Hubungan Shift Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Malahayati Medan Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN

SHIFT

KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA

PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MALAHAYATI

MEDAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Oleh :

TANIA ANASTASIA NIM. 111000267

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN

SHIFT

KERJA KELELAHAN KERJA PADA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT MALAHAYATI MEDAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

TANIA ANASTASIA NIM : 111000267

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ―HUBUNGAN

SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MALAHAYATI MEDAN TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2015 Yang membuat

pernyataan,


(5)

ABSTRAK

Rumah Sakit merupakan salah satu indusri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat yang tidak hanya memberikan pelayanan siang hari tetapi harus 24 jam karena setiap orang sakit membutuhkan perawatan. Perawat yang memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit tidak terlepas dari pengaturan shift yang diharuskan memberikan pelayanan keperawatan yang sama untuk setiap shift kerja perawat. Maka dari itu

dilakukan penelitian tentang ―Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada

Perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015‖.

Metode penelitian berupa survey analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 64 dari 174 populasi dengan teknik

stratified random sampling. Kelelahan diukur pada shift pagi dan malam dengan menggunakan kuesioner kelelahan secara subyektif yang berskala Industrial Fatigue Committee (IFRC) dan dikategorikan menjadi tingkat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Hasil penelitian yang didapatkan, saat shift pagi tingkat kelelahan kerja paling banyak pada tingkat rendah yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat sedang sebanyak 14 orang (21,9%) dan tingkat tinggi hanya 1 orang (1,6%). Saat

shift malam paling banyak pada tingkat sedang yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat tinggi sebanyak 11 orang (17,2%). Hasil uji chi square didapatkan ada hubungan shift kerja dengan terjadinya kelelahan (p=0,0001).

Disarankan kepada perawat shift pagi dan shift malam menggunakan waktu istirahat untuk tidur.


(6)

ABSTRACT

Hospital is the one of the service industries providing health service with quality that can be afforded by the public. It should not provide its service only during the day but for 24 hours because every sick person needs medical treatment. Nurses who are serving in a hospital are required to give a nursing service of the same quality for each shift. Therefore, the study was done, about

“The correlation of Work Shift to Fatigue Work of Malahayati Hospital Medan

Nurses in 2015”.

The study method is analytical survey with cross sectional design. The sample which is taken are 64 of 174 populations with stratified random sampling. The fatigue is measured in the morning shift and in the night shift by using fatigue questionnaire subjectively with the scale of Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) and categorized into low, medium, high and very high level. The study result which is found is the fatigue work level for the morning shift, the most is at low level which is 49 people (76.6%), medium level which are 14 people (21.9%) and the high level is only 1 person (1.6%). On the night shift, the most is at medium level which is 49 people (76.6%) while the higher level which are 11 people (17.2%). In chi square test results got that there is a correlation between the work shift and the fatigue occurence cause (p=0.0001).

It is suggested to nurse who takes shift in the morning and shift in the night to use the rest time for sleeping.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN SHIFT KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT MALAHAYATI MEDAN TAHUN 2015‖, Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran serta dan dukungan orang-orang terdekat saya yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku Pembimbing dan Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukan dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Pembimbing dan Anggota Penguji yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Umi Salmah, SKM., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta masukan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.


(8)

7. Ibu Maya Fitria SKM., M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan akademik selama penulis menjalani perkuliahan.

8. Para Dosen dan Staf di FKM USU, khususnya Departemen KKK yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama perkuliahan.

9. Rumah Sakit Malahayati Medan khususnya kepada Dr. T. Realsyah., SpPD,SpJp dan bagian personalia Ibu Halimah yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan membantu saya dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang yang bersangkutan dengan penulisan skripsi ini.

10. Para perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan yang telah mau memberikan waktu dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Secara spesial saya mengucapkan terimakasih untuk Orang tua dan Adek-adek saya tersayang (Papa, Mama, Fanny, Timothy, dan Sesil) karena selalu memberikan bimbingan, arahan, motivasi, kasih sayang, pengorbanan, kesabaran serta doa yang selalu dipanjatkan untuk saya serta juga Wisman yang telah membantu dan memberikan waktunya.

12. Sahabat-sahabat yang saya sayangi : Elise, Maryana, Caya, Dewi, Grace, Agnes, Novia, Bunga, Elina Sihombing, Elina Sopianna, Salestina, Arum, Sinta, Diah, Mega, Mimi dan Kak Marta.

13. Teman-teman stambuk 2011 FKM USU departemen K3 khususnya Latifah Hanum, Enny Sitompul, Bang Frans, Ara, Erick, Daniel, dan yang lainnya yang tidak dapat dituliskan satu persatu yang telah berjuang bersama-sama selama proses pembelajaran di kampus, serta abang-abang dan kakak-kakak senior yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan semangatnya kepada saya selama berkuliah di FKM USU.

Saya merasa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Tak lupa saya ucapkan mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Kritik, saran dan masukan yang membangun saya


(9)

harapkan untuk penyempurnaan isi skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat pada semua pihak.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... . i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... . ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... . iv

KATA PENGANTAR ... . v

DAFTAR ISI ... . viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

RIWAYAT HIDUP ... . xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. PerumusanMasalah ... 5

1.3. TujuanPenelitian ... 5

1.3.1 TujuanUmum ... . 5

1.3.2 TujuanKhusus ... . 5

1.4. HipotesisPenelitian ... 6

1.5. ManfaatPenelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawat ... 7

2.1.1 Pengertian Perawat ... 7

2.1.2 Falsafah Keperawatan ... 7

2.1.3 Standar dan Kriteria dalam Keperawatan ... 7

2.1.4 Fungsi Perawat ... 8

2.1.5 Peran Perawat ... 9

2.2 Shift Kerja ... . 10

2.2.1 Pengertian Shift Kerja ... 10

2.2.2 Pembagian Karakteristik Shift Kerja ... 10


(11)

2.2.4 Irama Sirkadian (circadian rhythm) ... 16

2.3 Kelelahan Kerja ... 17

2.3.1 Jenis Kelelahan Kerja ... 18

2.3.2 Gejala Kelelahan Kerja ... 19

2.3.3 Penyakit Berhubungan dengan Kelelahan ... . 20

2.3.4 Penyebab Kelelahan Kerja ... 21

2.3.5 Proses Terjadinya Kelelahan ... 21

2.3.6 Cara Mengatasi Kelelahan ... 22

2.3.7 Pengukuran Kelelahan ... 22

2.3.8 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan ... 25

2.4 Kerangka Konsep ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Lokasi danWaktu Penelitian ... 27

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.3.1 Populasi Penelitian ... 27

3.3.2 Sampel Penelitian ... 27

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4.1 Data Primer ... 29

3.4.2 Data Sekunder ... . 30

3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 30

3.5.1 Variabel Penelitian ... 30

3.5.2 Defenisi Operasional ... . 30

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 30

3.7 Metode Pengukuran ... 31

3.8 Metode Analisis Data ... 32


(12)

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Malahayati Medan ... 34

4.2 Visi Rumah Sakit Malahayati Medan ... . 35

4.3 Misi Rumah Sakit Malahayati Mean ... . 35

4.4 Fasilitas atau Pelayanan Kesehatan ... . 36

4.4.1 Pelayanan Medis ... 36

4.4.2 Pelayanan Penunjang ... 37

4.4.3 Fasilitas ... 38

4.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit Malahayati Medan ... 38

4.6 Waktu Kerja ... . 41

4.7 Karakterisitik Responden ... . 41

4.8 Hasil Univariat ... . 43

4.8.1 Kelelahan Shift Pagi ... 43

4.8.2 Kelelahan Shift Malam... 43

4.9 Hasil Bivariat ... 44

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kelelahan Shift Pagi (08.00-15.00 WIB) ... 46

5.2 Kelelahan Shift Malam (20.00-08.00 WIB) ... . 48

5.3 Hubungan Shift Kerja dengan Terjadinya Kelelahan ... . 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... . 51

6.2 Saran ... . 51


(13)

DAFTAR TABEL

4.1 Distribusi Karakteristik Responden perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan ... 41 4.2 Distribusi Kelelahan Shift Pagi pada perawat di Rumah Sakit Malahayati

Medan tahun 2015 ... 42 4.3 Distribusi Kelelahan Shift Malam pada perawat di Rumah Sakit Malahayati

Medan tahun 2015 ... . 42 4.4 Distribusi Kelelahan dan Hasil Uji Chi Square Shift Kerja dengan Kelelahan pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015 ... 43


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian Lampiran 4. Dokumentasi

Lampiran 5. Master data Lampiran 6. Output


(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Tania Anastasia

Tempat lahir : Medan

Tanggal lahir : 25 April 1993

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Reynald

Suku Bangsa : Batak

Nama Ibu : Rita

Suku Bangsa : Batak

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SD Methodist 1 Medan/2005

2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Methodist 1 Medan/2008 3. SMA/Tamat Tahun : SMA Santo Thomas 1 Medan/2011 4. Lama Studi di FKM USU : 2011-2015


(16)

ABSTRAK

Rumah Sakit merupakan salah satu indusri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat yang tidak hanya memberikan pelayanan siang hari tetapi harus 24 jam karena setiap orang sakit membutuhkan perawatan. Perawat yang memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit tidak terlepas dari pengaturan shift yang diharuskan memberikan pelayanan keperawatan yang sama untuk setiap shift kerja perawat. Maka dari itu

dilakukan penelitian tentang ―Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan Kerja Pada

Perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015‖.

