STRATEGI PEMASARAN RETAIL DAN ID

BAB I
PENDAHULUAN
Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong
atau memecah sesuatu. Retail atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai
semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung
kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.
Sering kali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya menjual produk-produk di
toko. Tetapi retail (ritel) juga melibatkan pelayanan jasa layanan antar (delivery
services)

ke

rumah-rumah.

Tidak

semua

ritel

dilakukan


ditoko.

Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis retail (ritel) adalah menjual berbagai
produk, jasa atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi
maupun bersama. Produsen menjual produk-produknya kepada peretail maupun
peritel besar (wholesaler). Peritel besar ini juga kerap disebut sebagai grosir atau
pedagang partai besar.
Trend Industri Ritel Industri retail (ritel) berubah dengan cepat.
Perubahan-perubahan itu dapat dilihat dari
Perbedaan yang mendasar dan terus berkembang dalam format ritel.
meningkatnya konsentrasi industri.
Globalisasi
Penggunaan

berbagai

cara

untuk


berinteraksi

dengan

konsumen.

Tiap jenis retail (ritel) menawarkan manfaat yang berbeda, sehingga para
konsumen bisa berlangganan pada retail (ritel) yang berbeda untuk pembelian dan
kebutuhan yang berbeda.

BAB II
ISI

Strategi pemasaran retail adalah segala kegiatan jual-beli yang bertujuan
menyalurkan barang kepada konsumen akhir, guna memenuhi kebutuhan pribadi
para konsumen. Pemasaran tersebut mengacu kepada variabel, dimana pedagang
eceran dapat mengkombinasikan menjadi jalan alternatif sebagai suatu strategi
pemasaran untuk dapat menarik konsumen. Variabel tersebut umumnya meliputi
faktor seperti : variasi barang dagangan dan jasa yang ditawarkan, harga, iklan,

promosi, dan tata ruang, desain store, lokasi store dan merchanding (Retail
marketing management, 2003). Untuk menjaga kelangsungan hidup serta
kemajuan dan keunggulan dalam bisnis eceran yang semakin kompetitif, maka
pengelola bisnis tersebut harus berupaya menerapkan strategi berupa program
bauran penjualan eceran yang diharapkan memunculkan minat konsumen.
Tingginya permintaan pasar akan produk retail, membuat sebagian besar pelaku
usaha memilih strategi pemasaran tersebut untuk melepas produk mereka ke
pasaran. Meskipun cara ini terbilang mudah, namun persaingan pasar bisnis retail
sudah sangat tinggi. Maka dari itu bagi Anda yang ingin terjun dalam bisnis retail,
sebaiknya perhatikan hal-hal berikut untuk memenangkan pasar :
Pertama, tentukan target pasar. Meskipun bisnis retail biasa menawarkan
berbagai produk kebutuhan masyarakat, namun sebisa mungkin tentukan target
konsumen yang ingin Anda jangkau. Misalnya saja lebih menekankan harga
murah untuk menjangkau konsumen menengah kebawah, atau menyediakan
produk dengan kualitas terbaik untuk menjangkau sasaran pasar menengah keatas.
Kedua, ciptakan loyalitas pelanggan. Memiliki konsumen yang loyal,
merupakan strategi tepat untuk meningkatkan pemasaran. Bukan hanya itu saja,
dengan adanya loyalitas konsumen juga membantu bisnis retail untuk menghadapi
persaingan pasar. Ciptakan program-program promosi yang dapat meningkatkan
loyalitas konsumen, contohnya saja dengan memberikan kartu diskon bagi para

member, atau mengadakan event promosi setiap akhir pekan.

