BAB IV

(1)

BAB IV

EVALUASI ACTUAL PEFORMANCE ALAT CONDENSOR 5-5/6/7/8/9/10

DI BBDIS UNIT (BUTANE BUTYLENE DISTILLER UNIT) 4.1 Latar Belakang

Unit Butane Butylene Distiller (BBDIST) salah satu unit operasi yang berada di bagian Crude Distiller and Gas Plant (CD&GP), tepatnya di daerah gas plant. Unit ini dibangun pada tahun 1940 dengan kapasitas pengolahan 800 T/D, Unit BBDIST ini merupakan unit primary Process yang berfungsi untuk memisahkan butane butylene yang ada dalam gass ex BBMGC, Comprimate ex BBMGC, Condensate ex SRMGC dari tangki 1201, Crude Buthane ex CD-II/III/IV/V sebagai feed unit polimerisasi dan alkilasi. Unit BB Distiller menghasilkan produk utama berupa fresh Butane Butylene sebagai bahan baku untuk unit Alkilasi, Stabilized Crack Top (Stab.Cr.Top) atau Low Octane Mogas Component (LOMC) yang nantinya akan di blending dengan High Octane Mogas Component (HOMC) untuk di jadikan premium.

Kolom debutanizer berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen hidrokarbon ringan menjadi produk atas sebagian C3 (Propane), C4 cut (campuran Butane-Butylene) dan produk bawah hidrokarbon berat mulai dari C5 kebawah yang akan menjadi umpan pada kolom stripper (1-4). Didalam kolom debutanizer mengalami pemisahan menjadi produk atas dan bawah. Produk bawah kolom debutanizer yang mengandung komponen yang lebih berat dari C4 yang dipanaskan dalam reboiler. Produk atas kolom debutanizer dikondensasi menggunakan kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 dan dialirkan ke akumulator untuk menjadi produk FBB (fresh buthane butylenes). Kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 sangat berpengaruh dalam kolom debutanizer untuk seluruh keberhasilan rangkaian prosesnya, karena kegagalan operasi pada peralatan ini akan mengakibatkan kegagalan mekanika


(2)

maupun kegagalan operasional yang dapat menyebabkan berhentinya unit operasi. Disamping itu proses pertukaran panas penting dalam konversi energi, keperluan proses, persyaratan keamanan, serta ketercapaian produk. Maka kondensor dituntut untuk mampu memiliki kinerja yang baik agar dapat diperoleh hasil yang

maksimal serta dapat menunjang penuh terhadap suatu unit operasi. Kondensor

E-5-5/6/7/8/9/10 berjenis shell and tube dengan pendingin yang digunakan adalah air sungai. Masalah yang terjadi pada kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 adalah tidak tersedia alat ukur seperti flowmeter dan pressure indicator. Kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 didesain memiliki effisiensi minimal sebesar 63%-65%.

4.2 Permasalahan

Dari uraian singkat di atas maka permasalahan yang dapat di ambil untuk studi evaluasi ini adalah:

1. Bagaimana kinerja kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit ?

2. Bagaimana effisiensi kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit ?

4.3 Tujuan

Tujuan dari pengerjaan tugas khusus ini adalah:

1. Mengetahui kinerja kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit

2. Mengetahui nilai effisiensi secara aktual pada kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit

4.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup permasalahan tugas khusus pada laporan kerja praktek ini dibatasi pada evaluasi effisiensi berdasarkan keadaaan aktual kolom debutanizer di Butane-Butylene Distiller Unit dengan melakukan perhitungan sacara manual.

4.5 Tinjauan Pustaka


(3)

1. Absorber Column (1-1)

Feed yang berupa Gas dan cairan terdiri dari campuran methane, ethane, propane, propylene, buthane butylene, dan Tops (Light Naphtha) masuk ke kolom absorber 1-1. Feed Gas masuk pada tray nomor 16 sedangkan feed liquid masuk pada tray nomor 14. absorber column merupakan buble cap tray column dengan jumlah tray 48 buah, tingi 31,55 m dan diameter 2 m. Pada puncak kolom absorber di pompakan Lean Oil (kerosine) yang berfungsi untuk menyerap (absorb) komponen-komponen C3 dan yang lebih berat.

