali hibahnya yang
telah ia berikan, seperti anjing yang muntah dan kembali memakan muntahannya itu”.
Menurut para ulama Al Hadawiyah dan Abu Hanifah bahwa halal meminta
kembali hibah selain sadaqah, kecuali hibah kepada orang yang ada hubungan darah
atau keturunan. Kata mereka bahwa hadis tersebut hanya menyebutkan sangat
makruhnya saja. Tidak sampai haram, tamsil hadis hanya penyucian diri dari
perbuatan yang meyerupai anjing (Ash Shan’ani)
Sementara imam Ahmad dan fuqaha Zahiri berpendapat bahwa seseorang
tidak boleh menuntut kembali apa yang telah di hibahkannya. Dalam pada itu Abu
Hanifah

berpendapat boleh saja mencabut kembali apa yang sudah dihibahkan

113

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiel dalam praktek peradilan agama, pustaka
bangda, 2003, hal 187
114
Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Op.Cit, hal 119 -120

Universitas Sumatera Utara

82

kepada seseorang, kecuali apa yang telah dihibahkannya kepada perempuan yang
mahram.115
Namun demikian kalaupun tertutup kemungkinan untuk menarik kembali
sesuatu barang yang telah dihibahkan (menurut sebagian pendapat keculi hibah yang
diberikan kepada anaknya), penarikan itu dapat juga dilakukan seandainya hibah yang
diberikan tersebut guna mendapatkan imbalan dan balasan ata shibah yang diberikan
tersebut guna mendapatkan imbalan dan balasan atas hibah yang diberikannya.
Seseorang yang usianya lebih lanjut memberikan hibah kepada seseorang
tertentu, dengan harapan kiranya sipenerima hibah memeliharanya, namun kemudian
setelah hibah dilaksanakan sipenerima hibah tidak memperhatikan keadaan si
pemberi hibah. Maka dalam hal seperti ini si penerima hibah dapat mnarik kembali
hibah yang telah diberikannya.116
Mengenai sebab-sebab suatu hibah dapat dibatalkan dalam Pasal 210 KHI
menjelaskan bahwa penyebab suatu hibah dapat dibatalkan adalah sebagai berikut:
1. karena barang yang dihibahkan melebihi batas maximum pemberian hibah
yaitu 1/3 dari harta kekayaan pemberi hibah
2. karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hibah
3. penerima hibah menjadi tidak cakap hukum.
Penyebab pertama suatu hibah dapat dibatalkan pada dasarnya sama dengan
ketentuan dalam hukum Islam, dimana seseorang dalam memberikan hibah

115
116

Abdul Manan, Op.Cit, hal 187
Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Lubis, Op.Cit, hal 119 -120

Universitas Sumatera Utara

83

banyaknya barang yang akan diberika dibatasi oleh hukum yaitu maksimal 1/3 dari
harta kekayaan pemberi hibah. Oleh karena itu apabila terjadi pemberi hibah
memberikan hibah kepada orang lain melebihi batas tersebut maka keluarga pemberi
hibah dapat mengajukan pembatalan terhadap hibah tersebut.
Seperti halnya telah dijelaskan di atas bahwa hibah dapat dibatalkan apabila
penerima menelantarkan barang hibah penyebab kedua suatu hibah dapat dibatalkan
adalah karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari pemberian hibah. Hal ini
berarti pada dasarnya seseorang memberikan hibah kepada orang lain dengan maksud
dan tujuan tertentu, misalnya seorang ayah memberikan sebidang tanah kepada
anaknya yang telah menikah dengan maksud anaknya dapat memanfaatkan tanah itu,
misalnya untuk bercocok tanam, sehingga si anak mendapatkan pendapatan dari tanah
tersebut dengan usahanya sendiri.
Namun terkadang adakalanya si anak tidak mengetahui maksud dari orang
tuanya memberikan hibah kepadanya sehingga si anak menelantarkan tanahnya
sehingga tidak dapat digunakan kembali atau bahkan karena lama tidak diurus maka
tanahnya kembali menjadi tanah negara. Sehingga pemberi hibah, dalam hal ini orang
tuanya dapat menarik kembali atau melakukan pembatalan terhadap hibah yang
diberikannya tersebut.
Mengenai hal pemberi hibah tidak cakap hukum, dalam hukum adat pada
dasarnya tidak mengenal mengenai kecakapan dalam penerimaan hibah namun