Metode penelitian berupa survey analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 64 dari 174 populasi dengan teknik

stratified random sampling. Kelelahan diukur pada shift pagi dan malam dengan menggunakan kuesioner kelelahan secara subyektif yang berskala Industrial Fatigue Committee (IFRC) dan dikategorikan menjadi tingkat rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Hasil penelitian yang didapatkan, saat shift pagi tingkat kelelahan kerja paling banyak pada tingkat rendah yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat sedang sebanyak 14 orang (21,9%) dan tingkat tinggi hanya 1 orang (1,6%). Saat

shift malam paling banyak pada tingkat sedang yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat tinggi sebanyak 11 orang (17,2%). Hasil uji chi square didapatkan ada hubungan shift kerja dengan terjadinya kelelahan (p=0,0001).

Disarankan kepada perawat shift pagi dan shift malam menggunakan waktu istirahat untuk tidur.


(17)

ABSTRACT

Hospital is the one of the service industries providing health service with quality that can be afforded by the public. It should not provide its service only during the day but for 24 hours because every sick person needs medical treatment. Nurses who are serving in a hospital are required to give a nursing service of the same quality for each shift. Therefore, the study was done, about

“The correlation of Work Shift to Fatigue Work of Malahayati Hospital Medan

Nurses in 2015”.

The study method is analytical survey with cross sectional design. The sample which is taken are 64 of 174 populations with stratified random sampling. The fatigue is measured in the morning shift and in the night shift by using fatigue questionnaire subjectively with the scale of Industrial Fatigue Research

Committee (IFRC) and categorized into low, medium, high and very high level. The study result which is found is the fatigue work level for the morning shift, the most is at low level which is 49 people (76.6%), medium level which are 14 people (21.9%) and the high level is only 1 person (1.6%). On the night shift, the most is at medium level which is 49 people (76.6%) while the higher level which are 11 people (17.2%). In chi square test results got that there is a correlation between the work shift and the fatigue occurence cause (p=0.0001).

It is suggested to nurse who takes shift in the morning and shift in the night to use the rest time for sleeping.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, sehingga pengembangan rumah sakit tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Saling keterkaitan ini terlihat jelas visi pembangunan kesehatan yakni Indonesia Sehat 2010 yang terwujud dalam Undang-Undang Bidang Kesehatan No. 23/1992.

Sebagai salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang tidak cukup bekerja di siang hari saja tapi harus 24 jam, karena setiap saat orang sakit membutuhkan pelayanan. Bentuk pelayanan ini bersifat sosio ekonomi yaitu suatu usaha yang walau bersifat sosial namun diusahakan agar bisa mendapat surplus keuntungan dengan cara pengelolaan yang profesional dengan memperhatikan prinsip ekonomi (Djododibroto, 1997).

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.938/Menkes/SK/XI/1992 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah tempat yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar spesialistik dan subspesialistik serta memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.


(19)

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan rumah sakit adalah sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit tersebut. Sumber daya manusia yang dimiliki sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit (Nasution, 2002).

Sumber daya manusia yang terpenting dalam rumah sakit adalah perawat, dimana perawat merupakan jumlah terbesar dari seluruh petugas yang ada di sebuah rumah sakit. Mereka selalu berhubungan dengan berbagai bahaya potensial, dimana bila tidak diantisipasi dengan baik dan benar dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerjanya. Keberadaan perawat sebagai ujung tombak pelayanan harus benar-benar diperhatikan dan dikelola secara profesional sehingga memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat dan untuk kemajuan rumah sakit itu sendiri (Depkes ,2003).

Berdasarkan Permenkes No. HK 02.02/MENKES/148/I/2010 menyebutkan bahwa praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud dilaksanakan pada kegiatan:

a. Pelaksanaan asuhan keperawatan;

b. Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat; dan


(20)

Menurut Kuswadji yang dikutip oleh Nasution (2002) pekerjaan seorang perawat tidak terlepas dari pengaturan jam kerja atau yang lebih dikenal dengan istilah shift kerja. Shift kerja mempunyai efek terhadap pekerja yaitu efek fisiologis, psikososial, kinerja, kesehatan, dan efek terhadap keselamatan kerja. Secara alami manusia bekerja pada siang hari dan tidur/istirahat pada malam hari. Kehidupan seperti itu mengikuti suatu pola jam biologik yang disebut dengan circadian rhythm yang berdaur selama 24 jam. Fungsi tubuh yang diatur oleh jam biologik ialah : tidur, kesiapan untuk bekerja, metabolisme, suhu tubuh, nadi dan tekanan darah.

Menurut Schultz yang dikutip oleh Kodrat (2009) shift kerja malam lebih berpengaruh negatif terhadap kondisi pekerja dibanding shift pagi, karena pola siklus hidup manusia pada malam hari umumnya digunakan untuk istirahat. Namun karena bekerja pada shift malam maka tubuh dipaksa untuk mengikutinya. Hal ini relatif cenderung mengakibatkan terjadinya kesalahan kerja dan kecelakaan.

Josling (1998) mengatakan bahwa dampak shift kerja malam terutama gangguan irama tubuh yang menyebabkan penurunan kewaspadaan, gangguan fisiologis dan psikologis berupa kurang konsentrasi, nafsu makan menurun, penyakit jantung, tekanan darah, stress dan gangguan gastrointenstinal yang dapat meningkatkan resiko terjadi kecelakaan kerja. Fungsi tubuh manusia bervariasi dalam 24 jam, meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari. Hal ini mempengaruhi suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, stress mental dan fisik.


(21)

mendapat perhatian karena irama faal manusia (circadian rhythm) terganggu, metabolisme tubuh tidak dapat beradaptasi, kelelahan, kurang tidur, alat pencernaan kurang berfungsi secara normal, timbul reaksi psikologis dan pengaruh yang kumulatif. Shift kerja dipandang sebagai tuntutan yang menekan individu, jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada gangguan fisiologis dan perilaku pekerja dan pada akhirnya akan mengurangi produktivitas kerja.

Menurut Soedirman dkk (2014), kelelahan adalah keluhan umum bagi pekerja shift yang akan menurunkan daya konsentrasi, motivasi, daya ingat, dan reaksi mental sehingga rentan terhadap stress. Kelelahan merupakan proses menurunnya efisiensi pelaksanaan kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Dalam studi epidemiologi di Amerika Serikat disebutkan oleh Kennedy (1987) bahwa kelelahan kerja merupakan suatu kelainan yang termasuk sering dijumpai di masyarakat. Data penelitian lain juga mengungkapkan bahwa kelelahan sering disebabkan oleh karena waktu kerja yang tidak sesuai. Pekerja shift cenderung lebih mudah mengalami kelelahan dibandingkan pekerja regular.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti, Rumah Sakit Malahayati ini sudah berdiri sejak tahun 1973 dan memberlakukan sistem kerja dengan sistem

shift. Dalam sistem shift ini, setiap individu bekerja 3 hari tetapi hanya pada 1 bagian shift setiap harinya dari 3 shift kerja dan 3 hari libur. Waktu kerja yang ditetapkan untuk pagi hari yaitu pukul (08.00-15.00 WIB), sore hari (14.00-21.00 WIB), dan malam hari (20.00-08.00 WIB).


(22)

bekerja diantaranya 1 orang shift pagi pukul 14.10 WIB dan 1 orang perawat di shift malam pukul 08.00 WIB, terdapat keluhan mengenai shift kerja. Perawat pada shift di pagi hari terasa lebih berat karena kuantitas pekerjaan terkadang lebih banyak pada saat pagi hari. Sementara itu, gangguan kerja yang dirasakan perawat shift malam adalah rasa ngantuk yang hebat dan lelah di seluruh badan. Ini disebut sebagian dari gejala-gejala kelelahan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan adalah apakah ada hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui shift pagi dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan.