Top produk kolom absorber disebut drying gas, terdiri dari gas methane, ethane, dan sedikit propane propylene dialirkan ke liquid trap 6-3 dan selanjutnya sebagai produk refinery fuel gas, sedangkan bottom produk berupa lean oil dan C3 sebagian dikembalikan ke kolom sebagai reboiling melalui reboiler 7-1/2 dan sisanya dialirkan ke kolom depropanizer sebagai feed melalui accumulator 9-1. Agar propane dapat seminimal mungkin terdapat dalam dry gas (<15%wt) maka :

1. Suhu top absorber max. 45 o C 2. Tekanan kolom 20-21 kg/cm2

3. Ratio lean oil: intake gas = 1,8 : 2,0

Untuk mengatur temperatur top kolom, maka kolom Absorber dilengkapi dengan 3 (tiga) buah intercooler, yaitu satu buah intercooler untuk mendinginkan fat oil (lean oil yg sudah menyerap propane) dari tray nomor 46 dan kembali ke tray nomor 45 dan dua buah intercooler untuk mendinginkan fat oil dari tray nomor 31 dan kembali ke tray nomor 30.

2. Depropanizer Column (1-2).

Kolom ini berdiameter 2,1 meter, tinggi 30,5 meter, dan 48 tray. Feed dari bottom kolom absorber dipompakan dengan pompa 4-4/5 masuk ke kolom depropanizer pada tray nomor 18.


(4)

Untuk flexibilitas operasi dan variasi komposisi feed maka feed dapat masuk ke plate no 14, 22, 31, dan 32.

Top produk kolom depropanizer didinginkan melalui condenser 5-1/2/3/4 dan masuk accu tank 8-11. Gas keluar dari top accu tank 11 sebagai produk refinery fuel gas, sedangkan bottom accu 8-11 dipompakan dengan pompa P-8-11/12 sebagian sebagai reflux dan sisanya sebagai produk propane. Agar propane propylene dapat dipisahkan dengan baik yaitu mengandung isobuthane kurang dari 1,0%wt, maka suhu top column dijaga agar tidak melebihi dari 43 o C. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur reflux ke top column. Dengan adanaya reflux tersebut maka suhu bottom depropanizer column akan turun sehingga propane propylene masih terbawa dalam bottom produk. Maka untuk menguapkan propane propylene yang terbawa didalam bottom product diperlukan pemanasan melalui reboiler. Bottom produk kolom depropanizer sebagian dikembalikan ke kolom sebagai reboiling melalui reboiler 7-3/4 dan sisanya dialirkan ke kolom debuthanizer (1-2) sebagai feed. untuk bottom temperature diatur 160-170, tekanan 17 kg/cm2.

3. Debuthanizer Column (1-3).

Kolom ini berfungsi untuk memisahkan buthane butylene yang terdapat dalam feed, kolom ini berdiameter 2,4 meter, tinggi 28 meter, dan 44 tray (bubble cap tray). Feed dari bottom kolom depropanizer dipompakan dengan P 7-5/6 masuk ke kolom debuthanizer pada tray nomor 22, tapi untuk flexibilitas operasi feed dapat masuk ke salah satu tray nomor 6, 10, 14, atau 23. Top produk kolom debuthanizer didinginkan melalui kondenser 5-5/6/7/8/9/10 dan masuk accu tank 8-12. Gas keluar dari top accu tank 8-12 sebagai produk refinery fuel gas, sedangkan bottom accu 8-12 dipompakan dengan pompa P-9/10 sebagian sebagai reflux dan sisanya sebagai produk fresh BB, dan dikirim ke BB treater. Bottom produk kolom debuthanizer sebagian


(5)

dikembalikan ke kolom sebagai reboiling melalui Reboiler 7-5/6 dan sisanya dialirkan ke kolom Stripper (1-4) sebagai feed.

4. Stripper Column (1-4).

Feed dari bottom kolom debuthanizer masuk ke kolom stripper (1-4)

pada tray nomor 23. Untuk flexilibilitas operasi, feed juga dapat dimasukan ke tray nomor 27 dan 31. Kolom ini berukuran 1,8 meter dan tinggi 26 meter, merupakan kolom dengan bubble cap tray, jumlah tray 40 buah. Top produk kolom stripper didinginkan melalui condenser 5-11/12 dan selanjutnya masuk accu tank 8-13. Bottom accu tank 8-13 dipompakan dengan pompa P-7/8 sebagian sebagai reflux dan sisanya sebagai produk stabilized crack top. Bottom produk kolom stripper sebagian dikembalikan ke kolom sebagai reboiling melalui reboiler 7-7 dan sisanya dialirkan ke surge tank lean oil 9-2. Dengan pompa P-3/4 setelah melewati cooler 4-6 dan 4-4/5 lean oil disirkulasikan kembali ke kolom absorbsi. Untuk memanaskan reboiler 7-1/2, 7-3/4, 7-5/6, dan 7-7 digunakan sirkulasi heating oil (HCT) melalui heating oil surge tank 9-3 dan dapur. Agar pemisahan baik maka temperature to 80 oC dan bottom 165 oC.

