Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Swasta Kota Medan Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok
orang dalam suatu perusahaan, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak
melanggar hukum, dan tidak bertentangan dengan moral atau etika (Rivai dkk,
2011). Cascio (2003) menjelaskan bahwa kinerja merujuk pada pencapaian tujuan
atas tugas yang diberikan.
Bernardin dan Russel (1993) menyatakan kinerja adalah hasil pengeluaran
produksi atas fungsi dari pekerjaan tertentu atau aktifitas selama periode tertentu.
Sedangkan Ilyas (2001) menjelaskan kinerja adalah penampilan hasil karya
individu maupun kelompok kerja personel baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu organisasi. Selanjutnya Triwibowo (2013) menyatakan kinerja merupakan
pencapaian atau prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh tugas yang
dibebankan kepadanya. Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan
oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan
sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi, pasien,
perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi, 2013).


Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan beberapa uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja perawat adalah seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta.
2.1.2

Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja digunakan untuk mengkaji kinerja pekerja dan

menyediakan suatu format untuk menilai yang telah lewat, saat ini dan tentang
harapan kinerja yang akan datang (Mathis & Jackson, 2010). Sedangkan Dessler
(2013) menyatakan penilaian kinerja diartikan sebagai mengevaluasi kinerja
pekerja saat ini atau dimasa lalu dibandingkan dengan standard kinerja yang telah
ditetapkan. Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh
manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas
(Nursalam, 2005).
2.1.3


Tujuan Penilaian Kinerja
Umumnya, penilaian kinerja memiliki tujuan ganda yaitu: 1) untuk

meningkatkan kerja karyawan kinerja dengan membantu mereka menyadari dan
menggunakan potensi penuh mereka dalam menjalankan misi perusahaan mereka,
dan 2) untuk memberikan informasi kepada karyawan dan manajer untuk
digunakan dalam pembuatan-kerja terkait keputusan (Cascio, 2003).
Gomes (1997) menyatakan tujuan evaluasi kinerja secara umum, dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu untuk menilai kinerja sebelumnya dan untuk
memotivasikan perbaikan kinerja pada waktu yang akan dating. Simamora (1995)
juga menjelaskan, tujuan pokok penilaian adalah untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan valid berkenaan dengan prestasi seseorang dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

perusahaan/organisasi. Semakin akurat dan semakin valid informasi yang
dihasilkan oleh sistem evaluasi kinerja, semakin besar potensi nilainya terhadap
perusahaan/organisasi. Lebih lanjut Suprihanto (1996) menyatakan tujuan
evaluasi kinerja untuk mengetahui keadaan keterampilan secara rutin, digunakan
sebagai dasar perencanaan bidang personalia, khususnya penyempurnaan kondisi

kerja secara optimal, peningkatan mutu kinerja: dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan dan pendayagunaan karyawan, sehingga antara lain dapat
diarahkan jenjang karirnya atau perencanaan karir, kenaikan pangkat, dan
kenaikan jabatan; mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara
atasan dan bawahan; mengetahui kondisi kantor secara keseluruhan dari bidang
personalia, khususnya kinerja karyawan; secara pribadi, karyawan dapat
mengetahui kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga dapat
memacu perkembangan karirnya; dijadikan masukan bagi para peneliti demi
perkembangan didalam bidang ke-staf-an pada umumnya, khususnya bidang
personalia.
2.1.4

Manfaat penilaian Kinerja
Rivai & Basri (2005) menyatakan bagi karyawan yang dinilai, keuntungan

pelaksanaan penilaian kinerja adalah antara lain: meningkatkan motivasi;
meningkatkan kepuasan kerja; adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan
mereka; umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif; pengetahuan
tentang keuatan dan kelemahan menjadi lebih besar; pengembangan perencanaan
untuk meningkatkan kinerja dengan membangun kekuatan dan mengurangi

kelemahan semaksimal mungkin. Sedangkan Morrisey (1983) menyatakan

Universitas Sumatera Utara

manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut: menghindari kemungkinan
terjadinya penurunan kemajuan, menurunnya kompensasi atau upah karena
kurangnya pemahaman dari kinerja yang dilakukan dibandingkan dengan kinerja
yang diharapkan; menurunkan kemungkinan terjadinya pekerjaan yang tidak
diinginkan; mengurangi konflik dengan atasan dan sesame pekerja; mengurangi
atau menghilangkan stress kerja.
2.1.5