Universitas Sumatera Utara

84

diadakan terobosan dengan hibah wasiat yaitu suatu hibah yang baru diberikan
setelah pewaris/penghibah meninggal dunia atas dasar wasiat yang telah dibuatnya.117
Namun dalam hal ini pemberian hibah tersebut bukan setelah pemberi hibah
wafat melainkan setelah penerima hibah atau si anak telah beranjak dewasa atau telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan pemberi hibah untuk menerima hibahnya
tersebut.
Sistem terobosan tersebut hampir serupa dengan hibah gantung yaitu
pemberian hibah dimana barangnya tidak langsung diberikan pada saat seseorang
menyatakan memberikan hibah kepada orang lain. Sehingga selama belum memenuhi
syarat yang disyaratkan penghibah maka hibah tersebut belum berlaku atau belum
terjadi. Sedangkan barang hibahnya masih sah menjadi milik penghibah.
Hal ini dalam hukum adat Aceh tidak mengaturnya. Hukum adat yang
mengatur ketentuan demikian adalah hukum adat matrilineal karena dalam hukum
adat ini seorang anak, terutama anak laki-laki tidak menerima warisan dari
mamaknya. Hal ini dikarenakan pewarisan dalam sistem ini dari orang tua perempuan
kepada anaknya yang perempuan saja. Sehingga untuk memberikan hak waris kepada
anak laki-lakinya perlu diadakan hibah wasiat tersebut.
Pembatalan

hibah

dapat

juga

dilakukan

melihat

dari

syarat-syarat

terpenuhinya hibah tersebut, apakah penghibahan tersebut telah dituangkan dalam
suatu akta, maka jika tidak adanya syarat yang terpenuhi maka pihak ahli waris

117

Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1991, hal 35

Universitas Sumatera Utara

85

berhak mengajukan keberatan dan meminta pengadilan untuk membatalkan hibah
tersebut.
Penarikan kembali atau penghapusan hibah ini dilakukan dengan menyatakan
kehendaknya kepada sipenerima hibah, diikuti dengan penuntutan kembali barangbarang yang telah dihibahkan. Pembatalan hibah ini dapat dilakukan dengan
mengajukan gugatan kepada pengadilan Agama setempat atau di wilayah hukum
orang yang memberi hibah itu bertempat tinggal.118
Praktasi hukum di lingkungan Peradilan Agama dituntut kearifan dan
kebijaksannaan dalam menghadapinya, sebab pasal 229 Kompilasi Hukum Islam
memberikan solusi yang terbaik agar dalam penyelesaian perkara-perkara yang
diajukan kepada hakim, wajib memerhatikan dengan sungguh-sungguh nilai hukum
yang hidup didalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.
Sedangkan dalam kompilasi Hukum Islam tidak adanya aturan khusus dalam
pembatalan hibah tersebut, karena dalam kompilasi Hukum Islam hanya mengatur
pembatalan hibah hanya dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya saja yang
terdapat dalam pasal 212 Kompilasi Hukum Islam. Selain pembatalan hibah yang
dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya dalam kompilasi Hukum Islam tidak
adanya aturan mengenai pembatalan hibah yang lain.
Pembatalan hibah tersebut tidak dibenarkan dalam Hukum manapun kecuali
pembatalan hibah orangtua terhadap anaknya, karena hibah merupakan pemberian
cuma - cuma atau dikatakan pemberian secara ikhlas yang tidak ada paksaan, oleh
118

Abdul manan , Op.Cit, hal 141

Universitas Sumatera Utara

86

maka itu hibah yang telah diberikan tidak dibenarkan untuk ditarik kembali kecuali
ada hal tertentu yang dapat membatalkan hibah itu sendirinya.
D. Akibat Hukum Dari Pembatalan Hibah

Kadang kala karena sesuatu hal seseorang itu membatalkan apa yang telah
diberikan kepada orang lain yang dikarenakan tidak terpenuhinya prestasi. Begitu
juga dengan hibah ini, meskipun hibah yang sudah diberikan kepada orang lain
termasuk ataupun diberikan kepada anaknya sendiri dan telah dibuatkannya akta yang
sah dihadapan Notaris tapi kadang kala ada yang mencabut atau menariknya kembali,
dalam hal ini tidak lain adalah membatalkan hibah tersebut.
Didalam Hukum Islam maupun KHI hibah yang telah diberikan tidak
dibenarkan untuk mencabutnya kembali Karena hibah merupakan pemberian secara
cuma-cuma secara ikhlas dan tanpa adanya paksaan, meskipun hibah itu terjadi antara
dua orang yang bersaudara maupun suami istri kecuali hibah orang tua terhadap
anaknya.
Hibah yang boleh ditarik kembali sesuai Pasal 212 KHI adalah hibah orang
tua terhadap anaknya, ketentuan ini juga merupakan garis Hukum Islam berdasarkan
Hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang pada
intinya dapat dicabut secara sepihak, akan tetapi ketetntuan ini tidaklah mudah
dilaksanakan apabila barang yang telah di hibahkan sudah berpindah tangan.
Ulama Fiqh berpendapat bahwa apabila benda hibah masih dimiliki anak atau
masih bergabung dengan milik orang tuanya dapat dicabut, akan tetapi bila hartanya
tersebut sudah bercampur dengan harta miliknya, istrinya atau dengan harta orang

