7. Efek emaskulasi dan pemberian berbagai pupuk popro terhadap pertumbuhan dan produksi baby corn (zea mays L)

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

ISSN 1858-4330

EFEK EMASKULASI DAN PEMBERIAN BERBAGAI PUPUK
POPRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
BABY CORN
EFFECT OF EMASCULATION AND APPLICATION OF VARIOUS
POPRO FERTILIZER ON THE GROWTH AND YIELD
OF THE BABY CORN
Arman Wahab dan Dahlan
Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi baby corn pada
berbagai waktu emaskulasi dan pemberian berbagai dosis pupuk Popro. Dilaksanakan di
Desa BorongloE, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Berlangsung dari Agustus
sampai oktober 2005. Penelitian ini berbentuk percobaan Faktorial dua faktor yang disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah emaskulasi terdiri dari
tiga macam : tanpa emaskulasi, saat malai bunga jantan muncul dan saat malai bunga
jantan jantan merekah. Faktor kedua adalah dosis pupuk Popro terdiri dari tiga taraf 1,5 g

per tanaman, 2,5 g per tanaman dan 3,5 g per tanaman. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa emaskulasi saat malai bunga jantan merekah memberikan panjang tongkol
terpanjang dan berat tongkol per petak yang tertinggi. Pemberian pupuk popro dengan
dosis 2,5 g per tanaman cenderung memberikan tinggi tanaman, diameter tongkol dan berat
tongkol per tanaman tertinggi. Interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap semua
komponen pengamatan, namun kombinasi perlakuan antara emaskulasi saat malai bunga
jantan merekah dengan pupuk popro pada dosis 2,5 g per tanaman memberikan panjang
dan berat tongkol per tanaman tertinggi yaitu masing-masing 11,25 cm dan 18,44 g.
Kata kunci: emaskulasi, pupuk, pupuk popro, baby corn
ABSTRACT
This research aim is to know the growth and yield of baby corn under different time of
emasculation and application of various dosage popro fertilizer. It was executed in
Borongloe, district of Bontomarannu, Gowa regency, from August until Oktober 2005.
This research was arranged in randomized block design in factorial expriment. The first
factor is emasculation consisted of: without emasculation, emasculation at flowering stage
and when the male flower mature. The second factor was dosage of popro fertilizer
consisted by three level 1,5 g per crop, 2,5 g per crop and 3,5 g per crop. Result of
research indicated that emasculation of male flower give the longest cob and cob weight.
Application of popro with the dosage 2,5 g of per crop tend to give highest crop, diameter
of cob and cob weight of per highest crop. Interaction of the two factors have no

significant effect on all parameters, but treatment combination of between emasculation of
male flower with the manure popro at dosage 2,5 g per crop give highest the length (11,25
cm) and cob weight (18,44 g).
Key words: emasculation, fertilizer, popro fertilizer, baby corn
49

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

PENDAHULUAN
Komoditas hortikultura, terutama
sayuran memegang peranan penting dalam
meningkatkan gizi masyarakat. Seiring
dengan meningkatnya kebutuhan gizi
masyarakat, kebutuhan akan sayuran terus
meningkat dan jenis sayuran pun semakin
bervariasi. Gizi yang banyak terkandung
dalam sayuran yaitu vitamin, mineral dan
karbohidrat.
Beberapa jenis tanaman sayur dapat
dipanen lebih awal yang dikenal dengan

sebutan semi. Usaha untuk mendapatkan
hasil sayuran dalam waktu yang cepat,
namun mempunyai kandungan gizi yang
tinggi dapat dilakukan dengan memanen
tanaman sayuran lebih awal. Salah satu
jenis sayuran yang dapat dipanen lebih
awal dan bernilai gizi tinggi adalah jagung
sayur atau lebih dikenal dengan sebutan
baby corn. Berbeda dengan jenis jagung
pada umumnya yang sering digunakan
sebagai bahan pangan pokok atau sebagai
bahan tepung, baby corn khusus
digunakan sebagai sayuran. Baby corn
adalah nama lain dari tongkol jagung yang
dipanen pada waktu masih sangat muda
yang khusus digunakan sebagai sayuran
(Wijaya, 1991). Baby corn ini merupakan
tongkol muda tanaman jagung yang
be3lum sempurna pertumbuhannya, tetapi
telah memiliki kandungan gizi yang

