PERBEDAAN PERILAKU KONSUMSI DALAM TEORI (1)

PERBEDAAN PERILAKU KONSUMSI DALAM TEORI EKONOMI
KONVENSIONAL DENGAN TEORI EKONOMI ISLAM
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen pengampu: Zein Muttaqin, SEI.,MA

Disusun Oleh:
Nama

NIM

Rizki Septy Ananda

14423105

Andi Rizka Anggraini

14423109

Program Studi Ekonomi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
2016

1

Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4
Latar Belakang........................................................................................................................................... 4
Rumusan Masalah ..................................................................................................................................... 4
Tujuan ....................................................................................................................................................... 4
BAB II ............................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 5
Pengertian Konsumen ................................................................................................................................... 5
Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Konvensional.............................................................................. 5
Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal .......................................................... 6
Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi............................................................. 8
Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam........................................................................................... 8

Refrensi konsumsi dan alokasi anggaran .................................................................................................. 9
Refrensi Konsumsi yang Islami ................................................................................................................ 10
Perbedaan Teori Perilaku Konsumen menurut Teori Ekonomi Konvensional dengan Teori Ekonomi Islam
.................................................................................................................................................................... 11
Teori nilai guna........................................................................................................................................ 11
Fungsi Utility ........................................................................................................................................... 12
Perbedaan Maslahah dan Utility............................................................................................................. 12
Perbedaan Motif dan Tujuan Konsumsi Islami dengan Konvensional .................................................... 13
BAB III .......................................................................................................................................................... 15
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 16

2

KATA PENGANTAR
‫الرحي‬
َ ‫الرح َمن‬
َ ‫بس ال ه‬

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perbedaan
Perilaku Konsumsi dalam Teori Ekonomi Konvensional dengan Teori Ekonomi Islam” dengan
tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah ini. Kami menyadari di dalam makalah ini jauh dari kata sempurna,
baik dari segi tata bahasa maupun kesalahan dalam penulisan. Oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca. Harapannya makalah ini dapat bermanfaat, baik untuk pribadi
maupun untuk teman-teman pembaca, dan semoga Allah senantiasa memberikan jalan kemudahan
dan kerdloan dalam setiap langkah kita. Amin...
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 6 Desember 2016

Tim Pemakalah

3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup, karena sebagian besar dari kegiatan yang dilakukan manusia
merupakan sebuah kegiatan konsumsi, baik sandang, pangan, maupun papan. Jika dilihat dari
sudut pandang khusus, maka sering kali konsumsi hanya terbatas pada makan dan minum saja.
Namun jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas lagi, maka konsumsi tidak hanya dimaknai
dengan makan dan minum, tetapi segala aktivitas yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kepuasan dan penggunaan suatu produk. Seperti penggunaan mesin cuci dan mengenakan pakaian
juga termasuk kegiatan konsumsi.
Pertumbuhan ekonomi saat ini bertumpu pada konsumsi karena peranan konsumsi sangat
besar mendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti yang telah kita ketahui, dalam ekonomi
konvensional dikenal adanya dua nilai dasar sebagai pendekatan dalam menganalisa perilaku
konsumen, yaitu utilitas dan rasionalitas. Kedua nilai tersebut mengarah kepada perilaku hedonis.
Prinsip konsumsi dengan pendekatan tersebut adalah konsumsi atas barang/jasa sebanyakbanyaknya sepanjang budget yang dimiliki mencukupi untuk memperoleh kepuasan yang
maksimal. Namun utilitas tersebut dalam islam dimaknai berbeda. Islam melarang segala sesuatu
yang berlebih-lebihan termasuk dalam mengkonsumsi sesuatu, maka pendekatan menurut teori
dalam ekonomi Islam sangat berbeda dengan prinsip dalam teori ekonomi konvensional.
Dilihat dari latar belakang yang dipaparkan diatas, maka penyusun makalah akan
menganalisis perbedaan perilaku konsumsi dalam teori ekonomi konvensional dengan teori

ekonomi Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perilaku konsumsi menurut teori ekonomi konvensional dan teori ekonomi
islam?
2. Bagaimana perbedaan perilaku konsumsi dalam teori ekonomi konvensional dengan
teori ekonomi islam?
C. Tujuan
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai perilaku konsumen menurut teori
ekkonomi konvensional dan teori ekonomi islam
2. Menjelaskan bagaimana perbedaan perilaku konsumen menurut ekonomi konvensional
dengan teori ekonomi islam

