Analisis Pendapatan serta Strategi Pengembangan Kambing Potong pada Kelompok Peternak di Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Pengembangan Kambing Potong
Populasi ternak kambing di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang berfluktuasi. Populasi kambing tahun 2002 sebesar 12.549.086
ekor dan tahun 2003 hanya mencapai 13.276.214 ekor. Hal ini kemungkinan dapat
disebabkan belum ada penanganan secara khusus (usaha ternak masih merupakan
usaha sambilan) atau diduga banyaknya pemotongan kambing yang sedang
bunting. Produksi daging kambing di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 61.305
ton (kontribusi kambing terhadap penyediaan daging di Indonesia 3.3% dari total
produksi daging. Di satu pihak konsumsi daging pada tahun 2003 sebesar 6.08
kg/kapita/tahun atau 2.87 g/kapita/hari. Konsumsi daging rata-rata/kapita
meningkatkan 4,2%/tahun. Kebutuhan ini semakin tinggi dengan adanya
permintaan kurban pada hari Raya Idul Adha. Peningkatan konsumsi daging
tersebut berakibat terhadap permintaan belum dapat diimbangi oleh peningkatan
produksi. Untuk mememuhi tersebut di masa datang, salah satu alternatif adalah
dengan mengembangkan ternak kambing secara konsepsional (Ditjennak, 2003).
Ternak kambing tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, karena
memiliki sifat toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak,
rerumputan


dan

dedaunan.

Kemampuan

adaptasi

kambing

yang

luas

memungkinkan kambing dapat hidup berkembang biak dalam berbagai keadaan
lingkungan. Domestikasi kambing terjadi sejak zaman purba di Asia Tenggara.
Manusia bermigrasi pada zaman prasejarah bersama ternak kambing dan
ternak lain dari pusat-pusat domestikasi kambing (Sudono dan Abdulgani, 2002).

6

Universitas Sumatera Utara

Secara umum rata-rata penduduk di Indonesia mampu memelihara ternak
apa saja sebagai usaha sambilan, tetapi hanya jenis ternak tertentu yang dapat
dikembangkan secara skala ekonomi. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, ternak
kambing potensinya cukup besar untuk dikembangkan karena ternak ini telah
membudaya dan tersebar hampir disebagian besar wilayah Indonesia. Hal yang
perlu harus dikaji lebih intensif adalah pola pengembangan usaha tersebut dari
usaha sambilan menjadi usaha pokok sebagai sumber utama masyarakat melalui
sistem agribisnis terpadu. Usaha peternakan kambing berwawasan agribisnis
membutuhkan lahan yang cukup luas sebagai sumber pakan hijauan bagi ternak
(Sitompul et al., 2004).
Indonesia merupakan salah satu negara yang dapat mengandalkan
produksi ternak kambing untuk menghadapi globalisasi hasil pertanian sepuluh
tahun kedepan. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki iklim yang
sangat sesuai bagi pengembangan ternak ruminansia kecil. Produksi hijauan yang
berlimpah, cukup untuk memelihara ternak kambing 100 juta lebih atau 10 kali
dari jumlah jumlah populasi ternak ruminansia kecil saat ini (Makka, 2004).
Menurut Dodo (2007) kambing merupakan salah satu jenis ternak yang
akrab dengan sistem usaha tani di pedesaan. Hal ini dikarenakan, ukuran tubuhnya

tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak per
kelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran pendek, dan
pertumbuhannya cepat. Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi
dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Ternak kambing masih dapat
bertahan hidup di lingkungan-lingkungan yang paling buruk. Keberadaan ternak