tinggi, karena sebagai calon buah jagung,
baby corn telah mengandung hampir
semua zat-zat yang terdapat pada jagung
(Goenawan, 1988).
Baby corn dikenal masyarakat
Indonesia dalam berbagai masakan seharihari, baik sebagai masakan sederhana
sampai
campuran
masakan-masakan
mewah di restoran dan hotel-hotel
berbintang (Anonim, 1993). Menurut The
Philippines Agriculturist (Bautista et. al.,
1983), kandungan gizi baby corn dalam
100 g terdapat 89,10 g air; 0,20 g lemak;
1,90 g protein; 8,20 g karbohidrat; 0,60 g
abu; 28 mg kalsium; 86 mg fosfor; 0,10

50

ISSN 1858-4330


mg besi; 64,00 IU vitamin A; 0,05 mg
thiamin; 0,08 mg riboflavin; 11,00 g asam
askorbat, dan 0,3 mg niasin. Baby corn,
selain rasanya yang lezat dan kandungan
protein yang cukup tinggi, juga diduga
dapat berfungsi sebagai obat untuk
mengatasi
tekanan
darah
tinggi,
menyebabkan permintaan sayuran ini
terus meningkat khususnya dipasaran
Internasional. Karena itu negara-negara
maju, terutama yang masyarakatnya
sangat menghargai kesehatan, baby corn
menjadi makanan kegemaran (Palungkun
dan Budiarti, 1991).
Permintaan baby corn olahan pada
tahun 1994 sebesar 4.150 ton meningkat

menjadi 6.200 ton pada tahun 1995 untuk
pasar Internasional Amerika, Jerman,
Perancis, Jepang, Singapura, Australia,
Inggris, Afrika dan Belanda. Akan tetapi
permintaan ini belum mampu dipenuhi
oleh perusahaan eksportir di Indonesia.
Hal ini terutama disebabkan oleh
keterbatasan produksi bahan baku sesuai
standar mutu dan rutinitas pengirimannya
(Rukmana, 1997).
Permintaan baby corn akan terus
meningkat seiring dengan meningkatnya
penduduk dunia dan usaha-usaha yang
bergerak dalam bidang olahan pangan,
bukan saja di luar negeri namun juga di
negara Indonesia sendiri. Tidak menutup
kemungkinan bahwa baby corn akan
menjadi sayuran yang sangat digemari dan
menjadi menu favorit pada saat
diberrlakukannya era pasar bebas tahun

2003 yang lalu. Untuk itu peningkatan
produksi dan mutu baby corn perlu
mendapat perhatian khusus. Upaya
peningkatan produksi baby corn dapat
dicapai
melalui
intensifikasi
dan
perbaikan teknik budidaya antara lain
dengan melakukan pembuangan bunga
jantan atau emaskulasi dan penambahan
unsur hara ke dalam tanah melalui
pemupukan.
Emaskulasi atau detaseling atau
lebih dikenal dengan pembuangan bunga

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

jantan, dimaksudkan untuk mempercepat
perkembangan tongkol agar dapat dipanen

serempak, meningkatkan produksi dan
kualitas serta mengarahkan fotosintat
terpusat pada perkembangan tongkol
(Rukmana,
1997).
Emaskulasi
menyebabkan penyerbukan tidak terjadi
sehingga energi yang akan dipakai untuk
mekarnya bunga jantan dan penyerbukan
dialihkan
untuk
memperbanyak
pembentukan tongkol baru dan pengisian
klobot
tongkol
yang
dihasilkan
(Goenawan, 1988).
Pemupukan merupakan salah satu
teknik budidaya yang mutlak dilakukan

untuk mendapatkan hasil yang berlipat
ganda atau hasil yang seoptimal mungkin
dan turut memperbaiki mutu hasil sesuai
yang diinginkan oleh konsumen. Respon
tanaman terhadap pemberian pupuk akan
meningkatkan hasil jika menggunakan
jenis, dosis, cara dan waktu yang tepat.
Karena umur panen tanaman jagung yang
dipanen sebagai baby corn relatif lebih
cepat
dibandingkan
jagung
biasa,
sehingga unsur hara yang dibutuhkan juga
lebih sedikit (Anonim, 1993).
Penambahan unsur hara dilakukan
dengan pemupukan yang menggunakan
pupuk popro, karena pupuk ini praktis
digunakan di lapang. Menurut Anonim
(1995), pupuk merupakan pupuk lengkap

