RPJPD 50 KOTA GABUNGAN

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

NOMOR : 10 TAHUN 2011

T e n t a n g

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

TAHUN 2005-2025

S A R I L A M A K 2011


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Landasan Hukum ... 2

1.4 Hubungan RPJP Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH ... 6

2.1 Kondisi Umum Daerah ... 6

2.2 Prediksi Pembangunan Daerah 2005-2025 ... 32

BAB III ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS ... 47

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH ... 54

4.1 Visi Pembangunan Daerah ... 54

4.2 Misi Pembangunan Kabupaten Lima Puluh Kota ... 56

BAB V ARAH KEBIJAKAN DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN DAERAH 59 5.1 Arah Pembangunan Daerah ……….. 59

5.2 Tahapan Pembangunan Daerah ... 73

BAB VI KAIDAH PELAKSANAAN ... 100


(3)

LAMPIRAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA TAHUN 2005 - 2025


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur disampaikan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, karena atas limpahan rahmat dan karunia serta kesempatan yang diberikanNya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 telah dapat diselesaikan sebagaiman mestinya. RPJPD ini merupakan revisi dari RPJPD yang telah susun pada tahun 2005 yang lalu.

RPJPD ini disusun berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Menurut pasal 8 ayat 2 Undang-undang ini, RPJP Daerah yang telah ada, masih tetap berlaku dan wajib disesuaikan dengan RPJP Nasional. Penyesuaian dilakukan terhadap kurun waktu dan substansi agar ada acuan yang jelas, sinergi dan keterkaitan antara RPJP Daerah yang disusun berdasarkan kewenangan otonomi daerah yang dimiliki dengan platform RPJP Nasional.

Selanjutnya RPJPD ini akan dijadikan pedoman dan acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Pembangunan Tahunan Daerah. Dalam RPJPD ini telah disusun tahapan pembangunan daerah untuk 20 tahun ke depan yang dibagi menjadi 4 periode.

Demikianlah RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 ini disusun, semoga apa yang telah direncanakan bersama dapat dilaksanakan dan memberikan manfaat untuk mayarakat Kabupaten Lima Puluh Kota.

Payakumbuh, Oktober 2011 Bappeda Kab. Lima Puluh Kota

K e p a l a,

Ir. H. NOVYAN BURANO


(5)

KATA SAMBUTAN

Dalam sistem perencanaan pembangunan, baik nasional maupun daerah, perencanaan disusun berdasarkan jangka waktu. Perencanaan ini terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) atau biasa dikatakan sebagai Rencana Tahunan Daerah.

Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota telah menyusun RPJPD dan menetapkannya melalui Perda Nomor 6 Tahun 2005 tentang RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2006-2025. Namun dikarenakan RPJPD ini harus menyesuaikan tahun dan substansinya dengan RPJP Nasional 2005-2025, maka RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota yang sudah ada perlu direvisi. Revisi ini dilakukan mulai tahun 2008 dan baru dengan izin Allah melalui kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif, RPJPD ini dapat ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Tentang RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025.

Sebagai acuan makro atau juga rencana induk, maka RPJPD ini merupakan pegangan utama atau pedoman penyusunan perencanaan selanjutnya. RPJPD ini wajib dijadikan acuan untuk pengambilan kebijakan pembangunan selama 20 tahun. Tentunya bersama dan tetap dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kepentingan utama RPJPD salah satunya adalah sebagai acuan bagi Kepala Daerah – Kepala Daerah berikutnya dalam menyusun visi dan misi serta menyusun RPJMD berikutnya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini saya sangat memberikan apreseasi atas terbitnya RPJPD ini, dengan harapan seluruh SKPD dan komponen masyarakat menjadikan RPJPD ini sebagai rujukan dan dasar pengambilan kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah yang kitba cintai ini.

Demikian sambutan ini disampaikan dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Sarilamak, Oktober 2011 Bupati Lima Puluh Kota


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

engan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kabupaten Lima Puluh Kota yang merupakan bagian integral dari Provinsi Sumatera Barat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah ikut secara aktif mengisi kemerdekaan selama 63 tahun sejak proklamasi 17 Agustus 1945 yang lalu. Dalam upaya mengisi kemerdekaan tersebut berbagai kemajuan maupun kesulitan telah dialami oleh masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota sampai menghasilkan pembangunan sebagaimana dewasa ini telah dinikmati oleh masyarakat daerah secara keseluruhan. Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa sasaran pembangunan daerah belum dapat diwujudkan sepenuhnya dimana masih terdapat beberapa kelemahan dan kekurangan yang dialami sehingga belum semua keinginan dan cita-cita kemerdekaan dapat diwujudkan sampai saat ini. Karena itu, upaya untuk melanjutkan proses pembangunan daerah untuk masa dua puluh tahun ke depan dalam bentuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang

(RPJP) Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 merupakan suatu hal yang sangat penting sekali dalam mendorong proses pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan bermanfaat dalam rangka mewujudkan aspirasi, keinginan dan cita-cita masyarakat setempat untuk mencapai kondisi daerah yang lebih maju dan sejahtera.

1.1 LATAR BELAKANG

1. Dalam rangka memberikan arah yang jelas tentang pembangunan jangka panjang daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah mengamanatkan agar masing-masing daerah (provinsi, kabupaten dan kota) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) daerahnya masing-masing untuk masa 20 tahun ke depan. Dalam rangka ini, Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan seluruh tokoh dan pemuka masyarakat memutuskan untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Lima Puluh KotaTahun 2005-2025.

2. RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2005-2025 ini adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah yang berisikan penjabaran secara lebih rinci dari tujuan dan cita-cita dibentuknya daerah ini di masa lalu sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Tengah (Lembaran Negara Nomor 25 Tahun 1956). RPJP ini selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan

Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) untuk setiap periode lima tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) pada setiap tahunnya. Rencana pembangunan daerah ini nantinya akan dijadikan salah satu dasar dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)


(7)

3. Penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dimana penyusunan RPJPD didasarkan pada aspirasi dan keinginan masyarakat daerah yang dijaring melalui beberapa kali lokakarya di daerah dengan melibatkan pihak eksekutif, legislatif, ilmuan serta beberapa tokoh agama, dunia usaha dan pemuka masyarakat. Proses penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu: (a) penjaringan aspirasi masyarakat tentang Visi dan Misi Daerah, (b) Penyusunan naskah awal RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota, (c) pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) untuk membahas rancangan awal RPJPD tersebut dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat seperti alim ulama, pemuka adat, cerdik pandai dan tokoh masyarakat lainnya, serta (d) penyusunan rancangan akhir RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 serta pengesahan dan penetapan RPJPD oleh DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini adalah untuk menyusun dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang yang berfungsi sebagai pemberi arah pembangunan daerah untuk periode 20 tahun mendatang secara jelas dan sistematis kepada seluruh pelaku pembangunan daerah, baik Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Sedangkan tujuan utama penyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota ini adalah melakukan analisis terhadap kondisi dan potensi umum daerah, melakukan proyeksi 20 tahun ke depan, merumuskan visi dan misi pembangunan serta menentukan arah dan pentahapan pembangunan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota untuk periode 2005-2025. Dokumen ini selanjutnya akan menjadi acuan, bagi seluruh komponen daerah (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan aspirasi dan cita-cita masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota untuk mewujudkan kehidupan yang lebih maju, agamais dan sejahtera sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian diharapkan seluruh upaya yang dilakukan oleh masing-masing pelaku pembangunan akan bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu sama lainnya di dalam mendorong proses pembangunan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota secara keseluruhan.

1.3 LANDASAN HUKUM

Landasan Idiil dari RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota adalah Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 sesuai dengan amandemen terakhir yang telah dilakukan, sedangkan landasan operasional meliputi seluruh peraturan perundang-undangan berlaku yang berkaitan langsung dengan pembangunan nasional dan daerah. Ketentuan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut:


(8)

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Sumatera Tengah (Lebaran Negara Tahun 1956 Nomor 25).

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah.

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang NasionalTahun 2005-2025.

10. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8, Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

13. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6, Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2006-2010.

14. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No. 7, Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Sumatera Barat 2005-2025;


(9)

1.4 HUBUNGAN RPJPD DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

1. RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dengan mengacu pada RPJP Nasional 2005-2025 sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 dan RPJP Provinsi Sumatera Barat yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 7, Tahun 2008 untuk periode waktu yang sama;

2. Sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, RPJP ini disusun dengan menggunakan data dan informasi serta rencana tata ruang. Rencana tata ruang merupakan syarat dan acuan utama untuk penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 pasal 31 bahwa Rencana tata ruang dan RPJPD sebagai dokumen perencanaan satu sama lain saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Bagi daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, maka RPJPD merupakan acuan penyusunan rencana tata ruang. Berdasarkan penjelasan tersebut, Kabupaten Lima Puluh Kota sampai Peraturan daerah ini disusun belum memiliki Rencana tata ruang yang telah disahkan dengan Peraturan Daerah, maka RPJPD ini merupakan acuan penyusunan rencana tata ruang selanjutnya.

4. RPJPD ini selanjutnya merupakan dasar utama bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Lima Puluh Kota yang masing-masingnya untuk periode 5 tahun sesuai masa jabatan Bupati/Kepala Daerah;

5. RPJPD ini juga menjadi pedoman bagi penyusunan Rencana Strategis (RENSTRA) bagi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Kabupaten Lima Puluh Kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi institusinya masing-masing;

6. RPJPD ini selanjutnya juga menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) Kabupaten Lima Puluh Kota yang dilakukan setiap tahun.

7. Untuk lebih jelasnya, hubungan RPJPD dengan dokumen perencanaan lainnya dapat dilihat pada bagan alir di bawah ini.


(10)

Gambar 1.1 Hubungan RPJPD dengan dokumen perencanaan lainnya

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota disusun dan ditetapkan dengan memperhatikan kerangka penulisan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang RPJP Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Berdasarkan pedoman tersebut. Sistematika dan tata-urut penulisan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota 2005-2025 adalah sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan

Bab II. Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab III. Analisis Isu-Isu Strategis

Bab IV. Visi dan Misi Pembangunan Jangka Panjang Daerah Bab V. Arah Kebijakan dan Pentahapan Pembangunan Daerah Bab VI. Kaidah Pelaksanaan

RPJP Nasional

RPJP Daerah

RPJM Nasional

Renstra KL

RPJM Daerah

Renstra SKPD

RKP Renja

KL

RKP Daerah

Renja SKPD

RAPBN RKA

KL

RAPBD

RKA SKPD

APBN Rincian

APBN

APBD

Rincian APBD


(11)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

enyusunan RPJPD Kabupaten Lima Puluh Kota dimulai dengan deskripsi dan analisis tentang kondisi umum daerah berikut prediksi pembangunan untuk 20 tahun kedepan. Analisis ini penting artinya karena penyusunan rencana untuk masa mendatang akan didasarkan pada kondisi, permasalahan dan kendala pembangunan daerah yang dihadapi pada saat sekarang. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka rencana pembangunan yang disusun ini akan dilandasi oleh kondisi dan pengalaman daerah yang riil yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota sampai saat ini, sehingga rencana yang disusun juga akan menjadi lebih baik dan realistis sesuai dengan kondisi objektif yang terdapat di daerah. Kondisi umum daerah dan prediksi pembangunan 20 tahun kedepan meliputi aspek-aspek seperti agama dan budaya, hukum, ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, sumberdaya manusia, prasarana dan sarana, tata-ruang serta pembangunan wilayah dan pemerintahan.