4.5.2 Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.


(6)

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifitasan-NTU.

4.5.3 Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni :

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk

mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan


(7)

dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin cooler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

4.5.4 Definisi Kondensor

Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar kalor berguna untuk membuang kalor dan mengubah wujud refrigeran dari uap menjadi cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kondensor adalah :

1. Perbedaan suhu antara refrigeran dengan udara luar

2. Aliran udara pendinginnya secara konveksi natural atau aliran paksa oleh fan

3. Luas muka perpindahan panasnya meliputi diameter pipa kondensor, panjang pipa kondensor dan karakteristik pipa kondensor


(8)

4. Sifat dan karakteristik refrigeran di dalam sistem

Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat melepas keluar kepada zat yang mendinginkannya. Tekanan refrigeran yang meninggalkan kondensor harus cukup tinggi untuk mengatasi gesekan pada pipa dan tahanan dari alat ekspasi, sebaliknya jika tekanan di dalam kondensor sangat rendah dapat menyebabkan refrigeran tidak mampu mengalir melalui alat ekspansi.

4.5.5 Klasifikasi Ekspansi Kondensor

Menurut zat yang mendinginkannya, kondensor dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

1. Kondensor berpendingin udara (Air Cooled Condenser) Air Cooled Condenser adalah kondensor yang menggunakan udara sebagai cooling mediumnya, biasanya digunakan pada sistem berskala rendah dan sedang dengan kapasitas hingga 20 ton refrigerasi. Air Cooled Condenser merupakan peralatan AC (Air Conditioner) standard untuk keperluan rumah tinggal (residental) atau digunakan di suatu lokasi di mana pengadaan air bersih susah diperoleh atau mahal. Untuk melayani kebutuhan kapasitas yang lebih besar biasanya digunakan multiple air colled condenser.

Udara sebagai pendingin kondensor dapat mengalir secara alamiah atau dialiri paksa oleh fan. Kulkas pada umumnya menggunakan kondensor berpendingin udara secara alamiah (konveksi natural) yang umum disebut sebagai kondensor statis. Fan dapat meniupkan udara kearah kondensor dalam jumlah yang lebih besar, sehingga dapat memperbesar kapasitas pelepasan panas oleh kondensor.

Refrigeran dari kompresor pada suhu dan tekanan tinggi dialirkan ke bagian paling atas kondensor. Di dalam kondensor, refrigeran melepas kalor embunnya sehingga mengembun, wujudnya berubah dari uap menjadi cair. Refrigeran dengan


(9)

tekanan tinggi ini dialirkan dari bagian bawah kondensor ke saringan dan alat ekspansi. Pelepasan panas ini dapat dirasakan yaitu muka kondensor menjadi hangat.

Gambar 4.1 Kondensor berpendingin udara 2. Kondensor berpendingin air (Water Cooled Condenser)

Kondensor jenis ini digunakan pada system yang berskala besar untuk keperluan komersil di lokasi yang mudah memperoleh air bersih. Kondensor jenis ini menjadi pilihan yang ekonomis bila terdapat suplai air bersih mudah dan murah.

Pada umumnya kondensor seperti ini berbentuk tabung yang di dalamnya berisi pipa (tubes) tempat mengalirnya air pendingin. Uap refrigeran berada di luar pipa tetapi di dalam tabung (shell). Kondensor seperti ini disebut shell and tube water cooledcondenser. Air yang menjadi panas, akibat kalor yang dilepas oleh refrigeran yang mengembun, kemudian air yang telah menjadi panas ini didinginkan di dalam alat yang disebut menara pendingin (cooling tower). Setelah keluar dari cooling tower, air menjadi dingin kembali dan disalurkan dengan pompa kembali ke kondensor. Dengan cara inilah pendingin disirkulasikan. Kondensor jenis ini biasanya digunakan pada sistem berkapasitas besar.


(10)

Gambar 4.5.2 Kondensor berpendingin air 3. Kondensor berpendingin campuran udara dan air

Kondensor jenis ini merupakan kombinasi dari kondensor berpendingin udara dan kondensor berpendingin air. Koil kondensor ini diletakkan berdekatan dengan media pendinginnya yang berupa udara tekan dan air yang disemprotkan melalui suatu lubang nozzle.