mengandung unsur hara makro dan mikro
yaitu N (0,23%); P2O5 (0,27%); K2O
(0,02%); Mg (5,97%); dan Ca (20,19%)
sehingga kebutuhan tanaman akan unsur
hara dapat langsung tersedia. Pupuk popro
dapat
mempercepat
pembungaan,
sehingga pembentukan tongkol jagung
juga akan cepat terbentuk yang berarti
dapat mempersingkat waktu panen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
dilakukan penelitian mengenai efek
emaskulasi dan pemberian berbagai dosis
pupuk popro terhadap pertumbuhan dan
produksi baby corn. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui emaskulasi
dan pemberian berbagai dosis pupuk

ISSN 1858-4330


popro terhadap pertumbuhan dan produksi
baby corn.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Kelurahan
Borongloe,
Kecamatan
Bontomarannu,
Kabupaten
Gowa,
Sulawesi Selatan yang berlangsung sejak
Agustus hingga Oktober 2005 pada jenis
tanah mediteran merah kuning dengan
ketinggian 15 mdpl.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
benih baby corn varietas CPI-I, pupuk
popro, furadan 3G, sevin, ridomil pupuk
kandang ayam dan tabel. Alat-alat yang
digunakan adalah meter, cangkul, pisau,
gunting, hand sprayer, timbangan analitik,
mistar geser, ember plastik, alat tulis
menulis dan lain-lain.
Penelitian ini dilaksanakan dalam
bentuk percobaan faktorial dua faktor
yang disusun berdasarkan Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama
adalah emaskulasi, terdiri dari tiga macam
yaitu : tanpa emaskulasi (e0), emaskulasi
saat malai bunga jantan muncul (e1) dan
emaskulasi saat malai bunga jantan
merekah (e2).
Faktor kedua adalah pemberian
berbagai dosis pupuk popro, yang terdiri
dari tiga taraf yaitu : 1,5 g per tanaman
(p1), 2,5 g per tanaman (p2) dan 3,5 g (p3)
per tanaman. Masing-masing kombinasi
diulang sebanyak tiga kali, sehingga
seluruhnya terdapat 27 petak.
Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah
Sebelum tanah diolah terlebih
dahulu diukur luas lahan yang akan
digunakan serta dibersihkan dari gulma
atau tanaman lain. Pengolahan tanah
dilakukan dengan menggunkan cangkul
untuk memecah, membalik tanah, dan
untuk menghaluskan serta meratakan

51

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

tanah, sehingga diperoleh tanah yang
gembur dan terhindar dari kepadatan
tanah yang dapat mengganggu infiltrasi.
Pengolahan tanah kira-kira sedalam 15 cm
yaitu pada bagian top soil tanah. Hal ini
dimaksudkan agar kesuburan tanah pada
bagian top soil tetap terjaga.
Setelah
tanah
diolah
dibuat
bedengan-bedengan dengan ukuran 150
cm x 75 cm. Diantara bedengan dibuat
parit untuk pengaturan pengairan dengan
lebar 40 cm. Setelah bedengan dibuat,
dilakukan pula pemupukan dasar dengan
menggunakan pupuk kandang ayam yang
dicampur merata di atas permukaan
bedengan sebanyak 562,5 g petak.
Permukaan bedengan yang telah diberi
pupuk dasar lalu disiram air dan dibiarkan
selama 5 hari hingga tanah menjadi jenuh,
sebelum penanaman dilakukan.
Penanaman
Benih yang akan ditanam terlebih
dahulu direndam dalam air yang telah
dicampur Ridomil sebanyak 5 g / 7,5 ml
air untuk 1 kg benih agar terhindar dari
penyakit bulai pada tanaman muda.
Penanaman dilakukan secara tugal,
dengan jarak tanam 50 cm x 15 cm dan
kedalaman lubang tanam 5 cm. Masingmasing lubang tanam diisi 1 butir benih
disertai dengan pemberian furadan 3G
sebanyak 1 g/lubang agar benih terhindar
dari serangan mikroorganisme perusak,
setelah itu lubang tanam yang telah berisi
benih ditutup tanah dan dilakukan
penyiraman
untuk
mempercepat
perkecambahan benih.
Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan sesaat setelah
penanaman. Selama minggu pertama
setelah penanaman dilakukan penyiraman
satu kali sehari, namun bila hujan turun
tidak perlu dilakukan penyiraman. Bila
kondisi penanam agak kering, dilakukan