2.1 KONDISI UMUM DAERAH

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

1. Secara geografis Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada posisi 1000 16‟ - 1000 51‟ BT dan 00 22 LU 00 23 LS, atau berada pada bagian timur Provinsi Sumatera

Barat. Sementara secara administratif kabupaten ini berbatasan dengan daerah lain yaitu:

 Sebelah Utara dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

 Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sijunjung.

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

2. Kabupaten Lima Puluh Kota juga berbatasan dengan wilayah administratif Kota Payakumbuh, dimana Kota Payakumbuh terletak di tengah-tengah wilayah kabupaten ini. Luas wilayah administratif Kabupaten Lima Puluh Kota adalah 3.354,30 km2 yang terbagi ke dalam 13 kecamatan seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Selanjutnya 13 kecamatan tersebut terbagi ke dalam 79 nagari sebagai pemerintahan terendah dan 401 Jorong.

3. Di Kabupaten Lima Puluh Kota terdapat 3 buah gunung berapi yang sudah tidak aktif lagi yaitu: Gunung Sago (2.261 m), Gunung Bungsu (1.253 m), dan Gunung Sanggul (1.495 m). Kondisi topografi bervariasi antara datar, bergelombang dan berbukit yang curam dan sangat curam dengan ketinggian berkisar antara 110 meter sampai dengan 905 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar dari wilayah ini (201.298 Ha atau 61,01%) merupakan kawasan hutan dimana 84,95% dari hutan tersebut


(12)

merupakan Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata yang perlu dilestarikan.

4. Kabupaten Lima Puluh Kota dilalui oleh 13 (tiga belas) buah sungai yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Sungai-sungai ini disamping merupakan sumber irigasi pertanian, juga berfungsi sebagai sumber air bersih dan lahan perikanan oleh penduduk di sekitarnya.

5. Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada jalur strategis karena berada pada jalur penghubung yang paling dekat Kota-kota di Provinsi Riau, untuk menuju Kota Pekanbaru, Batam dan Tanjung Pinang yang akhir-akhir ini berkembang pesat dalam sektor perdagangan. Dalam hal ini perkembangan kota-kota di Provinsi Riau merupakan pasar bagi komoditi pertanian yang dihasilkan oleh kabupaten ini.

Tabel 2.1 Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Lima Puluh Kota Menurut Kecamatan

Kecamatan Luas (km2) (%)

1. Payakumbuh 99,47 2,97

2. Akabiluru 94,26 2,81

3. Luak 61,68 1,84

4. Lareh Sago Halaban 394,85 11,77

5. Situjuah Limo Nagari 74,18 2,21

6. Harau 416,80 12,43

7. Guguak 106,20 3,17

8. Mungka 83,76 2,50

9. Suliki 136,94 4,08

10. Bikik Barisan 294,20 8,77

11. Gunuang Omeh 156,54 4,67

12. Kapur IX 723,36 21,57

13. Pangkalan Koto Baru 712,06 21,23

Total 3.354,30 100,00

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

Secara lebih kongkrit, lokasi dan batas wilayah administratif masing-masing Kecamatan dalam daerah Kabupaten Lima Puluh Kota diperlihatkan pada Gambar 1.2. berikut ini.


(13)

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

2.1.2 Penduduk

1. Salah satu sumber informasi tentang kependudukan yang paling lengkap adalah Hasil Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2005. Menurut SUPAS 2005 tersebut jumlah penduduk di Lima Puluh Kota pada tahun 2005 adalah sebanyak 324.201 jiwa, 62,2% merupakan penduduk usia produktif dan 6,6% penduduk berusia di atas 65 tahun. Pada tahun 2000, jumlah penduduk sebanyak 311.773 jiwa. Dengan arti kata selama 5 tahun pertambahan penduduk Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 12.428 orang. Sex ratio sebesar 92,3. Angka sex ratio menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak sekitar 8 orang dari 100 pria. Angka ini cukup rendah dibandingkan daerah lainnya, yang memperlihatkan migrasi ke luar bagi lelaki lebih tinggi. Dengan kondisi lahan yang ada, maka kepadatan penduduk sebanyak 99 per km2, dan masih dianggap kategori

berpenghuni jarang penduduknya.

2. Komposisi penduduk demikian secara implisit menujukkan bahwa angka pertumbuhan kelahiran memperlihatkan tendensi yang semakin turun. Hal ini terutama disebabkan karena meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap KB, semakin mengetahuinya norma keluarga kecil bahagia sejahtera, kesadaran dan kemampuan keluarga miskin menjadi akseptor KB relatif meningkat, dan serta meningkatnya keterampilan dan wawasan kader PPKBD (Petugas Pembantu Keluarga Berencana Desa) dan Sub PPKBD. Persoalan lainnya yang perlu dijadikan prioritas adalah pengendalian angka kelahiran yang terfokus kepada rumah tangga


(14)

miskin, masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan terpencil berbatasan dengan Provinsi Riau dan khususnya pasangan yang sudah memiliki anak lebih dari 2 (dua) orang. Dalam konteks ini fokus kebijakan terhadap kelangsungan penggunaan akseptor adalah syarat mutlak dalam pengendalian jumlah anak yang menuju kepada pencapaian norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS).

2.1.3 Agama dan Budaya

1. Kabupaten Lima Puluh Kota yang mayoritas didiami oleh suku bangsa Minangkabau, dikenal penganut agama Islam kuat dan pemegang teguh adat dan tradisi mereka. Kedekatan agama Islam dan Adat menjadi karakateristik dan jati diri masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, atau Minangkabau khususnya. Pemantapan pelaksanaan kehidupan sosial dan agama dalam masyarakat mengacu

kepada falsafah “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah’. Kabupaten Lima Puluh Kota juga dikenal sebagai basis pendidikan ke-Islaman yang kuat, dan sebagai daerah yang terbanyak menghasilkan kaum ulama berkaliber nasional dan internasional. Secara historis, daerah ini telah memiliki sejumlah cendekiawan ulung yang berbasis keagamaan.

2. Masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota, khususnya masyarakat Minangkabau, secara normatif memiliki keseimbangan prinsip antara Islam dan Adat. Islam memberikan fondasi bagi prinsip kehidupan yang religius, sementara Adat memberikan fondasi bagi kehidupan yang berbudaya. Sejalan dengan pemahaman yang semakin kuat tentang pentingnya agama dan adat dalam kehidupan, prinsip pelaksanaan ajaran Islam ditransformasikan di dalam praktek adat, mengacu

kepada prinsip: „syara’ mangato, adat mamakai’. Dengan demikian, masyarakat Minangkabau memahami sekali tentang dinamika penerapan antara ajaran Islam dan praktek adat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

3. Sejak tahun 2000, Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota mulai

menerapkan “Sistem Pemerintahan Nagari”, dimana pelaksanaannya dilegalisasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pemerintahan Nagari. Pelaksanaan program tersebut secara umum ternyata mendapatkan respon yang sangat positif dari anggota masyarakat, sehingga banyak nagari sampai dengan tahun 2006 telah resmi memiliki sistem pemerintahan nagari. Namun perkembangan pembangunan nagari masih memerlukan pembenahan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

4. Belajar dari delapan tahun upaya “kembali ba nagari dan kembali ba surau”, maka program yang dibuat seharusnya berupaya untuk melibatkan partisipasi aktif masyakat dari semua kelas yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Disamping itu, bergesernya kondisi pemuka adat khususnya dan masyarakat umumnya di tingkat nagari juga memerlukan berbagai penyesuaian agar pelaksanaan program kembali ka nagari tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan sasaran yang diinginkan masyarakat.


(15)

5. Pada hakikatnya masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota selalu dinamis dalam menyikapi perubahan. Dalam merespon perubahan kadang-kadang terkesan masyarakat seperti dalam pencarian identitas. Dalam proses pencarian identitas tersebut gejala-gejala positif yang menuju pada pencerahan selalu saja berdampingan dengan gejala-gejala negatif yang menyumbangkan masa depan yang suram dalam peradaban masyarakat. Gejala-gejala positif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota di antaranya adalah: semakin bertambahnya jumlah rumah ibadah dengan berbagai pengembangannya, tumbuhnya lembaga zakat dengan berbagai program dan pengembangannya serta jumlah masyarakat yang menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun terus meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan membaca Al-Quran mulai dijadikan sebagai salah syarat untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

6. Namun demikian, sejalan dengan kemajuan tersebut, terlihat pula gejala-gejala negatif di bidang sosial keagamaan yang tumbuh dalam masyarakat antara lain; (a) Rumah ibadah terkesan belum mampu menjadikan pemeluknya memahami dan mengamalkan ajaran agamanya secara baik; (b) Sumber–sumber dana syari‟ah yang sangat potensial dan menjanjikan belum lagi terkelola secara produktif; (c)

Jumlah jema‟ah haji terkesan belum lagi bisa dijadikan indikator kesalehan individual

apalagi kesalehan kolektif; (d) Perda dan Perna syar‟iah yang pertumbuhannya cukup tingi belum lagi berjalan secara efektif; (e) Pengajaran budi pekerti dan BAM belum lagi berjalan secara efektif, metodologis dan aplikatif; (f) Kebijakan pemerintah - Mampu Membaca Al Quran - terhenti hanya sampai tingkat SD dan itupun belum mampu mendorong anak bisa memahami pesan Al-Quran, apalagi selanjutnya untuk diamalkan; (h) Penggemblengan terutama moral remaja belum lagi maksimal berjalan ditengah-tengah masyarakat walaupun gerakan kearah itu sudah mulai terlihat. Semua indikasi ini memperlihatkan bahwa agama terkesan formalis dan simbolis. Disamping itu, masyarakat masih mengutamakan seremoni ketimbang melaksanakan makna yang dikandung oleh kegiatan itu. Pembanguan rumah ibadah terkesan lebih diutamakan ketimbang melaksanakan ajaran agama

secara “kaffah”. Pergaulan dan perilaku masyarakat cenderung bertentangan dengan etika dan budaya agama. Penyakit masyarakat seperti perjudian, tindakan asusila, pengedar dan pemakaian obat terlarang masih ditemukan dalam masyarakat.

