PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 - Test Repository
PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014
(Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab. Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Rahmad Bayu Anggoro
NIM 211-12-032
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Penagajuan Naskah Skripsi Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan Hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa Nama : Rahmad Bayu Anggoro NIM : 211-12-032 Judul : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untukn menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
PERYATAAN KEASLIAN
Yang bertandatangan di bawah ini Nama : Rahmad Bayu Anggoro Nim : 211-12-032 Jurusan : Hukum Keluarga Islam Fakultas
: Syari’ah Judul Skripsi : PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karaya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,18 September 2017
MOTTO
Bukan Tentang Kecerdasan Melainkan
Segigih Apa Kesungguhan
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk: Ibu dan Ayah tercinta, Bapak Suharmanto dan Ibu Endang Purwaningsih, terima kasih atas segenap kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti Kakak-kakak ku tersayang Endhar Yunita Sari dan Endhar Novita Sari
KATA PENGANTAR
BismillahirrahmanirahimAlhamdulillahhirobbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas II A Ambarawa, Kab.Semarang).
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi Agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah yang membawa umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang dan semoga kita semua mendapatkan Syawaatnya nanti di yaumul qiyamah, Amin yarobbalalamim.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr . Rahmat Haryadi , M.Pd. , selaku Rektor IAIN Salatiga.
5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.
6. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masi jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang baik akan sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya. Aamiin Allahumma aamiin.
Salatiga,18 September 2017 Rahmad Bayu Anggoro
ABSTRAK
Anggoro, Rahmad Bayu. 2017. Pengasuhan Anak Oleh Narapidana dalam
Perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas
II A Ambarawa, Kab.Semarang) Skripsi, Jurusan syariah, Program Studi
Ahwal Al Syakhshiyyah , Institut Agama Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing:Drs. Mahfudz, M.Ag
Kata Kunci: Pengasuhan anak, Oleh Narapidana
Penelitian ini memberikan gambaran tentang bagaimana kontribusi pengasuhan anak dari seorang ayah yang berstatus sebagai narapidana. Beberapa pertanyaan dalam penelitian ini antara lain adalah Bagaimana bentuk pengasuhan narapidana terhadap anak-anaknya? Serta Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait dengan pola pengasuhan yang demikian? Metode yang digunakan oleh penulis adalah Observasi dan Wawancara . penulis langsung terjun ke lapangan / Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Ambarawa , lalu penulis mengambil 5 narapidana untuk dijadikan sebagai sumber informasi atau narasumber yang akan diwawancara .
Dari penelitian yang dilakukan terhadap beberapa narapidana di Lembaga Pemasyarakatan , Bentuk pemenuhan pengasuhan orang tua narapidana terhadap anaknya pada dasarnya narapidana tetap melakukan kewajiban untuk mengasuh anaknya . akan tetapi berbeda dengan pengasuhan yang dilakukan orang tua pada umumnya . hal tersebut dikarenakan keterbatasan komunikasi antara anak dengan orang tuanya yang disebabkan oleh status orang tua sebagai narapidana. akan tetapi Pemenuhan pengasuhan tersebut dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui kunjungan setiap minggunnya. Di setiap kunjungan terebut seorang narapidana mempercayakan pengasuhan anaknya secara kontak langsung dan memberikan pengarahan kepada istri serta kerabat yang berada dirumah atau satu wilayah dengan anaknya .