4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumen
Dalam Ilmu Ekonomi yang dimaksud dengan konsumen adalah seseorang atau
kelompok yang melakukan serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Pengertian
lain tentang konsumen adalah orang atau sesuatu yang membutuhkan, menggunakan dan

memanfaatkan barang atau jasa. Konsumen biasa memiliki kebiasaan dan tikah laku yang
berbeda-beda. Di desa berbeda dengan kebiasaan yang ada di kota, tergantug pada jumlah
pendapatan mereka. Konsumen adalah seseorang yang mengkonsumsi suatu barang atau
jasa. Maka konsumsi seseorang itu tergantung pada: pendapatan, pendidikan kebiasaan dan
kebutuhan. Adapun pengetrian perilaku konsumen, yaitu tingkah laku dari konsumen,
dimana mereka dapat mengilustrasikan untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan
memperbaiki dan memoerbaiki sutu peroduk dan jasa mereka.Fokus dari perilaku
konsumen adalah bagai mana individu membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu
barang.(Abd. Muntholip, 2012 p.2)
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasianproduk dan jasa demi
memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang
mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual
rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah,
sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang. (Abd. Muntholip, 2012
p.2)
Perilaku konsumsi merupakan perilaku keseharian setiap individu atau rumah tangga
dalam menggunakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan diri atau keluarga. Hal ini
dapat terbentuk penggunaan satu jenis barang dan jasa untuk memenuhi khusus kebutuhan

lahiriyah dan dapat bersifat memenuhi khusus kebutuhan batiniyah dan dapat pula bersifat
memenuhi kebutuhan sekaligus, bail laihiriyah maupun batiniyah. Perilaku konsumsi dapat
berbentuk penggunaan berbagai jenis barang dan jasa seperti sandang, pangan, alat
komunikasi, dan lain-lain yang bermuara pada pemenuhan kebutuhan hidup sebagai
makhluk biologis. (Andi Bahri S, 2014, p.351)

B. Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Konvensional
Dalam ekonomi konvensional terdapat bebrapa teori yang menjelaskan perilaku
konsumsi, misalnya teori perilaku konsumen dengan pendekatan marginal utility,
pendekatan indifference curve, hingga pendekatan karakteristik. Dalam pendekatan
marginal utility, tingkat kepuasan seorang konsumen diasumsikan dapat dikuantifikasi dan
akan mengikuti suatu pola law of dimishing marginal utility. Sementara itu pendekatan
5

karakteristik mencoba menjelaskan bahwa dasar prefrensi seorang konsumen adalah pada
karakteristik yang terkandung dalam suatu barang atau jasa, bukan wujud barang itu
sendiri. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,120)
Adapun pendekatan yang digunakan, teori perilaku konsumsi dalam ekonomi
konvensional tidaklah bebas nilai. Pada dasarnya teori-teori tersebut berdiri diatas dua nilai
dasar yaitu rasionalime ekonomi dan utilitarianisme. Menurut (Weber, 1958, h.52-76; sen,

A.K, 1987, h.15; khaf, 1992, h.63) Rasionalisme ekonomi mengandung pengertian bahwa
setiap konsumen berkonsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Secara
lebih spesifik konsumen akan bertindak untuk memenuhi kepentingannya sendiri, dimana
kalkulasi yang tepat dari setiap perilaku ekonominya untuk mencapai sukses senantiasa
diukur dengan capaian-capaian yang bersifat materialistik. Oleh karenanya, rasinolisme ini
bermakna pada perjuangan untuk kepentingan diri yang senantiasa diukur dengan berapa
banyak uang atau bentuk kekayaan lain yang diperoleh. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,120).
Menurut (Miller,1962, Capra, 2001) secara sederhana makna utilitarianisme,
seringkali disebut utilitarianisme hedonis, adalah suatu pandangan yang mengukur benar
atau salah berdasarkan krtieria ‘kesenangan’ dan ‘kesusahan’. Sesuatu dianggap benar dan
baik seandainya sesuatu itu memberikan kesenangan, dan sebaliknya dianggap salah atau
buruk seandainya tidak memberikan kesenangan. Dengan dua nilai dasar ini perilaku
konsumsi seseorang akan bersifat individualis, diwujudkan dalam bentuk segala barang
dan jasa yang dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan. Jadi, sesuatu yang
menyebabkan ‘susah’ tentu saja akan ditinggalkan, dan sesuatu yang membuat senang akan
dikejar. Prefrensi. Diantara berbagai teori tersebut yang paling popular adalah pendekatan
indiverence curve, dimana utilitas sudah harus dinyatakan secara cardinal. Karenanya,
pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan ordinal.
Individu sebagai konsumen akan mengkonsumsi berbagai macam barang dan jasa
untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Individu konsumen yang rasional akan