Universitas Sumatera Utara

87

lain yang tidak dapat dicabut kembali. Undang-undang memberikan kemungkinan
bagi si penghibah untuk dapat menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada
seseorang dengan alasan-alasan tetentu dan keadaan tertentu.
Pembatalan hibah menurut para jumhur ulama sebenarnya diharamkan untuk
dilakukannya, karena sudah tidak menjadikan suatu pemberian yang ikhlas lagi
ataupun sudah tidak pada konteks pemberian cuma-cuma, oleh maka itu para jumhur
ulama mempertegas bahwa pembatalan hibah tersebut tidak lah boleh terjadi.
Karena pembatalan hibah tersebut dapat menimbulkan hal yang tidak
diinginkan seperti terjadi perselisihan antara orang tua terhadap anaknya, sehingga
keharmonisan antara keduanya dapat ternodai karena adanya hal pembatalan tersebut.
Salah satu bentuk perpindahan hak milik dalam pandangan hukum Islam ialah
dengan jalan hibah. Dengan menghibahkan suatu benda berarti keluarlah sesuatu itu
dari milik wahib (yang menghibahkan) dan berpindah ke dalam milik mahwub lah
(yang menerima hibah), sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya.
Dikaitkan dengan perbuatan hukum, hibah adalah hubungan hukum yang sepihak.
Pihak penghibah dengan sukarela memberikan hak miliknya kepada pihak penerima
hibah tanpa ada kewajiban dari penerima itu untuk mengembalikan harta tersebut
kepada pihak pemilik pertama.119
Hibah merupakan perbuatan hukum yang sepihak, dimana pada saat
penghibahan terjadi pihak penerima hanya menerima apa yang dihibahkan kepadanya

119

Satria Effendi M.Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis
Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, Jakarta, Prenada Media, 2004, hal 471

Universitas Sumatera Utara

88

yaitu hibah diberikan secara cuma-cuma. Akibat hukum hibah yang melebihi
ketentuan dalam fiqih dan KHI yaitu tidak sah dan dapat dibatalkan oleh Pengadilan
Agama apabila ada ahli waris yang menggugat, kecuali ahli waris menyetujui
pemberian hibah tersebut, maka hibahnya dianggap sah.120
Kasus pembatalan hibah merupakan kasus yang sering terjadi dikarenakan
pihak penerima hibah tidak memenuhi persyaratan dalam menjalankan hibah yang
telah diberikan. Menurut hukum, hibah yang sudah diberikan tidak dapat ditarik
kembali, akan tetapi terdapat beberapa pengecualian sehingga hibah dapat ditarik
kembali.
Menyangkut para pihak yang dapat mengajukan suatu pembatalan hibah
adalah pemberi hibah dan ahli waris penghibah. Hibah yang melebihi 1/3 (sepertiga)
dapat dibatalkan kepemilikannya. Hibah yang melebihi dari 1/3 (sepertiga) bisa saja
tidak dilakukan pembatalan, hal ini disesuaikan dengan apa yang telah di
musyawarahkan sebelumnya oleh para pihak, jika hibah yang diberikan atas
keseluruhan harta dan hibah tersebut mendapat persetujuan dari para ahli waris, maka
hibahnya sah-sah saja, namun jika hibah atas keselurahan harta tersebut tidak dengan
persetujuan ahli waris maka hibah tersebut menjadi tidak sah dengan demikian ahli
waris dapat mengajukan pembatalan hibah atas haknya terhadap harta warisan yang
berkurang karena adanya hibah.