2. Untuk mengetahui shift malam dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan.


(23)

1.4Hipotesis Penelitian

Ada hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan untuk pihak rumah sakit dalam mencegah terjadinya kelelahan pada perawat.

2. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang hubungan waktu kerja dengan terjadinya kelelahan kerja pada perawat. 3. Sebagai masukan/informasi bagi kelengkapan peneliti selanjutnya.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perawat

2.1.1 Pengertian Perawat

Secara sederhana, perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi perawat semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada mayarakat secara profesional. Perawat merupakan tenaga profesional mempunyai kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.2 Falsafah Keperawatan

Falsafah keperawatan adalah keperawatan yang mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasarkan pada alasan logis daripada metoda empiris. Falsafah keperawatan memiliki tujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.3 Standar dan Kriteria dalam Keperawatan

Menurut Kamus Collins yang dikutip oleh Johani (2003) mendefinisikan

standart sebagai ―suatu tingkat kesempurnaan atau kualitas‖ dan ―sebuah contoh

yang diterima atau yang disetujui tentang sesuatu yang menjadi dasar penilaian


(25)

dikenal sebagai sesuatu yang dapat diterima adekuat, atau memuaskan dan digunakan sebagai tolak ukur dan titik acuan yang dapat digunakan sebagai pembanding. Mendefenisikan standar sebagai suatu pengukur yang lebih akurat merupakan alternatif lainnya. Standar, seringkali berupa numeric, merupakan pengukuran kuantitatif yang spesifik sedangkan kriterianya hanya merupakan bagian atau atribut dari kualitas mutu pelayanan. Standar dan kriteria dalam mutu pelayanan dibentuk dengan mengidentifikasi dan menyepakati elemen-elemen dari praktik yang baik.

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat diukur melalui standar pelayanan di rumah sakit yang berfungsi untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.

2.1.4 Fungsi Perawat

Fungsi utama perawat adalah membantu pasien/klien baik dalam kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui layanan keperawatan. Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi yaitu: fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen.

1. Fungsi Independen.

Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.


(26)

2. Fungsi Dependen.

Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.

3. Fungsi Interdependen.

Fungsi Interdependen merupakan fungsi yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan lain (Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.1.5 Peran Perawat

Menurut Rifiani dan Sulihandari (2013), keperawatan memiliki peran-peran pokok dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Peran pokok perawat antara lain sebagai berikut:

1. Caregiver (pengasuh).

2. Client advocate (advokat klien).

3. Counselor.

4. Educator (pendidik). 5. Coordinator (coordinator) 6. Collaborator (kolaborator). 7. Consultan (konsultan).


(27)

2.2 Shift Kerja

2.2.1 Pengertian Shift Kerja

Menurut Riggio yang dikutip oleh Kodrat (2009) shift kerja adalah bentuk penjadwalan dimana kelompok kerja mempunyai alternatif untuk tetap bekerja dalam perpanjangan operasi yang terus-menerus. Pada mulanya jadwal kerja sering disebut jadwal internasional dimulai pukul 08.00 atau 09.00 pagi sampai dengan 16.00 atau 17.00 sore, kemudian tidak ada lagi jadwal kerja lain pada hari itu. Shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan kepada pekerja untuk mengerjakan sesuatu dan biasa dibagi kepada pekerja pagi, sore dan malam. Shift

kerja terjadi bila dua atau lebih pekerja bekerja secara berurutan pada lokasi pekerjaan yang sama. Bagi seorang pekerja, shift kerja berarti berada pada lokasi kerja yang sama, teratur pada saat yang sama (shift kontinu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi).

Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja biasa pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, sedang shift kerja dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam per hari. Menurut Suma‘mur (2009) dalam bukunya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja waktu kerja meliputi lamanya seseorang mampu bekerja secara baik, hubungan diantara waktu bekerja dengan istirahat, dan waktu bekerja selama sehari menurut periode.

2.2.2 Pembagian Karakterisitik Shift Kerja

Shift kerja mempunyai dua macam, yaitu shift berputar (rotation) dan shift


(28)

1. Jenis shift (pagi, siang, malam). 2. Panjang waktu tiap shift.

3. Waktu dimulai dan berakhir satu shift.

4. Distribusi waktu istirahat. 5. Arah transisi shift.

Monk da Folkrad (1983) mengkategorikan tiga tipe sitem shift kerja, yaitu sistem shift permanen, sistem rotasi shift cepat dan sistem rotasi shift lambat.

1. Sistem Shift Permanen.

Dalam sistem shift ini setiap individu tetap bekerja hanya pada satu bagian dari 3 shift kerja setiap 8 jam. Biasanya digunakan di rumah sakit terutama kepada perawat, namun sebagian negara tidak menggunakannya oleh karena tidak meratanya distribusi beban kerja setap hari. Namun beberapa studi melaporkan bahwa pekerja shift malam tidak jauh berbeda keadaannya dengan pekerja shift pagi.

2. Sistem Rotasi Shift Cepat.

Tenaga kerja secara bergilir bekerja dengan periode rotasi kerja 2-3 hari. Sistem shift ini lebih banyak disukai karena dapat mengurangi kebosanan kerja, kerugiannya menyebabkan kinerja shift malam terganggu dan waktu tidur bertambah sehingga diperlukan 2-3 hari libur setelah kerja malam. Berdasarkan faktor sosial dan fisiologis diusulkan sistem rotasi shift cepat yaitu sistem 2-2-2, yaitu: rotasi shift kerja pagi, siang dan malam dilaksanakan masing-masing 2 hari, dan pada akhir periode shift kerja malam diberi libur 2 hari dan kembali lagi ke siklus shift kerja semula.


(29)

Sistem rotasi shift 2-2-3, yaitu: rotasi shift kerja dimana salah satu shift dilaksanakan 3 hari bergiliran setiap periode shift dan dua shift lainnya dilaksanakan masing-masing 2 hari. Pada akhir perode shift kerja diberi libur 2 hari.

3. Sistem Rotasi Shift Lambat.

Sistem shift ini merupakan kombinasi antara sistem shift permanen dan sistem rotasi shift cepat. Rotasi shift kerja berbentuk mingguan, dua mingguan atau bulanan. Sistem shift ini menyebabkan circadian rhythm

terganggu pada shift malam dan tidak dapat menyesuaikan perubahan siklus tidur atau bangun.

De la Mare dan Walker menyatakan bahwa umumnya shift kerja tidak disukai walaupun ada individu dengan positif menyukainya. Studi awal shift kerja ditemukan bahwa shift kerja permanen lebih disukai (61%) dibandingkan shift

kerja rotasi (12%) dan shift malam permanen (27%). Penelitian terakhir cenderung sistem rotasi shift cepat lebih disukai.

Menurut International Labour Organization (2012) sistem shift kerja dapat dibagi atas:

1. Sistem 3 shift 4 kelompok (4x8 hours continuous shift work), yaitu 3 kelompok shift bekerja setiap 8 jam sedang 1 kelompok lagi istirahat. Sistem ini digunakan bagi aktivitas produksi terus-menerus dan tidak ada hari libur. Rotasi shift 2-3 hari.

2. Sistem 3 shift 3 kelompok (3x8 hours semi continuousshift work), yaitu 3 kelompok shift bekerja setiap 8 jam dan pada akhir minggu libur.


(30)

Menurut Coleman yang dikutip oleh Kodrat (2009) terdapat empat jenis dampak shift, yaitu :

1. Job Performance

Perubahan jadwal shift kerja yang terus-menerus menyebabkan pekerja harus terus beradaptasi dengan perubahan tersebut.

2. Job Related Attitude

Karyawan yang bekerja pada shift malam sering menunjukkan sikap dan emosi.

3. Personal Health

Pekerjaan yang menggunakan sistem shift dapat mengganggu kesehatan secara fisik dan mental, karena situasi dan kondisi pada setiap shift

berbeda. Pekerja harus menyesuaikan kondisi fisik setiap kali bekerja di

shift yang berbeda.

4. Social and Domestic Factor

Pembagian shift kerja dapat menyebabkan pekerja yang sudah berkeluarga atau pekerja wanita mengalami kesulitan dalam membagi waktu bersosialisasi, berkomunikasi dengan anggota keluarga lain dan melakukan aktivitas religius.