melakukan pilihan terhadap barang-barang dan jasa yang dikonsumsi yang dapat
memberikan manfaat, kegunaan, kekuasaan yang paling tinggi. konsumen bertindak
rasional artinya konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan yang maksimum dari
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. (Setyowati et al., 2003 p.89)
1. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal
Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan marginal ini sering disebut
teori perilaku konsumen dengan pendekatan Kardinal. Teori ini membahas bahwa
kepuasan atau kegunaan untuk tiap-tiap kesatuan barang bagi konsumen dapat diukur
dengan satuan tertentu. Kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan dapat
dikuantifikasikan. Untuk pembahasannya perlu dibedakan pengertian kepuasan total dan
kepuasan marginal. Kepuasan total adalah kepuasan yang diperoleh dari konsumsi
bermacam-macam barang dalam periode tertentu. Sedangkan kepuasan marginal adalah
tambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan
konsumsi satu unit suatu barang. (Setyowati et al., 2003 p.89).
Selain membedakan pengertian kepuasan total dan kepuasan marginal, diperlukan
asumsi-asumsi yang mendasari teori kepuasan marginal. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
a. Konsumen akan bertindak rasional, yaitu berusaha memaksimalkan tingkat kepuasan
totalnya dalam mengalokasikan dananya yang terbatas guna memenuhi berbagai
6


macam kebutuhannya. Misalnya konsumen hanya mengkonsumsi dua macam barang,
maka dengan dana yang tertentu konsumen dapat melakukan pilihan kombinasi dari
konsumsi dua macam barang yang dapat memberikan kepuasan yang tertinggi.
(Setyowati et al., 2003 p.89-90)
b. Berlakunya “hukum kepuasan marginal yang semakin berkurang”. Tambahan
kepuasan yang akan diperoleh seseorang dari tambahan setiap unit konsumsi suatu
barang akan menjadi semakin berkurang. Semakin banyak unit barang yang
dikonsumsi oleh seseorang per periode waktu, semakin besar kepuasan total yang
diterima dan pada suatu tingkat konsumsi tertentu, kepuasan total akan mencapai
maksimum dan kepuasan marginal akan menjadi nol. Hal ini dinamakan titik jenuh.
Untuk lebih memahami, diberikan contoh tabel 1.1 yang menunjukan schedule
kepuasan total seseorang dari mengkonsumsi berbagai jumlah alternative dari suatu
barang (barang x) perunit waktu. Dalam hal ini kepuasan (manfaat) dianggap dapat
diukur dengan “satuan guna”. Setyowati et al., 2003 p.90)
Tabel 1.1
Schedule Manfaat Total dan Manfaat Marginal
Qx
TUx
(1)
(2)

0
0
1
10
2
18
3
24
4
28
5
30
6
30
7
28

MUx
(3)
10
8
6
4
2
0
-2

Kolom (1) dari table 1.1 menunjukkan kuantitas barang x yang dikonsumsi oleh
seorang konsumen. Kolom (2) dan kolom (3) menunjukkan kepuasan total dan
kepuasan marginal pada berbagai unit barang x yang dikonsumsi konsumen tersebut.
Setiap nilai pada MUx (kolom 3) diperoleh melalui pengurangan dari 2 nilai berurutan
pada TUx (kolom 2). Sesuai dengan berlakunya “hukum kepuasan marginal yang
berkurang”, semakin tinggi kuantitas konsumsi (Qx) akan memberi tambahan kepuasan
konsumen (MUx) yang semakin menurun. Sebaliknya semakin sedikit Qx maka MUx
semakin tinggi. secara sistematis tambahan kepuasan konsumen (MUx) dapat diperoleh
dengan formula sebagai berikut: (Setyowati et al., 2003 p.90)