Ketiga, pilih lokasi usaha yang strategis. Pemilihan lokasi usaha sangat
mempengaruhi tingkat penjualan pada bisnis retail. Sesuaikan lokasi usaha dengan
bisnis retail yang ingin dijalankan, sebab lokasi usaha juga ikut menentukan
potensi pasar. Seperti lokasi yang ada di tengah pemukiman warga, Anda bisa
membuka toko kelontong. Sedangkan untuk lokasi usaha yang ada di daerah
perkotaan, Anda bisa mencoba bisnis retail dengan minimarket atau supermarket.
Keempat, cantumkan brand pada setiap produk. Penanaman image kepada
para konsumen, menjadi cara jitu untuk memasarkan bisnis retail. Yang perlu
diingat adalah brand bukan hanya sekedar nama, jadi cantumkan brand yang telah
ditetapkan di setiap produk. Seperti mencantumkan logo disetiap label harga
produk, atau mencantumkan logo pada interior ruangan. Sehingga brand tersebut
menjadi pembeda bisnis retail Anda dengan bisnis para pesaing.
Kelima, berikan pelayanan prima kepada konsumen. Jangan abaikan istilah
pembeli adalah raja. Istilah ini memberikan masukan kepada para pelaku usaha
untuk selalu memberikan pelayanan terbaik bagi para konsumen. Biasakan layani
konsumen dengan 3S 1A (sambut, senyum, sapa dan antusias). Lakukan dari hal
yang terkecil, seperti menyambut konsumen dengan salam dan mengucapkan
terimakasih setelah mereka selesai berbelanja. Cara ini sudah dilakukan pada

sebagian kecil bisnis retail, seperti Indomart. Jadi konsumen merasa dihargai
ketika berbelanja di tempat Anda, dan tidak segan untuk datang berbelanja
kembali.
Karena strategi pemasaran bisnis retail lebih mengacu pada konsumen akhir
sebagai potensi pasar, sebaiknya lakukan pemasaran bisnis dengan pendekatan
langsung kepada konsumen. Yakinlah bila loyalitas konsumen telah terbentuk,
maka yang menjadi agen pemasaran paling efektif bagi bisnis Anda adalah para
konsumen tersebut. Oleh karena itu, penuhi kebutuhan konsumen dan biarkan
mereka menjadi agen pemasaran Anda. Salam sukses
Strategi pemasaran ritel terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen

Pendahuluan
perkembangan dan persaingan industry ritel di Indonesia sangat kompetitif.
Sehingga setiap ritel harus melakukan strategi pemasaran dengan baik agar
mampu bersaing dengan usaha sejenis. Menurut Lamb, Hair, dan Mc Daniel
(2001), bauran pemasaran ritel adalah kombinasi elemen-elemen produk, harga,
lokasi, promosi, desain toko, dan pelayanan eceran untuk menjual barang dan jasa
pada konsumen akhir yang menjadi pasar sasaran. Sedangkan menurut Zeithaml
dan Bitner (2001) menyatakan bahwa konsep bauran pemasaran tradisional terdiri
dari 4P (product, price, place, promotion). Oleh karena itu, perusahaan harus

dapat mengkombinasikan unsur-unsur bauran ritel tersebut dalam proporsi yang
tepat agar dapat memuaskan pasar sasaran dan tetap sejalan dengan sasaran
perusahaan dalam bidang pemasaran secara keseluruhan.
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kesuksesan sebuah organisasi dalam
mewujudkan

tujuannya

sangat

dipengaruhi

oleh

kemampuannya

dalam

mengindetifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan sasarannya dan memberikan
kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisisen, serta menjaga

loyalitas pelanggan. Menurut Barsky (1992) kepuasan pelanggan merupakan salah
satu kunci keberhasilan suatu usaha. Kesuksesan bisnis sangat tergantung pada
faktor kepuasaan yang dirasakan oleh konsumen khususnya bagi pelanggan. Tidak
ada satupun bisnis atau organisasi yang dapat sukses tanpa membangun kepuasan
dan keloyalitasan pelanggan (Timm, 2005). Para konsumen yang puas dengan
nilai yang didapat dari suatu produk atau jasa pihak ritel sangat besar
kemungkinan menjadi pelanggan setia. Salah satu faktor yang paling
mempengaruhi kepuasan dan persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan adalah
bagaimana menangani keluhan dari pelanggan (Richard, 2001). Menurut Mowen
(1990) penanganan keluhan yang dilakukan oleh retailer menciptakan dua akibat,
pertama yaitu penanganan keluhan yang baik dalam perusahaan dapat
menciptakan kepuasan pelanggan, kedua yaitu perusahaan gagal menangani
keluhan, maka hal terburuk konsumen akan menceritakan hal buruk yang dialami
kepada orang lain. Ritel memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk
laba dan menjaga loyalitas konsumen. Ritel dengan kualitas tinggi memberikan