120

Hasil Wawancara dengan Bapak Abd Manan Hasyim, Majelis Hakim Mahkamah Syariah
Provinsi Aceh, tanggal 4 April 2016 di Banda Aceh

Universitas Sumatera Utara

89

Mengenai penarikan kembali hibah dari orang tua terhadap anaknya, yang
terdapat didalam Pasal 212 KHI “Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah
orang tua kepada anaknya.” Akan tetapi, seorang ayah tidak boleh menarik kembali
hibahnya tanpa ada udzur. Jika si ayah menarik kembali hibahnya tanpa ada udzur,
maka makruh hukumnya, sementara jika ada udzur maka tidak makruh, misalnya jika
si anak durhaka atau hibah tersebut dipergunakan untuk maksiat
Akibat hukum atas harta hibah yang dimohonkan pembatalan di suatu
Pengadilan dengan adanya putusan pembatalan hibah yang telah berkekuatan hukum
tetap maka kepemilikan atas harta tersebut akan kembali kepada pemberi hibah.
Dengan kata lain seluruh harta yang telah dihibahkannya pada waktu dulu akan
menjadi hak miliknya sendiri. Pengembalian ini dilakukan dengan mengosongkan
terlebih dahulu obyek hibah tersebut. Apabila obyek hibah tersebut telah dibalik
nama atau telah disertifikatkan atas nama penerima hibah, maka sertifikat tersebut
menjadi tidak berkekuatan hukum.
Gugatan dari si penerima hibah ke pemberi hibah dapat dihindari dengan jalan
penyelesaian

sengketa

secara

musyawarah

atau

kekeluargaan

yang

akan

mempertemukan kepentingan kedua belah pihak daripada melalui jalan pengadilan
yang akan memakan waktu lama dan belum tentu kepentingan masing-masing pihak
dapat terpenuhi. Hendaknya masing-masing pihak melaksanakan perjanjian hibah itu
dengan benar sehingga salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Misalnya penerima
hibah harus dengan baik memelihara si pemberi hibah karena si pemberi hibah
memberikan hibah secara ikhlas. Sehingga kedua pihak tidak ada yang merasa

Universitas Sumatera Utara

90

dirugikan yang pada akhirnya akan mengajukan gugatan kepada masing-masing
pihak.
Proses penghibahan harus melalui akta Notaris yang aslinya disimpan oleh
Notaris bersangkutan. Hibah barulah mengikat dan mempunyai akibat hukum bila
pada hari penghibahan itu dengan kata-kata yang tegas telah dinyatakan diterima oleh
penerima hibah, atau dengan suatu akta otentik telah diberi kuasa kepada orang lain.
Penghibahan harus ada penyerahan benda yang dihibahkan.
Akibat hukum adalah akibat-akibat yang timbul karena adanya suatu
perbuatan, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Misalnya, kesepakatan dua
belah pihak yang cakap, dapat mengakibatkan lahirnya perjanjian. Akibat hukum
dapat terjadi pula karena terjadinya pembatalan suatu perbuatan hukum, misalnya
adanya pembatalan hibah maka menimbulkan akibat hukum atas harta hibah. Akibat
hukum atas harta hibah yang dimohonkan pembatalan di suatu pengadilan dengan
adanya putusan pembatalan hibah yang telah berkekuatan hukum tetap maka
kepemilikan atas harta tersebut akan kembali kepada pemberi hibah, dengan kata lain
seluruh harta yang telah dihibahkannya pada waktu dulu akan menjadi hak miliknya
sendiri.
Sebagai contoh apabila seseorang memberikan hibah sebidang tanah atau
sebuah rumah, maka dengan adanya putusan pembatalan hibah oleh suatu pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap maka tanah atau rumah tersebut akan kembali
menjadi hak milik pemberi hibah. Pengembalian ini dilakukan dengan mengosongkan
terlebih dahulu obyek hibah tersebut. Misalnya, apabila obyek hibah yang diberikan

Universitas Sumatera Utara

91

berupa

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Penuntutan Pengembalian Mahar Akibat Perceraian (Studi Putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh Nomor: 15/Pdt.G/2011/MS-Aceh)

8 60 128

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Pelaksanaan qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang khalwat di Aceh: studi putusan Mahkamah Syar’iyyah Tahun 2010 di Provinsi Aceh

1 8 145

Pelaksanaan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat di Aceh (Studi Putusan Mahkamah Syar'iyyah Tahun 2010 di Provinsi Aceh)

0 7 145

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 15

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 2

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 28

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 1 28

Analisis Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Dalam Kasus Pembatalan Hibah (Studi Putusan Mahkamah Syari’ah Provinsi Aceh Nomor 28 PDT-G 2015 MS-ACEH)

0 0 5