∆ Tux
MUx =
∆ Qx
7

Berdasarkan table 5.1 diatas menunjukkan bahwa semakin banyak unit barang x
yang dikonsumsi, semakin besar kepuasan total yang diterima konsumen. Apabila
konsumsi bertambah terus, maka pada tingkat tertentu (6 unit, kepuasan total yang
diterima konsumen mencapai maksimum dan kepuasan marginal menjadi nol. Apabila
konsumsi tersebut ditambah 1 unit yang berarti menjadi 7 unit, kepuasan total menurun
menjadi 28 dan kepuasan marginal menjadi negatif. (Setyowati et al., 2003 p.91)
2. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi
Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi mengartikan kepuasan
total sebagai fungsi dari kuantitas barang-barang yang dikonsumsi konsumen. Teori
perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiveren mengasumsikan bahwa:
a. Konsumen memiliki pola prefrensi terhadap barang-barang yang dikonsumsi (misalnya
barang yang dikonsumsi adalah barang X dan barang Y) yang dapat dinyatakan dalam
bentuk indiveren map atau kumpulan dari indeveren curve.
b. Konsumen memiliki sejumlah uang tertentu.
c. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum. (Setyowati et al., 2003
p.94)
Pilihan konsumsi seseorang juga dipengaruhi oleh kendala anggaran atau pendapatan.
Sejumlah pendapatan tertentu akan membatasi kemampuan orang tersebut untuk
melakukan konsumsi. Perubahan pendapatan konsumen akan menyebabkan garis anggaran
bergeser. Garis anggaran akan bergeser ke kanan atas apabila tingkat pendapatan
konsumen naik dan akan bergeser ke kiri bawah apabila tingkat pendapatan turun.
(Setyowati et al., 2003 p.96-97)
C. Teori Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam
Teori perilaku konsumen dalam persfektif dibangun atas dasar syariah islam, yang
ternyata memiliki perbedaan mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini
menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga
teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Menurut (Khaf, 1992) Terdapat
tiga prinsip dasa yang menjadi fondasi bagi teori perilaku konsumsi, yaitu keyakinan akan
hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses, serta fungsi dan kedudukan harta. (M.B
Hendrie Anto, 2003, p,123)
Teori perilaku yang memandang manusia sebagai makhluk yang mementingkan diri
sendiri tersebut, Menurut Suwardi (1996) berakar pada pandangan Max Weber, bahwa
perilaku “Manusia Ekonomi” didasarkan pada perhitugan masa depan dan kehati-hatian
untuk meraih “keberhasilan ekonomi” atau kekuatan ekonomi. Pandangan ini tercermin
dalam teori perilaku konsumen konvensional yang dibangun diatas “rasionalisme
ekonomi” dan “utilitarianisme”. Masih menurut Suwardi (1996), kritik terhadap
pandangan konvensional ini, utamanya dari para pakar Muslim, adalah pada kekurangan
kemampuan teori perilaku konsumen konvensional dalam memahami elemen-elemen
ekstrinsik dan intrinsik dari manusia. Manusia tidak bisa dikalkulasi secara matematis atau
tidak bisa melihat masa depan dan kehati-hatiannya secara sempurna. (Yasid, 2013, p.190)
8