kemungkinan untuk diferensiasi, loyalitas, dan profitabilitas, sementara ritel
dengan kualitas yang lebih rendah memberikan perang harga dengan penekanan
terhadap sensitivitas harga pada konsumen (Stanford, 1994 ; Martineau, 1958)
menyimpulkan bahwa ritel seharusnya membangun figur positif dan jelas untuk

menjadi pilihan alternatif di dalam pikiran konsumen.
Kepuasan menurut (Jhon dan Michael, 1998, p4.4) pelanggan mengalami salah
satu dari tingkat kepuasan yang umum, kalau kinerja di bawah harapan pelanggan
akan kecewa, kalau kinerja sesuai dengan harapan pelanggan puas, kalau melebihi
harapan pelanggan sangat puas atau gembira.
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
(hasil) yang dia rasakan dengan harapannya (Kotler, 2000, p.36). Pada umumnya
harapan dari pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang
apa yang diterimanya bila mereka membeli atau mengkonsumsi suatu produk.
Kepuasan ini mendatangkan keuntungan karena biaya mendapatkan pelanggan
baru lima kali lebih tinggi daripada mempertahankan yang sudah ada. Kepuasan
pelanggan dapat diciptakan melalui pemasaran perusahaan yang dapat menjadi
unsur-unsur stimuli bagi perusahaan untuk mempengaruhi konsumen dalam
pembelian. Salah satu bentuk stimuli yang dapat mempengaruhi konsumen dan
merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh perusahaan adalah stimuli
pemasaran yaitu melalui unsure-unsur marketing mix (Assael, 1992 ; Zeithaml
dan Bitner, 2001)
Kepuasan menyeluruh adalah suatu evaluasi global yang terdiri atas kepuasan
komponen-komponen atribut dari suatu barang atau jasa (Mittal, Ross, and
Baldasare). Sebagai contoh, (Brookman,2004. p.5) mencatat bahwa citra merk

seharusnya digunakan untuk menghubungkan barang dagangan dengan desain
pada toko. Dengan kata lain, store manager perlu berkonsentrasi lebih pada
content yang berorientasi produk ketika mereka mendesain tata letak fasilitas toko
(Brookman, 2004, p.5; Parker et al, 2003, p.32) juga menyarankan bahwa
pencitraan merk yang baik akan mengarahkan kepada penjualan yang baik pula.

(Ailawadi and Keller, 2004, p.1) menunjukkan bahwa ada hubungan langsung
antara merk dan persepsi konsumen terhadap pencitraan toko.
Selain kepuasan pelanggan menjaga keloyalitasan pelanggan juga merupakan
faktor yang sangat penting. Menurut (Omar, 1999; Chang dan Tu, 2005), pada era
modern loyalitas dapat ditentukan langsung oleh ekspektasi pelanggan terhadap
produk dan jasa yang ditawarkan atau aplikasi bauran pemasaran ritel yang
ditetapkan. Adapun pengukuran terhadap loyalitas dapat dilakukan dengan sikap
dan perilaku. Menurut Gale (1997) mengatakan bahwa tingkat loyalitas pelanggan
dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap nilai yang ditawarkan oleh
perusahaan. Pelanggan membentuk suatu harapan terhadap nilai dan bertindak,
sehingga pelanggan akan mengevaluasi atau memperhitungkan penawaran mana
yang akan memberikan nilai tertinggi (Pasuraman, et.al, 1998). Sehingga, apabila
produk dapat memenuhi harapan dari pelanggan dia akan kembali lagi untuk
melakukan pembelian ulang. Maka dari itu, loyalitas pelanggan sangat diperlukan

untuk meningkatkan omset perusahaan.
Kepuasan Pelanggan
Didalam dunia industri ritel khususnya menghadapi persaingan yang terjadi,
kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan suatu usaha.
Dengan

memuaskan

konsumen,

organisasi

dapat

meningkatkan

tingkat

keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas (Barsky, 1992).
Kepuasan pelanggan dipercaya sebagai salah satu faktor sukses suatu usaha, maka