Dalam hukum islam telah di jelaskan bahwa seorang laki laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan harus bertanggungjawab dalam hal material sebagai anak asuh oleh orang lain. Namun dalam penerapannya seorang anak narapidana kebanyakan hanya diasuh oleh ibu kandungnya sendiri. Sehigga tumbuh kembang anak tidak maksimal.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN BERLOGO ...................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ............................................. iv HALAMAN PERYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................... v HALAMAN MOTTO ........................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2 C. ....................................................................... 2 Tujuan Penelitian D. ..................................................................... 2 Manfaat Penelitian E. Penegasan Istilah ....................................................................... 3 F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 4 G. Metodologi Penelitian ............................................................... 5
a. Jenis Penelitian ...................................................................... 5 b.Sumber Data ........................................................................... 5 c.Subjek penelitian .................................................................... 6
1. Pengertian pengasuhan anak .............................................. 11
2. Batas usia anak menurut Fiqh ............................................. 13
3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak ........................................ 14
4. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ............................. 20
5. Pengasuhan anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak .............................................................. 26 B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak ...................................................... 26
BAB III PENERAPAN PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Lapas Kelas II A Ambarawa ....................... 35
1. Sejarah berdirinya Lapas Kelas II A Ambarawa ................. 35
2. Visi dan Misi Lapas Kelas II A Ambarawa ........................ 37
3. Kondisi bangunan dan lokasi .............................................. 37
4. Struktur Organisasi .............................................................. 40
5. Kapasitas dan Isi Penghuni ................................................. 42
6. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tindak pidana .......... 43
7. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan tingkat pendidikan .. 44
8. Jumlah napi dan tahanan berdasarkan agama...................... 44
9. Kegiatan pembinaan kepribadian dan kemandiririan .......... 44 B. Gambaran Kasus Pengasuhan Anak Narapidana Dalam
BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK NARAPIDANA DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG UNDANG NO.35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Pengasuhan Anak Dari Seorang ayah Narapidana.................... 56
1. Komunikasi ......................................................................... 56
2. Wawasan ............................................................................. 60
3. Psikologis ............................................................................ 60
4. Pengaruh sosial .................................................................... 61 B. Pengasuhan Anak Narapidana Dalam perspektif Hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 ....................................................... 62
1. Pengasuhan anak menurut hukum Islam ............................. 62
2. Pengasuhan anak menurut Undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 ....................................................... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................. 74 B. Saran .......................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah dari Allah SWT yang wajib dijaga dan dididik
oleh orang tua dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syariat Islam dan peraturan yang berlaku. Dalam Islam telah dijelaskan secara rinci mengenai pengasuhan anak (hadhanah) ,sebagai contoh dalam surat Al luqman ayat 17 yang menerangkan bahwa seorang ayah wajib mendidik anaknya dalam beribadah kepada Allah SWT (mengerjakan shalat) dan berbuat baik kepada semua makhluk ciptaan Nya.
Dalam undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 juga dijelaskan bahwasanya orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi serta mencukupi segala kebutuhan anak dari lahir sampai dewasa. Dalam hal ini, orang tua baik ayah maupun ibu wajib bekerja sama dengan baik dalam menjalankan kewajiban tersebut.
Orang tua berkewajiban memberikan hak-hak anak berupa material yang berstatus sebagai narapidana tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang ayah yang semestinya. Untuk itu penulis merasa tertarik untuk meneliti mengenai hal tersebut. Permasalahan tersebut menjadikan dasar bagi penulis unruk melakukan studi kasus dengan judul PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang).
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana seorang ayah yang berstatus seabagai narapidana memberikan pengasuhan kepada anaknya?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 terkait dengan pola pengasuhan yang demikian?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Bagaimana bentuk pengasuhan anak dari seorang narapidana khususnya anak yang memiliki orang tua yang berstatus sebagai narapidana. Selain itu, penelitian ini mampu memberikan banyak informasi kepada masyarakat mengenai pola asuh anak yang demikian serta membuka wawasan masyarakat tentang pengasuhan anak dalam perspektif hukum Islam maupun UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
E. Pengasuhan Anak
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan mengemukakan definisi istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini, sehingga tidak menimbulkan kerancuan. Skripsi ini berjudul
“PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 (Studi Kasus di Lapas Kelas IIA Ambarawa, Kab. Semarang) ”.
1. Pengasuhan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah proses, cara, perbuatan mengasuh. Sedangkan dalam Islam, menurut Dahlan (1999) dikutip dari Hannah (2014) pengasuhan/hadhanah secara terminologis adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang
3. Narapidana Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana); terhukum.
4. Hukum Islam Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan
Alqur’an dan Hadist.
5. UU No 35 Tahun 2014 Yaitu peraturan yang mengatur tentang segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berprestasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Undang- undang ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 2002.