52

ISSN 1858-4330

penyiraman rutin memasuki minggu
keempat, saat bunga muncul dan
pembentukan tongkol.
Penyiangan
dilakukan
dengan
mencabut gulma di sekitar tanaman.
Pembumbuinan
dilakukan
dengan
menimbun tanah disekeliling tanaman
dengan tanah yang diambil di antara dua
barisan tanaman, bersamaan pada saat
penyiangan pertama.
Pemupukan
Pemupukan pada lahan yang telah
diolah dan bedengan yang telah disiapkan,
diberikan pupuk kandang ayam sebagai
pupuk dasar dan pupuk anorganik yang
digunakan sebagai perlakuan adalah
pupuk popro dengan dosis anjuran 2,5 g
per tanaman. Pemupukan diberikan pada
saat tanaman berumur 10 hari setelah
tanam dengan jarak 10 cm dari tanaman
yang diberikan secara tugal.
Pembuangan bunga jantan
Cara pembuangan bunga jantan
yaitu dengan menggunakan gunting yang
tajam untuk memotong tangkai bila bunga
sudah muncul dan merekah. Untuk
memudahkan
pengguntingan,
maka
batang batang sebelah atas digoyang
perlahan-lahan agar pelepah daun agak
melebar sehingga daun bendera tidak ikut
terpotong.
Panen
Setelah pembuangan bunga jantan,
dilakukan pengontrolan karena sekitar 5 –
7 hari setelah itu tongkol akan muncul.
Paling lambat dua hari kemudian tongkol
pertama sudah harus dipanen. Apabila
tongkol pertama selesai dipanen maka
tongkol kedua segera muncul. Demikian
seterusnya hingga dapat dipanen 3 – 5
tongkol dalam satu tanaman.

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

yang cenderung lebih banyak dibanding
perlakuan lainnya. Sedangkan yang
cenderung lebih rendah adalah perlakuan
emaskulasi saat bunga jantan merekah
dengan dosis popro 2,5 g (e2p2).
3.00
2.80

Ju m lah to n g ko l (b u ah )

Beberapa petunjuk yang dapat
digunakan untuk mengetahui bahwa baby
corn sudah siap panen yaitu panjang
rambut sekitar 3 cm. Warna rambut putih
hingga kemerahan, kelobot pada tongkol
berwarna hijau. Waktu pemetikan
dilaksanakan pada pagi dan sore hari. Ada
tiga tahap pemanenan pada baby corn
yaitu panen kontrol, panen raya dan panen
pembersihan.
Pemanenan baby corn dilakukan
dengan cara memetik atau memotong
pangkal tongkol. Pemetikan ini harus
dilakukan cepat tetapi hati-hati ahar
batang tidak ikut terrpotong karena dapat
menyebabkan tanaman mati sehingga
tongkol berikutnya tidak berkembang
dengan baik. Pada bekas petikan tongkol
dapat tumbuh tongkol baru tapi bentuknya
sudah tidak sempurna.

ISSN 1858-4330

2.60
2.40
2.20
2.00
1.80
1.60
1.40
1.20
E0P1

E0P2

E0P3

E1P1

E1P2

E1P3

E2P1

E2P2

E2P3

Perlakuan

Gambar 1. Produksi jumlah tongkol pada
setiap perlakuan

Pengamatan

Diameter tongkol (cm)

Komponen tumbuh yang diamati
dan diukur selama penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Jumlah tongkol per tanaman (buah),
dihitung semua jumlah tongkol yang
terbentuk per tanaman sampel.
2. Diameter tongkol (cm), diukur dari
bagian yang terlebar pada tongkol.
3. Panjang tongkol (cm), diukur dari
pangkal hingga ujung tongkol.
4. Berat tongkol per petak (g), ditimbang
berat semua tongkol per petak setelah
panen.

Gambar 2 menunjukkan bahwa
perlakuan emaskulasi saat bunga jantan
merekah dengan dosis popro 2,5 g (e2p2)
memberikan diameter tongkol yang
cenderung
lebih
besar
dibanding
perlakuan lainnya. Sedangkan yang
cenderung lebih kecil adalah perlakuan
emaskulasi saat bunga jantan muncul
dengan dosis popro 3,5 g (e1p3).

