MATERI SEJARAH LOKAL DALAM IMPLEMENTASI

==========================================================
MATERI SEJARAH LOKAL DALAM IMPLEMENTASI PENDEKATAN
SCIENTIFIC KURIKULUM 2013
oleh :
Dede Yusuf
Pendidikan Sejarah 2011-Universitas Pendidikan Indonesia
==========================================================
A. KURIKULUM 2013 DAN PENDEKATAN SCIENTIFIC
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik
dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut
menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga
kompetensi dasar tiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok
sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok
keterampilan.

Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun
2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan secara terpadu (Kemdikbud, Rasional Kurikulum 2013, 2013).
Kurikulum 2013 dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan ilmiah

(scientific appoach) yang didalamnya mencakup komponen: mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
Ini sesuai dengan permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses
pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific/ilmiah
(Sudrajat, 2013). Upaya penerapan Pendekatan scientific/ilmiah dalam proses
pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan
tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk
dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut.
B. SEJARAH

LOKAL

DAN

IMPLEMENTASI

PENDEKATAN

SCIENTIFIC


Sejarah Lokal adalah suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang
terbatas, yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Lingkup yang dimaksudkan
terbatas ini terutama dihubungkan dengan unsur wilayah dan komunitas yang ada
1

didalamnya, bukan kepada masalah waktu (lingkup temporal) maupun peristiwa
(tema) tertentu dari masa lampaunya (Abdullah, 2010).
Materi Sejarah Lokal atau daerah mendapat peluang luas untuk dipelajari
dalam mata pelajaran Sejarah peminatan di jenjang SMA. Daerah diminta
mengembangkan

materi

pendidikan

Sejarah

Lokal


untuk

memperkaya

pengetahuan dan pemahaman siswa. Menurut Endjat Djaenuderajat (Direktur
Sejarah dan Nilai Budaya Kementerian Pendidikan dan Budaya) dalam
wartakota.tribunnews.com mengatakan ”Pada pelaksanaan Kurikulum 2013,

pelajaran Sejarah dibagi dua, sejarah umum yang dipelajari semua siswa dan
sejarah peminatan. Materi Sejarah Lokal bisa dikembangkan di sejarah
peminatan.” (Tribunnews, 2013)
Selama ini sejarah yang diajarkan di sekolah kurang bermakna bagi siswa.
Ironis sekali. Siswa diajak untuk mempelajari asal-usul daerah lain. Namun, tidak
memahami asal usul daerahnya sendiri. Guru sebagai ujung tombak dalam
pembelajaran sejarah juga tidak memiliki kemauan dan kemampuan untuk
mengembangkan materi dan metode pembelajaran karena guru kurang memiliki
pemahaman teori dan metodologi sejarah. Di sinilah persoalan pembelajaran
sejarah menjadi semakin rumit. Siswa sebagai salah satu komponen dalam sistem
pembelajaran juga merasa bosan karena belajar sejarah hanya menghafalkan
nama-nama tokoh, angka-angka tahun, dan benda-benda peninggalan yang kusam.

Oleh karena itu perlu sekali mengubah paradigma dalam pembelajaran sejarah
yang cukup memberikan stimulus siswa untuk mempelajari sejarah. Di antaranya
siswa diajak untuk mampu memparalelkan sejarah dunia dengan sejarah nasional
dan Sejarah Lokal dengan metode yang inovatif.
Pembelajaran Sejarah Lokal di daerah tertentu pada gilirannya akan
mampu mengantarkan siswa untuk mencintai daerahnya. Kecintaan siswa pada
daerahnya akan mewujudkan ketahanan daerah. Ketahanan daerah adalah
kemampuan suatu daerah yang ditunjukkan oleh kemampuan warganya untuk
menata diri sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang
tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan alam secara
bijaksana.
2

C. LANGKAH-LANGKAH PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM
MATERI SEJARAH LOKAL
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah.

Pendekatan ilmiah


(scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi
mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
mencipta untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi
tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus
tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau
sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan ilmiah pembelajaran disajikan berikut ini.
(Kemdikbud, 2013)

(Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran-Kemdikbud)
Dalam penerapannya pendekataan scientific pada materi Sejarah Lokal
seperti yang telah dijelaskan di atas, bisa diterapkan ke dalam Sejarah Lokal yang
dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, mengamati (observing)
atau dalam penelitian sejarah disebut dengan heuristik yang bermanfaat bagi
pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan
fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Misalnya penulis mengambil contoh
tentang salah satu sejarah kesenian di kabupaten Subang yaitu Sisingaan, dalam
mengamati atau melakukan observasi peserta didik dapat melakukan kunjungan

kepada salah satu sanggar yang menggeluti kesenian sisingaan tersebut dan
3

mengamati tentang sisingaan disanggar tersebut. Yang kedua yaitu menanya
(questioning) dengan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh tanggapan

verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan
dapat juga dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan
verbal. Contohnya setelah peserta didik mengamati tentang kesenian sisingan
tersebut, peserta didik mulai mewawancarai sesepuh atau yang bisa diwawancari
untuk mendapatkan data tentang sejarah kesenian sisingaan tersebut. Tahap
ketiga, mengolah atau dengan kata lain peserta didik mulai mengkritik dan
menginterpretasikan dengan teman kelompoknya. Pada tahap mengolah ini,
peserta didik mengolah data dari hasil yang telah diamatinya menjadi fakta yang
valid dengan mendiskusikannya dengan kelompoknya. Pada tahap mengolah ini
peserta didik mulai menyusun dari hasil penelitiannya dengan cara mendiskusikan
dengan teman kelompoknya tentang hasil data yang telah diperoleh dari hasil
menanya atau wawancara tersebut. Dan pada tahap terakhir, peserta didik mulai
menuliskan atau menyajikaannya hasil penelitiaanya kepada teman sekelas dan
guru mata pelajaran di kelas, dalam menyajikan hasil penelitiannya peserta didik

bisa disampaikan dalam bentuk laporan makalah, paper, dokumentasi dan lainlain.
D. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, T. (2010). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: GMUP.
Kemdikbud. (2013). Konsep Pendekatan Scientific. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Kemdikbud. (2013). Rasional Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sudrajat, A. (2013, Juni 18). Pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam Proses
Pembelajaran. Dipetik September 15, 2013, dari Tentang Pendidikan:

akhmadsudrajat.wordpress.com/2013/07/18/pendekatan-saintifikilmiahdalam-proses-pembelajaran/
Tribunnews. (2013, September 16). Sejarah Lokal Mendapat Tempat dalam
Pendidikan.

Dipetik

September

4


20,

2013,

dari

Tribunnews:

http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/164637/Sejarah-LokalMendapat-Tempat-dalam-Pendidikan

5