Jadi, pengasuhan anak narapidana dalam perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 adalah bentuk pengasuhan seorang ayah yang berstatus sebagai narapidana terhadap anaknya dan bagaimana perspektif hukum Islam nafkah suami narapidana terhadap isteri menurut hukum Islam dan peraturan perundangan. Penelitian ini memiliki objek yang sama dengan penelitian penulis yaitu narapidana, serta memiliki kesamaan dalam teori penelitian yaitu menggunakan hukum Islam dan undang-undang. Namun, yang membedakan adalah masalah penelitian. Penelitian ini cenderung membahas mengenai pemenuhan nafkah suami narapidana terhadap isteri, sedangkan penelitian penulis adalah mengenai pengasuhan anak narapidana. Selain itu, penulis juga menggunakan referensi undang- undang perlindungan anak yang terbaru yaitu UU No 35 Tahun 2014.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus dengan metode penelitian kualitatif.
Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- lain.
Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari pihak pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti mewawancarai lima narapidana.
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang pelengkap yang membantu peneliti dalam melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, beberapa ayat- ayat Aqur’an dan Hadist tentang pengasuhan anak/ hadhanah.
c. Data Tersier Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk terhadap data primer dan data sekunder. Dalam hal ini data tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.
3. Subjek Penelitian Pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan pada subjek yang memiliki kriteria tertentu yang diharapkan memiliki informasi yang kurang lebih satu tahun, sudah berkeluarga dan memiliki anak. Menurut data yang didapatkan oleh peneliti, narapidana yang memenuhi kriteria tersebut berjumlah 5 (lima) orang dengan kasus yang berbeda. Penulis mewawancarai lima orang tersebut.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Menurut Sofyan (2013:167) ada empat jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur (structured interview), semi terstruktur (semi structured interview), tidak terstruktur (unstructured or focused interview) dan kelompok (group interview).
Wawancara pada penelitian ini lebih mengarah pada jenis wawancara tidak terstruktur (unstructured or focused interview) yaitu wawancara yang dilakukan dengan cara yang lebih terbuka (open-ended character). Pewawancara tidak terpaku pada pedoman wawancara yang dibuat, dalam artian pewawancara dapat melakukan improvisasi. Dengan cara tersebut responden akan leluasa menyatakan pendapat dan keinginannya sehingga penggalian informasi akan lebih akurat.
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik wawancara Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi memungkinkan observer untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.
c. Telaah Dokumen Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang- undang, notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa, 2012:61)
5. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian. (Moleong,2009:281) Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis
BAB II PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 Bab ini berisi tentang pengasuhan anak menurut hukum Islam meliputi pengertian pengasuhan anak, batas usia anak menurut fiqih, dan bentuk- bentuk pengasuhan anak. Selain itu juga membahas tentang pengasuhan anak menurut UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak
BAB III PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014 Bab ini berisi gambaran umum LAPAS Ambarawa meliputi letak dan keadaan geografis, keadaan narapidana, narapidana berdasarkan agama yang dianut, macam-macam kegiatan narapidana dan kelompok ibadah. Selain itu bab ini juga berisi gambaran kasus pengasuhan anak narapidana dalam perspektif hukum Islam dan UU No 35 Tahun 2014 yang mengemukakan pengasuhan anak narapidana LAPAS Ambarawa dalam keluarga A & B
BAB IV ANALISIS PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO 35 TAHUN 2014
BAB II PENGASUHAN ANAK MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam 1. Pengertian pengasuhan anak. Salah satu dari tujuan perkawinan adalah untuk melestarikan keturunan atau menumbuhkan generasi penerus dari pasangan suami istri. Kehadiran anak dalam rumah tangga adalah hal yang sangat diidam-
idamkan oleh setiap orang untuk dapat membuat keluarga semakin utuh, sejahtera,serta bahagia lahir maupun batin. Namun hal ini harus diiringi dengan terciptanya kerjasama yang baik antara suami dan istri dalam pengasuhan anak.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, pengasuhan adalah perbuatan atau cara mengasuh. Sedangkan pengertian pola asuh anak atau biasa disebut parenting adalah proses membesarkan dan mendukung perkembangan fisik dan mental yang juga meliputi emosional, sosial, Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting sebab perilaku anak akan bergantung pada bagaimana cara orang tua dalam mengasuh anak.