7. Sumber daya manusia adalah salah satu kekuatan bagi masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara historis, Kabupaten Lima Puluh Kota telah dikenal berkontribusi bagi perjuangan dan pembangunan nasional. Kekuatan Kabupaten Lima Puluh Kota sebenarnya terletak pada potensi sumber daya manusia. Kreativitas orang Minangkabau dan keberhasilan mereka dalam membangun bangsa menunjukkan kiprah yang sangat positif untuk menempatkannya dalam kancah nasional. Namun demikian, kekuatan sumber daya manusia ini semakin menurun yang ditandai dengan kemerosotan kualitas karya anak nagari dalam

kancah nasional dewasa ini. Industri “otak” yang selama ini menjadi spirit bagi

pengembangan sumber daya manusia di daerah, semakin pudar dalam artian yang sesungguhnya, meskipun berbagai usaha telah dilakukan. Salah satu penyebab utama adalah merosotnya kualitas pendidikan.


(16)

8. Orang Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal terbesar di dunia. Dari pandangan sistem kemasyarakatan, prinsip matrilineal selain sangat penting, juga unik dan khas, karena ia sangat kuat dalam memberikan karakter budaya suatu masyarakat. Penggarisan keturunan dan pengelompokan kekerabatan unilineal yang terpusat kepada kedudukan perempuan di dalam sistem sosial mengalahkan kelaziman yang umumnya berpusat kepada filosofi patriaki. Di Minangkabau simbolisasi figur perempuan dalam kekerabatan diistilahkan dengan limpapeh rumah nan gadang, umbun puro pegangan kunci. Rumah Gadang dan Keturunan adalah dua simbol figur kuat perempuan dalam menentukan asal usul (procreation) dan arah (orientation) dari keturunan suatu kaum. Walaupun demikian kekuatan mereka barulah berada pada domain domestik, sementara pada domain publik, kedudukan mereka diperkuat dan dijalankan oleh kelompok kerabat laki-laki seketurunan ibu. Mereka ini menjaga dan mempertahankan kesinambungan eksistensi sistem sosial yang bersandar kepada adat dan lembaga (adat diisi, limbago dituang).

9. Salah satu potensi sumber daya manusia Kabupaten Lima Puluh Kota yang banyak memegang kendali ekonomi rumah tangga, ekonomi pasar dan ekonomi ulayat adalah kaum perempuan (bundo kanduang). Sebegitu jauh, posisi mereka masih berada dalam domain privat dan belum termanfaatkan dalam domain publik. Dengan demikian, selama ini posisi mereka belum bersifat penting dan sentral dalam berkontribusi bagi proses pembangunan daerah. Potensi sumber daya perempuan ini semestinya mendapat tempat yang lebih baik dalam kegiatan pembangunan daerah agar keseimbangan kekuatan sumber daya manusia secara keseluruhan dapat dioptimalkan

10. Kelembagaan adat dalam tradisi Minangkabau adalah cerminan dari bagaimana

aturanadat dijaga dan dipraktekkan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum adat (nagari). Kelembagaan ini diwakili oleh peran kaum adat, ninik mamak. Eksistensi mereka sejalan dengan keberadaan hukum adat yang dijalankan dan dipatuhi oleh seluruh anggota suatu kaum dan suku. Filofosi aturan adat dalam sejarah atau asal usulnya datang dari nilai ajaran agama Islam. Nenek moyang orang Minangkabau telah memasukkan nilai-nilai agamais menjadi bagian dari nilai luhur adat. Identitas orang Minangkabau akhirnya identik dengan KeIslaman. Bukanlah Minangkabau apabila Islam bukan agamanya.

11. Nagari adalah unit sosial politik yang signifikan dalam konteks budaya Minangkabau. Semenjak nagari ditetapkan sebagai unit pemerintahan dalam kerangka otonomi daerah, posisinya mendapat tantangan dengan lembaga-lembaga lain dalam nagari seperti Kerapatan Adat, lembaga setingkat kaum dan suku. Pelaksanaan pembangunan bidang adat dan agama dalam nagari pun mengalami dinamika yang khas. Terdapat pola hubungan yang bervariasi antara lain harmonisasi antara pemerintahan nagari dan pemerintahan adat yang dikelola oleh lembaga KAN, kemitraan antara wali nagari dan ketua KAN, kemitraan lembaga Nagari dan lembaga KAN. Kesatuan dan persatuan antara lembaga nagari dan lembaga adat di tingkat nagari masih belum kuat, sehingga potensi konflik dalam nagari yang terjadi justru digambarkan sebagai konflik kelembagaan, dan bukan konflik pribadi, namun berimbas kepada konflik personal. Rekonsiliasi hanya dapat dilakukan melalui kekuatan agama dan adat.


(17)

12. Secara konstruktif ideal, orang Minangkabau menjalankan tiga jalinan elemen penting dalam kehidupan yakni adat, agama dan intelektualitas. Secara kelembagaan, tiga elemen tersebut tergambar dalam simbolisasi tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Orang Minangkabau sangat menghargai adat, agama dan akal yang dijalin dari nilai agama dan nilai adat. Idealisme ini terpatri semenjak alam minangkabau terbentang. Dapat dikatakan dalam ungkapan lain bahwa, pada satu sisi, keberadaan Minangkabau diwakilkan dengan keberadaan fungsi dan peran dari kaum ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Sementara di sisi lain, orang Minangkabau kebanyakan, yang seringkali digambarkan sebagai anak kemenakan, adalah warga dari kesatuan masyarakat hukum adat yang harus patuh menjalankan adat dan ajaran agama. Mekanisme yang terus dipertahankan semenjak masa ninik mamak dahulu, telah membawa kebesaran nilai dan keberadaan orang Minangkabau. Namun dalam perjalannya, Minangkabau mengalami tantangan besar, oleh karena kehidupan masyarakat semakin beragam dan kompleks.

2.1.4 Hukum

1. Sesuai dengan sistem hukum dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia, tiap kabupaten dan nagari memiliki kewenangan dalam bingkai peraturan perundang-undangan nasional untuk membuat norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah. Norma-norma dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Nagari tersebut merupakan bagian dari materi hukum yang berlaku dalam batas-batas wilayah Kabupaten atau Nagari yang bersangkutan. Fungsi sistem hukum terdiri atas fungsi penyelesaian sengketa, penghukuman dan perubahan sosial. Fungsi penyelesaian sengketa dilakukan tidak saja oleh lembaga peradilan negara seperti Pengadilan Negeri, tetapi juga oleh lembaga-lembaga yang terdapat dalam masyarakat seperti Kerapatan Adat Nagari. Fungsi penghukuman dilakukan oleh lembaga negara, yaitu Pengadilan Negeri. Fungsi perubahan sosial dapat dilihat melalui pembuatan norma-norma yang dirumuskan dalam Peraturan Daerah.

2. Budaya hukum adalah nilai-nilai atau persepsi masyarakat terhadap norma-norma hukum dan institusi-institusi hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Birokrasi Pemerintah Daerah. Budaya hukum juga berhubungan dengan keberlakuan norma-norma hukum dan norma-norma lain seperti adat istiadat dan agama yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu budaya hukum juga dikaitkan dengan tingkat kepatuhan penduduk terhadap norma-norma hukum. Munculnya gejala-gejala penyelesaian masalah dalam masyarakat dengan menggunakan kekerasan menandai bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat rendah. Selain itu, dengan dibangunnya lembaga-lembaga hukum di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri serta Lembaga-Lembaga Pemasyarakatan juga memperlihatkan bahwa semakin meningkatnya tingkat kejahatan dan pelanggaran hukum dan di sisi lain bukti semakin melemahnya kontrol dan kesadaran nilai-nilai adat istiadat dan agama.


(18)

2.1.5 Ekonomi

1. Sebegitu jauh struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota masih bersifat agraris yang terlihat dari kontribusi sektor pertanian dalam PDRB tahun 2005 masih relatif tinggi yaitu mencapai sekitar 34,79%. Kontribusi sektor industri masih sangat kecil yaitu hanya 9,91%. Sedangkan sisanya sebagian besar adalah merupakan kegiatan sektor jasa secara umum yang meliputi kegiatan perdagangan, perhubungan dan jasa-jasa dengan kontribusi mencapai 46,40%. Kondisi umum daerah ini memperlihatkan bahwa sampai saat ini, sektor jasa merupakan kegiatan utama perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Akan tetapi peranan sektor pertanian sebegitu jauh masih tetap penting.

2. Sektor pertanian yang terdiri dari pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan serta kelautan dan perikanan ternyata menyerap tenaga kerja mencapai 56,40%. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian tidak saja akan mendorong peningkatan pendapatan sebagian besar angkatan kerja yang ada serta pengembangan usaha pertanian tetapi juga akan memberikan peluang terbukanya kesempatan kerja yang lebih besar baik di aspek produksi maupun pengolahan hasil. Oleh sebab itu maka revitalisasi pertanian dan pengembangan agroindustri ke arah pertanian yang lebih modern menjadi penting untuk dilakukan. Peluang-peluang bagi revitalisasi dan modernisasi pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota kedepan setidak-tidaknya ada pada tiga aspek agribisnis yaitu produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.

3. Dalam periode 2000-2005, sektor yang bertumbuh sangat cepat adalah Sektor pertanian dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,25% setiap tahunnya. Subsektor yang menonjol adalah perkebunan dengan laju pertumbuhan 16,09%, peternakan dengan pertumbuhan 8,28% dan tanaman pangan dengan laju pertumbuhan 4,61%. Sektor-sektor lainnya yang juga bertumbuh cukup cepat adalah Sektor Listrik dan Air Minum dengan laju pertumbuhan rata-rata mencapai 15,57%, serta perdagangan 5,52% setiap tahunnya. Pertumbuhan Sektor Industri sebegitu jauh kelihatan masih sangat lambat, yaitu hanya rata-rata 2,73% setiap tahunnya. Kenyataan ini memberikan indikasi kuat bahwa sektor pertanian secara umum, termasuk tanaman pangan, perkebunan dan peternakan merupakan tulang punggung perekonomian daerah Kabupaten Lima Puluh Kota di saat ini dan diperkirakan juga akan berlanjut di masa mendatang.