Seorang muslim harus meyakini dengan keimanan akan adanya hari kiamat dan
kehidupan akhirat. Pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan dari kematiannya,
kemudian menerima kalkulasi pahala dan dosa akibat perilakunya di dunia. Setelah itu
manusia akan menjalani kehidupan di surge atau di neraka sesuai dengan pahala dan atau
dosa yang dimilikinya, yang bersifat kekal dan abadi. Keyakinan ini membawa dampak
mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu pertama, pilihan jenis konsumsi akan
diorientasikan pada dua bagian yaitu yang langsung dikonsumsi untuk kepentingan di
dunia dan untuk kepentingan akhirat. Kedua, jumlah jenis pilihan konsumsi kemungkinan
menjadi lebih banyak, sebab mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat. Jenis
konsumsi terakhir ini tidak dicakup dalam rasinalitas Max Weber, kecuali jika memiliki
dampak seketika bagi kepuasan manusi. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,123)
Sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama islam, dan
bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi
pula kesuksesan yang dicapai. Harta merupakan anugrah Allah dan bukan merupakan
sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan).
Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan
secara benar sebaliknya, harta juga dapat menjerumuskan kehidupan manusia ke dalam
kehinaan. Jika diusahakan dan dimanfaatkan tidak sejalan dengan ajaran
islam.Berdasarkan ketiga prinsip dasar diatas jelaslah bahwa konsumsi seorang muslim
tidak ditujukan untuk mencari kepuasan maksimum sebagaimana dalam terminologI teori
ekonomi konvensional. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,123)
1. Refrensi konsumsi dan alokasi anggaran
Dengan melihat tujuan utama berkonsumsi serta metode alokasi prefrensi
konsmusi dan anggaran, maka dapat disimpulkan bahwa penggerak awal
kegiatan konsumsi dalam ekonomi konvensional adalah adanya keinginan.
Seseorang berkonsumsi karena ingin memenuhi keinginannya sehingga dapat
mencapai kepuasan yang maksimal. Islam menolak perilaku manusia untuk
selalu memenuhi segala keinginannya, karena pada dasarnya manusia memiliki
kecendrungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk
sekaligus. Keinginan sering kali tidak selalu sejalan dengan rasionalitas,
karenanya bersifat tak terbatas dan dalam kuantitas maupun kualitasnya. Dalam
ajaran islam manusia harus mengendalikan dan mengarahkan keinginannya
sehingga dapat membawa kemanfaatan dan bukan kerugian bagi kehidupan
dunia dan akhirat. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,124)
Seorang muslim berkonsumsi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya
sehingga memperoleh kemanfaatan yang setinggi-tingginya bagi kehidupannya
Hal ini merupakan dasar dan tujuan dari syariat islam sendiri, yaitu
kesejahteraan hakiki sebagai manusia, dan sekaligus sebagai cara untuk
mendapatkan falah yang maksimum. (M.B Hendrie Anto, 2003, p,124-125)
Manusia diberikan fasilitas hidup didunia untuk pemenuhan kehidupan
dasar manusia yakni ketahanan pangan. Allah memberikan nikmat bebagai
makanan yang ada di bumi dan mudah didapatkan, baik dari hasil bumi maupun
yang bersumber dari hewan ternak. Semua boleh dipakai dimakan dan diminum

9

manusia dengan beberapa catatan yakni halalan, toyyiban, dan tidak berlebihlebihan. (Dwi suwiknyo, 2010, p.159).
Seorang muslim dalam berkonsumsi didasarkan atas beberapa pertimbangan:
a. Manusia tidak kuasa sepenuhnya mengatur detail prekonomian ekonomi
masayarakat atau Negara. Terselenggaranya keberlangsungan hidup
manusia diatur oleh Allah. Dalam surat Al-Waqiah (68-69) Allah
berfirman, “adakah kamu lihat air yang kamu minum? Kamukah yang
menurunkannya dari awan atau Kamilah yang menurunkannya?”
ketidakmampuan manusia dalam mengatur gejala-gejala ekonomi
dinayatakan Al-Gazali sebagai sesuatu yang alami, karena manusia
mengkondisikan pemenuhan kebutuhan hidupnya berdasarkan tempat
dimana dia hidup. (Heri Sudarsono, 2002, p.151)
b. Dalam konsep islam kebutuhan yang memebentuk pola konsumsi seorang
muslim. Sebab, pola konsumsi yang didasarkannya atas kebutuhan akan
menghindari dari pengaru-pengaruh pola konsumsi yang tidak perlu.( Heri
Sudarsono, 2002, p.152)
c. Perilaku berkonsumsi seorang muslim diatur perannya sebagai makhluk
social. Maka, dalam berprilaku dikondisikan untuk saling menghargai dan
menghormati orang lain. Perilaku konsumsi dalam pandangan islam akan
melihat bagaimana suasana psikologi orang lain. Dengan keadaan ini maka
islam menjamin terbangunnya pembangunan masyarakat yang berkeadilan,
terhindar dari kesenjangan social atau diskriminasi social. (Heri Sudarsono,
2002, p.152)
Al-Satibi yang mengutip pendapat Al-Gazali, menyebutkan 5
kebutuhan dasar yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu:
kebenaran, kehidupan, harta material, ilmu pengetahuan, dan kelangsungan
keturunan. Kelima kebutuhan ini semuanya penting untuk mendukung
suatu perilaku kehidupan yang islami, karenanya harus diupayakan untuk
dipenuhi. Menurut Al-Gazali tujuan utama syariat islam adalah mendorong
kesejahteraan manusia yang terletak pada perlindungan terhadap
kebenaran/ keimanan, ilmu, kehidupan, harta dan kelangsungan keturunan.
(M.B Hendrie Anto, 2003, p,125)
2. Refrensi Konsumsi yang Islami
Dalam ekonomi konvensional, pada dasarnya satu jenis benda ekonomi
merupakan substitusi sempurna bagi benda ekonomi lainnya sepanjang
memberikan utilitas yang sama (indeverence curve). Akibatnya, anggaran akan
dialokasikan untuk mengkonsumsi apa saja sepanjang utilitasnya maksimum.
Tidak ada benda ekonomi yang berharga daripada benda ekonomi lainnya, yang
membedakan adalah tingkat kepuasan diperoleh akibat mengkonsumsi benda
tersebut. Karenanya, benda yang memberikan utilitas lebih tinggi akan menjadi
lebih berharga dibandingkan yang memberikan utilitas yang lebih rendah (M.B
Hendrie Anto, 2003, p,128-129)
Dalam persfektif islam, antara benda ekonomi yang satu dengan lainnya
bukan merupakan substitusi yang sempurna. Terdapat benda ekonomi yang,
10

lebih berharga dan bernilai sehingga akan diutamakan dibandingkan pilihan
konsumsi lainnya. Sebaliknya, terdapat benda ekonomi yang kurang/tidak
bernilai, bahkan terlarang, sehingga akan dijauhi. Selain itu, terdapat prioritasprioritas dalam pemenuhannya berdasarkan tingkat kemaslahatan yang
dibutuhkan untuk menunjang kehidupan yang islami. Dengan demikian,
prefrensi konsumsi dan pemenuhannya akan memiliki pola yaitu
mengutamakan akhirat daripada dunia dan konsisten dalam prioritas
pemenuhannya (M.B Hendrie Anto, 2003, p,129)
D. Perbedaan Teori Perilaku Konsumen menurut Teori Ekonomi Konvensional dengan
Teori Ekonomi Islam
Dalam ekonomi konvensional, konsep barang atau jasa adalah segala sesuatu yang
mempunyai nilai guna (utility) yang dapat memberikan tingkat kepuasan kepada
seseorang. Sementara konsep utilitas yang dimaksud adalah jika sesuatu tersebut dapat
memberikan tingkat kepuasan maka dinamakan barang/konsumsi. Pandangan utility ini
sangat bersifat subjektif bagi masing-masing individu, artinya suatu yang dianggap
memberikan nilai guna berupa pemenuhan rasa puas atas konsumsinya belum tentu akan
memberi rasa puas pada individu yang lain. (Ely Masykuroh, 2008, p.146-147)
1. Teori nilai guna
Didalam teori ekonomi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu
barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan semakin tinggi,
semakin tinggi pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan semakin rendah
maka semakin rendah pula nilai gunanya. Seorang muslim untuk mencapai
tingkat kepuasan mempertimbangkan beberapa hal yakni, barang yang
dikonsumsi tidak haram termasuk didalamnya berspekulasi, menimbun barang
dan melakukan kegiatan dipasar gelap, tidak mengandung riba, dan
memperhitungkan zakat dan infaq. Oleh karena itu kepuasa seseorang muslim
tidak didasarkan atas banyak sedikitnya barang yang dikonsumsi, tetapi lebih
dikarenakan apa yang dilakukan sebagai ibadah dengan memenuhi apa yang
diperintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala larangan Allah. Seperti
tindakan-tindakan yang merugikan dan seperti pemborosan. (Heri Sudarsono,
2002, p.152-153)
Mengurangi konsumsi sebelum mencapai kepuasan maksimal sebagai upaya
untuk mejaga konsistensi kepuasan yang diterima seorang muslim dari
mengkonsumsi suatu barang, karena tambahan nilai guna yang akan diperoleh
akan menjadi semakin sedikit apabila ia terus menerus manambah konsumsi.
Hukum ini terkenal dengan hukum nilai guna marginal yangs semakin menurun.
Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif. Apabila konsumsi
keatas barang tersebut ditambah terus, maka nilai guna total akan menjadi
semakin sedikit. (Heri Sudarsono, 2002, p.154-155)