Kondensor jenis ini disebut juga evaporative condenser. Kondensornya sendiri berbentuk seperti kondensor dengan pendingin air, namun diletakkan di dalam menara pendingin. Percikan air dari atas menara akan membasahi muka kondensor jadi kalor dari refrigeran yang mengembun diterima oleh air dan kemudian diberi pada aliran udara yang mengalir dari bagian bawah ke bagian atas menara. Sebagai akibatnya air yang telah menjadi panas tersebut diatas, didinginkan oleh aliran udara, sehingga pada saat air mencapai bagian bawah menara, air ini sudah menjadi dingin kembali. Selanjutnya air dingin ini dipompakan ke bagian atas menara demikian seterusnya. Dalam Negara yang bemusim empat, pada musim dingin sering kali tidak dibutuhkan percikan air dari atas menara, karena udara sudah cukup dingin dan mampu secara langsung menerima beban kondensor. Dalam keadaan seperti ini, dikatakan bahwa evaporative condenser dioperasikan secara kering. Dengan cara ini maka evaporative condenser dioperasikan secara kering. Maka evaporative condenser ini akan berfungsi seperti kondensor berpendingin udara.


(11)

Gambar 4.5.3 Kondensor berpendingin campuran udara dan air 4.5.6 Prinsip Kerja Kondensor

Uap refrigeran yang keluar dari generator akan memasuki kondensor. Uap yang bersuhu tinggi ini sebelum masuk ke evaporator terlebih dahulu didinginkan di kondensor. Panas uap dari refrigeran secara konveksi akan mengalir ke pipa kondensor. Panas akan mengalir ke sirip-sirip kondensor sehingga panas tersebut dibuang ke udara bebas melalui sirip dengan cara konveksi alamiah.

Sehingga untuk memperluas daya konveksi maka luas sirip dirancang semaksimal mungkin. Suhu uap refrigeran didalam kondensor ini akan turun tetapi tekanannya tetap tidak berubah. Bila penurunan suhu gas mencapai titik pengembunannya maka akan terjadi proses pengembunan (kondensasi), dalam hal ini terjadi perubahan wujud gas menjadi liquid yang tekanan dan suhunya masih cukup tinggi. Proses pendinginan dikondensasikan tersebut menghasilkan refrigeran berbentuk cairan (liquid). Proses kondensasi yang terjadi selama proses percobaan tidak stabil karena menggunakan pendingin udara yang kecepatan udaranya tidak konstan. Jika semakin tinggi kecepatan udara maka pembuangan panas ke udara semakin efektif.

4.5.7 Parameter evaluasi kinerja kondensor

Evaluasi kinerja kondensor dapat ditentukan oleh beberapa parameter berikut:


(12)

Laju perpindahan panas dapat di evaluasi dengan menggunakan persamaan

Namun pada kasus ini, tidak terjadi perubahan fase hanya perubahan nilai temperature sehinnga persamaan yang digunakan menjadi

2. LMTD (Log Mean Temperature Difference)

Beda temperature rata-rata logaritmik dievaluasi dengan menggunakan persamaan :

3. Fouling Factor

Fouling factor ialah angka yang menunjukkan hambatan akibat kotoran

yang terbawa oleh fluida yang mengalir di dalam Heat Exchanger. Fouling factor dapat mempengaruhi proses perpindahan panas, karena dapat menghambat pergerakan di dalamnya akibat deposit. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai fouling factor design maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan. Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor design sehingga Heat Exchanger dapat mentransfer panas lebih maksimum untuk kebutuhan prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna untuk mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian. Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk kondisi bersih maupun kotor pada alat penukar panas yang digunakan.


(13)

UcUd Ud Uc Rd .   Keterangan :

Rd = Fouling factor

Uc = koefisien perpindahan panas bersih Ud = koefisien perpindahan panas kotor

Kerak atau scale merupakan bentuk fouling. Fouling adalah proses terbentuknya deposit material pada permukaan peralatan, Fouling yang terjadi pada Heat Exchanger dapat menurunkan kinerja Heat Exchanger karena pada umumnya fouling memiliki konduktivitas yang lebih rendah dibanding material aslinya sehingga dapat menurunkn harga U (koefisien perpindahan panas). Beberapa penyebab terjadinya Fouling adalah :

a. Adanya pengotor berat (hard deposit) yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke keras

b. Adanya pengotor berpori (porous deposit) yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak keras.