4. Potensi pengembangan ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian besar terletak pada sektor pertanian dalam arti luas. Hampir semua subsektor yang terdapat dalam sektor pertanian ini mempunyai potensi pengembangan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari nilai Location Qoutient (LQ) lebih besar dari 1 yang berarti kegiatan tersebut mempunyai Keuntungan Komperatif (Comperative Advantage) yang cukup tinggi. Potensi subsektor yang sangat menonjol adalah dibidang perkebunan, tanaman pangan dan peternakan, khususnya ternak unggas. Namun demikian kondisi geografis daerah yang berbukit menyebabkan lahan yang tersedia untuk kegiatan pertanian sebenarnya cukup terbatas. Sedangkan subsektor lainnya yang juga cukup potensial bagi pengembangan ekonomi di daerah ini adalah


(19)

perdagangan dan jasa-jasa yang terkait dengan kegiatan agribisnis. Dengan demikian sektor-sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor basis yang menjadi tulang punggung bagi pengembangan perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. 5. Sebagaimana halnya dengan daerah lain di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten

Lima Puluh Kota sudah lama dikenal sebagai daerah dimana masyarakatnya mempunyai kemampuan wirausaha yang tinggi. Kemampuan wirausaha tersebut terutama dalam kegiatan perdagangan, usaha kecil dan menengah dan industri rumah tangga. Kemampuan ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangan kegiatan ekonomi daerah. Karena itu, kedepan, kemampuan wirausaha ini perlu terus dipelihara dan dikembangkan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Tabel 2.2 Struktur, Pertumbuhan dan Potensi Pengembangan Ekonomi Kabupaten Lima Puluh Kota 2000-2005

No. Sektor/Sub-sektor

Struktur Ekonomi 2006

(%)

Pertumbuhan Ekonomi 2000-2005

(%)

Potensi Pengembangan

Ekonomi

1. Pertanian 34,79 6,25 1,657

a. Tanaman Pangan 13,97 4,61 1,725

b. Perkebunan 9,05 16,09 2,223

c. Perternakan 4,31 8,28 1,115

d. Kehutanan 4,63 0,00 1,754

e. Perikanan 2,84 3,60 1,238

2. Pertambangan dan Penggalian 6,34 4,79 0,333

3. Industri Pengolahan 9,91 2,73 0,478

4. Listrik dan Air Minum 0,46 15,57 1,709

a. Listrik 0,44 16,95 2,239

b. Air bersih 0,02 0,64 1,006

5. Bangunan 2,86 4,67 0,846

6. Perdagangan 21,39 5,52 1,107

a. Perdagangan besar dan eceran 20,52 5,54 1,299

b. Restoran 0,50 4,46 0,215

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,85 4,14 2,194

a. Pengangkutan 5,53 3,82 2,769

b. Komunikasi 0,32 3,80 1,140

8. Keuangan dan persewaan 2,58 2,53 0,555

a. Bank 0,82 3,77 0,432

b. Lembaga keuangan tanpa bank 0,79 7,21 1,623

c. Sewa bangunan 0,96 3,95 0,722

9. Jasa- jasa 16,58 3,19 1,836

a. Pemerintahan 14,21 3,10 2,616

b. Swasta 2,36 3,80 1,107


(20)

Catatan: 1. Struktur pertumbuhan ekonomi dihitung dengan persentase kontribus PDRB harga berlaku tahun 2005;

2. Pertumbuhan ekonomi dihitung dari laju pertumbuhan rata-rata PDRB harga konstan tahun 2000-2005;

3. Potensi pengembangan ekonomi diukur dengan berdasarkan Location Quotient Index rata-rata tahun 2002-2005.

Sumber : PDRB Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2000-2005

2.1.6 Tanaman Pangan dan Perkebunan

1. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota. Sektor ini menyumbang lebih dari 30% terhadap PDRB dan menyerap 56,4% angkatan kerja (tahun 2005). Secara umum jenis komoditi tanaman pangan dan holtikultura serta perkebunan ini dapat dibedakan atas padi, palawija, dan hasil perkebunan. Secara keseluruhan ada empat puluh dua (42) komoditi pertanian yang diusahakan di Kabupaten Lima Puluh Kota, dimana tiga puluh (30) termasuk kedalam kategori komoditi padi, palawija dan hortikultura, dan dua belas (12) komoditi perkebunan, khususnya perkebunan rakyat. Diantara komoditi tanaman pangan dan holtikultura tersebut padi dan jangung merupakan dua komoditi utama. Perkembangan produksi padi kecenderungannya meningkat sedangkan jagung ternyata menurun (lihat Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Perkembangan Produksi Padi dan Jagung di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006

NO. KECAMATAN

Padi Jagung

Luas Areal

(Ha)

Produksi

(Ton)

Luas Areal (Ha)

Produksi

(Ton)

1 Payakumbuh 1,990.00 9,807.45 310.00 2,018.55

2 Akabiluru 2,582.00 11,109.36 232.00 1,341.21

3 Luak 3,750.00 16,119.60 175.00 702.00

4 Lareh Sago Halaban 5,487.00 28,664.28 218.00 664.17

5 Situjuah Limo Nagari 1,437.00 7,507.20 235.00 1,499.10

6 Harau 4,032.00 18,730.80 788.00 9,642.64

7 Guguak 3,379.00 16,460.30 331.00 4,001.92

8 Mungka 3,538.00 15,975.30 569.00 3,448.17

9 Suliki 3,002.00 14,879.80 66.00 159.68

10 Bukik Barisan 5,270.00 23,274.40 34.00 182.25

11 Gunuang Omeh 7,409.00 32,791.90 111.00 459.54

12 Kapur IX 1,031.00 3,910.32 11.00 81.48

13 Pangkalan Koto Baru 816.00 3,740.30 13.00 108.00

Jumlah 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71

2006 43,723.00 202,971.01 3,093.00 24,308.71

2005 42,184.00 194,852.88 2,876.00 21,462.14

2004 42,393.00 189,462.77 3,354.00 29,745.47

2003 38,411.00 176,297.81 4,713.00 26,042.00

2002 38,762.00 163,382.88 5,188.00 32,625.88


(21)

2. Tingkat kemampuan produksi padi/beras yang cenderung meningkat telah membuat Kabupaten Lima Puluh Kota menjadi salah satu sentra produksi padi/beras di Sumatera Barat. Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura menunjukkan bahwa dari segi penyediaan bahan pangan pokok (beras), Kabupaten Lima Puluh Kota sudah mengalami surplus yang pada tahun 2004 mencapai lebih dari 75.000 ton yang meningkat menjadi 80.000 ton tahun 2007. Ini artinya, tidak ada persoalan dalam penyediaan bahan pangan pokok beras. Sementara dari segi produksi jagung kondisinya berbeda dengan padi/beras. Dalam kaitan dengan perkembangan usaha peternakan unggas yang cukup pesat dibutuhkan pasokan jagung dalam jumlah besar. Sejauh ini kebutuhan jagung untuk pakan ternak di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh sebagiannya masih didatangkan dari luar daerah. Sementara produksi jagung Kabupaten Lima Puluh Kota sendiri cenderung menurun.

3. Disamping kedua komoditi tanaman pangan dan hortikultura tersebut (padi dan jagung) juga diusahakan sejumlah komoditi holtikultura dan palawija lainnya. Diantara komoditi tersebut yang menghasilkan produksi cukup signifikan adalah, ubi kayu, ubi jalar, cabe, buncis, ketimun, tomat, terung, nenas, pisang, manggis, alpukat, rambutan dan durian. Namun demikian, dari data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura terlihat bahwa dari segi produksi sayuran terdapat kecenderungan penurunan yang cukup signifikan (sekitar 10% antara tahun 2000 – 2004).

4. Sub sektor perkebunan juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sektor pertanian ini, diantaranya gambir, karet , kopi dan kulit manis. Berdasarkan hasil survey dan penelitian dari Sumatera Barat Dalam Angka 2006 diketahui bahwa dari sektor perkebunan gambir merupakan komoditi unggulan Kabupaten Lima Puluh Kota yang paling besar produksinya dibanding dengan rata-rata Sumatera Barat. Karena hampir 66 % produksi gambir Sumatera Barat diproduksi oleh Kabupaten Lima Puluh Kota.

5. Selain gambir masih banyak lagi komoditi dari Kabupaten Lima Puluh Kota yang dapat dijadikan komoditi unggulan. Namun untuk mengetahui apakah komoditi yang dihasilkan oleh Kabupaten Lima Puluh Kota tersebut termasuk komoditi unggulan atau tidak, terlebih dahulu harus membandingkannya dengan daerah pembanding yang lainnya. Karena belum tentu komoditi yang dihasilkan oleh suatu wilayah dengan jumlah yang besar akan menjadi komoditi unggulan bagi wilayah tersebut, karena komoditi yang dihasilkan dalam jumlah besar tersebut bisa juga diproduksi oleh wilayah lain dalam jumlah yang lebih besar lagi. Dalam hal ini untuk mengidentifikasi komoditi unggulan di Kabupaten Lima Puluh Kota, maka produksi dari masing-masing komoditi di Kabupaten Lima Puluh Kota akan dibandingkan dengan produksi rata-rata komoditi Propinsi Sumatera Barat. Untuk lebih jelasnya akan disajikan dalam tabel berikut.


(22)

Tabel 2.4. Identifikasi Komoditi Unggulan Kabupaten Lima Puluh Kota

WILAYAH

KOMODITI dan PRODUKSI

Padi Jagung Ubi

kayu Cabe Pisang Gambir Karet

Kab. Lima Puluh Kota 189.831 7.498 13.561 1.527 8.004 8.821 4.825

Propinsi Sumbar 1.882.967 157.147 114.199 13.458 34.354 13.249 80.019

Rata2 Sumbar 99.104 8.271 6.010 708 1.808 697 4.212

Sumber : Sumatera Barat Dalam Angka Tahun 2006, diolah.

6. Berdasarkan identifikasi Tabel 2.4. di atas dapat dilihat bahwa memang padi merupakan komoditi unggulan daerah karena produksinya memang diatas rata-rata propinsi. Selanjutnya ubi kayu, cabe dan pisang juga merupakan komoditi Kabupaten Lima Puluh Kota yang produksinya sangat jauh diatas rata-rata propinsi Sumatera Barat. Sedangkan karet hanya sedikit diatas rata-rata produksi propinsi karena produsen karet terbesar adalah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Pasaman Barat.