11

2. Fungsi Utility
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (utility function) digambarkan oleh
kurva indiveren. Biasanya yang digambarkan adalah utility function antara dua
barang atau jasa yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam
membangun utility function, digunakan tiga aksioma pilihan rasional:
1. Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan
keadaan mana yang lebih disukainya diantara dua keadaan.
2. Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan “A” lebih
disukai daripada “B” dan “B” lebih disukai daripada “C”, “maka pasti ia akan
mengatakan bahwa “A” lebih disukai daripada “C”. “ aksioma ini sebenarnya
untuk memastikan adanya konisistensi internal dalam diri individu dalam
mengambil keputusan.
3. Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatkan “A” lebih
disukai daripada “B”, “maka keadaan yang mendekati “A” pasti juga lebih
disukai daripada “B”
(Adi Warman A karim, 2007, p.64-65)

3. Perbedaan Maslahah dan Utility
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa tujuan konsumsi seorang
muslim bukanlah mencari utility, melainkan mencari maslahah. Konsepsi utility
atau kepuasan sangat berbeda dengan konsep masalahah atau kemanfaatan yang
menjadi tujuan dalam konsumsi yang islami. Konsep utility bersifat sangat
subyektif karena bertolak dari pemenuhan yang memang bersifat subyektif
sementara itu, konsep maslahah relative lebih obyektif karena bertolak dari
pemenuhan need yang memang relative lebih obyektif disbanding want. Berikut
ini beberapa perbedaan mendasar diantara keduanya:
a. Maslahah relative lebih obyektif karena bertolak dari pemenuhan need karena
need ditentukan berdasarkan pertimbangan rasional normative dan positif,
maka akan terdapat suatu kriteria yang obyektif tentang apakah sesuatu benda
ekonomi memiliki maslahah atau tidak. Sementara alam utilitas orang
mendasarkan pada kriteria yang bersifat subyektif, karenanya dapat berbeda
diantara satu orang dengan orang lain. (Hendri Anto, 2003, p.126)
b. Maslahah individual akan relative konsisten dengan maslahah social,
sementara utilitas individu sangat mungkin bersebrangan dengan utilitas
social. Hal ini terjadi karena dasar penentuannya yang lebih obyektif sehingga
lebih mudah diperbandingkan, dianalisis dan disesuaikan diantara satu orang
dengan orang lain, antara individu dan social. Konsistensi ini akan
mengurangi konflik social sehingga mempermudah penyusunan kebijakan
ekonomi.( Hendri Anto, 2003, p.128)

12

c. Jika maslahah dijadikan tujuan dari seluruh pelaku ekonomi maka arah
pembangunan ekonomi akan menuju pada titik yang sama. Hal ini akan
mempercepat dan meningkatkan kualitas pencapaian tujuan pembangunan, yaitu
kesejahteraan hidup. Hal ini berbeda dengan utilitas, dimana konsumen
mengukurnya dari pemenuhan want-nya sementara produsen dan distributor dari
tingkat keuntungan yang dapat diperolehnya, sehingga berbeda tujuan dan arah
yang ingin dicapainya. (Hendri Anto, 2003, p.128)
d. Maslahah merupakan konsep yang lebih terukur dan dapat diperbandingkan
sehingga lebih mudah disusun prioritas dan pentahapan dalam pemenuhannya

Menurut Satibi dan Al-Gazali (Sakr, Ahmed, 1992: H. 120) maslahah dari
sesuatu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
a. Jelas dan factual, jadi maslahah itu obyektif, terukur, dan nyata.
b. Bersifat produktif, jadi maslahah itu memberikan dampak konstruktif bagi
kehidupan yang islami.
c. Tidak menimbulkan konfilik keuntungan diantara swasta dan pemerintah, jadi
terdapat keselarasan tentang maslahah dalam pandangan perintah dengan
pandangan swasta atau masyarakat.
d. Serta tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, jadi tidak terdapat
konflik antara maslahah individu maupun maslahah sosial. (Hendri Anto,
2003, p.12

4. Perbedaan Motif dan Tujuan Konsumsi Islami dengan Konvensional

Gambar 1.1 dan 1.2 menunjukkan perbedaan motif dan tujuan konsumsi islami
dengan konvensional, pada gambar 1.1 menjelaskan motif dan tujuan konsumsi dalam
ekonomi konvensional sedangkan gambar 1.2 menjelaskan motif dan tujuan konsumsi
dalam ekonomi islam (Hendri Anto, 2003, p.127)

13

Gambar 1.1

Maximum Utility
Nafsu:




Amru bis-su’
Lawwamah
Muthma’innah
Want






Subyektif
Ambifalen
Tidak teratur
Tak terbatas

Gambar 1.2

Gambar 1.2




Nafsu yang terkendali
rasionalitas

Falah

Need





Obyektif
Postif
Terbatas
terukur

Maximum Maslahah

14

BAB III
PENUTUP
Perilaku konsumsi merupakan perilaku keseharian setiap individu atau rumah tangga
dalam menggunakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan diri atau keluarga. Dalam Ilmu
Ekonomi yang dimaksud dengan konsumen adalah seseorang atau kelompok yang melakukan
serangkaian kegiatan konsumsi barang atau jasa. Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas
ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta
pengevaluasianproduk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Dalam ekonomi konvensional terdapat bebrapa teori yang menjelaskan perilaku konsumsi,
misalnya teori perilaku konsumen dengan pendekatan marginal utility, pendekatan indifference
curve, hingga pendekatan karakteristik. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kepuasan
marginal ini sering disebut teori perilaku konsumen dengan pendekatan Kardinal. Teori ini
membahas bahwa kepuasan atau kegunaan untuk tiap-tiap kesatuan barang bagi konsumen dapat
diukur dengan satuan tertentu. Kemampuan suatu barang untuk memuaskan kebutuhan dapat
dikuantifikasikan. Teori perilaku konsumen dengan pendekatan kurva indiverensi mengartikan
kepuasan total sebagai fungsi dari kuantitas barang-barang yang dikonsumsi konsumen.
Teori perilaku konsumen dalam persfektif dibangun atas dasar syariah islam, yang ternyata
memiliki perbedaan mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar
yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran
untuk berkonsumsi. Terdapat tiga prinsip dasar yang menjadi fondasi bagi teori perilaku konsumsi
islami, yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses, serta fungsi dan
kedudukan harta.
Terdapat perbedaan teori perilaku konsumsi menurut ekonomi konvensional dengan teori
ekonomi islam, yaitu perbedaan pada motif dan tujuan konsumsi itu sendiri. Jika pada teori
ekonomi konvensional motif dari konsumsi itu adalah keinginan, maka pada teori ekonomi islam
motif dari konsumsi tersebut adalah kebutuhan. Jika pada tujuan konsumsi menurut ekonomi
konvensional adalah memaksimalkan utility, maka tujuam dari konsumsi menurut ekonomi islam
adalah memaksimalkan maslahah hingga tercapainya falah.

15

DAFTAR PUSTAKA
Anto, Hendri.2003, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, EKONISIA:Yogyakarta
Bahri, Andi S. 2014, Etika Konsumsi dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Studia Islamika,
Vol:11, 347-370
Karim, Adiwarman A. 2007, Enomi Mikro Islami, PT Rajagrafindo Persada: Jakarta
Masykuroh,Ely.2008, Pengantar Teori Ekonomi “Prndekatan pada Teori Ekonomi Islam,
STAIN Ponorogo Press: Yogyakarta
Muntholip, Abd. 2012, Perilaku Konsumen dalam Perspektif Islam, Jurnal Kajian Keislaman dan
Pendidikan, Vol:01, 1-12
Setyowati, Endang. Damayanti, Rianasari. Subagyo, Dkk. 2003, Ekonomi Mikro Pengantar ,
FTIE YKPN:Yogyakarta
Sudarsono, Heri.2002, Konsep Ekonomi Islam, EKONISIA:Yogyakarta
Suwiknyo, Dwi.2010, Ayat-ayat Ekonomi Islam, Pustaka Pelajar:Yogyakarta
Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya, Surat Al-Waqiah 68-69, UII Press:Yogyakarta
Yasid. 2013, Perilaku Konsumen:Perspektif Konvensional dan Perspektif Islam, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol:VII, 186-200

16