banyak studi yang dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen. Sejauh
mana penerimaan kualitas suatu produk terhadap ekspetasi konsumen. Apabila,
kualitas produk melebihi harapan konsumen maka konsumen puas, akan tetapi
bila dibawah harapan konsumen maka konsumen tidak puas (Kotler,2000).
Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembelian dimana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasilnya tidak memenuhi harapan (Engel et.al,
1990). Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu
perasaan, harapan, atau penilaian emosional dari pelanggan atas suatu penggunaan

produk atau jasa. Dan penilaian kepuasan mempunyai tiga bentuk yang berbeda
yaitu kinerja lebih baik dari harapan, kinerja sama dengan harapan, dan kinerja
lebih buruk dari harapan.
Pengukuran kepuasan (Kotler, 1994) dapat diukur dengan berbagai cara kepuasan
dengan menanyakan secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan
skala. Metode lain dengan meminta konsumen membuat daftar yang disarankan
untuk perbaikan.
Loyalitas pelanggan
Menurut Kotler (2005), loyalitas konsumen adalah suatu pembelian ulang yang
dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merk atau
perusahaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal:
pertama, faktor harga sesorang tentu akan memilih perusahaan atau merk yang
menurutnya menyediakan harga yang murah diantara pilihan yang ada, kedua,
faktor kebiasaan sesorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merk akan sulit
untuk berpindah ke perusahaan atau merk yang lain.
Pelanggan yang loyal memiliki cirri-ciri antara lain melakukan pembelian secara
berulang pada badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang
ditawarkan oleh badan usaha sama, memberitahu kepada orang lain tentang
kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha dengan menunjukkan
kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing (Griffin, 1995).
Loyalitas sebagai suatu kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif
terhadap suatu merk, mempunyai komitmen pada merk tersebut, dan bermaksud
untuk meneruskan pembeliannya dimasa mendatang (Mowen and Minor, 1998).
Menurut Uncles and Laurent (1997) . Sehingga loyalitas konsumen dapat
diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa.
Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasaan
konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan
oleh perusahaan. Loyalitas sebagai bukti konsumen yang selalu menjadi
pelanggan, memiliki sikap positif yang loyal terhadap perusahaan.

Ada empat tahap dalam mengukur loyalitas (Oliver, 1997) :
a. Loyalitas kognitif berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia dalam
barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini tergolong
rendah karena jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik atau rendah maka
pelanggan akan pindah.
b. Loyalitas afektif berhubungan dengan kenyamanan pelayanan, kebersihan toko,
suasana, harga yang kompetitif, kemudahan belanja. Misalnya, berbelanja sayur di
pasar trasional dan di supermarket (Carrefour).
c. Loyalitas konatif berhubungan dengan komitmen dalam pembelian suatu
produk yang spesifik.
d. Loyalitas tindakan berhubungan dengan kebiasaan atau pembelian kembali
produk secara spesifik.
Untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan keunggulan dalam bisnis
eceran yang semakin kompetitif, maka pengelola bisnis tersebut harus berupaya
menerapkan strategi berupa program bauran penjualan eceran yang diharapkan
memunculkan minat konsumen.
Komponen produk, harga, tempat, dan promosi atau lebih dikenal dengan 4P
(product, price, place, and promotion) dengan menitikberatkan perhatian yang
berbeda-beda pada keempat variabel tersebut karena tergantung kepada sipembuat
keputusan pemasarannya untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang cenderung
berubah-ubah yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai
tujuan perusahaan, dimana konsep tersebut berlaku bagi bisnis eceran dengan
penekanan pda faktor yang berlainan (McCarthy, 1993)
Prinsip dasar pada ritel modern yang terdiri dari 4 P:
a. Product (Produk)