7
Universitas Sumatera Utara

kambing sebagai usaha di pedesaan merupakan modal usaha yang baik untuk
menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Elizabeth, 2012).
Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil
ternak yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan
pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan
mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi
Pembangunan Peternakan antara lain: memfasilitasi penyediaan pangan asal
ternakyang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya, memberdayakan
sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan produk yang berdaya
saing tinggi, menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan
peternakan, membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis

peternakan dan melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam pendukung
peternakan (Departemen Pertanian, 2002).
Pemerintah telah berupaya untuk terus mendorong pengembangan industri
peternakan di Indonesia dengan menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan
serta menciptakan iklim yang mendorong tumbuh dan berkembangnya industri
peternakan di Indonesia menyikapi laju perkembangan produksi ternak kambing
nasional yang termasuk lambat dilihat dari pertumbuhan populasi yang hanya
mencapai 4,5%. Dengan semakin terbatasnya kemampuan dalam penyediaan dana
pembangunan, maka pemerintah akan lebih selektif dalam hal pemilihan bidang
apa saja yang akan terus didorong dan difasilitasi agar hasil yang lebih optimal
dapat dicapai dalam pembangunan peternakan (Ginting et al., 2005).
Ternak kambing mempunyai peranan penting sebagai sumber pangan
dalam bentuk daging, sumber pendapatan, tabungan dan dapat dikembangkan

8
Universitas Sumatera Utara

sebagai industri kerajinan. Ternak kambing sebagai sumber devisa karena dapat
diekspor ke negara lain yang membutuhkan. Menurut Karo-Karo (2005) negara
Timur Tengah khususnya Saudi Arabia merupakan negara importir terbesar

didunia untuk ternak ruminansia kecil dengan volume impor lebih dari 30% dari
total global impor kambing dan domba. Negara tersebut mengimpor sekitar 5 9,3 juta ekor kambing/domba per tahun.
Menurut Sastrapradja (2000) Beberapa permasalahan nyata dalam usaha
peternakan kambing yaitu: produktivitas rendah, penerapan teknologi yang
rendah, semakin sempitnya lahan untuk pengembalaan dan sistem usaha ternak
tradisionil/masih berupa usaha sampingan yang relatif berskala rendah (dibawah 5
ekor induk) akan sulit untuk mentransformasi usaha dari tradisionil menjadi
agribisnis yang mampu menopang ekonomi rumah tangga petani. Untuk dapat
memperoleh nilai jual ternak yang layak sebagai sumber daging dan bernilai
ekonomis (umur diatas 8 bulan) membutuhkan waktu pemeliharaan yang relatif
lama terlebih kualitas kambing bibit yang umum digunakan petani adalah bibit
lokal karena sulitnya mencari bibit yang berkualitas dengan tampilan tubuh relatif
kecil, sehingga pola usaha tradisional sering dikategorikan sebagai usaha ternak
yang tidak efisien secara ekonomi.
Kelembagaan Kelompok Peternak
Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, Soehadji dalam
Anggraini (2003), mengklasifikasikan usaha peternakan menjadi empat kelompok,
yaitu: 1) peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan
komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak hanya sebagai
usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (subsisten) dengan tingkat

9
Universitas Sumatera Utara

pendapatan usaha dari peternakan lebih kecil dari 30%, 2) peternakan sebagai
cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak
dan antingkat pendapatan dari usaha ternak mencapai 30 sampai dengan 70%, 3)
peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan ternak
sebagaiusaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar antara 70 sampai dengan
100%, 4) peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara khusus
(specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan bisa
mencapai 100%.
Untuk meningkatkan produktivitas dan mengembangkan usaha, para
peternak bergabung membentuk kelompok yang biasa disebut kelompok
taniternak. Menurut surat keputusan Menteri Pertanian No. 93/KPTS/OT.210/2/97
kelompok tani adalah kumpulan petani-peternak yang tumbuh berdasarkan
keakraban, keserasian, kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber
dayaalam untuk bekerjasama meningkatkan produktivitas usaha tani dan
kesejahteraannya. Keberadaan pengurus dan anggota yang saling berinteraksi
akan mendorong terbentuknya suatu sistem yang dinamis. Melalui pertemuan
anggota kelompok dapat diperoleh berbagai informasi yang mengarah pada usaha

peningkatan atau pengembangan usahatani ternak kambing potong (Soeharsono
2003). Interaksi yang berkesinambungan di antara anggota kelompok akan
membentuk pola interaksi, baik dalam bentuk peraturan, larangan atau kewajiban,
sehingga anggota selanjutnya akan bertingkah laku dan bersikap sebagaimana
pola yang sudah terbentuk. Petani-peternak yang berkeinginan membentuk suatu
kelompok atau himpunan biasanya mempunyai kesatuan kepentingan, terutama