Hasil

1.65

Diam eter to n g ko l (b u ah )

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.70

1.60
1.55
1.50
1.45
1.40
1.35
1.30
1.25
1.20

Jumlah tongkol per tanaman (buah)

E0P1

E0P2

E0P3

E1P1

E1P2

E1P3

E2P1

E2P2

E2P3

Perlakuan

Gambar 1 menunjukkan bahwa
perlakuan emaskulasi saat bunga jantan
muncul dengan dosis popro 1,5 g (e1p1)
memberikan jumlah tongkol per tanaman

Gambar 2. Hasil pengamatan diameter
tongkol
pada
setiap
perlakuan

53

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

ISSN 1858-4330

Panjang tongkol (cm)
Hasil uji BNT pada Tabel 1
menunjukkan
bahwa
perlakuan
emaskualsi saat malai bunga jantan
merekah (e2) memberikan panjang

tongkol terpanjang dan berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya. Sedangkan
perlakuan pupuk popro dengan dosis 2,5 g
per tanaman (p2) memberikan panjang
tongkol yang cenderung lebih panjang
dibanding dengan perlakuan lainnya.

Tabel 1. Panjang Tongkol Tanaman (cm) pada Perlakuan Emaskualsi dan Pemberian
Berbagai Dosis Pupuk Popro.
Emaskulasi
e0
e1
e2
Rata-rata

Pupuk popro
p2
10.29
10.36
11.36
10.67

p1
10.04
10.26
10.88
10.39

p3
10.22
10.04
11.02
10.43

Rata-rata
10.18b
10.22b
11.09a

NP
BNT 0,05
0.22

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda
Nyata pada taraf uji α = 0,05.
Panjang tongkol (cm)
Hasil uji pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa perlakuan emaskulasi saat malai
bunga jantan merekah (e2) memberikan
panjang tongkol terpanjang dan berbeda

nyata
dengan
perlakuan
lainnya.
Sedangkan perlakuan pupuk popro dengan
dosis 2,5 g per tanaman (p2) memberikan
panjang tongkol yang cenderung lebih
panjang dibanding dengan perlakuan
lainnya.

Tabel 1. Panjang Tongkol Tanaman (cm) pada perlakuan Emaskulasi dan Pemberian
Berbagai Dosis Pupuk Popro
Emaskulasi
e0
e1
e2
Rata-rata

p1
10.04
10.26
10.38
10.39

Pupuk Popro
p2
10.29
10.36
11.36
10.37

p3
10.22
10.04
11.02
10.43

Rata-rata
10.18b
10.22b
11.09b

NP
BNT 0.05
0.22

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji α = 0.05.
Berat tongkol per petak (g)
Hasil
uji BNT pada Tabel 2
menunjukkan
bahwa
perlakuan
emaskulasi saat malai bunga jantan
muncul (e1) dan saat malai bunga jantan
merekah (e2) berbeda nyata dengan
perlakuan
tanpa
emaskulasi
(e0).
54

Perlakuan emaskulasi malai saat bunga
jantan merekah (e2) memberikan berat
tongkol per petak yang lebih berat
dibanding perlakuan lainnya, tetapi
berbeda tidak nayata dengan perlakuan
emaskulasi saat malai bunga jantan
muncul (e1). Sedangkan perlakuan dosis
popro 1,5 g (p1) memberikan berat

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

tongkol per petak yang cenderung lebih
berat dibanding dengan perlakuan dosis

ISSN 1858-4330

popro 2,5 g (p2) dan 3,5 g (p3).

Tabel 2. Berat Tongkol Per Petak (g) pada PerlakuanEmaskulasi dan Pemberian Berbagai
Dosis Pupuk Popro
Pupuk Popro
NP
Rata-rata
BNT 0.05
p1
p2
p3
e0
312.12
326.62
320.72
319.82b
16.49
e1
438.50
393.98
330.31
387.60a
E2
447.07
343.79
394.83
395.23a
Rata-rata
399.23
354.80
348.62
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata
pada taraf uji α = 0,05.
Emaskulasi