Tabel 2.4a Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Lima Puluh Kota 2002-2006

NO. KECAMATAN

GAMBIR KAKAO KARET

LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton) LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton) LUAS (Ha) PRODUKSI (Ton)

1 Payakumbuh 85.00 35.00 113.00 8.00 - -

2 Akabiluru - - 106.00 4.00 - -

3 Luak - - 60.00 40.00 9.00 4.00

4

Lareh Sago

Halaban 656.00 395.00 66.00 24.00 110.00 50.00

5

Situjuah Limo

Nagari - - 42.00 32.00 11.00 5.00

6 Harau 442.00 292.00 64.00 80.00 30.00 18.00

7 Guguak 31.00 22.00 128.00 2.00 53.00 38.00

8 Mungka 782.00 579.00 57.00 24.00 97.00 59.00

9 Suliki - - 72.00 4.00 24.00 10.00

10 Bukik Barisan 2,582.00 1,711.00 143.00 8.00 37.00 19.00

11 Gunuang Omeh - - 93.00 16.00 - -

12 Kapur IX 5,429.00 4,012.00 51.00 - 4,141.00 2,512.00

13

Pangkalan Koto

Baru 3,705.00 2,636.50 40.00 4.00 6,120.00 3,008.00

Jumlah 13,712.00 9,682.50 1,035.00 246.00 10,632.00 5,723.00

2006 13,712.00 9,682.50 1,035.00 246.00 10,632.00 5,723.00

2005 13,749.75 8,166.40 903.00 579.00 10,611.80 13,800.00

2004 13,073.00 7,643.00 666.00 544.80 10,546.00 13,134.60

2003 12,621.00 16,705.00 642.50 584.00 10,048.80 12,239.00


(23)

2.1.7 Peternakan dan Perikanan

1. Kondisi peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota meliputi tiga bagian; (1) ternak unggas, (2) ternak besar (dimasukan kambing) dan (3) ternak ikan darat. Ternak Unggas. Tabel 2.5 menyajikan kinerja populasi dan produksi ternak unggas sejak lima tahun terakhir. Pertumbuhan tinggi terjadi pada populasi ternak ayam pedaging dan itik. Sedangkan produksi telur yang tinggi ada pada ternak itik. Terdapat dua kecendrungan pemeliharaan unggas. Pertama, pemeliharaan ayam ras petelur yang menjadi icon Kabupaten Lima Puluh Kota semenjak tiga dekade terakhir tumbuh lebih lambat ketimbang ternak itik. Baik dalam jumlah populasi maupun produksi telurnya. Kendatipun kontribusi pemeliharaan ayam ras di kabupaten Lima Puluh Kota terhadap Provinsi Sumatera Barat tetap besar dan meningkat dari 46% menjadi 60% selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, informasi ini mengindikasikan bahwa mulai terjadi diversifikasi usaha. Disamping tetap dengan upaya mengembangkan ternak ayam ras petelur, peternak telah mengalihkan usaha mereka. Maknanya, pada satu sisi, peternak menanggapi gejala perkembangan ekonomi perunggasan cendrung melakukan strategi bertahan. Ini terbukti dengan usaha ayam ras petelur masih tumbuh rata rata 5% setahun. Pada sisi lain mereka membuka usaha alternatif, seperti ternak itik, puyuh, ayam broiler dan ayam Arab. Jadi peternak unggas Kabupaten Lima Puluh Kota tetap bertahan dan berkembang dengan profesi mereka.

2. Kedua, gejala diversifikasi beriringan dengan upaya mempercepat siklus usaha. Seperti tersaji pada kecendrungan pertama, meroketnya populasi broiler (rata-rata 26% setahun dalam kurun waktu 5 tahun dan 36% dalam satu dasawarsa terakhir) membuktikan bahwa respon peternak cendrung pada jenis usaha yang cepat putarannya. Lagi pula, angka kontribusi populasi ternak itik dan broiler di Kabupaten Lima Puluh kota terhadap propinsi Sumatera Barat juga meningkat. Yaitu dari 4% menjadi 11% untuk ternak itik dan 2% menjadi 6% untuk broiler pada priode waktu 1996-2006. Kemudian dengan populasi ternak puyuh sampai 331.931 ekor tahun 2007. Selain diversifikasi, peternak melakukan intensifikasi pada usaha unggas mereka. Perbandingan pertumbuhan produksi telur yang lebih besar ketimbang pertumbuhan populasi, menunjukan bahwa peternak berupaya mengefisienkan aktivitas mereka. Lagi pula, ditengah adanya terpaan isu flu burung dan fluktuasi harga pakan dan bibit, peternak bisa bertahan dan malah berkembang. Fenomena diversifikasi, percepatan siklus usaha dan intensifikasi usaha ternak unggas membuktikan Kabupaten Lima Puluh kota tengah menjalankan strategi memberdayakan para peternak. Konkritnya melalui upaya pengembangan usaha berbasis potensi lokal dengan tingkat penguasaan dan pengelolaan peternak lebih leluasa dan dominan pada sektor inputnya.


(24)

Tabel 2.5. Populasi dan Produksi Unggas Kabupaten Lima Puluh Kota

No KECAMATAN POPULASI (EKOR) PRODUKSI TELUR (Kg)

AYAM RAS AYAM BURAS ITIK AYAM BROILER AYAM RAS AYAM BURAS ITIK 1 Payakumbuh 333.018 40.373 16.144 32.450 2.130.956,64 17.109,54 75.553,92 2 Akabiluru 36.172 16.244 8,122 100.000 234.394,56 6.822,48 38.010,96 3 Luak 30.000 3.300 1.700 - 194.400,00 1.386,00 7.956,00 4 Lareh Sago Halaban 173.000 41.754 14.840 190.000 1.049.760,00 17.536,68 69.451,20 5 Situjuah Limo Ngr 57.000 40.250 4.775 13.000 396.360,00 16.905,00 27.845,00 6 Harau 130.618 112.274 24.749 93.036 1.494.404,64 47.155,08 115.825,32 7 Guguak 1.006.100 67.417 15.260 242.000 6.519.528,00 28.315,14 71.416,80 8 Mungka 1.837.901 39.519 6.775 34.000 11.909.598,48 16.497,98 31.707,00 9 Suliki 120.000 34.850 8.600 - 777.600,00 14.637,00 40.248,00 10 Bukik Barisan 4.000 53.850 6.497 - 25.920,00 22.617,00 30.405,96

11 Gunuang Omeh - 26.913 1.300 - - 11.303,46 6.084,00

12 Kapur IX 850 91.000 8.470 2.400 5.508,00 38.220,00 39.639,60 13 Pangkalan Koto Baru - 3.174 1.332 - - 1.333,08 6.233,76

Jumlah 3.728.659 570.918 118.564 706.886 24.738.430,32 239.838,44 560.377,52

2006 3.728.659 571.282 118.564 706.886 24.738.430,32 239.838,44 560.377,52 2005 3.536.478 762.836 148.770 602.350 22.916.377,00 320.390,00 696.244,00 2004 3.128.247 929.836 87.191 813.800 21.154.265,00 390.531,00 408.054,00 2003 3.183.060 677.100 92.248 687.750 21.157.638,00 582.717,00 765.970,00 2002 2.943.678 604.702 80.195 218.750 18.721.792,00 253.977,00 349.723,00

Rata-rata Perkembangan 5 % -1 % 8 % 26 % 6 % -1 % 10 %

Estimasi I (2007) 3.909.175,25 564.822,99 128.207,65 893.777,97 26.156.346,65 237.106,62 615.789,11 Estimasi II (2007) 3.818.917,12 568.052,50 123.385,83 800.331,98 25.447.388,49 238.472,53 588.083,32 Estimasi III (2007) 3.773.788,06 569.667,25 120.974,91 753.608,99 25.092.909,40 239.155,48 574.230,42

Sumber : Diolah dari 50 Kota Dalam Angka 2006

3. Dua kecendrungan pada perkembangan ternak unggas umumnya dan ayam ras petelur khususnya menampakan orientasi kearah kemandirian peternak. Upaya mereka untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada pihak luar – seperti tekad dalam pertemuan 63 orang peternak kawasan sentra produksi (KSP) Guguak tanggal 11-12 November 2000 - mulai terwujud. Sekalipun dalam pengadaan bibit dan pakan masih terikat dengan pasokan luar, peternak senantiasa memperbaharui semangat kebersamaan. Caranya melalui pengalihan tatapan kepada kompetitor dari luar ketimbang bersaing sesama peternak dalam kawasan. Konkritnya adalah mereka telah menyepakati untuk mengukuhkan suatu lembaga tingkat Kabupaten –

berbentuk kelompok ‟Saiyo‟ - guna menfasilitasi pemenuhan kebutuhan peternak. Misalnya melalui produksi kertas telur bersama. Lalu, intervensi instansi pemerintah kiranya bisa berupa kebijakan yang mendorong dan memberdayakan; seperti, paket kebijakan permodalan usaha. Suatu kebijakan yang keluar dari dimensi teknis peternakan.

4. Perspektif pengembangan kawasan, misalnya melalui KSP; kecamatan Guguak, Mungka dan Payakumbuh secara fungsional telah berperan menjadi inti usaha peternakan unggas. Berbagai jenis usaha, beragam produk, termasuk hasil olahan yang berbasis pada ternak muncul dan berkembang dari kawasan ini. Denyut nadi ekonomi kawasan juga dinamis, yang menyatu dengan pihak luar kawasan, didalam atau luar propinsi. Nampak bahwa KSP Guguak memasuki kategori kawasan agropolitan yang melakukan upaya pengembangan ekonomi terpadu. Sudah barang tentu dalam kerangka menjamin adanya keberlanjutan (sustainability) usaha.

5. Kondisi usaha ternak besar (sapi, kerbau dan kuda) termasuk kambing tercantum pada Tabel 2.6. Kinerja peternak besar Kabupaten Lima Puluh Kota semakin produkif. Pertumbuhan populasi lebih kecil ketimbang produksi dagingnya. Ini


(25)

membuktikan bahwa usaha ternak sapi dan kerbau kian intensif. Dalam satu satuan waktu yang sama, ternyata para peternak mampu memelihara sapi yang menghasilkan daging lebih banyak. Sebab, peternak sapi memelihara jenis sapi dengan berat badan lebih besar, seperti peralihan dari PO kepada Simental, yang merupakan konsekwensi pengenalan teknologi baru dalam pengembangan ternak sapi. Kecendrungan perkembangan populasi ini seiring dengan kontribusi untuk Sumatera Barat. Sebab populasi sapi dan kerbau Lima Puluh Kota meningkat kontribusinya dari 10% menjadi 13% dan 10% menjadi 11% selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir (1996-2006). Sumbangan populasi kambing juga naik 1% selama priode yang sama.