Menurut Suma‘mur (2009) dalam bukunya Higiene Perusahaan dan

Kesehatan Kerja dalam soal periode waktu kerja siang atau malam, sangat menarik adalah sistem kerja bergilir, terutama masalah kerja malam. Sehubungan dengan kerja malam dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :


(31)

1. Irama faal manusia sedikit atau banyak terganggu oleh system kerja malam- tidur siang. Fungsi-fungsi fisiologis tenaga kerja tidak dapat disesuaikan sepenuhnya dengan irama kerja demikian.

2. Demikian pula metabolisme tubuh tidak sepenuhnya dapat, bahkan banyak yang sama sekali tidak dapat diadaptasikan dengan kerja malam-tidur siang.

3. Kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar.

4. Jumlah jam kerja yang dipakai untuk tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu, keadaan terang, dan lain-lain dan oleh karena kebutuhan badan yang tidak dapat diubah seluruhnya menurut kebutuhan yaitu terbangun oleh dorongan lapar atau buang air kecil yang relatif banyak pada siang hari.

5. Kurangnya tidur dan kurang berfungsinya alat pencernaan berakibat antara lain penurunan berat badan.

Selain faktor-faktor di atas, kerja malam juga dapat mengganggu kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat karena terbatasnya waktu berkumpul dengan keluarga dan masyarakat.

2.2.3 Efek Shift Kerja

Menurut Fish (2000) efek shift kerja yang dapat dirasakan tenaga kerja yaitu:

1. Efek fisiologis


(32)

1. Kualitas tidur yang terganggu. Tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.

2. Menurunnya kapasitas kerja fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.

3. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. 2. Efek Psikososial

Efek menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Demikian pula adanya pandangan di suatu daerah yang tidak membenarkan pekerja wanita bekerja pada malam hari, mengakibatkan tersisih dari masyarakat.

3. Efek Kinerja

Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjan seperti kualitas control dan pemantauan.

3. Efek Terhadap Kesehatan

Efek shift kerja menyebabkan gangguan gastrointensitinal berupa dyspepsia atau ulcus ventriculi dimana masalah ini kritis pada umur 40-45 tahun. Sistem shift kerja dapat menjadi masalah keseimbangan kadar gula dalam darah dengan insulin bagi penderita diabetes.


(33)

4. Efek Terhadap Keselamatan Kerja

Survei pengaruh terhadap shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith et.al, melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja. Tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam (Adiwardana, 1989).

2.2.4 Irama Sirkadian ( Circadian Rhythm)

Jika tubuh bergerak selama 24 jam, akan mengalami fluktuasi dalam hal-hal tertentu seperti temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormon. Pola aktivitas tubuh akan terganggu bila bekerja malam dan maksimum terjadi selama shift malam (Singleton, 1972).

Winarsunu (2008) mengatakan bahwa manusia mempunyai ‗circadian

rhythm’, yaitu fluktuasi dari berbagai macam fungsi tubuh selama 24 jam. Dimana manusia berada pada 2 fase, diantaranya:

1. Fase ergotrophic

Pada siang hari manusia berada pada fase ergotrophic yaitu fase dimana semua organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan tindakan.


(34)

2. Fase trophotropic

Pada malam hari manusia berada pada fase trophotropic yaitu fase dimana tubuh melakukan pembaharuan cadangan energi atau penguatan kembali.

2.3 Kelelahan Kerja

Istilah kelelahan selalu mengarah kepada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun itu bukan satu-satunya gejala. Secara umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue (A.M Sugeng Budiono, dkk 2003).

Suma‘mur dalam bukunya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja

(2009) kelelahan menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.

Secara psikologis, kelelahan yaitu keadaan mental dengan ciri menurunnya motivasi, ambang rangsang meningi, menurunnya kecermatan dan kecepatan pemecah persoalan. Secara fisiologis, kelelahan yaitu penurunan kekuatan otot yang disebabkan karena kehabisan tenaga dan sisa-sisa metabolisme, misalnya asam laktat dan karbon dioksida. Kelelahan diterapkan berbagai macam kondisi merupakan suatu perasaan bagi setiap orang mempunyai arti tersendiri dan bersifat subjektif (Kodrat, 2009).


(35)

2.3.1 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dibedakan berdasarkan: 1. Proses dalam otot yang terdiri atas;

a. Kelelahan otot ditandai oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi

serta otot menjadi gemetar (Suma‘mur, 2013).

b. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis (Suma‘mur, 2013). Perasaan adanya kelelahan secara umum dapat ditandai dengan berbagai kondisi antara lain: lelah pada organ penglihatan atau mata, mengantuk, stress (pikiran tegang) dan rasa malas bekerja circadian fatigue (Nurmianto, 2004).

2. Waktu terjadinya kelelahan.

a. Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan

b. Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.

3. Penyebab terjadinya kelelahan

a. Faktor fisiologis, yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi.


(36)

b. Faktor psikologi, yaitu konflik yang mengakibatkan stress yang berkepanjangan, ditandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psikososial (Schultz, 1982). 2.3.2 Gejala Kelelahan Kerja

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptons) secaa subjektif dan objektif antara lain sebagai berikut (Ramandhani, 2003).

a. Perasaan lesu, ngantuk, dan pusing. b. Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi. c. Berkurangnya tingkat kewaspadaan. d. Persepsi yang buruk dan lambat.

e. Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja. f. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.

Beberapa gejala ini dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja. Beberapa bentuk kelelahan yang terjadi pada dunia kerja merupakan suatu kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti selalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Apabila keadaan seperti ini berlarut-larut maka akan muncul tanda-tanda memburuknya kesehatan yang lebih tepat disebut kelelahan klinis atau kronis.

Pada keadaan seperti ini, gajalanya tidak hanya muncul selama periode stress atau sesaat setelah masa stress tetapi cepat atau lambat akan sangat


(37)

mengancam setiap saat. Perasaan lelah kerapkali muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja misalnya berupa perasaan yang bersumber dari terganggunya emosi. Sejumlah orang kerapkali menunjukkan gejala-gejala seperti meningkatnya ketidakstabilan jiwa, depresi, kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja, dan meningkatnya sejumlah penyakit fisik (Ramandhani, 2003). 2.3.3 Penyakit Berhubungan dengan Kelelahan

Kelelahan berkepanjangan adalah yang dilaporkan sendiri, persisten (konstan) kelelahan yang berlangsung setidaknya satu bulan. Kelelahan kronis adalah kelelahan yang dilaporkan sendiri berlangsung setidaknya enam bulan berturut-turut. Kelelahan kronis dapat berupa persisten atau kambuh. Kelelahan kronis adalah gejala dari banyak penyakit dan kondisi. Menurut Kuswana (2014), beberapa kategori utama penyakit yang berhubungan dengan kelelahan antara lain sebagai berikut.

a. Gangguan darah seperti anemia dan hemochromatosis. b. Kanker dalam hal ini disebut kelelahan kanker.

c. Sindrom kelelahan kronis (CFS).

d. Gangguan makan yang dapat menghasilkan kelelahan karena gizi yang tidak memadai.

e. Depresi dan gangguan mental lainnya yang menampilkan perasaan depresi.

f. Penyakit jantung.

g. Kurang tidur atau gangguan tidur. h. Sroke.


(38)

2.3.4 Penyebab Kelelahan Kerja

Akar masalah kelelahan umum terjadi karena monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma‘mur, 2013).

2.3.5 Proses Terjadinya Kelelahan

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi

kelangsungan aktivasi otot. Suma‘mur (2013) menjelaskan keadaan dan perasaan

lelah adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaraan yaitu otak (cortex ceberi) yang dipengaruhi atas dua sistem saraf antagonis yaitu sistem penghambat dan sistem penggerak. Sistem penghambat bekerja terhadap thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.

Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat bergantung pada hasil kerja kedua sistem ini. Apabila sitem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat dari system penggerak


(39)

maka orang akan mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedah lelah dapat melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak terduga dengan ketegangan emosi. Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa.

2.3.6 Cara Mengatasi Kelelahan

Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang ditujukan kepada aneka hal yang bersifat umum dan pengelolaan kondisi pekerjaan dan lingkungan di tempat kerja. Misalnya, banyak hal dapat dicapai dengan cara menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketetentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental-psikologis, pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengolahan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologi dan psikologi merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan

(Suma‘mur, 2013).

2.3.7 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran yang dilakukan peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Menurut Tarwaka et.al. (2004), mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut :


(40)

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan pada metode ini, kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

2. Uji Psikomotor (psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu , denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusio test) dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan, disamping itu untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Uji beban kerja mental secara Fisiologis/Biomekanis

Seseorang tenaga kerja dapat dianggap fit untuk sesuatu pekerjaan tertentu, bila orang itu dapat melakukan pekerjaan tersebut secara


(41)

terus-menerus tanpa merasa lelah dan mempunyai kapasitas cadangan bila harus menghadapi beban kerja yang lebih berat tanpa terjadi gangguan keseimbangan fisiologis setelah menyelesaikan pekerjaannya.

5. Pengukuran kelelahan secara subjektif A.Subjectiveself rating test

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee

(IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik. Skor yang diberikan pada masing-masing frekuensi yaitu tidak pernah merasakan diberi nilai 1, kadang-kadang merasakan diberi nilai 2, sering merasakan diberi nilai 3, dan sering sekali merasakan diberi nilai 4. Hasil akhir penilaian terdiri dari 4 tingkatan kelelahan yaitu tingkat kelelahan rendah (30-52), tingkat kelelahan sedang (53-75), tingkat kelelahan tinggi (76-98), dan tingkat kelelahan sangat tinggi (99-120).

B.Nordic Body Map

Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal. Dalam aplikasinya, metode ini menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) yang sangat sederhana dan mudah dipahami, serta hanya memerlukan waktu yang sangat singkat sekitar 5 menit.


(42)

2.4 Hubungan Shift Kerja dengan Kelelahan

Menurut Grandjean yang dikutip oleh Winarsunu (2008) mengemukakan bahwa pekerja shift malam umumnya mempunyai kesehatan yang kurang baik. Mereka biasanya menderita gangguan pencernaan dan merasa gelisah atau gugup. Hal ini disebabkan oleh kronik dan kebiasaan makan dan minum yang tidak sehat. Kelelahan kronik tersebut adalah antara lain kehilangan vitalitas, perasaan depresi, perasaan mudah marah dan keletihan meskipun mereka sudah tidur. Keadaan ini biasanya disertai dengan gangguan psikosomatik, antara lain kehilangan nafsu makan, gangguan tidur dan gangguan pencernaan. Jadi kegelisahan yang dialami pekerja shift malam adalah dari kelelahan kronik yang jika dikombinasikan dengan kebiasaan makan yang tidak sehat dapat menyebabkan penyakit-penyakit pencernaan.

Pada kenyataannya, kelelahan pada kerja malam relatif sangat besar. Sebabnya antara lain karena sangat kuatnya kerja saraf parasimpatis dibanding dengan persyarafan simpatis pada malam hari. Padahal seharusnya untuk bekerja, bekerjanya saraf simpatis harus melebihi kekuatan parasimpatis. Selain itu jumlah jam kerja yang dipakai untuk tidur bagi pekerja malam pada siang harinya relatif jauh lebih besar dari seharusnya, dikarenakan gangguan suasana siang hari seperti kebisingan, suhu dan lainnya. Juga aktivitas dalam keluarga atau masyarakat menjadi penyebab kurangnya tidur pada siang hari padahal sangat penting artinya


(43)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Depe dddddDepe

Shift Kerja :

1. Shift pagi (08.00-15.00

WIB)

2. Shift malam

(20.00-08.00 WIB)

Kelelahan :

1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 4. Sangat Tinggi


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan menggunakan desain cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni - September 2015 terhadap perawat di Rumah Sakit Malahayati.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015 yaitu sebanyak 174 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini, menggunakan rumus (Lemeshow, 1997):

Rumus:

Keterangan:

Besar Sampel

Z = Tingkat Kepercayaan (95%)

P = Perkiraan proporsi suatu peristiwa(0,5) d = Tingkat ketepatan yang diinginkan(0,1)


(45)

n = 64

Menggunakan teknik Stratified Random Sampling yaitu pengambilan dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa strata (Hastono dan Sabri, 2010).

1. UGD : 16 orang

2. ICU : 17 orang

3. VK : 10 orang

4. RUANG BAYI : 11 orang

5. KAMAR BEDAH : 19 orang

6. PHA : 18 orang

7. PHB : 14 orang

8. LT.II BARU : 14 orang 9. LT.III BARU : 13 orang 10. IBNU AL NAFIZ : 12 orang

11. TA/NA : 12 orang

12. NURUL JANNAH : 18 orang

Jumlah sampel yang diambil berdasarkan masing-masing bagian tersebut ditentukan dengan rumus :


(46)

n =

Maka :

1. UGD = 16 / 174 x 64 = 6 orang 2. ICU = 17 / 174 x 64 = 6 orang

3. VK = 10 / 174 x 64 = 4 orang

4. RUANG BAYI = 11 / 174 x 64 = 4 orang 5. KAMAR BEDAH = 19 / 174 x 64 = 7 orang 6. PHA = 18 / 174 x 64 = 7 orang 7. PHB = 14 / 174 x 64 = 5 orang 8. LT.II BARU = 14 / 174 x 64 = 5 orang 9. LT.III BARU = 13 / 174 x 64 = 5 orang 10. IBNU AL NAFIZ = 12 / 174 x 64 = 4 orang 11. TA/NA = 12 / 174 x 64 = 4 orang 12. NURUL JANNAH =18 / 174 x 64 = 7 orang 3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data Primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner penguji kelelahan secara subyektif yang berskala Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) yang bersumber dari Tarwaka (2004). Kuesioner yang diberikan hanya kepada responden shift pagi dan shift malam dikarenakan ketidaksediaan responden shift sore untuk diwawancarai sehingga pembagian shift

kerja terdiri dari 2 yaitu shift pagi dan shift malam. 3.4.2 Data Sekunder


(47)

Data Sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Malahayati Medan. 3.5 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel independen adalah shift kerja pagi dan shift malam. Sementara variabel dependennya adalah kelelahan kerja.

3.5.2 Defenisi Operasional

1. Shift pagi adalah pembagian waktu kerja yang dimulai pukul (08.00-15.00 WIB).

2. Shift malam adalah pembagian waktu kerja yang dimulai pukul (20.00-08.00 WIB).

3. Kelelahan kerja adalah keadaan tubuh dan mental yang berbeda sehingga berakibat kepada penurunan daya kerja. Kelelahan ini merupakan kelelahan umum yang diukur dengan menggunakan kuesioner kelelahan secara subyektif yang berskala Industrial Fatigue Research Committee (IFRC).

3.6 Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut:

1. Editing yaitu melakukan pengecekan termasuk kelengkapan dan kejelasan isi dari kesioner.

2. Coding yaitu mengubah hasil kuesioner dalam bentuk kode.

3. Skoring yaitu masing-masing variabel diberi nilai agar mudah untuk dikelompokkan jawaban dan mengkategorikan responden sesuai dengan jumlah nilai jawaban yang dijawabnya.


(48)

4. Entry yaitu memasukkan data hasil kuesioner ke dalam program komputer, yaitu menggunakan SPSS.

5. Cleaning yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7 Metode Pengukuran

Pembagian shift kerja terdiri dari shift pagi (08.00-15.00 WIB) dan shift

malam (20.00-08.00 WIB). Kode yang diberikan pada setiap shift yaitu shift pagi diberi kode 1 dan shift malam diberi kode 2. Pengukuran dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada perawat setelah mereka selesai bekerja. Pengambilan kuesioner pada perawat shift pagi yaitu pukul 15.00 WIB setelah mereka selesai bekerja dan pada shift malam yaitu pukul 08.00 WIB setelah selesai bekerja. Kuesioner dibagikan pertama kali kepada perawat shift pagi dan setelah selang waktu seminggu kuesioner dibagikan lagi kepada perawat yang sama pada shift malam.

Aspek pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yakni berupa kuesioner penguji kelelahan secara subyektif yang diambil dari Industrial Fatigue Research Committee of Japanese Asociation of Insustrial Health (IFRC Jepang).

Kuesioner digunakan untuk mengukur kelelahan perawat berjumlah 30 pertanyaan tentang gejala kelelahan umum terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik. Skor yang diberikan pada masing-masing pertanyaan yaitu tidak pernah merasakan diberi nilai 1, kadang-kadang merasakan diberikan nilai 2, sering merasakan diberi nilai 3, dan sering sekali merasakan diberi nilai 4.


(49)

Menurut Tarwaka yang dikutip oleh Yulinda (2014), tabel tingkat kelelahan subyektif adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subyektif

Tingkat Total Skor Klasifikasi

Kelelahan Individu Kelelahan

1 30-52 Rendah

2 53-75 Sedang

3 76-98 Tinggi

4 99-120 Sangat Tinggi

3.8 Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat

merupakan analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel–variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

merupakan analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara variabel independen (shift kerja) dan dependen (kelelahan) menggunakan uji Chi Square dengan membandingkan nilai a sebesar 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Jika P value < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel independen (shift kerja) dengan variabel dependen (kelelahan). Jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen (shift kerja) dengan variabel dependen (kelelahan).


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Rumah Sakit Malahayati Medan

Pada tahun 1970-an terdapat sebuah bangunan milik Yayasan Kerukunan Aceh bersama dengan Dewan Pimpinan Pusat Aceh Sepakat Sumatera Utara yang terletak di Jalan Dipenogoro No.4 Medan. Selama ini, bangunan ini hanya digunakan sebagai tempat pertemuan-pertemuan yang sifatnya tidak rutin sehingga timbul pemikiran untuk memanfaatkannya dengan mendirikan komplek rumah sakit.

Dalam rapat menentukan nama rumah sakit, nama Malahayati terpilih menjadi nama rumah sakit ini. Tulisan Malahayati diartikan sebagai Mal al hayati, ‖kekayaan dari hidup‖ yaitu kekayaan hidup kita paling berharga yaitu kesehatan.

Sedangkan Laksamana Malahayati diartikan sebagai Srikandi, yang memimpin Armada Aceh dalam pertempuran melawan Portugis pada abad ke-16. Malahayati juga sebagai Diplomat (Kepala Protokol) dalam perundingan-perundingan.

Setelah 6 bulan melakukan persiapan dan dirasa sudah cukup, maka tepat pada tanggal 10 Mei 1973 dibentuklah Yayasan Rumah Sakit Malahayati. Pada tanggal 14 April 1974 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan kamar bedah sebagai tanda dimulainya pembangunan Rumah Sakit Malahayati. Pada tanggal 14 Januari 1975, Gubernur Sumatera Utara H. Marah Halim Harahap meresmikan rumah sakit ini yang diberi nama Rumah Sakit Islam Malahayati dengan dipimpin oleh Dokter Djafar Siddik yang masih dilengkapi dengan peralatan sederhana.


(51)

Setahun kemudian Rumah Sakit Malahayati sudah dapat menunjukkan eksistensinya di masyarakat dan dapat berdiri sendiri serta melengkapi peralatan kedokteran sendiri dan meneruskan pembangunan fasilitas rumah sakit. Tanggal 9 Mei 1976 fasilitas kamar bedah dan laboratorium diresmikan pemakaiannya oleh Walikota Medan H. Saleh Arifin, menyusul pula pembangunan paviliun yang juga mendapat bantuan dari para donatur dan masyarakat. Diresmikan kemudian pemakaiannya oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Suwardjono Soerjaningrat pada tanggal 5 November 1980, sampai sekarang Rumah Sakit Malahayati masih menunjukkan eksistensinya kepada masyarakat dengan fasilitas yang cukup lengkap untuk menunjang kebutuhan masyarakat.

4.2 Visi Rumah Sakit Malahayati Medan

Visi Rumah Sakit Malahayati Medan adalah cita-cita yang menggambarkan akan dibawa kemana Rumah Sakit Mlaahayati Medan di masa mendatang dan visi selalu berpijak pada kondisi, potensi dan tantangan dan hambatan yang ada. Sehubungan dengan analisis dan pendalaman tersebut, maka ditetapkanlah visi Rumah Sakit Malahayati Medan adalah sebagai berikut :

― Menjadi Rumah Sakit yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi

semua orang―.

4.3Misi Rumah Sakit Malahayati Medan

Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Dengan persyaratan misi tersebut diharapkan seluruh pegawai dan pihak yang berkepentingan dapat mengenal Rumah Sakit Malahayati Medan, mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang


(52)

akan diperoleh di masa mendatang. Dari gambaran tersebut ditetapkan misi Rumah Sakit Malahayati Medan adalah sebgai berikut :

1. Memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh yang bermutu dan berorientasi kepada kepuasan masyarakat yang membutuhkan.

2. Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional.

3. Meningkatkan kualitas saran/prasarana dan pelayanan secara berkesinambungan.

4. Meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan pegawai. 4.4 Fasilitas atau Pelayanan Kesehatan

Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit Malahayati Medan adalah sebagai berikut :

4.4.1 Pelayanan Medis

Jenis pelayanan medis yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Malahayati Medan adalah sebagai berikut :

1. Medical Check Up 2. Dokter Umum 3. Dokter Gigi

4. Dokter Spesialis / Sub-Spesialis a. Dokter Anak

b. Dokter Bedah

c. Dokter Kebidanan&Kandungan d. Dokter Penyakit Dalam


(53)

e. Dokter Syaraf f. Dokter THT g. Dokter Mata h. Dokter Paru i. Dokter Jantung

j. Dokter Kulit&Kelamin k. Dokter Bedah Tulang l. Dokter Jiwa

m. Dokter Urologi n. Dokter Bedah Syaraf 4.4.2 Pelayanan Penunjang

Jenis pelayanan penunjang yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit Malahayati Medan adalah sebagai berikut :

1. Laboratorium Patologi Klinik 2. X-ray

3. USG 4. EKG 5. Fisioterapi 6. Konsultasi Gizi 7. Farmasi 8. Hemodialisa


(54)

4.4.3 Fasilitas

Fasilitas yang disediakan oleh pihak Rumah Sakit Malahayati Medan yakni sebagai berikut :

1. UGD 24 Jam 2. Rawat Jalan 3. Rawat Inap 4. Kamar Bedah 5. Kamar Bersalin

6. ICU (Intensive Care Unit)

4.5 Struktur Organisasi Rumah Sakit Malahayati Medan

Setiap organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien memerlukan struktur organisasi. Karena itu, struktur organisasi haruslah sesuai dan mudah dimengerti oleh semua pihak yang terlibat dalamnya.

Struktur organisasi di Rumah Sakit Malahayati Medan adalah struktur organisasi yang berbentuk fungsional. Struktur organisasi yang berbentuk fungsional ini dapat dikenali dengan karakteristik pembagian tugas dan tanggung jawab kerja berdasarkan fungsi masing-masing bagian. Tipe fungsional juga ditandai dengan adanya hubungan horizontal antara kepala bagian, dimana kepala bagian yang satu tidak berhak memerintah kepala bagian yang lainnya tetapi dalam melakukan pekerjaannya saling terhubung, artinya bahwa pekerjaan yang satu akan mempengaruhi pekerjaan yang lain.


(55)

Dalam melaksanakan kegiatannya, Rumah Sakit Malahayati Medan dipimpin oleh seorang direktur dan dibantu oleh satu orang wakil direktur. Dalam pelaksanaannya, wakil direktur dibantu oleh 4 orang kepala bagian yang masing-masing membawahi bagian medis, bagian administrasi dan umum, bagian keuangan dan akutansi, dan marketing.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar struktur organisasi Rumah Sakit Malahayati Medan pada gambar 4.1.


(56)

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Malahayati Medan DIREKTUR

Wakil Direktur

Ka.Bagian Medis Ka.Bag.Adm.Umum Ka.Bag.Keuangan dan Akuntansi

Marketing

Dokter Jaga Ka.Sie Perawatan Ka.Penunjang Medis ICU Kamar Bedah K.Bersalin/ VK/Baby TA/NA PHA Radiologi Laboratorium M.Record Instalasi Gizi Farmasi

Ka.Personalia Ka.Rumah tangga Satpam Cleaning Service Sandang Ambulance Maintenance Logistik Operator

Pembukuan Keuangan

Hutang Piutang Anggaran Pajak Kasir Penata Rek Penagih Verifikasi PHB Ruang Anak UGD LT.IIB LT.IIIB

IBNU AL NAFIZ

HD

Pembelian


(57)

4.6 Waktu Kerja

Rumah Sakit Malahayati Medan menerapkan shift kerja dengan rotasi 3 hari dimana setiap shift berlangsung selama 3 hari shift pagi, shift sore dan shift

malam. Seluruh perawat yang bekerja di setiap ruangan mengalam shift kerja terkecuali perawat yang ada di ruangan poliklinik, hd, cath lab, recovery room dan kepala ruangan.

Jam kerja masing-masing shift yaitu : a. Shift pagi pukul 08.00-15.00 WIB b. Shift sore pukul 14.00-21.00 WIB c. Shift malam pukul 20.00-08.00 WIB 4.7 Karakteristik Responden

Distribusi karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin di bagi menjadi 2 kategori berdasarkan median yang didapatkan yaitu perempuan 55 dan laki-laki 9, umur di bagi menjadi 2 kategori berdasarkan median yang

didapatkan yaitu ≤ 25 tahun dan > 25 tahun, masa kerja dibagi menjadi 2

kategori berdasarkan median yang didapatkan yaitu ≤ 29 bulan dan > 29 bulan,

dan status pernikahan dibagi menjadi 2 kategori yaitu belum menikah dan

menikah. Maka karakteristik responden pada perawatRumah Sakit Malahayati


(58)

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan Tahun 2015

Karakteristik Responden Jumlah

N %

Umur

≤25 tahun 38 59,4

>25 tahun 26 40,6

Total 64 100

Masa kerja

≤2,5 tahun 33 51,6

>2,5 tahun 31 48,4

Total 64 100

Status Pernikahan

Belum menikah 41 64,1

Menikah 23 35,9

Total 64 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa umur terbanyak adalah

kelompok umur ≤ 25 tahun yaitu 38 orang (59,4%) dan sisanya pada umur > 25

tahun yaitu 26 orang (40,6%). Pada masa kerja dapat diketahui bahwa banyak perawat yang memiliki masa kerja ≤ 2,5 tahun yaitu 33 orang (51,6%) sedangkan masa kerja di >2,5 tahun sebanyak 31 orang (48,4%). Pada status pernikahan dapat terlihat bahwa perawat paling banyak berstatus belum menikah yaitu sebanyak 41 orang (64,1%) sedangkan yang menikah berjumlah 23 orang (35,9%).


(59)

4.8 Hasil Univariat

4.8.1 Kelelahan Shift Pagi (08.00-15.00 WIB)

Tingkat kelelahan shift pagi pada perawat Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Kelelahan Shift Pagi pada perawat Rumah Sakit Malahayati Medan Tahun 2015

Tingkat Kelelahan N %

Rendah 49 76,6

Sedang 14 21,9

Tinggi 1 1,6

Total 64 100

Berdasarkan tabel diatas, bahwa tingkat kelelahan perawat pada shift pagi (08.00-15.00 WIB) paling banyak pada tingkat rendah yaitu 49 orang (76,6%) dan sisanya berada pada tingkat sedang yaitu 14 orang (21,9%) dan tingkat tinggi yaitu 1 orang (1,6%).

4.8.2 Kelelahan Shift Malam (20.00-08.00WIB)

Tingkat kelelahan shift malam pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Distribusi Kelelahan Shift Malam pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan Tahun 2015

Tingkat Kelelahan N %

Rendah 4 6,3

Sedang 49 76,6

Tinggi 11 17,2

Total 64 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada shift malam (20.00-08.00), tingkat kelelahan paling banyak yaitu tingkat sedang sebanyak 49 orang (76,6%),


(60)

tingkat rendah sebanyak 4 orang (6,3%) sedangkan sisanyan pada tingkat tinggi sebanyak 11 orang (17,2%).

4.9 Hasil Bivariat

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada 64 perawat diketahui bahwa semua perawat mengalami kelelahan dengan tingkat kelelahan yang berbeda-beda. Selanjutnya dilakukan uji Chi Square untuk melihat apakah ada hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015.

Tabel 4.4 Distribusi Kelelahan dan Hasil Uji Chi SquareShift Kerja dengan Kelelahan pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, dapat dilihat bahwa tingkat kelelahan rendah pada shift pagi lebih banyak yaitu 49 orang (38,3%), sedangkan pada shift malam kelelahan rendah sebanyak 4 orang (3,1%). Untuk kelelahan sedang+tinggi pada shift pagi sebanyak 15 orang (11,7%), sedangkan pada shift

malam lebih banyak yaitu 60 orang (46,9%). Shift

Kelelahan Sig (p) Rendah Sedang+Tinggi

N % n % Pagi

(08.00-15.00 WIB) 49 38,3 15 11,7

0,0001 Malam

(20.00 – 08.00 WIB)

4 3,1 60 46,9


(61)

Pada hasil uji Chi Square antara shift kerja dengan kelelahan dapat diketahui nilai p = 0,0001 dimana p < 0,05 artinya ada hubungan shift kerja dengan kelelahan kerja pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015.


(62)

BAB V PEMBAHASAN 5.1Kelelahan Shift Pagi (08.00-15.00 WIB)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa tingkat kelelahan perawat pada saat shift pagi (08.00-15.00 WIB) yaitu pada tingkat rendah sebanyak 49 orang (76,%), tingkat sedang sebanyak 14 orang (21,9%), dan tingkat tinggi sebanyak 1 orang (1,6%). Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada saat shift pagi perawat mengaku kadang-kadang merasakan berat di kepala; lelah seluruh badan; merasa berat di kaki; pikiran terasa kacau saat bekerja; merasa mengantuk; merasa ingin berbaring; merasa susah berpikir; merasa gugup; merasa tidak dapat berkonsentrasi; merasa sulit memusatkan perhatian; cenderung lupa; kurang percaya diri; sulit mengontrol sikap; sakit kepala; kaku pada bahu; nyeri bagian punggung; haus; merasa pusing; menguap; mengantuk dan kurang sehat.

Pada perawat yang berada di ruangan terutama di UGD dan Kamar bedah mengaku banyak yang sering merasakan berat di kaki. Hal ini disebabkan karena posisi kerja yang dituntut untuk selalu berdiri dan cara kerja perawat di ruangan ini dituntut untuk selalu siap demi keselamatan pasien. Selanjutnya pada perawat yang berjaga di pos jaga mengaku merasa lelah karena beban pekerjaan yang banyak.

Secara keseluruhan pada saat shift pagi, perawat mengatakan merasa haus yang disebabkan karena banyak beraktivitas yang dapat


(63)

menyebabkan tubuh lelah dan mengalami dehidrasi. Walaupun demikian, Rumah Sakit sudah menyediakan tempat minum di masing-masing ruangan atau pos. Perawat pada shift pagi juga lebih sering masuk ke ruangan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan merupakan bagian dari asuhan keperawatan yang lebih penting dibandingkan pelayanan keperawatan.

Meskipun perawat merasakan gejala-gejala yang dapat menimbulkan kelelahan, tetapi hal tersebut diakui tidak mengganggu pekerjaan mereka sama sekali. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat

Suma‘mur (2013) yang menjelaskan tentang kelelahan dapat dikurangi

bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai cara yang di tujukan kepada aneka hal yang bersifat umum, misalnya menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai ketentuan yang berlaku.

Selanjutnya tingkat kelelahan yang dirasakan oleh perawat pada pagi hari paling banyak pada tingkat rendah dan sedang yang dapat segera dipulihkan dengan istirahat yang cukup pada malam hari. Hal ini dikarenakan pada saat siang hari manusia berada pada fase ergotrophic

yaitu fase dimana semua organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan suatu tindakan (Winarsunu, 2008).


(64)

5.2Kelelahan Shift Malam (20.00-08.00 WIB)

Pada saat shift malam (20.00-08.00 WIB), tingkat kelelahan perawat paling banyak yaitu tingkat sedang sebanyak 49 orang (76,6%) sedangkan sisanya pada tingkat rendah yaitu 4 orang (6,3%) tingkat tinggi yaitu 11 orang (17,2%). Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada saat shift

malam para perawat mengaku sering merasakan merasakan berat di kepala, lelah pada seluruh badan, berat di kaki, sering menguap, pikiran terasa kacau saat bekerja, mengantuk, beban pada mata, merasa ingin berbaring, sakit kepala, nyeri bagian punggung, merasa haus, pusing, mengganjal di kelopak mata. Selanjutnya perawat kadang-kadang merasakan gerakan kaku, tidak stabil berdiri, susah berpikir, malas bicara, tidak dapat berkonsentrasi, sulit memusatkan perhatian, cenderung lupa, cemas, sulit mengontrol sikap, kaku pada bahu, anggota badan gemetar. Keadaan ini dapat terjadi karena masing-masing pekerja mempunyai kemampuan tubuh ataupun respon yang berbeda-beda dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi. Pekerja malam dituntut memiliki kreativitas yang lebih dari pada kemampuannya supaya dapat bekerja lebih efektif.

Pada malam hari, perawat juga lebih dituntut memberikan pelayanan lebih banyak kepada pasien. Lebih sering masuk ke ruangan pasien untuk memperhatikan kondisi pasien karena pada waktu shift malam waktu pasien tertidur sehingga pelayanan lebih banyak diperhatikan. Di samping itu adanya waktu luang digunakan oleh perawat shift malam mengevaluasi kegiatan dari shift

pagi dan sore selanjutnya memberikan kebutuhan pasien yang belum terlaksanakan dilakukan pada shift malam.