Produk menurut Kotler and Armstrong (2001) adalah segala sesuatu yang
ditawarkan kepasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikomsumsi
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Porter (1996),
keunggulan suatu produk agar dapat diterima dan bertahan dipasar ditentukan oleh
ciri khas atau keunikan produk tersebut dibandingkan dengan produk yang lain
yang ada dipasar (Porter, 1996)
b. Price (Harga)
Strategi dalam penetapan harga bisa dilakukan dengan beberapa cara, misalnya :
Harga bundling, harga predatory, harga berbasis kompetisi, harga cost plus, harga
berorientasi pasar, harga premium, harga psikologis, harga dinamis (Kotler and
Armstrong, 2010). Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam
penetapan harga oleh sebuah perusahaan ritel yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan
pesaing.
Menurut Ma’ruf (2005) , impementasi strategi harga antara lain :
- Penetapan harga secara tetap untuk periode waktu tertentu dan harga yang
ditetapkan secara variatif sesuai fluktuasi tingkat permintaan konsumen.
- Penetapan harga ganjil, seperti Rp. 99.000, Rp. 199.000, Rp. 749.000
- Leader pricing, penetapan harga dimana profit marginnya lebih rendah daripada
tingkat yang biasa diraih bertujuan untuk menarik konsumen yang lebih banyak.
- Penetapan harga paket, yaitu harga yang didiskon untuk penjualan lebih dari satu
unit per itemnya.
- Harga bertingkat, ini diberlakukan untuk produk yang mempunyai banyak model
dan harga yang beragam.
c. Promotion (Promosi)
Menurut Philip Kotler (1997, p.153) proses keputusan pembelian dipengaruhi
oleh rangsangan pemasaran dan rangsangan lain. Bauran promosi yang meliputi

periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), hubungan
masyarakat (public relation) dan publisitas(publicity), promosi penjualan (sales
promotion), dan pemasaran langsung (direct marketing) adalah bagian dari
rangsangan pemasaran yang merupakan variabel yang dapat dikontrol oleh
perusahaan.
Menurut Schoell (1993, p.424), Tujuan promosi adalah memperoleh perhatian,
mendidik, mengingatkan, dan meyakinkan.
d. Place (Lokasi)
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang
terlibat dalam proses menjadikan barang dan jasa siap digunakan atau dikomsumsi
(Kotler, 2002). Menurut Losch, Lokasi penjualan sangat berpengaruh lokasi
penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya.
Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin malas membeli karena biaya
transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung
menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar atau dekat dengan pasar.
Lokasi adalah faktor terpenting dalam pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat,
sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang
strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama dengan pramuniaga
yang sama terampilnya dan mempunyai citra toko yang bagus.
Startegi pemasaran yang baik juga harus didukung dengan kualitas pelayan yang
baik. Menurut Christopher H. Lovelock et.al (1996) menyatakan bahwa kualitas
pelayanan merupakan bentuk pelayanan yang harus disesuaikan dengan harapan
dan kepuasan konsumen didalam memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Salah satu cara perusahaan untuk tetap dapat unggul bersaing dengan memberikan
pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten.
Harapan konsumen dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari
mulut kemulut serta promosi yang dilakukan kemudian dibandingkannya.
Menurut Payne (2000) membentuk model kualitas pelayanan yang menyoroti
syarat-syarat utama memberikan kuliatas pelayanan diantaranya adalah :

- Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi management
- Kesenjangan antara persepsi management terhadap harapan konsumen dengan
spesifikasi terhadap kualitas pelayanan.
- Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan.
- Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan.
Menurut Zeithaml and Bitner (2003), kualitas pelayanan mencerminkan evaluasi
persepsi konsumen tentang elemen-elemen jasa (kualitas interaksi, kualitas
lingkungan fisik, dan kualitas hasil), kemudian elemen-elemen jasa akan
dievaluasi berdasarkan dimensi kualitas pelayanan yang spesifik, antara lain :
kehandalan, daya tangkap, jaminan, kemudahan dalam melakukan hubungan, dan
bukti langsung.

Penutup
Dalam ritel, pelayanan bukan hanya terletak pada personalnya namun juga
diperlukan pengembangan semua hal didalam toko baik yang bisa diukur maupun
yang tidak bisa diukur yang dapat dilakukan untuk memuaskan pelanggan.
Mengerti dampak dari citra merk produk, dan bagaimana sebuah toko harusnya