Prinsip-prinsip Penilaian
Prinsip dalam mengevaluasi bawahan secara tepat dan adil, manajer

sebaiknya mengamati hal-hal sebagai berikut: evaluasi pekerja sebaiknya
didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, dan orientasi tingkah laku untuk posisi
yang ditempati; sampel tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya
diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerjanya. Perhatian harus diberikan
untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya, serta

guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan; perawat sebaiknya diberi salinan
deskripsi kerjanya, standar pelaksanaan kerja, dan bentuk evaluasi untuk
peninjauan ulang sebelum pertemuan evaluasi, sehingga baik perawat maupun
supervisior dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama; didalam
menuliskan

penilaian

pelaksanaan

kerja

pegawai,

manajer

sebaiknya

menunjukkan segi-segi dimana pelaksanaan kerja itu bisa memuaskan dan
perbaikan apa yang diperlukan. Supervisior sebaiknya merujuk pada contoh–

contoh khusus mengenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang tidak
memuaskan, supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat
evaluative; jika diperlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan

Universitas Sumatera Utara

diprioritaskan, seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan
kerja; pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi
perawat dan manajer, dan diskusi evaluasi sebaiknya dilakukan dalam waktu yang
cukup bagi keduanya;baik laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun
dengan terencana, sehingga perawat tidak merasa kalau pelaksanaan kerjanya
sedang dianalisis (Nursalam, 2010).
2.1.6 Alat Ukur Penilaian Kinerja
Marquis dan Huston (2011) mengatakan bahwa alat pengkajian
kompetensi yang efektif harus memungkinkan manajer dalam berfokus pada
tindakan prioritas (20% hal yang merupakan masalah yang sebenarnya) dan
kompetensi yang didefenisikan secara spesifik seperti fokus konsumen dan
kesadaran terhadap biaya sehingga pelatihan dan pemberian umpan-balik kinerja
menjadi hal yang lebih mudah. Berikut beberapa alat penilaian yang biasa
digunakan dalam organisasi layanan kesehatan.

a. Skala peringkat
Skala ini merupakan metode mengurutkan peringkat seseorang
berdasarkan standar yang telah disusun, yang mungkin terdiri atas
deskripsi pekerjaan, perilaku yang diinginkan, atau sifat personal.
b. Skala dimensi pekerjaan
Teknik ini mengharuskan skala peringkat disusun untuk setiap
klasifikasi pekerjaan. Faktor peringkat diambil dari konteks deskripsi
pekerjaan tertulis. Skala ini berfokus pada syarat kerja daripada istilah
ambigu seperti “Kuantitas Kerja”.

Universitas Sumatera Utara

c. Skala peringkat berdasarkan perilaku (BARS)
Teknik BARS mensyaratkan bentuk tingkat terpisah dibentuk untuk
setiap klasifikasi kerja. Namun, pada BARS banyak contoh spesifik
ditetapkan untuk setiap area tanggung jawab; contoh ini memberikan
berbagai derajat kepentingan dengan mengurutkan dari 1 sampai 9. Jika
contoh dimensi kerja urutan tertinggi didapatkan, maka contoh urutan
terendah pun akan didapatkan. Kerugian yang terdapat dalam alat ini
adalah kerugian waktu dan biaya. Alat ini berfokus pada perilaku khusus,

memungkinkan pegawai untuk mengetahui apa yang diharapkan dari
mereka dan mengurangi kesalahan peringkat.
d. Daftar tilik
Ada beberapa jenis alat penilaian yang berupa daftar tilik yakni skala
berat, daftar tilik paksaan, daftar tilik sederhana. Skala berat, daftar tilik
yang paling sering digunakan, terdiri atas pernyataan perilaku yang
mewakili perilaku kerja yang diinginkan dan setiap pernyataan memiliki
skor berat yang menyertainya. Daftar tilik paksaan mensyaratkan penyelia
agar memilih perilaku yang tidak diinginkan dan diinginkan untuk setiap
pegawai. Sedangkan daftar tilik sederhana berupa deskripsi yang terdiri
dari berbagai kata atau frase yang menjelaskan beragam perilaku atau sifat
pegawai. Kelemahan semua daftar tilik adalah tidak adanya seperangkat
standar kerja, dan komponen tertentu tidak dibahas.

Universitas Sumatera Utara

e. Esai
Metode ini disebut sebagai peninjauan ulang bentuk bebas. Penilai
menjelaskan dalam bentuk narasi mengenai kekuatan pegawai dan area
yang membutuhkan perkembangan dan pertumbuhan. Teknik ini memiliki

beberapa kekuatan karena memaksa penilai untuk berfokus pasa aspek
positif kinerja pegawai. Metode esai dapat diadaptasikan sebagai tambahan
setiap jenis format terstruktur. Hal ini juga mampu memberikan organisasi
untuk mengurangi bias dan berfokus pada kekuatan pegawai. Namun
metode ini banyak memakan waktu dan cenderung tidak objektif.
f. Management by objectives (MBO)
MBO adalah alat yang sangat baik sekali untuk menentukan kemajuan
individual pegawai karena menggabungkan pengkajian pegawai dan
organisasi.
2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Gibson dalam Moeheriono (2012) menjelaskan ada tiga faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja seseorang, yaitu: faktor individu, antara lain
kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman tingkat sosial dan
demografi seseorang; faktor psikologis antara lain persepsi, peran, sikap,
kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; faktor organisasi antara lain struktur
organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem)
Sedangkan menurut Gomes (2003) kriteria yang dinilai pada kinerja
adalah :