4. Pressure drop

Pressure drops pada suatu Heat Exchanger dapat disebabkan oleh dua hal yaitu karena adanya friksi yang disebabkan aliran dan oleh pembelokan aliran. Laju aliran yang tinggi dapat menyebabkan luas perpindahan panas yang dibutuhkan kecil, tetapi pressure drops menjadi tinggi. Pressure drops yang tinggi tentu tidak diharapkan karena mengakibatkan erose dan perlunya penambahan fitting atau piping. Pressure drops pada tube side dipengaruhi oleh jumlah pass-nya. Jumlah pass harus cukup sehingga laju alir dalam tube cukup tinggi sehingga dapat mencegah terjadinya aliran transisi.

Namun, selain faktor-faktor diatas, terdapat pula faktor non teknis yang dapat menurunkan kinerja kondensor, yaitu :


(14)

2) Pemeliharaan

Faktor-faktor tersebut harus selalu diperhatikan agar penurunan kinerja cooler dapat dicegah. Semakin tua umur dari kondensor tersebut, maka efisiensi dari kondensor tersebut cenderung mengalami penurunan. Jadi kemungkinan, kondensor tersebut harus mengalami pergantian material-material atau

suku cadang yang dirasa sudah tidak layak.

4.6 Perhitungan A. Data Operasi

Tabel 6. Rata-Rata Data Aktual Kondensor 5-5/6/7/8/9/10

No Condensor

Temperatur

Panas Dingin

Inlet ( )

Outlet ( )

Inlet ( ) Outlet ( )

1 5-5 35.15 34.85 29.1 30.75

2 5-6 39.2 35.25 30.2 31.7

3 5-7 51.25 40.00 31.15 33.5

4 5-8 37.95 30.6 29.1 30.65

5 5-9 stop stop stop stop

6 5-10 51.55 39.35 30.4 33.95

B. Data Desain Kondensor Tabel .9 Data Desain Kondensor


(15)

Tube

ID 0.628 0.025 0.002

OD 20 0.078 0.065

Le 5000 196.500 16.404

Pitch (Triangular) 23 0,90551 0,0754 6

Nt 756 Buah

Shell ID 850 33.405 2.788

L 4635 182.155 15.206

1. Menghitung Nilai °API pada Shell API = - 131,5

API = - 131,5 = 17.857 `

1. Menghitung Neraca Panas Bagian Shell Diketahui :

T1 = 51.25 °C = 124.250 °F

T2 = 34.85 °C = 94.730 °F

Ws = 200 T/D = 18666.667 lb/h

T1 – T2 = °F

SG = 0.56 .

API = 17.857

Penyelesaian: Tav =

c = 0.41 Btu/lb.°F Diperoleh dari fig. 5 Kern

Q =

= 18666.667 lb/h 0.41 Btu/lb ( )

= 225926.404

2. Menghitung Neraca Panas Bagian Tube Diketahui :


(16)

t1 =29.1 = 84.38 t2 =33.5 = 92.3 Wt =172.727 T/D = 16121.187 t2 – t1 =7.92

SG =0.9747

Perhitungan :

tav = = = 88.34°F

c =1.00 Btu/lb.°F Diperoleh dari fig 2 Kern

maka :

Q =

= 16121.187 lb/h 7.92

= 127679.801

3. Menentukan Nilai Log Mean Temperature Difference (LMTD) dan ΔT

LMTD =

=

= 19.163

R =

=

= 3.727 S =


(17)

= 0.268

Berdasarkan Desain Kondensor (Horizontal) menunjukkan Kondensor memiiki 2 Pass, maka didapatkan faktor koreksi

Ft = 2

∆T = LMTD x F = 19.163 x 1 = 19.163 ℉

4. Menentukan Temperatur Kaloric

Diketahui : T1-T2= 29.520 API = 17.857 °F

Kc = 0.610 Diperoleh dari Fig. 17 Kern

Fc = 0.380 Diperoleh dari Fig. 17 Kern

TcShell = T2 + Fc (T1-T2)

= 94.730 + 0.380 29.520 = 105.948

tcTube = t2+Fc (t2-t1)

= 92.3 7.92 = 95.310

5. Menghitung Luas Area Aliran a. Luas Area Pada Shell


(18)

OD = 0.786 in ID = 33.405 in PT = 0,906in

Tube Length = 196.5 in Baffle Cross= 17 / shell

Baffle Space (B) =

C” = PT – OD

= 0,906 in – 0.786 in = 0.120 in

Flow Area(as) =

ft -2

b. Luas Area pada Tube Diketahui :

do = 0.786 in

NT = 756/Shell

n = 2

BWG = 17

Flow Area/Tube (a’t) = 0.314 in Diperoleh dari Tabel. 10 Kern

Flow Area tube (at)