(65)

Shift malam juga menyebabkan waktu tidur malam pada perawat terganggu karena mereka diwajibkan harus dalam keadaan siap dan tidak boleh lengah agar dapat terus memantau pasien tersebut. Kewajiban tersebut yang membuat perawat sangat sering merasa mengantuk dan ingin berbaring sehingga tingkat kelelahan yang dirasakan lebih tinggi daripada siang hari. Hasil penelitian

ini sesuai dengan teori Suma‟mur (2013) yang menyatakan bahwa kelelahan pada

kerja malam relatif sangat besar, salah satunya yaitu faktor faal dan metabolisme yang tak dapat diserasikan dan sangat kuatnya kerja saraf parasimpatis dibanding dengan persyarafan simpatis pada malam hari. Padahal seharusnya untuk bekerja, bekerjanya saraf simpatis harus melebihi kekuatan parasimpatis.

Penyebab lain terjadinya kelelahan pada saat shift malam yaitu karena terganggunya irama sirkadian tubuh. Menurut Yulinda yang dikutip oleh Begani et. al. (2013) menyatakan bahwa bekerja pada malam hari dapat mengganggu pola tidur yang mengarah ke gangguan irama sirkadian normal yang terjadi selama 24 jam dimana orang terjaga pada siang hari dan tidur pada malam hari. Kegiatan selama malam hari ketika irama sirkadian dikondisikan untuk tidur tetapi digunakan untuk beraktivitas dan siang hari digunakan untuk tidur yang biasanya digunakan untuk melakukan aktivitas dapat menimbulkan dampak negatif yang salah satunya kelelahan pada pekerja yang menjalani shift malam. Gangguan irama sirkadian ini mengakibatkan perawat sering merasakan lelah pada seluruh badan saat menjalani shift malam.


(66)

5.3Hubungan Shift Kerja dengan Terjadinya Kelelahan

Pada hasil uji chi square antara shift kerja dengan kelelahan dapat diketahui nilai p = 0,0001 dimana p < 0,05, artinya ada hubungan shift kerja dengan terjadinya kelelahan pada perawat di Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015. Adanya hubungan antara shift kerja dengan terjadinya kelelahan ini disebabkan karena terganggunya waktu tidur pada malam hari yang mengakibatkan perawat sering merasa mengantuk dan ingin berbaring, serta waktu siang yang tidak bisa dimanfaatkan dengan baik untuk tidur karena adanya gangguan-gangguan dari lingkungan sekitar.

Selanjutnya tanggung jawab yang harus dijalani pada malam hari juga menimbulkan beban kerja yang berdampak pada timbulnya stress yang salah satu akibatnya dapat menyebabkan terjadinya kelelahan karena perawat dituntut untuk selalu siaga untuk melakukan penjagaan kepada pasien. Keadaan irama sirkadian yang terganggu pada malam hari juga menjadi penyebab timbulnya kelelahan pada perawat karena fungsi tubuh yang tidak sesuai dimana tubuh beraktivitas pada malam hari dan istirahat pada siang hari. Irama sirkadian yang di maksud menurut Winarsunu (2008) yang menjelaskan bahwa selama 24 jam tubuh mempunya 2 fase, yaitu fase ergotrophic dimana pada siang hari semua organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan suatu tindakan, serta fase trophotropic dimana pada malam hari tubuh melakukan pembaharuan cadangan energi atau penguatan kembali.


(67)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat kelelahan saat shift pagi (08.00-15.00 WIB) paling banyak pada tingkat rendah yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat sedang berjumlah 14 orang (21,9%) dan tingkat tinggi hanya 1 orang (1,6%).

2. Tingkat kelelahan saat shift malam (20.00-08.00 WIB) paling banyak pada tingkat sedang yaitu 49 orang (76,6%), sedangkan tingkat tinggi sebanyak 11 orang (17,2%).

3. Ada hubungan shift kerja dengan terjadinya kelelahan pada perawat Rumah Sakit Malahayati Medan tahun 2015 (p = 0,0001).

6.2 Saran

Disarankan kepada perawat shift pagi dan shift malam menggunakan waktu istirahat untuk tidur.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwardana A.S., 1989. Pencegahan Kecelakaan. Cetakan Pertama Jakarta, PT Pustaka Binaman Perssindo.

Budiono, A.M.S., R.M.S. Jusuf, Adriani Pusparini, A.S. Ramadhani. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Djododibroto, R.H., 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta. Penerbit Hipokrates

Departemen Kesehatan RI. UU Kesehatan RI No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.

Fish, D., 2000. The Impact of Shit Work. Hot News, From Health Service Australia.

ILO., 2012. Encyclopedia of Occupational Health and Safety. International New York Labour Office, Geneva, Vol.II. Diakses pada tanggal 18 Januari 2015 Pukul 19.35 WIB; http://www.ilo.org/safework/ WCMS 113329/lang—en /index.htm

Knauth. P. 1988. The Design of Shift Sytems, International Jurnal of Industrial Ergonomics. Vol.3

Kodrat., K.F., 2009. Pengaruh Shift Kerja Terhadap Kemungkinan Terjadinya Kelelahan Pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit di PT.X Labuhan Batu. Tesis, FKM USU, Medan.

Kuswana, W.S. 2014. Ergonomi dan Kesehatan Keselamatan Kerja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Monk, T . and Folkrad S., 1983. Circadian Rhythm and Shift Work, John Wiley Sons, New York.

Nasution, J.D ., 2003. Analisa Mutu Pelayanan Keperawatan dalam Shift Kerja di Ruang Rawat Inap . FKM USU, Medan.

Nurmianto, E., 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasi. Edisi Kedua, Surabaya, Guna Widya.


(1)

Valid tidak pernah merasakan 43 67,2 67,2 67,2

kadang-kadang merasakan 21 32,8 32,8 100,0

Total 64 100,0 100,0

Pertanyaan 25

merasa haus

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 2 3,1 3,1 3,1

kadang-kadang merasakan 11 17,2 17,2 20,3

sering merasakan 34 53,1 53,1 73,4

sangat sering merasakan 17 26,6 26,6 100,0

Total 64 100,0 100,0

Pertanyaan 26

suara terasa serak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 41 64,1 64,1 64,1

kadang-kadang merasakan 15 23,4 23,4 87,5

sering merasakan 8 12,5 12,5 100,0


(2)

Pertanyaan 27

merasa pusing

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 2 3,1 3,1 3,1

kadang-kadang merasakan 26 40,6 40,6 43,8

sering merasakan 30 46,9 46,9 90,6

sangat sering merasakan 6 9,4 9,4 100,0

Total 64 100,0 100,0

Pertanyaan 28

merasa mengganjal di kelopak mata

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 4 6,3 6,3 6,3

kadang-kadang merasakan 26 40,6 40,6 46,9

sering merasakan 29 45,3 45,3 92,2

sangat sering merasakan 5 7,8 7,8 100,0

Total 64 100,0 100,0

Pertanyaan 29


(3)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 26 40,6 40,6 40,6

kadang-kadang merasakan 32 50,0 50,0 90,6

sering merasakan 6 9,4 9,4 100,0

Total 64 100,0 100,0

Pertanyaan 30

merasa kurang sehat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah merasakan 3 4,7 4,7 4,7

kadang-kadang merasakan 36 56,3 56,3 60,9

sering merasakan 22 34,4 34,4 95,3

sangat sering merasakan 3 4,7 4,7 100,0

Total 64 100,0 100,0

Statistics

Tingkat kelelahan

N Valid 64

Missing 0

Mean 2,11


(4)

Tingkat kelelahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 4 6,3 6,3 6,3

Sedang 49 76,6 76,6 82,8

Tinggi 11 17,2 17,2 100,0

Total 64 100,0 100,0

Crosstab

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

shift kerja * skor Kelelahan 128 100,0% 0 ,0% 128 100,0%

shift kerja * skor Kelelahan Crosstabulation

skor Kelelahan

Total Rendah Tinggi


(5)

shift kerja shift pagi Count 49 15 64

Expected Count 26,5 37,5 64,0

% within shift kerja 76,6% 23,4% 100,0%

% within skor Kelelahan 92,5% 20,0% 50,0%

% of Total 38,3% 11,7% 50,0%

shift malam Count 4 60 64

Expected Count 26,5 37,5 64,0

% within shift kerja 6,3% 93,8% 100,0%

% within skor Kelelahan 7,5% 80,0% 50,0%

% of Total 3,1% 46,9% 50,0%

Total Count 53 75 128

Expected Count 53,0 75,0 128,0

% within shift kerja 41,4% 58,6% 100,0%

% within skor Kelelahan 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 41,4% 58,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig.

(1-sided) Point Prob

Pearson Chi-Square 65,208a 1 ,000 ,000 ,000


(6)

Likelihood Ratio 74,023 1 ,000 ,000 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association

64,698c 1 ,000 ,000 ,000

N of Valid Cases 128

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26,50.

b. Computed only for a 2x2 table