Beberapa pola pengasuhan yang diterapkan orang tua akan berpengaruh besar dalam tumbuh kembang anak.
Pada dasarnya pengasuhan anak merupakan tanggung jawab kedua orang tua. Orang tua berkewajiban dalam mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak seperti yang tertera dalam UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Selain itu, dalam hukum Islam dijelaskan bahwa seorang ibu jauh lebih berhak terhadap pemeliharaan anak daripada seorang ayah. Seorang perempuan lebih didahulukan tentang masalah pemeliharaan, baru berikutnya orang laki-laki.(Usman,2006:351)
Namun pada kenyataannya, seorang ayah juga merupakan figur yang penting bagi anak. Kehadiran ayah sangatlah penting secara fisik maupun psikologis sebagaimana Allah telah menuliskan sebuah surat khusus dalam Al-
Qur’an yaitu surat Luqman yang menceritakan bagaiman ayah yang harus menjalani hukuman di penjara atas dasar perbuatan yang melanggar hukum.
Hal ini tentu menyebabkan anak tidak mendapatkan hak nya secara maksimal dalam hal kasih sayang orang tua, karena dalam masa pertumbuhan seorang anak sangat membutuhkan peran kedua orang tuanya secara seimbang dan proporsional.
2. Batas Usia Anak Menurut Fiqh Dapat diketahui bersama bahwa batas usia anak dalam UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak adalah 18 tahun. Namun hal ini berbeda dengan yang tertera dalam hukum Islam. Terdapat beberapa pendapat dalam pembahasan mengenai batas usia dalam pengasuhan anak.
Menurut Al Barry (1977:234) dikutip dari Usman (2006:411), masa mengasuh anak kecil menurut mazhab Hanafi habis kalau anak itu sudah tidak membutuhkan pemeliharaan wanita dan sudah sanggup melaksanakan apa-apa keperluannya yang vital. Untuk anak putri diperpanjang sampai ia dewasa, tanpa adanya ketentuan berapa tahun melangsungkan perkawinan. Dapat diartikan bahwa orang yang cacat fisik maupun mental walaupun sudah berusia 21 tahun masih tetap dianggap dalam pemeliharaan orang tuanya atau kalau sudah pernah melangsungkan perkawinan walaupun belum berusia 21 tahun dianggap tidak berada dalam pemeliharaan orang tuanya.(Usman,2006:212)
3. Bentuk-bentuk pengasuhan anak Dalam proses pengasuhan anak atau parenting, setiap orang tua pada umumnya memiliki cara yang berbeda-beda. Pola pengasuhan yang diterapkan pada anak akan tercermin pada sikap dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Namun disamping itu, lingkungan sekitar, strata sosial, kesejahteraan, serta budaya orang tua juga akan memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam penerapan pola pengasuhan pada anak. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M.Ag. dalam b ukunya yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi Dalam Keluarga” terdapat lima belas bentuk atau tipe pola pengasuhan anak sebagai berikut :
1. Gaya Otoriter Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh orang tua yang
Pola asuh ini sangat cocok untuk anak PAUD dan TK dan masih bisa digunakan untuk anak SD dalam kasus-kasus tertentu.
2. Gaya Demokratis Tipe pola asuh demokratis adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang tidak banyak menggunakan kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan untuk anak SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi
3. Gaya Laissez-Faire Tipe pola asuh orang tua ini tidak berdasarkan aturan-aturan.
Kebebasan memilih terbuka bagi anak dengan sedikit campur tangan orang tua agar kebebasan yang diberikan terkendali. Orang tua yang menggunakan gaya ini menginginkan seluruh anaknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya.
Tindak komunikasi dari orang tua cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbang pemikiran dari anggota keluarga.
4. Gaya Fathernalistik Fathernalistik (fathernal=kebapakan) adalah pola asuh kebapakan, dimana orang tua bertindak sebagai ayah terhadap anak dalam perwujudan mendidik, mengasuh, mengajar, membimbing, dan menasehati. Orang tua menggunakan pengaruh sifat kebapakannya untuk menggerakkan anak mencapai tujuan yang diinginkan meskipun terkadang pendekatan yang dilakukan bersifat sentimental.
Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD dan TK dalam kasus tertentu dan sangat pas digunakan untuk anak usia 0-2 tahun.
5. Gaya Karismatik Tipe pola asuh karismatik adalah pola asuh orang tua yang memiliki kewibawaan yang kuat. Kewibawaan itu hadir bukan karena kekuasaan atau ketakutan, tetapi karena adanya relasi kejiwaan antara orang tua dan anak. Adanya kekuatan internal luar biasa yang diberkahi kekuatan gaib oleh Tuhan dalam diri orang tua sehingga dalam waktu singkat dapat menggerakkan anak tanpa bantahan. Pola asuh ini baik selama orang tua berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan ahlak yang tinggi dan hukum yang berlaku.
6. Gaya Melebur Diri Tipe pola asuh melebur diri (affiliate) adalah tipe kepemimpinan orang tua yang mengedepankan keharmonisan hubungan dan membangun kerjasama dengan anak dengan cara menggabungkan diri. Ini tipe yang berusaha membangun ikatan yang kuat antara orang tua dan anak, berupaya menciptakan perasaan cinta, membangun kepercayaan, dan kesetiaan antara orang tua dan anak.. keakraban orang tua dan anak terjalin sangat harmonis.
Pola asuh ini bisa dipakai untuk anak PAUD dan TK. Tetapi untuk anak SLTP hanya sampai batas-batas tertentu.
7. Gaya Pelopor Tipe pola asuh orang tua yang satu ini biasanya selalu berada di depan (pelopor) untuk memberikan contoh atau suri teladan dalam kebaikan bagi anak dalam keluarga. Orang tua benar-benar tokoh yang patut diteladani karena sebelum menyuruh atau memerintah anak,ia harus lebih dulu berbuat. Dengan kata lain orang tua lebih banyak sebagai pelopor di segala bidang demi kepentingan pendidikan anak. menipu dan merayu anak agar melakukan yang dikehendakinya. Orang tua selalu memutarbalikkan fakta atau memanipulasi keadaan sebenarnya.
Pola asuh ini sampai batas-batas tertentu dan sangat hati-hati masih bisa digunakan untuk anak PAUD dan TK karena mereka cenderung belum bisa diberi pengertian dan sangat tidak cocok untuk anak SD’SLTP, dan SLTA.
9. Gaya Transaksi Pola asuh orang tua tipe ini selalu melakukan perjanjian
(transaksi), dimana antara orang tua dan anak membuat kesepakatan dari setiap tindakan yang diperbuat. Orang tua menghendaki anaknya mematuhi dalam wujud melaksanakan perjanjian yang telah disepakati. Ada transaksi tertentu yang dikenakan kepada anak jika suatu waktu anak melanggar perjanjian tersebut. Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak SD dan SLTP.
10. Gaya Biar Lambat Asal Selamat Pola asuh orang tua tipe ini melakukan segala sesuatunya sngat berhati-hati. Orang tua berprinsip biar lambat asal selamat. Biar pelan
Pola asuh ini cocok digunakan untuk anak PAUD, TK, SD, dan SLTP.
11. Gaya Alih Peran Gaya alih peran adalah tipe kepemimpinan orang tua dengan cara mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anak.
Pola asuh ini dipakai oleh orang tua untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemban tugas dan pera tertentu. Oran tua hanya memfasilitasi dan membantu ketika solusi atas masalah tidak ditemukan oleh anak. Meski tidak diberikan arahan secara detail apa yang harus anak lakukan, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan sebagian besar diserahkan kepada anak.
Pola asuh ini bisa digunakan untuk anak SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.