10
Universitas Sumatera Utara

menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi serta kesadaran
untuk saling tolong menolong sesama anggota. (Soekanto 2002).
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil
dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk
kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap
perubahan - perubahan (Cyrilla dan Ismail 1998). Berbagai kemudahan yang
diperoleh bila dibentuk kelompok peternak, antara lain: (1) dapat dengan mudah
membentuk koperasi untuk mendukung berbagai aktivitas

kelompok, (2)


informasi dapat menyebar secara merata ke setiap anggota kelompok, (3) Inovasi
teknologi dapat dimanfaatkan oleh seluruh anggota, baik teknologi pembibitan,
pakan, budidaya, pasca produksi dan sebagainya, (4) memudahkan dalam
melakukanpenyuluhan karena sudah terbentuk kelompok, (5) memudahkan dalam
mengakses berbagai program pemerintah, (6) memudahkan dalam mengakses
lembaga keuangan dalam rangka penguatan modal, (7) memudahkan dalam
pemeliharaan infrastruktrur atau sarana dan prasarana yang

dibangun oleh

kelompok.
Menurut

Yusuf

(2004)

menambahkan


beberapa

keuntungan

dari

pembentukan kelompok tani adalah : (1) semakin eratnya interaksi dalam
kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok,
terarahnya dan cepat peningkatan

(2) semakin

tentang jiwa kerja sama antar petani, (3)

semakin cepatnya proses perembesan (difusi) penerapan inovasi, (4) semakin
naiknya

kemampuan rata-rata pengembalian hutang (pinjaman petani), (5)

semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan

(input) maupun produk yang dihasilkan. Ada tiga alasan utama dibentuknya

11
Universitas Sumatera Utara

kelompok tani yang mencakup: (1) untuk memanfaatkan secara lebih baik
(optimal) semua sumber daya yang tersedia, (2) dikembangkan oleh pemerintah
sebagai alat pembangunan dan (3) petani-peternak dapat memperoleh informasi
terutama informasi teknologi.
Berikut jumlah populasi ternak kambing potong, jumlah kelompok ternak
kambing dan jumlah peternak kambing yang bergabung dalam kelompok peternak
pada setiap Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 1
berikut ini.
Tabel 1. Jumlah Populasi Kambing, Jumlah Kelompok dan Jumlah Peternak
Kambing yang Tergabung Dalam Kelompok Peternak
No

Kecamatan

1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Sei Rampah
Sei Bamban
Tebing Tinggi
Tebing Syah Bandar
Teluk Mengkudu
Pantai Cermin
Perbaungan
Tanjung Beringin
Bandar Khalifah
Dolok Merawan
Kotarih
Silindak
Bintang Bayu
Sipispis
Pegajahan
Dolok Masihul
Serba Jadi
Jumlah

Populasi
Kambing
(Ekor)a
1.473
1.560
3.130
6.390
2.661
2.048
6.198
5.430
7.487
1.006
1.564
7.647
3.038
2.386
7.979
11.528
6.581
78.106

Jumlah
Kelompok
(Kelompok)b
3
7
6
2
12
7
1
9
5
5
2
11
12
3
85

Jumlah
Peternak
(Orang)b
60
155
216
48
152
165
20
105
113
143
40
102
109
43
1.471

Sumber : a) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai (2015)
b) Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Serdang
Bedagai (2015).

12
Universitas Sumatera Utara

Menurut data Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan
(BP2KP) Kabupaten Serdang Bedagai (2015) Jumlah kelompok peternak kambing
di Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2015 ada sebanyak 85 kelompok
peternak.
Menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Serdang Bedagai
(2015) jumlah populasi ternak kambing potong terbanyak pada tahun 2015 di
kabupaten serdang bedagai terdapat pada Kecamatan Dolok Masihul yaitu
sebanyak 11.528 ekor, sedangkan jumlah populasi ternak kambing potong paling
sedikit terdapat pada Kecamatan Dolok Merawan yaitu sebanyak 1.006 ekor.
Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP)
Kabupaten Serdang Bedagai (2015) jumlah kelompok peternak kambing yang
terbanyak terdapat pada Kecamatan Pantai Cermin yaitu sebanyak 12 kelompok
peternak kambing, sedangkan jumlah kelompok peternak kambing paling sedikit
terdapat pada Kecamatan Bandar Khalifah yaitu hanya terdapat 1 (satu)
kelompok peternak kambing saja.
Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP)
Kabupaten Serdang Bedagai (2015) ada 3 Kecamatan yang tidak memiliki
kelompok peternak kambing. Tiga Kecamatan tersebut yaitu pada kecamatan Sei
Bamban, Kecamatan Bintang Bayu dan Kecamatan Tanjung Beringin. Dalam hal
ini ketidakseriusan pemerintah setempat mengembangkan peternakan kambing
potong sebagai sumber bibit ternak kambing dan salah satu kendala yang
menyebabkan pembibitan kambing tidak ada dan kurangnya pembinaan oleh
petugas peternakan kepada kelompok peternak ditambah lagi sebagian desa
lainnya belum terdapat kelompok peternak

13
Universitas Sumatera Utara

Pendapatan Usaha Tani Ternak
Menurut Soekartawi (1995) Pendapatan tunai usahatani adalah selisih
antara penerimaan tunai danpengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan
usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Analisis pendapatan usahatani ini
bertujuan mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang
dilakukan.
Usaha ternak ternak telah memberi kontribusi dalam peningkatan
pendapatan

keluarga

peternak.

Soekartawi

(2002),

menyatakan

bahwa

peningkatan pendapatan keluarga peternak tidak dapat dilepaskan dari cara
mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat ditingkatkkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasilan
apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana
produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang
penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang 1993).
Soeharjo

(2000),

menyebutkan bahwa dalam analisis

pendapatan

diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran
selama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan
analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan
yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan
bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.

14
Universitas Sumatera Utara

Pengertian Usaha Tani
Menurut Rahim dan Diah (2008) usaha tani adalah ilmu yang mempelajari
tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga
kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan
kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan
usahataninya meningkat. Sistem usaha tani merupakan sistem terbuka, dimana
berbagai input (unsur hara, air, informasi, dan sebagainya) diterima dari luar dan
dalam.
Moehar (2002), menyatakan bahwa usaha tani adalah himpunan dari
sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan di atas
tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut
dan sebagainya. Usaha tani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang
menyangkut bidang pertanian.
Struktur Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi (1995) biaya produksi atau biaya operasional adalah
biaya yang dikeluarkan agar terlaksananya suatu usaha. Biaya produksi yang
dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya dikelompokan dalam
4 (empat) kategori, yaitu:
a) Biaya tetap (fixed costs), adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam
kegiatan produksi dan penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi.
b) Biaya variabel (variable costs), adalah biaya yang dikeluarkan yang besar
kecilnya mempengaruhi jumlah produksi.
15
Universitas Sumatera Utara

c) Biaya tunai dimaksudkan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang.
d) Biaya diperhitungkan, dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani bukan
dalam bentuk uang tunai, tetapi diperhitungkan dalam perhitungan usahatani.
Analisis R/C Rasio (revenue/cost rasio)
Analisis R/C (revenue/cost rasio) merupakan perbandingan (rasio atau
nisbah) antara penerimaan dengan biaya dalam satu kali periode produksi
usahatani. R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai
manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan, semakin tinggi nilai R/C maka
semakin menguntungkan usaha tani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi
dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b)
menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain
perhitungan total biaya produksi (Soekartawi, 2003).
Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan
usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari
pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani
yangdilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada
pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat
dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena
penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang
dikeluarkan oleh petani (Soekartawi, 2003).
Reviews Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang terkait dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan peneliti lainnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu tentu

16
Universitas Sumatera Utara

sangat relevan sebagai referensi ataupun pembanding, karena terdapat beberapa
kesamaan prinsip, walaupun dalam beberapa hal terdapat perbedaan. Penggunaan
hasil-hasil penelitian sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang
lebih jelas dalam kerangka dan kajian penelitian ini yang telah dilakukan oleh :
1.

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Surya Amri Siregar (2009)
dengan judul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat” yang menunjukkan bahwa skala usaha (jumlah
ternak sapi) merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan
pendapatan peternak sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.
Hasil selanjutnya yaitu bahwa umur peternak, motivasi beternak, tingkat
pendidikan peternak, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga dan
jumlah tenaga kerja peternak tidak berpengaruh terhadap pendapatan peternak
sapi potong di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.

2.

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Samin (2012) dengan judul
“Analisis Faktor–faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani
Peternak Sapi Potong Intensif dan Tradisional di Kecamatan Pantai
Cermin dan Kecamatan Serba Jadi” yang menunjukkan bahwa pendapatan
petani peternak sapi potong secara intensif lebih tinggi dari pada petani
peternak sapi potong secaratradisional. Dari hasil analisis regresi, dapat
diketahui bahwa secara simultan faktor biaya bibit, biaya pakan, dan biaya
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani peternak sapi
potong. Secara parsial faktor biaya bibit dan biaya pakan yang berpengaruh
nyata sedangkan biaya tenaga kerja tidak berpengaruh nyata. Faktor yang
memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pendapatan petani peternak sapi

17
Universitas Sumatera Utara

potong tradisional adalah faktor biaya bibit sedangkan peternak sapi potong
secara intensif adalah faktor biaya pakan.
3.

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Setyawan (2014) dengan
judul “Konstribusi Pendapatan Usaha ternak Sapi Potong Terhadap
Pendapatan Rumah tangga Petenak (Studi Kasus Di Desa sukolilo
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang)” yang menunjukkan bahwa
pendapatan rumah tangga di Sukolilo adalah Rp19.401.055 /tahun atau
Rp.53.154/hari yang menghasilkan Rp.18.074.074/tahun atau Rp.49.518 /hari
pada pendapatan non sapi potong dan Rp.1.326.981/AU/tahun atau
Rp.3.636/AU/hari pada pendapatan sapi potong. Usaha ternak sapi potong
skala kecil memberikan kontribusi sekitar 6,8% terhadap total pendapatan
rumah tangga. Peningkatan jumlah sapi potong, pengalaman dalam
memelihara ternak sapi, pendapatan sapi potong, pendapatan non sapi potong
akan meningkatkan pendapatan sapi potong. Sedangkan, pendapatan sapi
potong akan berkurang karena peningkatan anggota keluarga.

4.

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan oleh Eniza Saleh (2004) yang
berjudul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan
Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang” yang menunjukkan bahwa
skala usaha (jumlah ternak sapi), motivasi beternak berpengaruh sangat nyata
(P < 0,01) terhadap pendapatan peternak sapi potong. Sedangkan umur
peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan
keluarga, jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata (P >0,05) terhadap
pendapatan peternak sapi potong.

18
Universitas Sumatera Utara

Secara Sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
Usaha Ternak Kambing Potong di Kabupaten Serdang Bedagai

Peternak Kambing Potong

Kelompok Peternak

Matrik Evaluasi
Faktor Internal
(IFAS)

Matrik Evaluasi
Faktor External
(EFAS)

Pendapatan
Peternak

Faktor-faktor yang Mempengaruhi
1. Biaya Bibit
2. Biaya Tetap
3. Biaya Variabel
4. Harga Penjualan Ternak

Internal Eksternal
(IE)

Analisis SWOT

Matrik Grand Strategi

Pengambilan Keputusan Strategi
Melalui Kelompok Peternak
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan :
= Menyatakan Hubungan
= Menyatakan Pengaruh

19
Universitas Sumatera Utara