Pembahasan
Emaskulasi
Berdasarkan hasil analisis statistik
menunjukkan
bahwa
perlakuan
emaskulasi berpengaruh nyata terhadap
panjang tongkol dan berat tongkol per
petak. Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan
emaskulasi pada saat malai bunga jantan
merekah memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan
emaskulasi lainnya. Membuang malai
bunga jantan yang belum sempat mekar
pada tanaman jagung menyebabkan tidak
terjadinya proses penyerbukan yang tidak
dikehendaki pada tanaman jagung yang
dipanen sebagai sayur. Menurut Suseno
(1981), bahwa pemangkasan dalam hal ini
terjadi
perlakuan
menyebabkan
meningkatnya
laju
respirasi
atau
perombakan hasil-hasil asimilat untuk
menghasilkan energi lebih banyak
dibandingkan dengan tanpa pemangkasan.
Adanya hasil yang menunjukkan
bahwa pembuangan malai saat bunga
merekah (e2) memberikan hasil yang
lebih tinggi terhadap diameter tongkol,
panjang tongkol, berat tongkol per
tanaman dan berat tongkol per petak
dibanding dengan pembuangan malai saat
bunga jantan muncul (e1), dimana-mana
seharusnya diperoleh hasil yang lebih baik

pada perlakuan pembuangan malai saat
bunga jantan muncul (e1). Hal ini disuga
karena pemotongan malai pada saat bunga
jantan muncul (e1), daun terakhir pada
ujung batang atau dikenal dengan nama
daun bendera pertumbuhannya menjadi
lambat bahkan daun tersebut mati akibat
pengaruh pemotongan malai yang terlalu
dekat dengan daun bendera karena tangkai
malai sangat pendek pada daerah
pemotongan.
Keadaan
ini
akan
mempengaruhi
proses
penimbunan
asimilat pada tongkol. Peranan utama dari
daun bendera pada tanaman jagung adalah
sebagai sumber penghasil asimilat untuk
proses pengisian biji atau untuk
perkembangan tongkol setelah terjadinya
proses pembungaan. Menurut William dan
Joseph (1974), bahwa waktu penimbunan
asimilat untuk perkembangan tongkol
terjadi sebelum proses pembungaan dan
sesaat sesudah pembungaan. Lebih lanjut
dikemukakan oleh Bewlew dan Black
(1985), bahwa daun-daun paling atas dari
tanaman jagung kebanyakan hasil
asimilasinya akan ditranslokasikan ke
pembentukan tongkol. Pemotongan malai
saat bunga jantan merekah (e2) tidak
berpengaruh terhadap perkembangan daun
bendera atau daun-daun pada ujung
batang, karena malai mempunyai tangkai
yang cukup panjang pada bagian yang
akan dipotong.
55

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

Perlakuan
tanpa
emaskulasi
memberikan hasil yang terendah. Hal ini
disebabkan karena energi hasil fotosintesis
seluruhnya digunakan untuk pembentukan
bunga juga untuk proses mekarnya bunga,
sehingga energi untuk pembentukan
tongkol menjadi berkurang yang akan
menyebabkan perkembangan tongkol
menjadi tidak optimal. Menurut Tohari
dan Soedharoedjian (1996), suatu
pengurangan hasil sering kali disebabkan
oleh persaingan dalam tanaman, sehingga
bagian yang berguna akan kehilangan
hasil asimilat.
Pupuk Popro
Hasil analisa statistik menunjukkan
bahwa pemupukan tanaman baby corn
dengan menggunakan pupuk popro
berpengaruh tidak nyata terhadap semua
komponen pengamatan, tetapi pemberian
dosis popro 2,5 g per tanaman
memberikan pengaruh lebih baik terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman
dibandingkan dengan perlakuan pupuk
popro lainnya. Hal ini diduga karena
pemberian pupuk popro dalam jumlah
yang cukup pada areal pertanaman baby
corn akan membantu menyediakan unsur
hara yang seimbang untuk kebutuhan
tanaman selama pertumbuhannya.
Menurut
Rinsema
(1993),
kekurangan hara akan berakibat buruk
bagi pertumbuhan tanaman, demikian pula
sebaliknya bila unsur hara diberikan
dalam jumlah yang banyak akan berakibat
sebagai racun bagi tanaman kalau berada
dalam jumlah yang berlebih. Dalam
melakukan pemupukan, sangatlah penting
untuk memupuk dengan cara yang
seimbang. Pupuk popro yang diberikan
melalui tanah mengandung unsur hara
makro dan mikro yang dibutuhkan
tanaman. Lebih lanjut dikemukakan oleh
Rinsema (1993), bahwa pemberian unsur
hara membantu tanaman memperoleh hara