6. Kabupaten Lima Puluh Kota selalu menjadi prioritas percontohan dan ujicoba penerapan teknologi baru. Mulai dari pengenalan inseminasi buatan (IB) pertama pada ternak sapi tahun 1973. Kemudian proses ujicoba pertama embrio transfer (ET) tahun 1996. Ikutan lebih jauh dari kepeloporan Kabupaten Lima Puluh Kota (termasuk kota Payakumbuh) dalam peningkatan penggunaan teknologi usaha ternak sapi adalah pendirian balai inseminasi buatan (BIB) Tuah Sakato. Disamping tetap meningkatkan peran IB dan ET, mestinya kepeloporan terus berlanjut pada upaya menghasilkan varitas sapi unggul. Sebab, wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai potensi dan akses terhadap sejumlah lembaga dan sarana untuk tujuan tersebut. Meskipun sedikit, Kabupaten Lima Puluh Kota mempunyai sejarah cukup panjang sebagai daerah penghasil dadih dari susu kerbau. Kawasan Guguak, Mungka dan Suliki serta Pangkalan tetap bertahan memproduksi dadih. Hanya saja ada ironi dalam produksi dan konsumsi produk ternak besar ini. Produksi daging Lima Puluh Kota rata-rata mampu melayani kebutuhan konsumsi 22,68 kg/kapita/tahun. Kabupaten Lima Puluh Kota surplus sebesar 12,58 kg/kapita/tahun ketimbang standar nasional 10.1 kg/kapita/th. Namun konsumsi ril hanya 22% dari produksi daging tahun 2007 sebesar 981.970 kg/th. Sisanya sebesar 78% untuk memenuhi kebutuhan luar daerah. Akibatnya kabupaten kekurangan konsumsi ril dari pola pangan harapan sejumlah 7,12 kg/kapita/tahun, yang setara dengan 4.693 ekor sapi.


(26)

Tabel 2.6. Populasi dan Produksi Ternak Besar Kabupaten Lima Puluh Kota

No KECAMATAN POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (Kg)

SAPI KERBAU KUDA KAMBING SAPI KERBAU 1 Payakumbuh 2.806 1.056 38 1.185 61.348,53 824,30

2 Akabiluru 2.488 2.020 7 1.055 91.149,96 1.978,32

3 Luak 14.869 3.461 6 765 15.700,57 1.483,74

4 Lareh Sago Halaban 11.050 3.958 - 4.100 32.564,14 1.154,02 5 Situjuah Limo Nagari 2.184 1.171 - 2.123 22.678,60 659,44

6 Harau 6.254 3.074 91 4.262 43.176,57 1.154,05

7 Guguak 6.277 2.522 33 1.335 95.657,18 11.045,57

8 Mungka 1.419 885 49 1.395 27.912,12 18.134,51

9 Suliki 2.519 1.552 34 913 5.378,90 12,529,30

10 Bukik Barisan 5.268 1.500 - 1.318 42.449,69 5.934,93

11 Gunuang Omeh 904 1.039 - 484 5.233,52 3.791,75

12 Kapur IX 666 1.336 - 1.485 17.590,45 6.924,09

13 Pangkalan Koto Baru 532 545 - 670 18.171,96 5.110,64

Jumlah 57.236 24.119 258 21.090 479.012,19 70.724,63

2006 57.236 24.119 258 21.090 479.012,19 70.724,63 2005 58.590 23.496 316 20.152 546.903,00 73.527,00 2004 56.789 24.578 254 19.444 552.901,00 81.344,00 2003 53.216 21.604 254 17.923 356.560,00 215.429,00 2002 44.167 22.048 256 17.311 234.277,00 56.045,00

Rata-rata Perkembangan 5% 2% 0% 4% 15% 5%

Estimasi I 60.281,43 24.555,98 258,40 21.939,54 552.675,16 74.093,05 Estimasi II 58.758,72 24.337,49 258,20 21.514,77 515.843,68 72.408,84 Estimasi III 57.997,36 24.228,25 258,10 21.302,38 497.427,93 71.566,73 Sumber : diolah dari Lima Puluh Kota Dalam Angka (2006)

7. Tabel 2.7 menyuguhkan kinerja usaha budi daya ikan darat. Ada perkembangan yang menarik semenjak lima tahun terakhir. Peternak ikan semakin serius memelihara usaha mereka. Peningkatan jumlah peternak dengan kategori usaha utama sebesar 11% dengan pengurangan 1% pada peternak sambilan, membuktikan kesungguhan mereka menekuni usaha. Lagi pula, buah intensifikasi ini nampak pada perkembangan produksi mereka. Khususnya pada tingkat produksi rata rata tiap satuan luas usaha. Karena, memang luas usaha ikan darat/kolam mereka tidak bertambah sama sekali.

8. Kabupaten Lima Puluh Kota ternama sebagai penghasil ikan gurami. Baik bibit ikan maupun hasil pemeliharaannya. Andaleh dan Mungo adalah kawasan sebagai penghasil bibit ikan gurami. Sedangkan kecamatan Guguak merupakan kawasan pemeliharaan ikan gurami. Selain itu kabupaten Lima Puluh Kota juga menghasilkan bibit ikan mas dan rayo. Pembagian wilayah penghasil bibit ikan dan pemeliharaan ikan ini masuk dalan rencana strategis Kabupaten semenjak sepuluh tahun lalu.


(27)

Tabel 2.7. Peternak Ikan Kolam dan Produksinya di Kabupaten Lima Puluh Kota

No KECAMATAN

PETERNAK (0RANG) PRODUKSI (Kg)

PENUH SAMBILAN TOTAL LUAS (HA)

PRODUKSI (TON)

RATA-RATA (TON/HA)

1 Payakumbuh 105 861 966 37,5 48.082 1,28

2 Akabiluru 98 693 791 83,9 18.461 0,22

3 Luak 248 1.845 2.093 124,1 37,7 0,3

4 Lareh Sago Halaban 241 745 986 102 5,49 0,05

5 Situjuah Limo Nagari 121 1.527 1.648 116 11.640,119 100,35

6 Harau 234 2.165 2.399 123,75 19,185 0,16

7 Guguak 523 1.501 2.024 161,52 174,06 1,08

8 Mungka 497 2.766 3.263 104 1.698,494 16,33

9 Suliki 422 2.476 2.898 60,51 60,952 1,01

10 Bukik Barisan 140 1.703 1.843 53,5 34,34 0,64

11 Gunuang Omeh 143 1.772 1.915 13,85 133,45 9,64

12 Kapur IX 328 1.219 1.547 48,7 29,315 0,6

13 Pangkalan Koto Baru 1.587 5.379 6.966 30 50,482 1,68

Jumlah 4.687 24.652 29.339 1.059,33 13.950,13 133,34

2006 4.687 24.652 29.335 1.059,33 13.950,13 13,17

2005 4.687 24.606 29.293 1.117,46 2.034,43 1,82

2004 4.418 24.307 28.455 1.088,75 3.001,69 2,76

2003 2.794 26.652 29.446 1.088,75 3.588,55 3,3

2002 2.722 26.492 29.214 1.079,17 4.601,8 4,26

Rata-rata Perkembangan 11% -1% 0% 0% 25% 25%

Estimasi I 5.225,12 24.299,63 29,359,26 1.055,41 17.414,39 16,51 Estimasi II 4.956,06 24.475,81 29.347,13 1.057,37 15.682,26 14,84 Estimasi III 4.821,53 24.563,91 29.341,07 1.058,35 14,816,20 14,00 Sumber : Diolah dari Lima Puluh Kota Dalam Angka (2006)

2.1.8 Sosial dan Politik

1. Analisis tentang aspek sosial dan politik diperlukan sebagai bahan untuk menentukan persoalan utama yang terjadi di kabupaten Lima Puluh Kota. Dimulai dengan memahami bagaimana posisi pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kemudian dilanjutkan dengan isu-isu pembangunan pendidikan, kesehatan, gender dan politik. Untuk menemukan persoalan utama, maka komponen pembangunan yang perlu mendapatkan prioritas utama diperoleh ketika dibandingkan hasil pencapaian IPM Kabupaten Lima Puluh Kota dengan daerah lainnya yang memiliki pencapaian IPM yang sama tahun dasar.

2. Pembangunan manusia dapat dilihat hasilnya dari pencapaian IPM, dimana dalam komponen IPM relatif merangkum berbagai aspek pembangunan manusia, mulai dari kesehatan, pendidikan sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat.Kemampuan Kabupaten Lima Puluh Kota dari sisi pencapaian IPM sedikit meningkat semenjak sebelum krisis moneter tahun 1996, dimana pencapaian IPM pada tahun 1996 adalah setinggi 68,0 dan berada pada ranking 118 secara nasional. Sejalan dengan perubahan eksternal dan perubahan percepatan pembangunan, pada tahun 2006 IPM Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai 69,0 dengan ranking nasional pada urutan 247, yang berarti meskipun indeks mengalami sedikit peningkatan, namun bila dibandingkan dengan daerah. Kabupaten/kota lainnya, nilai pertambahannya lebih rendah. Kemajuan IPM Kabupaten Lima Puluh Kota dari tahun 1996 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(28)

Gambar 2.1. Pencapaian IPM

Gambar 2.2. % Harapan Hidup

Sumber: BPS (2005; 2006; 2007)

3. Sekalipun Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan gerbang masuk ke Provinsi Sumatera Barat dari arah Provinsi Riau, sangat disadari bahwa kondisi sosial budaya Lima Puluh Kota sangat dipengaruhi oleh percepatan akselerasi mutu pendidikan, perbaikan derajat kesehatan, pemberdayaan perempuan, persoalan kesejahteraan sosial, ketenagakerjaan dan serta potensi pemuda. Sebagaimana daerah lain, Kabupaten Lima Puluh Kota perlu ikut mewujudkan konsensus yang sudah ditetapkan oleh Indonesia, yaitu Education for All (EFA) dan Millenium

60 62 64 66 68 70 72 74

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Limapuluh Kota Batang Hari Labuhan Batu Sumbar

60 61 62 63 64 65 66 67 68 69

1996 1999 2002 2004 2005 2006


(29)

Development Goal (MDG). Konsensus pertama adalah tekat untuk menyelesaikan dan menuntaskan kesempatan pendidikan untuk seluruh segmen masyarakat dan

gender. Sedangkan Konsensus Millenium adalah menempatkan aspek pembangunan manusia menjadi tujuan pokok. Konsensus ini dilanjutkan dengan amanat Undang-Undang Dasar yang terkait dengan pendidikan, kemiskinan, kesehatan dan kesejahteraan sosial lainnya.

Gambar 2.3. Rata Pendidikan

Gambar 2.4 Daya Beli Masyarakat

Sumber: BPS (2005; 2006; 2007)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Li mapul uh Kota Batang Hari

Labuhan Batu Sumbar

530 540 550 560 570 580 590 600 610 620 630

1996 1999 2002 2004 2005 2006

Limapuluh Kota Batang Hari


(30)

Gambar 2.5. Pencapaian Angka Partisipasi Murni (APM)

Sumber: BPS (berbagai publikasi)

4. Pembangunan bidang kesehatan lebih dititikberatkan pada pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Untuk jelasnya beberapa indikator kesehatan menjadi dasar untuk melihat kondisi dan persoalan utama. Diantaranya adalah pencapaian usia harapan hidup, keadaan gizi masyarakat. Selain dari itu dapat dilihat juga dari pencapaian pelayanan kesehatan, termasuk keluarga berencana. Angka kematian bayi tahun 2002 adalah 47,1 per 1.000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 37,1 per 1.000 kelahiran pada tahun 2007. Angka harapan hidup sebelum krisis moneter tahun 1996 adalah 63,1 tahun dan meningkat menjadi 67,5 pada tahun 2007, namun ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Sumatera Barat. Artinya dalam dua dekade ke depan persoalan kesehatan dasar juga menjadi salah satu persoalan pokok.