Universitas Sumatera Utara


1. Quantity of work (kuantitas kerja); jumlah kerja yang dilakukan dalam
suatu peride waktu yang ditentukan. Ukurannya adalah target yang
telah ditetapkan sebelumnya, apakah sudah sesuai, melebihi atau
kurang dari target. Swanson (2005) menjelaskan kuantitas kerja adalah
jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan. Sedangkan Malthis (2002) menyatakan kuantitas kerja
yaitu volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal.
2. Quality of work (kualitas kerja); kualitas kerja yang dicapai:
berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya atau baik atau
buruknya hasil kerja karyawan pada suatu periode tertentu. Pekerjaan
yang diselesaikan oleh karyawan tersebut cukup memuaskan atau
dianggap gagal karena tidak sesuai dengan harapan atasannya.
Bernardin dan Russell (1993) menyatakan kualitas kerja adalah sejauh
mana proses atau hasil kegiatan yang dilakukan mendekati sempurna,
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sedangkan Swanson (2005)
menyatakan kualitas kerja adalah kualitas pekerjaan yang dicapai
berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Malthis (2002)
menjelaskan kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, keterkaitan hasil
dengan tidak mengabaikan volume kerja.

3. Job knowledge (pengetahuan mengenai pekerjaannya); luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. Pengalaman
dan pemahaman atas pekerjaan yang dilakukannya sehari-hari
sehingga dapat mendukung karyawan tersebut dalam melaksanakan

Universitas Sumatera Utara

tugasnya dengan baik. Keahlian atau pengetahuan khusus seseorang
dalam melaksanakan tugas (Kopelman, 1986). Sedangkan menurut
Swanson (2005) pengetahuan mengenai pekerjaan adalah pemahaman
pegawai mengenai prosedur atau tata cara kerja serta informasi teknis
tentang pekerjaan.
4. Creativeness

(kreativitas);

keaslian

gagasan-gagasan

yang

dimunculkan dan tindakan-tindakan yang dilakukan keryawan untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam melaksanakan
pekerjaannya.

Marizar

(2005)

menjelaskan

kreativitas

adalah

penyatuan pengetahuan dari berbagai bidang pengalaman yang
berlainan untuk menghasilkan ide-ide yang baru dan lebih baik.
Kreativitas adalah salah satu bagian mendasar dari usaha manusia
5. Cooperation (kerjasama); kesediaan untuk bekerjasama dengan orang
lain (sesama anggota organisasi) atau kemampuan karyawan dalam
bekerjasama dalam sebuah tim, saling membantu dalam menyelesaikan
pekerjaan. Koontz et al (1986) menyatakan kerjasama berhubungan
dengan kemampuan untuk bekerja secara serasi dengan orang lain
untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Swanson (2005)
menyatakan kerjasama yaitu kesediaan bekerjasama dan berpartisipasi
dengan pegawai lainnya baik secara vertikal maupun horizontal
didalam dan di luar pekerjaan. Malthis (2002) menyatakan kerjasama
yaitu kemampuan menangani hubungan kerja.

Universitas Sumatera Utara

6. Dependability (tanggung jawab); kesadaran dan dapat dipercaya dalam
hal kehadiran dan penyelesaian kerja sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati oleh pihak perusahaan dengan pihak karyawan.
Swanson (2005) menyatakan tanggung jawab adalah kemampuan
untuk diandalkan khususnya dalam bekerja atau kemampuan
menyelesaikan pekerjaan secara tepat sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
7. Initiative (inisiatif); semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru
dan dalam memperbesar tanggungjawabnya serta kemampuannya
dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa ada pengarahan
terlebih dahulu. Koontz et al (1986) menyatakan inisiatif berhubungan
dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal; berkemampuan dan
berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya sendiri.
Sedangkan menurut Swanson (2005) inisiatif adalah kemampuan
memunculkan gagasan baru atau ide-ide baru berkaitan dengan
pekerjaan
8. Personal qualities (kualitas individu); dalam faktor kualitas individu
ini termasuk didalamnya segala hal yang menyangkut kepribadian,
kepemimpinan,

keramah-tamahan,

integrasi

pribadi

serta

kemampuannya dalam menciptakan suasana kerja yang mendukung
penyelesaian

tugas

yang

harus

diselesaikan.