56

ISSN 1858-4330

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
produksinya.
Perlakuan pupuk popro berpengaruh
tidak nyata terhadap semua komponen
pengamatan. Hal ini diduga bahwa
kandungan unsur hara makronya, terutama
N, P dan K dalam pupuk popro
komposisinya tergolong rendah. Keadaan
ini
akan
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dimana terlihat pula kandungan unsur hara
dalam areal pertanaman sesuai hasil
analisa tanah tergolong relatif rendah
(Tabel Lampiran 8). Keadaan unsur hara
yang relatif rendah baik pada kandungan
pupuk popro khususnya nitrogen maupun
kandungan unsur hara tanah akan
menyebabkan penyerapan unsur hara oleh
tanaman baby corn menjadi tidak efisien
sehingga
pengaruhnya tidak nyata
terhadap fase pertumbuhan vegetatif
tanaman
dan
selanjutnya
akan
mempengaruhi fase generatifnya. Hal ini
sesuai yang dikemukakan oleh Mulyani
dan Kartasapoetra (1986), bahwa nitrogen
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
bagian-bagian vegetatif seperti daun,
batang dan akar. Pendapat lain
dikemukakan oleh Lingga (1994) bahwa
peranan utama nitrogen bagi tanaman
untuk merangsang pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan khususnya batang,
cabang, dan daun. Selain itu nitrogen juga
berperan penting dalam hal pembentukan
hijau daun yang berguna dalam proses
fotosintesis.
Terhambatnya pertumbuhan bagianbagian vegetatif oleh karena kandungan
unsur hara yang rendah atau terbatas
dihubungkan dengan laju fotosintesis
maka apabila unsur hara atau nutrisi ini
dalam persediaan terbatas, maka nutrisi ini
akan ditranslokasikan dari daun tua ke
daun yang lebih muda yang menyebabkan
makin
cepatnya
proses
penuaan pada daun-daun sebelah bawah.
Nutrisi-nutrisi lain yang kurang bergerak
pada tumbuhan yaitu kalium dan besi

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

yang dapat mengurangi laju fotosintesis
pada daun-daun muda. Oleh Gardner,
Pearce dan Mitche (1991), menyatakan
bahwa umur daun mempengaruhi
fotosintesis, proses penuaan menyebabkan
kelambanan proses fotosintesis sehingga
asimilat yang dihasilkan oleh daun juga
kurang. Kandungan nutrisi yang kurang
akan mempengaruhi fotosintesis, terutama
dengan cara mempengaruhi peralatan
fotosintesis misalnya klorofil yang
mengandung nitrogen dan magnesium.
Bila persediaan terbatas klorofil mungkin
tidak terbentuk. Molekul pelopor untuk
sintesis klorofil juga meliputi besi dan bila
besi tidak ada maka klorofil tidak dapat
disintesis. Melihat keadaan pertanaman
dengan jarak yang sangat rapat
menyebabkan tajuk-tajuk tanaman atau
daun sebelah bawah kurang mendapat
cahaya ditambah lagi dengan proses
penuaan yang cepat akibat unsur hara
yang
terbatas,
menyebabkan
laju
fotosintesis menjadi berkurang pada area
pertanaman. Hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Fitter dan Hay (1992),
yang menyatakan bahwa peranan yang
mendasar dari fotosisntesis di dalam
metabolisme tanaman adalah cahaya yang
merupakan salah satu faktor lingkungan
terpenting. Seara fisiologis, cahaya
mempunyai pengaruh baik langsung
maupun tidak langsung. Pengaruhnya
secara langsung melalui fotosistesis dan
secara
tidak
langsung
melalui
pertumbuhan dan berkembang tanaman,
keduanya
sebagai
akibat
respon
metabolisme yang langsung.
Interaksi
Hasil
analisa
statistik
menunjukkan bahwa interaksi antara
emaskulasi dan pupuk popro memberikan
pengaruh yang tidak nyata terhadap semua
komponen pengamatan. Hal ini diduga
karena kandungan unsur hara dalam
pupuk dan kandungan hara dalam tanah