diposisikan, adalah sangat penting dalam membangun figur toko. Banyak toko
yang berhasil mencapai target penjualan mereka dengan menawarkan produk
bermerk yang bagus dan disukai konsumen dalam pilihan produk yang luas.
Namun, itu saja tidak cukup untuk menciptakan citra toko yang unik di pikiran
konsumen. Membangun citra toko membutuhkan identifikasi yang cukup
mengenai diferensiasi barang dan jasa terhadap yang ditawarkan oleh kompetitor,
yang cenderung akan meningkatkan apresiasi dari konsumen itu sendiri. Ada
banyak hal yang dapat mempengaruhi citra toko secara signifikan, beberapa
contoh: kualitas dari barang dan jasa; penampilan toko; kualitas layanan
penjualan; kualitas fasilitas toko; pengalaman dan lingkungan belanja; perilaku
pelayanan karyawan; tingkat harga; dan frekuensi promosi. Ketika toko yeng
berbeda menyediakan produk dan merk yang sama, menurut Kotler and
Armstrong (2001), sebuah produk yang ditawarkan dipasar untuk ditawarkan,
dikomsunsi, dan dimiliki. Menurut Porter (1996) seharusnya produk yang
ditawarkan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan produk yang lain. Harga
dan promosi merupakan faktor langsung yang mempengaruhi persepsi konsumen
terhadap berbagai jenis toko dan citranya. Citra toko dalam kaitannya dengan
harga dan promosi akan dipengaruhi oleh tingkat harga rata-rata, variasi harga
musiman, dan frekuensi serta intensitas promosi (Dickson and Sawyer, 1990).
Konsumen yang berbeda memiliki persepsi yang bebeda pula terhadap keputusan
pemilihan toko, merujuk kepada perbedaan citra toko di dalam benak konsumen.
Memberikan pengalaman positif bagi pelanggan melalui semua tampilan toko,
tampilan staf, proses kerja, dan kualitas prima produk akan sangat menggerakkan
emosi positif konsumen.Pada akhirnya faktor-faktor tersebut akan mendukung
loyalitas pelanggan terhadap toko.

Daftar Referensi
Berman, Berry and Evans, R. Joel. 2007. Retail Management A Strategic
Approach. Ten Edition. Pearson Prentice Hall.

Boyd; Jr. Harper W.; Jr. Orville C. Walker; Jean-Claude Larreche. 2000.
Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis Dengan Orientasi Global.
Jilid 2. Edisi Kedua. Jakarta : Erlangga.
Business Editors/Real Estate Writers. 2003. Three Retail Outlet Industry Pioneers
Partner to Develop an Upscale Outlet Center in Sussex Country pg.1
Chang, Chih-Hon and Chia-Yu Tu. 2005. Exploring Store Image, Customer
Satisfaction and Customer Loyalty Relationship: Evidence from Taiwanese
Hypermarket Industry. The Journal of American Academy of Business, Cambridge
Vol.7. Num.2.September.
Gale. Chernev, A. 1997. The Effect of Common Features on Brand Choice:
Moderating Role of Attribute Importance, Journal of Consumer Research, Vol.23
Hendri Ma’ruf. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Chu

Chen,Hui

and

Branding:Competitive

Robert

D

Hypermarket

Green.

2009.

Strategies.

Marketing

International

Mix

and

journal

of

Management and Marketing Research, Vol.2, No.1, pp.17-34.
Kotler & Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran
Kotler, Philip & Hermawan Kartajaya. 2010. Marketing 3.0.
Li wei, mai. 2006. A Structural Equation Model of Customer Satisfaction and
Future Purchase of Mail-Order Speciality Food. Int. Journal of Business Science
and Applied Management, Vol.1
Oliver, F., Ben Shaw-Ching Liu and D. Sudharshan, 1997. The Relationship
Between Culture and Service Quality Perceptions, Journal of service research
vol.2 No.4, May.
Peter, J. Paul and Jerry C. Olson. 2002. Consumer Behaviour and Marketing
Strategy. Homewood. Illinois: Richard D.Irwin Incorporation.

Shergill,G.S. 2008. Customer Perceptions of Factory Outlet Stores Versus
Traditional Departement Stores, Journal Marketing Intelligence & Planning
vol.28
Schmitt, Nicolas. 2009. Import, Pass-Throught, and The Structure of Retail
Markets. CESifo Working Paper Series No.2817
Zeithaml, V.A. and M.J. Bitner. 2001. Services Marketing : Integrating Customer
Focus Across the Firm. International Edition. McGraw-Hill, United Stated of
Amerika.