5. Sesuai dengan kebijakan pemerintah terhadap pemberdayaan perempuan yaitu kesetaraan gender yang dilandasi dengan paradigma budaya Minangkabau, maka peran serta dan pemberian kesempatan bagi perempuan untuk ikut dalam berbagai aktifitas dalam pembangunan perlu dilaksanakan. Kondisi terakhir menujukkan bahwa posisi pembangunan jender di kabupaten Lima Puluh Kota relatif tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera Barat. Misalnya rata-rata pendidikan wanita selama 6,7 dibandingkan dengan pria sudah 6,9 tahun. Di Padang pendidikan wanita sudah mencapai lebih dari 9,5 tahun. Sebaliknya, angka partisipasi pada pasar kerja wanita termasuk tinggi yakni 43%. Sementara di daerah kota kebanyakan di bawah 40%. Artinya baik secara ekonomi maupun politik, kontribusi ekonomi wanita Lima Puluh Kota sudah relatif tinggi. Selain dari itu persoalan perempuan diarahkan kepada bagaimana mempersiapkan wanita mampu menghasilkan keluarga sakinah, mempu mendidik anak-anak mereka dan memberikan perencanaan keluarga yang sakinah, baik dalam keluarga, maupun kegiatan produktif, tanpa mengorbankan aspek pendidikan kepada keluarga.

6. Aspek kesejahteraan sosial adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat yang membutuhkan atau

0 20 40 60 80 100 120

7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15 7-12 13-15

1999 2002 2004 2005 2006


(31)

rehabilitasi guna mengatasi permasalahan yang dihadapi, sehingga mereka mampu menjalankan fungsi sosialnya. Fokus pelayanan diarahkan kepada kelompok yang beresiko tinggi, ibu dan anak, kelompok lanjut usia, anak terlantar, anak yatim serta keluarga harapan. Persoalan kesejahteraan sosial perlu didekati melalui sistem jaminan sosial yang terbangun, serta proses pemberdayaan ‘empowerment’ menjadikan kelompok tersebut menjadi modal dalam jangka panjang. Oleh karenanya, pembangunan sosial di Kabupaten Lima Puluh Kota perlu menghasilkan kelembagaan yang baik untuk memecahkan persoalan sosial, serta meningkatkan kesolehan sosial bagi warganya.

7. Untuk mengatasinya, salah satu upaya adalah mengenal akar masalah sosial. Misalnya faktor utama yang menyebabkan kemiskinan untuk kabupaten Lima Puluh Kota ditemukan menurut hasil Susenas 2006 adalah terutama pada 3 sektor utama. Pertama para penganggur, kedua pekerja berada pada keluarga petani dan palawija yang menggarap lahan sendiri atau lahan orang lain dan meraka yang berusaha pada sektor pertanian dan jasa. Dari analisis di atas, disimpulkan dalam jangka panjang persoalan sosial adalah (a) Kemiskinan pada kelompok penganggur, petani, perdagangan, angkutan dan jasa lainnya; (b) Kelompok usia lanjut; (c) Penyandang cacat; (d) Tuna susila; dan (e) Masalah narkotika.

2.1.9 Prasarana Dan Sarana

1. Total panjang jalan di Kabupaten Lima Puluh kota tahun 2006 adalah 1.307,70 km yang terdiri dari Jalan Aspal 631,56 km (48,30%), Jalan Kerikil 269,34 km (20,60%), dan Jalan Tanah 406,80 km (31,10%). Dirinci menurut status pemeliharaannya, maka panjang jalan diatas terbagi atas : Jalan Nasional sepanjang 80.90 km, Jalan Provinsi dengan 3 ruas dengan panjang 122,55 km, dan Jalan Kabupaten 331 ruas dengan panjang 1.101,95 km. Disamping itu terdapat pula Jalan Lingkungan sepanjang 750 km. Dibandingkan dengan luas wilayah yag cukup luas yaitu 335.430 Ha, maka panjang jalan yang ada ini masih sangat kurang karena masih banyak wilayah-wilayah pemukiman dan sentra-sentra produksi yang belum dijangkau oleh sarana transportasi kendaraan bermotor.

2. Kondisi Jalan Negara (Nasional) dan Jalan Provinsi umumnya sudah berupa jalan aspal dengan kualitas baik dan sedang. Sedangkan Jalan Kabupaten yang dalam kondisi baik hanyalah 236,0 km (23,56%), Kondisi Sedang 214,2 km (21,38%), Kondisi Rusak 206,5 (20,61%), dan Rusak Berat 345,1 km (34,45%). Dengan kondisi jalan yang ada sekarang belum cukup untuk menjamin kelancaran aktivitas sosial ekonomi masyarakat.

3. Kegiatan pembangunan prasarana jalan yang dilakukan selama ini masih terfokus pada pemeliharaan rutin. Selama periode tahun 2000-2006, rata-rata kegiatan pembangunan jalan per tahun adalah 249,27 km dimana 171,71 km atau 68,89% adalah berupa kegiatan pemeliharaan rutin terhadap jalan-jalan yang sudah ada. Pemeliharaan berkala adalah sepanjang 42,28 km atau 16,95 % Peningkatan jalan (pengaspalan dan pelebaran jalan) hanya 19,78 km atau 7,94%. Sedangkan pembangunan jalan baru rata-rata hanyalah sepanjang 11,44 km setahun atau 4,59


(32)

%. Dari data-data ini tergambar bahwa kemampuan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dalam menambah panjang jalan sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena kemampuan pengalokasian dana yang sangat terbatas.

4. Tujuan pembangunan transportasi adalah untuk menyediakan jasa pelayanan angkutan yang lancar, aman dan murah untuk proses perpindahan penduduk, barang-barang, dan jasa-jasa dari tempat asal ke tempat tujuan. Pelayanan perangkutan ini dilakukan secara terpadu antara pembangunan jalan dan jembatan, moda angkutan, sarana dan prasarana penunjang lainnya.

5. Jasa pelayanan angkutan di Kabupaten Lima Puluh Kota sebagian besar menggunakan sistem angkutan kendaraan bermotor untuk angkutan penumpang dan angkutan barang. Untuk pelayanan angkutan penumpang telah dikembangkan sistem angkutan pedesaan yang telah dapat melayani 85% dari jorong-jorong yang tersebar di seluruh wilayah. Sekitar 15% lagi dari jorong-jorong ini yaitu di daerah-daerah perbatasan dan terisolir belum terlayani karena kondisi prasarana jalan dan jembatan yang tidak mendukung.

6. Perkembangan jumlah sarana angkutan telah cukup tinggi yaitu rata-rata meningkat 15,30% per tahun. Peningkatan yang relatif lebih tinggi terjadi pada jumlah sepeda motor dan Sedan yang masing-masing meningkat sebesar 17,67% dan 14,36 % per tahun.

Tabel 2.8 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis di Kabupaten Lima Puluh Kota, 2003-2006 (dalam Buah)

Jenis Angkutan 2003 2006 Kenaikan Rata-rata

1. Sedan 117 175 49,57 14,36

2. Jeep 112 134 19,64 6,16

3. Bus 1.795 2.013 12,14 3,89

4. Pick Up 1.574 1.936 23,00 7,14

7. Truk 606 705 16,34 5,17

8. Sepeda Motor 15.315 24.953 62,93 17,67

Jumlah 19.519 29.916 53,27 15,30

Sumber : Kabupaten Lima Puluh Kota Dalam Angka Tahun 2006

7. Permasalahan dalam pelayanan jasa transportasi ke depan adalah: (a). terbatasnya jaringan jalan dari jalan utama ke kawasan sentra produksi terutama di Kecamatan Gunuang Omeh, Bukik Barisan, Guguak, dan Mungka. (b). Masih adanya lintasan trayek yang belum terlayani oleh kendaraan yang ada. (c). Masih kurangnya sarana dan fasilitas penunjang transportasi bagi ketertiban, keamanan, dan keselamatan pemakai jalan.

8. Fasilitas pelayanan telekomunikasi di Kabupaten Lima Puluh Kota menggunakan telepon, pos dan giro, serta telematika (Internet). Fasilitas telepon sudah menggunakan Sentral Telepon Otomat (STO) yang dilayani melalui titik-titik STO di Sarilamak, Taram, Pangkalan, Pakan Rabaa (Lareh Sago Halaban), dan Simalanggang. Disamping itu terdapat pula wilayah-wilayah yang dilayani oleh


(1)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

106

5.Terwujudnya Penerapan

IPTEKS Tepat Guna dan Terpadu

a. Pemetaan produk-produk baru dan perkembangan kebutuhan masyarakat

a. Memilih dan mendesign pilihan teknologi tepat untuk mendorong Usaha Agribisnis

Implementasi IPTEKs untuk semua bidang

Terwujudnya penerapan IPTEK yang tinggi dan tepat guna

b. Pendirian lembaga dan sistem pengembangan teknologi dan inovasi

b. Peningkatan kelembagaan dan sistem pengembangan teknologi dan inovasi

D Pembangunan Ekonomi

1.Terwujudnya Sentra Produksi

Padi, Jagung dan Tanaman Pangan Lainnya

a. Revitalisasi Kegiatan Pertanian, khususnya pertanian rakyat

a. Terlaksananya lanjutan program revitalisasi pertanian rakyat.

a.Terlaksananya lanjutan program revitalisasi pertanian raklyat

Terwujudnya usaha perkebunan rakyat yang maju dan modern guna peningkatan pendapatan pertani b. Pembukaan kebun percontohan b. Terwujudnya peningkatan

penerapan teknologi budidaya yang lebih baik.

b. Terlaksananya peningkatan teknologi budidaya tanaman pangan yang produktif.

2.Terlaksananya

Pengembangan Usaha Agribisnis, Perkebunan dan Peternakan Secara Efisien dan Berdaya Saing Tinggi

a. Pemberdayaan Usaha Bisnis Perkebunan dan Peternakan yang telah ada;

a. Terlaksananya Peningkatan kemampuan kewirausahaan khusus dibidang perkebinan dan peternakan.

a. Terlaksananya pengembangan teknologi untuk mendorong kegiatan agribisnis, khususnya Teknologi Informasi

Terwujudnya usaha agribisnis maju dalam bidang perkebunan dan peternakan terpadu dan mempunyai daya saing tinggi.

b. Terlaksananya Pengembangan Kawasan Sentra Produksi yang tela hada seperti KSP Guguak untuk Peternakan

b. Peningkatan prasarana dan saran pengembangan KSP Guguak khusus untuk bidang peternakan.

b. Pengembangan KSP ternak Sapi serta kegiatan terkait lainnya.