Robbins

(2006)

menyatakan kualitas individu merupakan tingkat seorang karyawan

Universitas Sumatera Utara

yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya, komitmen
kerja.
Umar (2002) menjelaskan komponen data kinerja adalah: kualitas
pekerjaan, kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan,
pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu.
2.2 Kualitas Kehidupan Kerja
2.2.1

Pengertian
Cascio (2003) menyatakan bahwa terdapat dua cara dalam menjelaskan

kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan kerja dipandang
sebagai sekumpulan persepsi karyawan mengenai rasa aman dalam bekerja,
kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh dan berkembang sebagai
manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai sekumpulan sasaran
yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi seperti: kondisi kerja yang aman,
keterlibatan kerja, kebijakan pengembangan karir, kompensasi yang adil dan lainlain. Secara singkatnya, Cascio (2003) menyatakan bahwa“quality of work life in
terms of employees perceptions of their physical and mental wel-being of work”
diartikan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi karyawan akan
kesejahteraan mental dan fisik mereka di tempat kerja.
Kualitas kehidupan kerja didefenisikan sebagai kualitas hubungan antara
pekerja dengan keseluruhan lingkungan kerja dengan dimensi manusia
ditambahkan secara teknikal dan dimensi ekonomi (Arnold & Feldman, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Kualitas kehidupan kerja berarti keadaan dimana para pegawai dapat
memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi
(Desssler, 1984).
Dari beberapa defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
kehidupan kerja adalah kualitas hubungan antara pekerja dengan lingkungan dan
organisasi dengan memperhatikan aspek manusia pekerja seperti kenyamanan,
komunikasi, kompensasi yang baik sehingga pekerja merasa nyaman untuk tetap
bekerja dengan organisasi tersebut.
2.2.2

Komponen Kualitas Kehidupan Kerja
Cascio (2003) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja terdiri dari

communication, conflict resolution, career development, employee participation,
pride, equitable compensation, a sale environment, job security, wellness. Hal ini
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Komponen Kualitas Kehidupan Kerja
Cascio (2003) menjelaskan usaha perusahaan untuk memperbaiki kualitas

Universitas Sumatera Utara

kehidupan kerja adalah usaha untuk memperbaiki komponen berikut ini :
1. Kompensasi yang seimbang (equitable compensation)
Kompensasi pegawai berarti bahwa semua bentuk penggajian atau
ganjaran mengalir kepada pegawai dan timbul dari kepegawaian mereka.
Kompensasi pegawai memiliki tiga komponen. Hal ini mencakup pembayaran
uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah, gaji,
insentif, komisi dan bonus; pembayaran tidak langsung (indirect payment)
dalam bentuk tunjangan seperti asuransi dan liburan atas dana perusahaan; dan
ganjaran nonfinansial (non financial reward) seperti hal-hal yang tidak mudah
dikuantifikasi

yaitu

ganjaran-ganjaran

seperti

pekerjaan

yang

lebih

menantang, jam kerja yang luwes, dan kantor yang lebih bergengsi (Dessler,
1984). Sistem imbalan yang diberikan kepada karyawan harus layak, adil dan
memadai,

artinya

imbalan

yang

diberikan

oleh

organisasi

kepada

karyawannya harus memuaskan, sesuai dengan standar hidup karyawan yang
bersangkutan serta sesuai dengan standar pengupahan dan penggajian yang
berlaku di pasaran kerja. Hasil penelitian Umar (2010) menunjukkan 46%
responden menunjukkan ada hubungan imbalan dengan kinerja. Hasil tersebut
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara imbalan dengan kinerja.
Sutrisno (2013) menyatakan ada beberapa tujuan dari kompensasi yang perlu
diperhatikan

yaitu:

mempertahankan

menghargai

karyawan,

prestasi

memperoleh

kerja,

menjamin

karyawan

yang

keadilan,
bermutu,

pengendalian biaya, memenuhi peraturan-peraturan

Universitas Sumatera Utara

2. Komunikasi (communication)
Agar komunikasi antar karyawan dengan karyawan, ataupun dengan pihak
manajemen menjadi baik perlu dilakukan komunikasi secara terbuka, baik
melalui manajemen langsung maupun melalui serikat pekerja ataupun
pertemuan grup. Robbins dan Judge (2014) menyatakan komunikasi menjaga
motivasi dengan cara menjelaskan kepada para karyawan mengenai apa yang
harus dilakukan, sebarapa baik pekerjaan mereka, dan apa yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kinerja sekiranya hasilnya kurang baik.
Komunikasi dirancang agar karyawan dapat menjaga informasi tentang apa
yang terjadi dalam organisasi dan memiliki pengetahuan tentang prosedur dan
kebijakan yang mempengaruhi mereka (DeCenzo & Robbins, 2009). Hasil
penelitian Rudianti (2011) menyatakan bahwa komunikasi yang lemah
memberikan kinerja yang kurang (52,1%) lebih besar daripada komunikasi
yang kuat (34,9%) artinya ada hubungan antara komunikasi dengan kinerja
perawat.
3. Keselamatan lingkungan kerja (save environment)
Istilah keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja (workplace safety and
health ) mengacu pada kondisi psikologis fisik dan psikologis pekerja yang
merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh perusahaan. Kondisi
psikologis fisik seperti penyakit, kecelakaan kerja dan cedera, sedangkan
kondisi psikologis adalah kesehatan mental, kejenuhan, kekerasan dan tekanan
(Jackson, Schuler dan Werner, 2011).
Hasil penelitian Paramita dan Wijayanto (2012) menyatakan bahwa besar

Universitas Sumatera Utara

pengaruh yang diberikan variabel kesehatan kerja terhadap kinerja adalah
61,8%. Jika perusahaan memberikan keselamatan kerja yang baik kepada
karyawan maka karyawan merasa aman dan nyaman dalam bekerja terutama
bagi karyawan lapangan yang pekerjaannya lebih mengandung bahaya.
Ahli keselamatan kerja, Willie Hammer menyatakan bahwa program
keselamatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu :
a. Moral
Para manajer menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan
pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka
melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan yang
mengalami kecelakaan dan keluarganya.
b. Hukum
Disamping alasan moral terdapat juga alasan hukum pelaksanaan
program keselamatan kerja. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan kerja dan
hukuman terhadap pihak-pihak yang membangkang ditetapkan cukup
berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan
dapat dikenakan denda dan para supervisor dapat ditahan apabila
ternyata bertanggung jawab terhadap kecelakaan fatal
c. Ekonomi
Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat
jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil
saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk memberi ganti

Universitas Sumatera Utara

rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat
kerja
4. Penyelesaian konflik (conflict resolution)
Konflik atau perselisihan dapat terjadi setiap saat antara anggota
organisasi dengan manajer/pimpinan, sesama anggota organisasi, antar unit
kerja,dll. Konflik berdampak pelaksanaan pekerjaan terganggu/terhambat,
sehingga organisasi menjadi tidak efektif dalam usaha mencapai tujuannya.
Simamora (2009) menjelaskan ketika kelompok mengerjakan suatu tugas yang
lebih sulit, seperti membuat keputusan, konflik tentang tugas tersebut dapat
benar-benar menolong kelompok itu untuk berhasil. Konflik yang tidak
dikendalikan secara efektif pada akhirnya akan menimbulkan pengaruh buruk
pada kinerja organisasi (Owens, 1991 dalam Wahyudi 2007). Hasil penelitian
Sulfianti, Darmawansyah dan Razak (2014) diperoleh data bahwa variabel
manajemen konflik yang berhubungan dengan kinerja tenaga kesehatan adalah
kompromi (p=0,000), mengakomodasi (p=0,024).
5. Keterlibatan karyawan (employee involvement)
Para karyawan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat
dalam pengambilan-pengambilan keputusan yang mempengaruhi langsung
maupun tidak langsung terhadap pekerjaan mereka. Kualitas kehidupan kerja
tidak dapat didelegasikan secara sepihak oleh manajemen, namun melalui
kesepakatan

antara

atasan

dan

bawahan.

Organisasi

harus

mampu

mempartisipasikan anggota organisasi secara optimal, tidak saja untuk
menciptakan perasaan diterima, diakui dan dihargai, tetapi juga untuk

Universitas Sumatera Utara

memberi peluang menyampaikan ide/gagasan, kreativitas, inovasi, saran,
pendapat dan kritik-kritik. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui perbaikan dan
peningkatan cara mempartisipasikan anggota organisasi melalui rapat-rapat,
kerjasama dalam tim, peluang menyampaikan ide/gagasan, kreativitas melalui
pembuatan proposal atau cara lain yang lebih baik. Hasil penelitian Soetrisno,
(2010) menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel partisipasi
karyawan adalah 0,406. Nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05
dengan p value 0,000. Hasil ini didukung oleh hasil perhitungan nilai thitung
3,958 > ttabel 1,981. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kinerja, artinya semakin aktif keterlibatan para
karyawan, maka kinerja semakin tinggi.
6. Fasilitas yang tersedia (wellness)
Perlu adanya jaminan kesehatan, program rekreasi dan program konseling.
Untuk mengefektifkan organisasi hanya akan terwujud apabila didukung oleh
anggota organisasi yang kesehatannya terjaga, terutama kesehatan fisik. Tidak
ada seorangpun manusia yang dapat bekerja secara efektif, efisien, produktif
dan berkualitas apabila kesehatan fisiknya selalu terganggu. Oleh karena itu
para pemimpin/manajer perlu meningkatkan kesediaan dalam memberikan
jaminan agar kesehatan anggota organisasi selalu terpelihara. Hasil penelitian
Juhana (2010) di UGD RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan ada hubungan
yang sangat signifikan antara stres kerja dengan kinerja perawat di RSUD
Sanjiwani Gianyar tahun 2011 dengan korelasi negatif sebesar -0,500 dan
taraf signifikansi sebesar 0,00. Semakin tinggi tingkat stres kerja yang