2. Menghitung Kecepatan Massa a. Pada Shell

Diketahui

Laju Massa HKD (ws) = 18666.667 Flow Area (as) = 1.775 ft2 Maka,


(19)

`

2

Velocity = Gs/3600p

= 52582.161/3600 x 1 = 14.606 fbs

b. Pada Tube Diketahui

Laju Massa Air (Wt) = 16121.187 lb/h Flow Area (at) = 4.121ft2

Massa Vel (Gt) =

= 19564.547 Velocity = Gt/3600p

= 19564.547/3600 x 1 = 5.435 fps

3. Menghitung Bilangan Reynold a. Pada Shell

Diketahui:

Tc = 105.948

Spgr = 0.56

API = 17.857

Viscositas = 0.0085 Cp x 2.42 Diperoleh dari Fig.15 Kern

= 0.021 lb/ft.hr

de = in Diperoleh dari Fig.28 Kern


(20)

De =

Res = b. Pada Tube

Diketahui:

tc = 94.122 Spgr = 0.9747 GT = 19564.547

Viscositas = 0.01Cp x 2.42 = 0.0242 lb/ft.hr

DeTube = 0.527 in Diperoleh dari Fig.28 Kern

= 0.044 ft Ret =

= 35571.904

4. Menghitung Faktor Perpindahan Panas (JH) Pada shell

Diketahui:

Res =

jH = 240 Diperoleh

dari Fig.28 Kern

5. Menghitung Koefisien Perpindahan Panas a. Pada Shell

Diketaui:

Tc = 105.948

API = 17.857

Spesific Heat(c) = 0.588 Diperoleh dari Fig.4 Kern


(21)

Thermal Konductivity(k) = 0.077 Diperoleh dari Tabel. 5 Kern

= 0.543 b. Pada Tube

Diketahui:

tc = 95.310

Spesific Heat(c) =1.05 Diperoleh dari Fig .2 Kern

Thermal conductivity(k) =0.072 Dipereoleh dari Fig.1 Kern

= 0.707 6. Menghitung Nilai hi dan ho

a. Shell Diketahui:

= 1.262 = 0.543

jH = 240 Dipereoleh dari

Fig. 28 Kern

b. Tube Diketahui:

tc = 95.310 Velocity = 5.435 fps

hi = 1250 Dipereoleh dari Fig. 25 Kern

7. Menghitung Nilai Tube Wall Temperature (tw) Pada Shell


(22)

Tav = tav =

Menghitung Value of hi of tube OD(hio) hio = hi x ID/OD

= 1250 x 0.025/ 0.078 =400.641

Sehingga :

tw = tav (Tav-tav)

= 88.34 + )

= 94.496

8. Menghitung Rasio Viskositas Pada Shell dan Tube

a.Pada Shell ( ) Diketahui :

tw =94.496 0API = 17.857

= 0.008 cP Diperoleh dari Kern Fig.14V

=

= 0.0194

Maka :

=

=


(23)

b. Pada Tube ( ) Diketahui:

tw = 94.496

= 0.790 cP (Kern Fig.14)

=

= 1.912

Maka :

=

= = 0.542

9. Menghitung Koefisien Transfer Panas a. Untuk Shell ( )

Diketahui : = = =

= 164,502 b. Untuk Tube ( )

Diketahui :


(24)

= = =

10. Menghitung Clean Coverall Coefficient ( )

Diketahui :

=

=

= 116.619

11. Menghitung Design Coverall Coefficient ( )

Diketahui :

Nt = 756 /shell L = 16.404 ft ODT = 0.065 ft

BWG = 17

Maka :

a” = 0.196 Diperoleh dari Tabel.10 kern

Maka :

A =

= 0.196

= 2430.680 x 5 = 12153.4

Sehingga : =


(25)

= 0.970

12. Menghitung Dirt Factor ( ) Penyelesaian :

=

= 1.022

13. Menghitung Pressure Drop ( a. Untuk Shell

Diketahui :

Res = 152738.658 0API = 17.857 Tc = 105.948

= 0.0014 Diperoleh dari Kern Fig.29

Sg = 0.910 Diperoleh dari Kern Fig.6

IDs = 2.788 ft N+1 =16.404

X 5 =328.080

Maka :


(26)

b. Untuk Tube Diketahui:

ReT = 114.72 tc = 95.310 GT = 19564.547

= 0.5267 psi

= 0.0019 Diperoleh dariKern Fig.29

Sg = 0.930 Diperoleh dari Kern Fig.6

Maka :