ISSN 1858-4330

sesuai hasil analisis tanah adalah relatif
rendah, sedangkan tanaman jagung
membutuhkan zat hara khususnya
nitrogen
yang
tinggi.
Hal
ini
menyebabkan penyerapan unsur hara
menjadi tidak efisien sehingga akan
menghambat
pertumbuhan
tanaman,
dalam hal ini cadangan makanan sangat
kurang dihasilkan oleh daun. Kurangnya
asimilat menyebabkan organ-organ yang
membutuhkan
energi
mengadakan
kompetisi yang sama dalam tubuh
tanaman, sehingga walaupun malai bunga
jantan dibuang atau dipotong yang
dimaksudkan untuk memindahkan energi
yang akan digunakan untuk pembentukan
bunga, proses mekarnya bunga dan proses
penyerbukan, itu tidak memberikan arti
yang besar terhadap organ-organ lainnya
misalnya jumlah tongkol dan berat
tongkol karena energi yang dihasilkan
lebih
banyak
ditujukan
untuk
pertumbuhan vegetatif tanaman.
KESIMPULAN
1. Interaksi antara emaskulasi dengan
pupuk popro berpengaruh tidak nyata
terhadap
semua
komponen
pengamatan
2. Perlakuan emaskulasi saat malai
bunga jantan merekah memberikan
hasil yang lebih baik terhadap panjang
tongkol dan berat tongkol per petak.
3. Pemberian pupuk popro 2,5 g per
tanaman
memberikan
diameter
tongkol yang cenderung lebih tinggi
dibanding perlakuan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, A.I., 1994. Sayuran Dataran
Tinggi, Budidaya dan Pengaturan
Panen. Penebar swadaya, Jakarta.
Anonim, 1983. Gema Penyuluhan
Pertanian. Departemen Pertanian,
Jakarta.

57

Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1

……….., 1993. Sweet Corn Baby Corn.
Penebar Swadaya. Jakarta
……….., 1995. Beberapa Kegunaan
Pupuk Popro. Amanda Prakarsa,
Ujung Pandang.
Bautista, K., Ofelia, and C.Y. Petch, 1983.
Yong cob corn: Suitable, nutritive
value and a optimum stage of
maturity.
The
Philippines
Agriculturist Vol 66 no 9: 232 –
244.
Bewlew, J.D, and M. Black, 1985. Seeds
Physiology, Development and
Germination. Plenum Press, New
York.
Fitter, A. H. dan Hay, R. K. M, Ekologi
Lingkungan
Tanaman
(Terjemahan : Sri Andani dan
Purbayanti). Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Gardner, F.R, R.B. Pearce, R.L. Miitchell,
1991. Fisiologi Tanaman Budidaya
(Terjemahan : Herawati Susilo).
Universitas Indonesia, Jakarta.
Goenawan, W., 1988. Pengaruh Populasi
Tanaman dan Pembungaan Bunga
Jantan
(Detassel)
Terhadap
Produksi Jagung Semai (Baby
Corn) Pada Jagung Manis (Zea
mays saccharata). Skripsi. Jurusan
Budidaya
Pertanian,
Fakultas
Pertanian IPB, Bogor.
Suseno, H., 1981. Fisiologi Tumbuhan
dan
Beberapa
Aspeknya
Departemen
Botani
Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Mulyani, M. dan A.G. Kartasapoetra,
1986.
Pupuk
dan
Cara
Pemupukan. Bina Aksara, Jakarta

58

ISSN 1858-4330

Palungkun, R, dan A. Budianti, 1991.
Sweet Corn Baby Corn, Peluang
Bisnis,
Pembudidayaan
dan
Penanganan Pasca Panen, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Lingga, P., 1994. Petunjuk Penggunaan
Pupuk, Penebar Swadaya, Jakarta.
Rukmana, R., 1997. Budidaya Baby
Corn. Kanisius, Yogyajarta.
Rinsema, 1993. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Bharata, Jakarta.
Tohari dan Soedharoedjian, 1996. Jagung
Tropik. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Wijaya, I., 1991. Peluang Pasar Produk
Olahan Baby Corn PT. NAI di
Pasar Internasional. Makalah
seminar yang diajukan pada seminar
Budidaya baby Corn. Trubus – PT.
NAI (Bogor, 26 Mei 1991).
Williams, C.N. and K.T. Joseph, 1974.
Climate Soil and Crop Production
In the Humid Tropics. Oxford
University Press, London.