Universitas Sumatera Utara

dirasakan oleh perawat semakin rendah kinerja perawat tersebut demikian
sebaliknya semakin rendah stres kerja yang dirasakan perawat maka semakin
tinggi kinerja perawat tersebut.
7.

Pengembangan karir (career development)
Pengembangan karir/kompetensi mempunyai arti pengembangan tingkat
pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perilaku yang dimiliiki oleh setiap
individu dalam melaksanakan tugas organisasi, misalnya pelatihan, simulasi
dan sosialisasi Sutrisno (2013) menyatakan dengan adanya kompetensi ini,
sumber daya manusia dilihat sebagai manusia dengan keunikannya yang perlu
dikembangkan. Manusia dilihat sebagai aset yang berharga. Dengan adanya
kecenderungan tersebut, maka peran sumber daya manusia akan semakin
dihargai terutama dalam hal kompetensi sumber daya manusia. Sumber daya
manusia yang dihargai akan bekerja dengan sepenuh hati untuk memberikan
yang terbaik bagi organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan Nabilah (2012)
di Rumah Sakit Jakarta menunjukkan bahwa pelatihan mempunyai hubungan
dan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perawat sebesar 34,1%.

8.

Rasa bangga terhadap perusahaan (pride)
Cascio (2003) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja berhubungan
kuat melalui faktor rasa bangga terhadap institusi. Tanggung jawab, rasa
memiliki atau bangga yang ditunjukkan pegawai terhadap institusinya
menentukan komitmen yang tinggi dalam bekerja guna mencapai tujuan
organisasi. Untuk meningkatkan rasa bangga karyawan, pihak manajemen
tersebut mampu memperkuat identitas dan citra perusahaan, meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

partisipasi masyarakat serta lebih peduli terhadap lingkungannya. Kebanggaan
pada organisasi pada dasarnya menggambarkan kepuasan kerja, yang secara
implisit didasari oleh berkembangnya perasaan ikut memiliki (sense of
belonging) dan perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility)
terhadap kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai organisasi dalam
kehidupan bersama dengan masyarakat/lingkungan bersama. Hasil penelitian
Rahayu (2013) Hasil penelitian dari 55 responden menunjukkan sebanyak
94,54% reponden menyatakan baik terhadap partisipasi, sebanyak 96,36%
responden menyatakan baik terhadap pengembangan karir, sebanyak 81,82%
responden menyatakan baik terhadap penyelesaian masalah yang ada di rawat
inap, sebanyak 80% responden menyatakan baik terhadap komunikasi di rawat
inap, sebanyak 63,63% responden menyatakan baik terhadap fasilitas yang
tersedia, sebanyak 50,91 % responden menyatakan buruk terhadap rasa aman
dalam pekerjaan, sebanyak 60% responden menyatakan baik terhadap
keselamatan lingkungan kerja, sebanyak 52,73% responden menyatakan tidak
bangga, dan sebanyak 81,82% responden menyatakan buruk terhadap
kompensasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah responden yang memiliki
persepsi baik terhadap komponen kualitas kehidupan kerja antara lain
partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian masalah, komunikasi,
fasilitas yang tersedia, keselamatan lingkungan kerja dan responden yang
memiliki persepsi buruk terhadap komponen kualitas kehidupan kerja antara
lain rasa aman terhadap pekerjaan, rasa bangga terhadap institusi, dan
kompensasi yang seimbang.

Universitas Sumatera Utara

9. Rasa aman terhadap pekerjaan (job security)
Pada organisasi kesehatan, kualitas kehidupan kerja dideskriptifkan
mengacu kepada kekuatan dan kelemahan dalam lingkungan kerja
keseluruhan. Penampilan organisasi seperti kebijakan dan prosedur, gaya
kepemimpinan, semua ini mempengaruhi bagaimana para karyawan melihat
kualitas kehidupan kerja mereka. Anoraga (2006) menjelaskan persyaratan
agar karyawan mempunyai rasa aman di dalam pekerjaannya adalah suasana
kerja itu dirasakan sebagai suasana tanpa ada ancaman, ancaman bahwa
sebagai karyawan tidak akan dipecat semena-mena tanpa alasan yang masuk
akal, juga suasana dimengerti oleh atasan.
Sedangkan menurut Dessler (1984) kualitas kehidupan kerja berarti
keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang
penting dengan bekerja dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan
hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya :
1.