(2)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

107

c. Menyusun Studi kelayakan Pemndirian KSP baru untuk bidang tanaman pangan dan perkebunan.

c. Terlaksananya pembangunan KSP baru untuk bidang tanaman pangan dan perkebunan

c. Pengembangan KSP bidang perkebunan dan kegiatan terkait lainnya.

3.Terwujudnya Pengembangan

Kawasan Wisata Alam dan Budaya yang Menarik

Terwujudnya kesadaran wisata masyarakat yang dilakukan melalui penyuluhan

Terlaksananya pengembangan objek wisata berikut prasarana yang diperlukan

Terdapatnya peningkatan kemam-puan pemandu wisata yang profesional dan penggunaan teknologi informasi yang maju.

Terwujudnya Kabupaten Limapuluh Kota sebagai salah satu daerah tujuan wisata dalam Propinsi Sumatera Barat.

4. Terwujudnya Praktek Ekonomi

yang Beretika dan Berkeadilan

Diperkenalkannya praktek ekonomi syariah dalam kegiatan

perekonomian masyarakat.

Melanjutkan pengembangan praktek ekonomi syariah dalam kegiatan ekonomi masyarakat.

Terlaksananya pengembangan lembaga keuangan mikro di tingkat kabupaten yang berbasis syariah.

Terwujudnya kegiatan ekonomi yang seimbang antara syariah dan Konvensional yang beretika dan berkeadilan.

5. Berkembangnya Usaha Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Jasa

a. Terlaksananya pengembangan usaha perdagangan dan jasa yang telah ada dewasa ini.

a. Terdapatnya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap koperasi dan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam usaha perdagangan dan jasa.

a. Terlaksananya peningkatan penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan perfagangan dan jasa

a. Terwujudnya pengembangan usaha perdagangan dan jasa secara efisien dan berdaya saing tinggi.

b. Studi kelayakan dan pembebasan lahan untuk pembangunan pasar utama Kab. Lima Puluh Kota di IKK Sarilamak.

b. Terbangunnya pasar utama kabupaten di IKK Sarilamak.

c. Terbangunnya pasar satelit yang representatif di Kecamatan Akabiluru

c. Terbangunnya pasar satelit yang representatif di Kecamatan Suliki dan Lareh Sago Halaban

b. Terbangunnya pasar satelit yang representatif di Kecamatan Pangkalan Koto Baru.


(3)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

108

E Pembangunan Prasarana dan

Sarana

1. Terbangunnya Jaringan Jalan dan Jembatan ke Seluruh Wilayah

a. Tersusunnya Rencana Induk Prasarana dan Sarana Perkotaan

a. Terlaksananya Pembangunan Jalan dan Jembatan baru dan peningkatan serta pemeliharaan jalan yang telah ada.

a. Melanjutkan Pembangunan Jalan dan Jembatan baru, peningkatan serta pemeliharaan jalan yang telah ada.

a. Tersedianya jaringan jalan dan jembatan yang berkualitas dan melayani seluruh pelosok wilayah

b. Terlaksananya pembangunan jalan dan jembatan baru di kecamatan-kecamatan yang jauh dari ibu kota kabupaten

b. Terlaksananya lanjutan pembangunan jalan dan jembatan baru di kecamatan-kecamatan yang jauh dari ibu kota kabupaten

b. Terbangunnya jaringan jalan dan jembatan yang cukup pada kecamatan-kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten.

1. b. Perencanaan lokasi jalan raya dan pembebasan tanah.

c. Pembangunan dan penyediaan fasilitas pelengkap jalan.

c. Peningkatan penyediaan fasilitas pelengkap jalan.

c. Tersedianya fasilitas pelengkap jalan.

2. Tersedianya Sarana Transpor tasi dan Telekomunikasi yang Cukup dan Tersebar Luas

a. Tersusunnya Rencana Induk Pengembangan trasportasi dan Telekomunikasi

a. Perluasan jaringan dan pembangunan menara penghubung

a. Pembangunan Kantor Telepon baru dengan peralatan lebih maju

Tersedianya fasilitas telekomunikasi yang cukup dan berkualitas untuk seluruh pelosok wilayah.

b. Perencanaan lokasi dan menara penghubung dan terminal angkutan

b. Penambahan kantor pelayanan telekomunikasi dan

pembangunan terminal angkutan

b. Penambahan trayek dan fasilitas penunjang transportasi untuk menjangkau seluruh pelosok wilayah.

Lanjutan pembangunan sarana dan fasilitas transportasi ke seluruh wilayah.

3. Terbangunnya sistem Irigasi yang cukup dan terpadu

a. Tersusunnya Perencanaan Induk Sistem Irigasi untuk mengairi seluruh areal sawah yang ada.

a. Pembangunan bendungan dan saluran irigasi secara bertahap

a. Lanjutan pembangunan dan pemeliharaan sistem irigasi secara bertahap

Terwujudnya pembangunan dan pemeliharaan sistem irigasi secara bertahap

b. Terciptanya peran kelompok P3A dalam pengelolaan irigasi.

b. Sudah berfungsinya seluruh wadah P3A pada seluruh kelompok tani

b. Terciptanya partisipasi seluruh masyarakat dalam pemeliharaan saluran irigasi dan drainase

Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan saluran irigasi dan drainase


(4)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

109

4. Tersedianya perumahan dan

lingkungan yang layak huni

a. Tersusunnya Rencana Induk Kawasan Pemukiman

a. Bantuan pembebasan lahan untuk lokasi perumahan dan pemukiman

a. Pembangunan pemukiman dan perumahan dengan program Perumnas.

Lanjutan pembangunan Perumnas dan Rumah Dinas

b. Penyediaan sarana dan fasilitas penunjang lingkungan pemukiman

b. Penerapan keterntuan perizinan bagi seluruh bangunan perumahan.

Peningkatan penerapan ketentuan perizinan bagi seluruh bangunan yang ada

5. Tersedianya fasilitasTenaga

Listrik dan Air Minum Yang Cukup

a. Tersusunnya Rencana Induk Pengembangan Kelistrikan dan Air Minum

a. Pembebasan tanah untuk perluasan jaringan tenaga listrik dan air minum

a. Penambahan kapasitas pembangkit listrik dan air minum

Tersedianya tenaga listrik dan air minum yang cukup dan tersebar keseluruh pelosok wilayah b. Perencanaan lokasi pembangkit,

gardu dan jaringan.

b. Perluasan jaringan listrik dan pembangunan gardu listrik dan distribusi air bersih

b. Penambahan kantor pelayanan listrik dan air minum.

6. Terwujudnya Kawasan Pemerintahan Terpadu di Sarilamak

a. Dimulainya pembangunan prasarana penunjang pada lokasi kawasan perkantoran

a. Pembangunan prasarana fisik gedung perkantoran pemerintah

a. Lanjutan pembagunan gedung perkantoran dan fasilitas penunjang oleh sektor swasta

Pembangunan Lanjutan dan penyempurnaan kawasan pemerintahan dengan target fungsi Kota Sarilamak telah berjalan sesuai target yang direncanakan. b. Pembebasan dan pematangan

tanah pada lokasi kawasan

b. Pembangunan kantor pemrintahan secara bertahap.

b. Pemindahan seluruh aktivitas pemerintahan pada lokasi kawasan perkantoran. b. Studi kelayakan dan pembebasan

lahan untuk pembangunan Masjid Raya/ Islamic Centre di IKK Sarilamak.

b. Terbangunnya Masjid Raya/ Islamic Centre di IKK Sarilamak.


(5)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

110

F Pengendalian Tata Ruang dan

Lingkungan Hidup

1. Terwujudnya Tata Ruang yang Serasi, Efektif dan Efisien

a. Terlaksananya sosialisasi RTRW kepada masyarakat.

a. Terlaksananya pengawasan penerapan RTRW sesuai perda yang telah ditetapkan

a. Semakin mantapnya pengawasan penerapan RTW

Terwujudnya pembangunan yang serasi, efektif dan efisien serta berwawasan Tata-ruang. b. Terlaksananya perizinan sesuai

dengan RTRW yang telah ditetapkan.

b. Terlaksananya pemberian sangksi yang tegas dan keras bagi para pelanggar perizinan

b. Semakin mantapnya pelaksanaan sanksi bagi para pelanggar perizinan

2.Terpeliharanya Kawasan

Lindung dan konservasi Alam

a. Terlaksananya sosialisasi kawasan lindung, konservasi alam kepada masyarakat

a. Mantapnya pemahaman masyarakat tentang penjagaan kawasan lindung dan konservasi alam.

a. Pengenaan sangsi yang tegas dan keras pada para pelanggar perizinan

Terpeliharanya Kawasan hutan lindung dan konservasi Alam

b. Terlaksananya penghijauan dan reboisasi kawasan lindung dan konservasi alam

b. Lanjutan pelaksanaan reboisasi dan penghijauan

b. Lanjutan pelaksanaan reboisasi dan penghijauan, serta berkurangnya luas lahan kritis

3.Terbudayakannya Perilaku

Masyarakat Sadar Lingkungan

Terlaksananya pendidikan dan penyuluhan sadar lingkungan

a. Terlaksananya percontohan kelompok masyarakat sadar lingkungan

a. Miningkatnya jumlah kelompok masyarakat sadar lingkungan.

Terwujudnya masyarakat sadar lingkungan.

b. Tedapatnya penggunaan peralatan maju pada sistem tanggap darurat

b. Lengkapnya sistem tanggap darurat dengan perlatan yang lebih maju

4. Terwujudnya Pengelolaan

Sumber Daya Alam Secara Berkelanjutan

a. Terlaksananya pengembangan sarana/prasarana dan

manajemen pengelola lingkungan

a. Tersusunnya Standard baku mutu air dan udara bagi industri , perumahan/permukiman, perdagangan, pertanian dan peternakan.

a. Terlaksananya pengawasan ketat terhadap pencemaran air dan udara oleh industri

Terwujudnya pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan


(6)

RPJPD Kab. Lima Puluh Kota 2005-2025

111

b. Tersusunnya Perda untuk operasional pengelolaan lingkungan hidup.

b. Terwujudnya sistem pengawasan lingkungan yang baik.

b. Terlaksananya monitoring dan pengawasan lingkungan hidup

c. Terwujud konservasi SDA melalui perlindungan dan pemanfaatan SDA secara lestari.