12. Gaya Pamrih Tipe pola asuh ini disebut pamrih karena setiap hasil kerja yang dilakukan ada nilai material. Bila orang tua ingin menggerakkan anak untuk melakukan sesuatu, maka ada imbalan jasanya dalam bentuk material. Jadi, karena ingin mendapatkan imbalan jasa itulah anak
13. Gaya Tanpa Pamrih Tipe pola asuh ini disebut tanpa pamrih karena asuhan yang dilaksanakan orang tua kepada anak mengajarkan keikhlasan dalam perilaku dan perbuatan. Tidak pamrih berarti tidak mengharapkan sesuatu pun kecuali mengharapkan ridha Allah. Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam semua tingkatan usia.
14. Gaya Konsultan Tipe pola asuh ini menyediakan diri sebagai tempat keluh kesah anak, membuka diri menjadi pendengar yang baik bagi anak. Orang tua siap sedia bersama anak untuk mendengarkan cerita, informasi, kabar, dan keluhan tentang berbagai hal yang telah dibawa anak dari pengalaman hidupnya. Komunikasi dua arah terbuka antara orang tua dan anak, dimana keduanya dengan posisi dan peran yang berbeda, orang tu berperan sebagai konsultan dan anak berperan sebagai orang yang menyampaikan pesan.
Pola asuh ini dapat digunakan untuk anak dalam berbagai tingkatan usia.
15. Gaya Militeristik karena harus secepatnya dan tepat dalam mengambil keputusan demi keselamatan anak.
Dalam hal-hal tertentu, pola asuh ini pola asuh ini dengan kebijakan orang tua dan sangat hati-hati bisa digunakan untuk anak PAUD, TK, dan SD.
4. Pengasuhan anak menurut Hukum Islam Dalam Islam, pemeliharaan anak disebut dengan hadhanah. Secara etimologis, hadhanah berarti “di samping” atau berada “di bawah ketiak”.
(Nurudin & Tarigan,2006:292).
Sedangkan secara terminologisnya, hadhanah adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri.(Dahlan,1999:415)
Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah adalah wajib, tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadhanah ini menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak anak. Ulama mazhab Hanafi dan Maliki misalnya, berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga
Hadhanah merupakan kewajiban orang tua dalam mendidik dan
memelihara anak dengan sebaik-baiknya dalam hal pendidikan, ekonomi, dan segala kebutuhan pokok si anak, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 233 sebagai berikut:
Artinya: “para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah jika kamu ingin anakmu disukai oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepad Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan ”.
Ayat tersebut menegaskan kepada seluruh orang tua untuk dapat memenuhi hak-hak anak berupa pangan dan sandang.
Syarat wajibnya nafkah atas kedua ibu bapak keapada anak ialah apabila si anak masih kecil, atau sudah besar tetapi tidak mampu berusaha dan miskin pula. (Saebani, 2016:27)
Seorang ibu juga sangat berperan penting dalam pemeliharaan anak sejak anak dilahirkan. Menurut Hamidy (1980) dikutip dari Usman (2006), ayah tidak mempunyai hak memisahkan anak dari ibunya disaat anak itu masih menyusu sedangkan keperluan anak kepada ibunya sesudah menyusu tidak kurang dari kebutuhan diwaktu masih menyusui.
Selain hak berupa sandang dan pangan, orang tua juga wajib mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai agama atau ketuhanan Artinya: Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarrya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan.
Dalam ayat tersebut terkandung penjelasan mengenai kewajiban seorang ayah untuk memberikan hak-hak keluarga, yang dapat menyelamatkan mereka dari siksaan api neraka dengan memberikan pendidikan dan pengajaran keetuhanan (agama) didalam keluarga. Sebab orang tua di dalam keluarga, turut memberikan konstribusi terhadap masa depan anak-anaknya. Apakah mereka akan menjadi orang atau jahat (kosasih,2003:74)
Sedangkan yang di maksud dengan pendidikan dalam hadhanah yaitu kewajiban orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengajaran yang mampu membuat anak tersebut memiliki dedikasi hidup yang Artinya: (Luqman berkata): ”Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya(membalasinya). Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui. (QS Al- Luqman:16) Artinya:
Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mukar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan muka mu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al-Luqman:18) Berdasarkan ayat-ayat di atas maka dapat disimpulkan bahwa nilai- nilai pendidikan yang wajib di ajarkan pada anak antara lain adalah bahwa setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya akan mendapatkan balasan dari allah SWT, kewajiban menaanti perintah Allah SWT seperti shalat, amar ma’ruf nahimunkar, sabar dalam menghadapi cobaan serta tidak sombong dan angkuh.