Perlakuan yang fair, adil dan suportif terhadap para pegawai

2.

Kesempatan bagi setiap pagawai untuk menggunakan kemampuan
secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk
menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya

3.

Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara semua pegawai

4.

Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam
pengambilan

keputusan-keputusan

penting

yang

melibatkan

pekerjaan-pekerjaan mereka
5.

Kompensasi yang cukup dan fair

Universitas Sumatera Utara

6.

Lingkungan yang aman dan sehat

Hasil penelitian Widodo (2010) menunjukkan bahwa parameter estimasi
untuk

pengujian pengaruh

keamanan

kerja

terhadap kinerja karyawan

menunjukkan nilai CR sebesar 2.422 dengan probabilitas sebesar 0.015. Oleh
karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variable
keamanan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
2.2.3

Tujuan Kualitas Kehidupan Kerja
Tujuan dari kualitas kehidupan kerja adalah untuk menciptakan kondisi

organisasi yang dapat memelihara pembelajaran dan perkembangan individu yang
membantu individu dengan substansi yang mempengaruhi dan mengontrol
individu tentang apa yang dapat mereka lakukan dan bagaimana melakukannya,
dan membantu individu dan melakukan pekerjaan yang berarti dalam
pelayanannya sebagai sumber pelayanan sehingga memperoleh penghargaan
dalam pekerjaannya (Arnold & Feldman, 1986).
Beberapa organisasi yang berkeinginan unuk mengembangkan program
kualitas kehidupan kerja pertama-tama harus menetapkan tujuan yang ingin diraih
dengan program tersebut. Tujuan serta tindakan yang ditetapkan merupakan
tanggung jawab manajemen, pekerja serikat pekerja serta anggota organisasi lain.
2.2.4

Upaya Meningkatkan Kualitas Kehidupan Kerja
Skrovan (1983) menyatakan pada prakteknya upaya yang secara khas

terlibat dalam kualitas kehidupan kerja adalah: keterlibatan pekerja dalam
membangun perusahaan; hubungan yang baik, khususnya antara pimpinan dengan

Universitas Sumatera Utara

karyawan; kerjasama antara pekerja dan organisasi; peningkatan kesatuan antar
pekerja dan penguasaan teknologi
2.2.5

Manfaat Kualitas Kehidupan Kerja
Manfaat mengikuti program kualitas kehidupan kerja adalah termasuk

peningkatan komunikasi pekerja atau komunikasi manajemen, negosiasi kontrak
yang lebih halus dan lebih efektif, peningkatan produktivitas, peningkatan gaji
dan tunjangan, manajemen lebih mudah dan lebih efektif, dan kesatuan organisasi
lebih kuat dan lebih efektif (Lehrer, 1982).
2.3

Kerangka Teori
Kualitas kehidupan kerja merupakan masalah utama yang patut mendapat

perhatian organisasi (Lewis dkk, 2001). Adanya kualitas kehidupan kerja juga
menumbuhkan keinginan para karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasi
(May dan Lau, 1999).
Cascio (2003) dalam Arifin (2012) menjelaskan bahwa pada teori kualitas
kehidupan kerja dikatakan bahwa para manajer memberikan kesempatan bagi para
karyawan untuk mendesain pekerjaan mereka tentang apa yang dibutuhkan dalam
menghasilkan produk atau jasa agar mereka dapat bekerja secara efektif. Karena
dengan pemberian kualitas kehidupan kerja karyawan yang semakin tinggi, maka
kinerja karyawan akan meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2007)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara kualitas kehidupan kerja terhadap
kinerja karyawan. Walton (1980) menyebutkan bahwa terdapat delapan faktor
utama untuk menganalisis kualitas kehidupan kerja yaitu: (1) imbalan yang
memadai dan adil, (2) kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan sehat, (3)

Universitas Sumatera Utara

kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan, (4)
kesempatan berkembang dan keamanan berkarya dimasa depan, (5) integrasi
sosial dalam lingkungan kerja, (6) ketaaatan pada berbagai ketentuan formal dan
normatif, (7) keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi,
(8)

relevansi

sosial

kehidupan

kekaryaan.