= 0.103 psi

=9.067 psi

Maka :

14. Menghitung Nilai Efisiensi Panas Kondensor Diketahui:


(27)

Penyelesaian :

Efisiensi (%) =


(28)

4.7 Pembahasan

(sumber : PT. Pertamina. 2010)

Gambar 4.1. PFD aliran proses di Butane Butylene Distiller Unit (BBDIST)


(29)

Gambar 4.4 Rangkaian Kondensor E- 5-5/6/7/8/10 di Kolom Debutanaizer pada Unit BBDIS

Kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 merupakan salah satu unit dari BBDIS yang di gunakan sebagi unit pendingin uap keluaran kolom debutanaizer. Media pendingin yang digunakan berasal dari Sungai Komering, dimana air pendingin tidak di dahului pembersihan dari semua penggangu yang terdapat di dalam air tersebut melainkan hanya menggunakan saringan untuk menyaring plastik atau penggangu dalam bentuk besar. Oleh karena itu kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 sering sekali mengalami gangguan proses kondensasi, hal ini di sebabkan oleh pengotor yang terbawa oleh air pendingin. Cara yang dilakukan untuk menghilangkan gangguan pada proses kondensasi ini adalah dilakukanya pembersihan pada sisi tube kondensor E- 5-5/6/7/8/9/10.

Hasil analisa dari data aktual yang di ambil selama dua hari berturut-turut didapatkan nilai mass flow total pada shell sebesar 18666.667 lb/h dan nilai mass flow total pada tube di unit BBDIS sebesar 380 ton/hari, unit BBDIS memiliki kondensor total sebanyak 11 buah. Pada kolom debutanaizer hanya memiliki 6 buah kondensor yakni kondensor E-5-5/6/7/8/9/10, namun dalam kondisi lapangan kondensor yang beroperasi sebanyak 5 buah dikarenakan kondensor E-5-9 stop beroperasi. Sehingga mass flow untuk 5 kondensor sebesar 172.727 ton/hari atau


(30)

16121.187 lb/hr. Mass flow ini digunakan untuk menghitung panas (Q) pada shell dan didapat nilai panasnya sebesar

225926.404 dan nilai kalor pada tube sebesar 127679.801

Kapasitas panas yang di hitung dalam analisa ini merupakan jumlah panas sensible dari uap panas berubah menjadi uap jenuh dan panas laten dari uap jenuh menjadi cairan jenuh. Dalam perhitungan aktual ini dipusatkan kedalam satu sistem yang di sebut sistem satu kondensor, hal ini dapat dilakukan karena kondensor yang ada dalam satu rangkaian dan memiliki spesifikasi yang sama.

Penurunan tekanan pada shell ( ) sebesar 0.0017 psi dan pada tube ( ) sebesar psi, pressure drop pada sheel dan tube masih dikatakan baik dikarenakan tidak melebihi 10 psi dan dapat dikatakan kondisi material kondensor dalam keadan baik dan kondensor di tube tidak mengalami kebocoran. Hanya saja dari hasil perhitungan efisiensi sebesar 56.514 %, nilai tersebut tidak optimal di karenakan batas toleran kondensor sebesar 63-65%. Efisiensi tersebut bukan merupakan hasil perbandingan perpindahan panas kondensor secara desain serta secara aktual, melainkan hanya secara aktual. Dari nilai efisiensi tersebut didapat analisa yakni efektifitas kondensasi pada kondensor yang kurang baik. Hal ini di sebabkan oleh mass flow pada tube kurang optimal, sehingga mengakibatkan tidak efisiensinya panas (Q) yang di hasilkan di shell dan tube. Selain itu berkurangnya pengkondensasian diakibatkan oleh nilai Rd (faktor pengotor)

yang tinggi sebesar 1.022 untuk 5 buah kondesor, dimana pada umumnya nilai Rd satu kondensor memiliki konduktivitas


(31)

sebesar 0.003 dan untuk 5 buah kondensor sebesar 0.0015

. Hal ini juga disebabkan air pendingin yang digunakan tidak melalui treatment process terlebih dahulu.

4.8 Kesimpulan

1. Kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit memiliki material yang baik dan tidak terjadi kebocoran di tube karena nilai pressure drop dan nilai LMTD sesuai dengan nilai kontrol lapangan. Namun kinerja pengkondensasiaan di kondensor kurang optimal akibat adanya fouling serta mass flow pada tube yang kurang optimal.

2. Nilai effisiensi pada kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit diperoleh dari perhitungan secara aktual sebesar 56.514 %, nilai ini tidak optimal karena nilai desain awal kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit sebesar 63%-65%.


(32)

(1)

Penyelesaian :

Efisiensi (%) =


(2)

(sumber : PT. Pertamina. 2010)

Gambar 4.1. PFD aliran proses di Butane Butylene Distiller Unit (BBDIST)


(3)

Gambar 4.4 Rangkaian Kondensor E- 5-5/6/7/8/10 di Kolom Debutanaizer pada Unit BBDIS

Kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 merupakan salah satu unit dari BBDIS yang di gunakan sebagi unit pendingin uap keluaran kolom debutanaizer. Media pendingin yang digunakan berasal dari Sungai Komering, dimana air pendingin tidak di dahului pembersihan dari semua penggangu yang terdapat di dalam air tersebut melainkan hanya menggunakan saringan untuk menyaring plastik atau penggangu dalam bentuk besar. Oleh karena itu kondensor E-5-5/6/7/8/9/10 sering sekali mengalami gangguan proses kondensasi, hal ini di sebabkan oleh pengotor yang terbawa oleh air pendingin. Cara yang dilakukan untuk menghilangkan gangguan pada proses kondensasi ini adalah dilakukanya pembersihan pada sisi tube kondensor E- 5-5/6/7/8/9/10.

Hasil analisa dari data aktual yang di ambil selama dua hari berturut-turut didapatkan nilai mass flow total pada shell sebesar 18666.667 lb/h dan nilai mass flow total pada tube di unit BBDIS sebesar 380 ton/hari, unit BBDIS memiliki kondensor total sebanyak 11 buah. Pada kolom debutanaizer hanya memiliki 6 buah kondensor yakni kondensor E-5-5/6/7/8/9/10, namun dalam kondisi lapangan kondensor yang beroperasi sebanyak 5 buah dikarenakan kondensor E-5-9 stop beroperasi. Sehingga mass flow untuk 5 kondensor sebesar 172.727 ton/hari atau


(4)

panas (Q) pada shell dan didapat nilai panasnya sebesar 225926.404 dan nilai kalor pada tube sebesar 127679.801

Kapasitas panas yang di hitung dalam analisa ini merupakan jumlah panas sensible dari uap panas berubah menjadi uap jenuh dan panas laten dari uap jenuh menjadi cairan jenuh. Dalam perhitungan aktual ini dipusatkan kedalam satu sistem yang di sebut sistem satu kondensor, hal ini dapat dilakukan karena kondensor yang ada dalam satu rangkaian dan memiliki spesifikasi yang sama.

Penurunan tekanan pada shell ( ) sebesar 0.0017 psi dan pada tube ( ) sebesar psi, pressure drop pada sheel dan tube masih dikatakan baik dikarenakan tidak melebihi 10 psi dan dapat dikatakan kondisi material kondensor dalam keadan baik dan kondensor di tube tidak mengalami kebocoran. Hanya saja dari hasil perhitungan efisiensi sebesar 56.514 %, nilai tersebut tidak optimal di karenakan batas toleran kondensor sebesar 63-65%. Efisiensi tersebut bukan merupakan hasil perbandingan perpindahan panas kondensor secara desain serta secara aktual, melainkan hanya secara aktual. Dari nilai efisiensi tersebut didapat analisa yakni efektifitas kondensasi pada kondensor yang kurang baik. Hal ini di sebabkan oleh mass flow pada tube kurang optimal, sehingga mengakibatkan tidak efisiensinya panas (Q) yang di hasilkan di shell dan tube. Selain itu berkurangnya pengkondensasian diakibatkan oleh nilai Rd (faktor pengotor) yang tinggi sebesar 1.022 untuk 5 buah kondesor, dimana pada umumnya nilai Rd satu kondensor memiliki konduktivitas


(5)

sebesar 0.003 dan untuk 5 buah kondensor sebesar 0.0015

. Hal ini juga disebabkan air pendingin yang digunakan tidak melalui treatment process terlebih dahulu.

4.8 Kesimpulan

1. Kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit memiliki material yang baik dan tidak terjadi kebocoran di tube karena nilai pressure drop dan nilai LMTD sesuai dengan nilai kontrol lapangan. Namun kinerja pengkondensasiaan di kondensor kurang optimal akibat adanya fouling serta mass flow pada tube yang kurang optimal.

2. Nilai effisiensi pada kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit diperoleh dari perhitungan secara aktual sebesar 56.514 %, nilai ini tidak optimal karena nilai desain awal kondensor E-5-5/6/7/8/10 di Butane-Butylene Distiller Unit sebesar 63%-65%.


(6)