Menurut Drs. K.H Miftah Faridl dalam bukunya yang berjudul 150 Masalah Nikah dan Keluarga, materi pendidikan anak dalam surat Al- Luqman mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Jangan menyekutukan Allah
b. Bersyukur kepada Allah g. Menyuruh orang lain untuk berbuat baik
h. Mencegah orang lain dari berbuat jahat i. Sabar atas musibah yang menimpa j. Tidak memalingkan muka dari orang lain karena sombong k. Tidak berjalan dengan angkuh dan takabur l. Berjalan dengan sederhana m. Melunakkan suara kalau berbicara
Proses pengasuhan anak dalam berbagai aspek akan mampu berjalan dengan baik apabila terjalin kerjasama yang baik antara kedua orang tua, sehingga mampu menciptakan kehidupan keluarga yang sejahtera dan penuh kasih sayang.
B. Pengasuhan Anak Menurut Undang-undang NO 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Undang-undang ini merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Dalam BAB I pasal 1 undang-undang ini,berisi ketentuan umum, yang dimaksud dengan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi kepentingan yang terbaik bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Di dalam bab II mengenai asas dan tujuan, berisi pasal 3 yang menjelaskan bahwa perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Selanjutnya dalam bab III mengenai hak dan kewajiban anak, ditegaskan dalam pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian pasal 5 menerangkan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. Kemudian pasal 6 menjelaskan bahwa setiap Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan Orang Tua atau Wali. diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8 berisi setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Pasal 9 ayat 1 dan 1a berbunyi Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat dan setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Pasal 10 menjelaskan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Kemudian pasal 11 menerangkan bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. dari perlakuan diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Pasal 14 berisi tentang setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya; mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan memperoleh Hak Anak lainnya.
Pasal 15 berbunyi Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Kemudian dilanjutkan dalam pasal 17 bahwa setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
Pasal 18 berisi tentang setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Kemudian pasal 19 menerangkan bahwa setiap anak berkewajiban untuk: menghormati orang tua, wali, dan guru; mencintai keluarga, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak Pada BAB IV bagian kedua yaitu kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, dan pemerintah daerah, pada pasal 21 diterangkan bahwa
Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati pemenuhan Hak Anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental. Kemudian untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara berkewajiban untuk memenuhi, melindungi, dan menghormati Hak Anak.
Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Untuk menjamin pemenuhan Hak Anak dan melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah.
Tua, Wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak. Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah mengawasi penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Pasal 24 berbunyi Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin Anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan Anak.
Pada bagian ketiga yaitu kewajiban dan tanggung jawab masyarakat berisi Pasal 25 yang menerangkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat terhadap Perlindungan Anak dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak. Kewajiban dan tanggung jawab Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan, akademisi, dan pemerhati Anak.
Pada bagian keempat yaitu kewajiban dan tanggung jawab orang tua dan keluarga berisi pasal 26 yang menerangkan tentang Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENERAPAN PENGASUHAN ANAK OLEH NARAPIDANA DALAMPERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN
2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
A. Gambaran Umum LAPAS Kelas II A Ambarawa1. Sejarah Berdirinya LAPAS Kelas II A Ambarawa Lapas Ambarawa didirikan tahun 1824-1848, semula dengan nama
“Beteng William”. Pada awalnya berfungsi sebagai asrama pertahanan oleh Belanda, dinamakan Beteng Pendem, karena tempat tersebut sebagai daerah terlarang, juga dikelilingi oleh tanggul pembatas dan dikelilingi tetumbuhan yang besar sehingga yang kelihatan dari luar adalah sebagai hutan yang sangat lebat.
Pada tahun 1942-1945, dijadikan tempat interniran (penjara) oleh Jepang pihak yang berkuasa saat itu, untuk memenjarakan tawanan perangnya. Kemudian sekitar tahun 50-an dijadikan penjara. Dan beberapa perubahan berdasar SK sebagai berikut :