Selanjutnya,

Cascio

(2003)

menguraikan sembilan komponen penting dalam kualitas kehidupan kerja yaitu:
(1) keterlibatan karyawan, (2) kompensasi yang seimbang, (3) rasa aman terhadap
pekerjaan, (4) keselamatan lingkungan kerja, (5) rasa bangga terhadap institusi,
(6) pengembangan karir, (7) fasilitas yang tersedia, (8) penyelesaian masalah, dan
(9) komunikasi, sedangkan Dessler (1984) menyatakan komponen kualitas
kehidupan kerja adalah: (1) perlakuan yang fair, adil, dan suportif terhadap para
pegawai, (2) kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan
secara penuh, (3) kesempatan untuk mewujudkan diri, (4) kesempatan untuk
berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang
melibatkan pekerjaan mereka.
Berdasarkan uraian teoritis mengenai kualitas kehidupan kerja, dan
hubungannya dengan kinerja perawat serta penelitian terdahulu yang mendasari
penelitian ini, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Kualitas kehidupan kerja
Cascio (2003):
1. Kompensasi yang seimbang
2. Komunikasi
3. Keselamatan lingkungan kerja
4. Penyelesaian konflik
5. Keterlibatan karyawan
6. Fasilitas yang tersedia
7. Pengembangan karir
bangga
terhadap
8. Rasa
perusahaan
9. Rasa
aman
terhadap
pekerjaan.
Walton dalam Siagian (2004):
1. Imbalan yang memadai dan
adil
2. Kondisi
dan
lingkungan
pekerjaan yang aman dan
sehat
untuk
3. Kesempatan
menggunakan
dan
mengembangkan kemampuan
4. Kesempatan berkembang dan
keamanan berkarya dimasa
depan
5. Integrasi
sosial
dalam
lingkungan kerja
6. Ketaaatan
pada
berbagai
ketentuan formal dan normatif
7. Keseimbangan
antara
kehidupan kekaryaan dan
kehidupan pribadi
8. Relevansi sosial kehidupan
kekaryaan
Dessler (1984):
1. Perlakuan yang fair, adil, dan
suportif
terhadap
para
pegawai.
2. Kesempatan bagi tiap pegawai
untuk
menggunakan
kemampuan secara penuh

Kinerja Perawat
Umar (2002):
1. Kualitas pekerjaan
2. Kejujuran karyawan
3. Inisiatif
4. Kehadiran
5. Sikap
6. Kerjasama
7. Keandalan
8. Pengetahuan
tentang
pekerjaan
9. Tanggungjawab
10. Pemanfaatan waktu
Gomes (2003):
1. Kuantitas kerja
2. Kualitas kerja
3. Pengetahuan
tentang
pekerjaan
4. Kreativitas
5. Kerjasama
6. Tanggung jawab
7. Inisiatif
8. Kualitas individu
Gibson (2012):
1. Faktor individu
2. Faktor psikologis
3. Faktor organisasi

Skema 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatera Utara

2.4

Kerangka Konsep
Peneliti ingin meneliti tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan

kinerja perawat. Berdasarkan tinjauan kepustakaan pengembangan kerangka
konsep meliputi kualitas kehidupan kerja dan kinerja
Cascio (2003) dalam teorinya menyatakan terdapat dua pengertian dalam
menjelaskan kualitas kehidupan kerja yaitu: Pertama, kualitas kehidupan kerja
dipandang sebagai sekumpulan persepsi karyawan mengenai rasa aman dalam
bekerja, kepuasan kerja, dan kondisi untuk dapat tumbuh dan berkembang
sebagai manusia. Kedua, kualitas kehidupan kerja dipandang sebagai
sekumpulan sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan organisasi seperti:
kondisi kerja yang aman, keterlibatan kerja, kebijakan pengembangan karir,
kompensasi yang adil dan lain-lain. Masih menurut Cascio (2003) komponen
kualitas kehidupan kerja adalah: (1) kompensasi yang seimbang, (2)
komunikasi, (3) keselamatan lingkungan kerja, (4) penyelesaian konflik, (5)
keterlibatan karyawan, (6) fasilitas yang tersedia, (7) pengembangan karir, (8) rasa
bangga terhadap perusahaan, (9) rasa aman terhadap pekerjaan.
Kinerja adalah penampilan hasil karya individu maupun kelompok kerja
personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001).
Indikator kinerja adalah (1) kualitas kerja, (2) kuantitas kerja, (3), pengetahuan
tentang pekerjaan, (4) kreativitas, (5) kerjasama, (6) tanggung jawab, (7) inisiatif,
sedangkan kualitas individu sudah termasuk kedalam kualitas kerja (Gomes,
2003).

Universitas Sumatera Utara

Kualitas kehidupan kerja:
1. Kompensasi
yang
seimbang
2. Komunikasi
3. Keselamatan
lingkungan
kerja
4. Penyelesaian konflik
5. Keterlibatan perawat
6. Fasilitas yang tersedia
7. Pengembangan karir
8. Rasa bangga terhadap
rumah sakit

Kinerja

Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara