Perilaku Akseptor Vasektomi dan Dukungan Keluarga di Wilayah Kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari; pengetahuan, sikap dan tindakan/ praktek.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng


(2)

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) :

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2007):


(3)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi


(4)

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat diliat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2.1.2. Sikap

Berkowitz dalam Azwar (2000) pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu:

1. Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert (1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk


(5)

evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable) terhadap objek sikap tertentu”.

2. Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere (1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons”.

3. Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa “sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.” Sikap terjadi karena adanya rangsangan sebagai objek sikap yang harus diberi respon, baik responnya positif ataupun negatif, suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap mempunyai dua kemungkinan, yaitu sikap positif dan sikap negatif terhadap suatu objek sikap. Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui, mendukung, memihak (favorable) atau tidak menyetujui, tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) suatu objek sikap. Bila seseorang mempunyai sikap mendukung objek sikap, berarti mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut.


(6)

Sebaliknya jika seseorang tidak mendukung terhadap objek sikap, berarti mempunyai sikap yang arahnya negatif terhadap objek yang bersangkutan.

2.1.3. Tindakan

Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2007).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup (Notoatmodjo, 2007).

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan

2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

Green dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan berdasarkan penelitian kumulatif mengenai perilaku kesehatan, telah diidentifikasi tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung


(7)

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

a. Faktor-faktor predisposisi

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

b. Faktor-faktor pemungkin

Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.


(8)

c. Faktor-faktor penguat

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya.

Menurut Morgan et. al. sebagimana yang dikutip oleh Sudrajat (1992), pengukuran perilaku dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan

checklist dan pengamatan langsung terhadap perilaku. Sedangkan menurut Backstorm dalam Sudrajat (1992), melalui pengamatan langsung dapat dipelajari lebih banyak perilaku seseorang dibandingkan dengan pertanyaan, karena orang tidak selalu menyatakan secara benar apa yang ditanyakan. Metode pertanyaan ini memiliki kelemahan karena responden mungkin memberikan jawaban yang dipengaruhi oleh pikiran karena responden mungkin memberikan jawaban pada pertanyaan dan dipengaruhi oleh pikiran tentang bagaimana orang lain memberikan jawaban pada pertanyaan dan dipengaruhi oleh pikiran tentang bagaimana seharusnya mereka menjawab. Walaupun metode pengamatan langsung merupakan pengukuran yang lebih baik, kemungkinan tidak sesuai dengan yang diinginkan bisa saja terjadi karena pengaruh Hawthorne (Hawthorne Effect) yaitu pengaruh yang timbul dari seseorangyang sedang diamati karena telah mengetahui dirinya sedang dijadikan subjek pengamatan.


(9)

2.2. Sejarah Keluarga Berencana

Gagasan keluarga berencana di Indonesia sebenarnya telah diperkenalkan oleh beberapa tokoh masyarakat sejak tahun 1950, Di Indonesia KB modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang KB. tetapi baru pada 23 Desember tahun 1957 mulai terbentuk organisasi swasta yang bernama Perkumpulan Keluarga berencana Indonesia (PKBI). adalah pelopor pergerakan KB dan sampai sekarang masih aktif membantu program KB Nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (BKKBN, 2004).

Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijakan, pengawas, pelaksanaan dan evaluasi. Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktik KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan (BKKBN, 2006).


(10)

Sejak Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dan nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang di dalamnya terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam program aksi tentang hak reproduksi dan kesehatan reproduksi paragraf 7.2. yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).

Secara khusus ICDP paragraf 7.8. menyatakan bahwa perlu dikembangkan program yang inovatif untuk informasi, konseling dan pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh remaja dan pria dewasa. Program-program tersebut seharusnya dapat mendidik dan menyadarkan para laki-laki untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas keluarga berencana, tugas-tugas rumah tangga, pengasuhan anak dan juga lebih bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam BKKBN (2010) dikatakan bahwa amanat internasional ini telah


(11)

diimplementasikan dalam bentuk Rencana Jangka Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahan periode 2010-2014 yang dibebankan kepada BKKBN, yaitu: 1. Laju pertumbuhan penduduk 1,0% pertahun

2. Total Fertility Rate (TFR) 2,1 3. Peserta aktif KB pria 4, 5% 4. Unmed Need 5%

5. Usia kawin pertama perempuan 21 tahun

Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :

1. Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagai tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagai beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.

2. Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksinya akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.

Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau digunakan istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya.


(12)

2.3. Perkembangan Gerakan Keluarga Berencana Nasional

Sejak lahirnya pemerintah Orde baru pada tahun 1966, yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat, dan ikut sertanya Presiden Soeharto menanda tangani Deklarasi Kependudukan Dunia pada tahun 1967, maka Keluarga Berencana mulai mendapatkan angin segar dari pemerintah yang belum pernah diperoleh sebelumnya. Hal ini terbukti sejak Pelita I KB secara resmi menjadi bagian utama dari program pembengunan nasional.

Lembaga Keluarga Berencana Nasional yang berstatus lembaga semi pemerintah di dalam proses pembentukannya tidak dapat terlepas dari peranan PKBI Dalam Kongres I PKBI pada tahun 1967, kesimpulan laporan-laporan cabang yang sudah tersebar di hampir seluruh Indonesia menyatakan bahwa pada umumnya gagasan Keluarga Berencana diterima baik oleh masyarakat . Dengan dasar laporan-laporan tersebut kongres menyampaikan himbauan kepada pemerintah agar program Keluarga Berencana segera dijadikan sebagai program pemerintah. Pada tanggal 16 Agustus 1968, di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong (DPRGR) dalam pidatonya, Presiden Soeharto menyampaikan jiwa Deklarasi Kependudukan Dunia. Meskipun pemerintah memberikan iklim yang menguntungkan tetapi untuk menetapkan keluarga berencana sebagai program nasional, pemerintah sangat berhati-hati dalam menghadapi persoalannya karena masalah ini menyangkut masalah sosial budaya bangsa. Oleh karena itu, sebagai langkah pertama Mentri Kesejahteraan Rakyat DR.K.H. Idham Cholid membentuk suatu panitia ad-hoc yang bertugas


(13)

mempelajari kemungkinan-kemungkinan Keluarga Berencana dijadikan program nasional.

Dalam pertemuan Presiden dengan panitia ad-hoc pada bulan Pebruari 1968, Presiden menyatakan bahwa pemerintah menyetujui gerakan Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah. Sehubungan dengan itu, pada tanggal 7 September 1968 keluarlah Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain sebagai berikut :

1. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang keluarga berencana.

2. Mengusahakan segera terbentuknya suatu badan atau lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang keluarga berencana yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, Mentri Kesejahteraan rakyat pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No 35/Kpts/kesra/X/ 1968 sebuah lembaga keluarga berencana Tahun 1974 muncul program-program integral

(Beyond Family Planning) dan gagasan tentang f

aktif. Selanjutnya BKKBN mempunyai salah satu filosofi yaitu : Menggerakkan

peran serta masyarakat dalamGrand

Strategy yaitu :

1. Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam


(14)

3. Memperkuat SDM operasional

4. Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraa

5. Meningkatkan pembiayaa

Nilai-nilai yang terkandung dalam

profesional kompeten, partisipatif, konsisten, organisasi pembelajaran, kreatif/

inovatif.

pendekatan desentralisasi, pendekatan kemitraan, pendekatan kemandirian, pendekatan segmentasi sasaran, pendekatan pemenuhan hak (rightbased), pendekatan lintas sector dengan strategi

1. Re-Establishment adalah membangun kembali sendi-sendi pogram sampai ke tingkat lini lapanngan pasca penyerahan kewenangan.

2. Sustainability adalah memantapkan komitme

daerah.

Adapun tujuan dari pelaksanaan KB adalah :

1.

2.

3.

4.

5.

6.


(15)

Tujuan ini dapat dicapai dengan Program KB yang meliputi :

1.

2.

3. Ketahanan dan pemberdaya

4. Penguatan pelembaga

5. Keserasi

6. Pengelolaan SDM aparatur

7. Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan

8. Peningkatan

Dalam Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 dijelaskan bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang mencakup semua dimensi dan aspek kehidupan termasuk perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Sebagai implementasi dari pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dijunjung tinggi sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari penduduk, demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan penduduk saat ini dan generasi yang akan datang, maka kependudukan pada seluruh dimensinya harus menjadi titik sentral pembangunan berkelanjutan agar setiap penduduk dan generasinya mendatang dapat hidup sehat, sejahtera, produktif, dan harmonis dengan lingkungannya serta menjadi


(16)

sumberdaya manusia yang berkualitas bagi pembangunan. Pembangunan harus dilakukan oleh penduduk dan untuk penduduk, dan karenanya perencanaan pembangunan harus didasarkan pada kondisi atau keadaan penduduk dan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh penduduk bukan hanya oleh sebagian atau segolongan tertentu.

Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga harus mendapatkan perhatian khusus dalam kerangka pembangunan nasional yang berkelanjutan. Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga merupakan bagian integral dari pembangunan budaya, social ekonomi bangsa yang tidak dapat di pisahkan dengan pembangunan sektor lainnya dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia sebagai pengamalan Pancasila yaitu meningkatkan kualitas hidup untuk semua penduduk.

Perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga pada dasarnya ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia tidak lagi hanya berdimensi lokal atau nasional, akan tetapi juga internasional. Perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga tidak lagi dipahami secara sempit sebagai usaha untuk mempengaruhi pola dan arah demografi semata, tetapi sasarannya jauh lebih luas, yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik dalam arti fisik maupun non fisik termasuk spiritual.

Dampak perubahan dinamika kependudukan akan terasa dalam jangka waktu yang lama, sehingga seringkali kepentingannya diabaikan. Luasnya cakupan masalah kependudukan menyebabkan pembangunan kependudukan harus dilakukan secara


(17)

lintas sektor dan lintas bidang. Oleh karenanya dibutuhkan bentuk koordinasi dan pemahaman mengenai konsep perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga secara tepat.

Konteks perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga perlu memperoleh perhatian khusus dalam rangka pembangunan nasional yang berkelanjutan. Penempatan penduduk sebagai titik sentral pembangunan tidak saja merupakan program nasional namun juga komitmen hampir seluruh bangsa di dunia yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk melaksanakan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga diperlukan suatu lembaga yang kuat.

BKKBN bertambah besar jangkauan programnya tidak terbatas hanya tetapi juga Perkembangan BKKBN dimasa sekarang menpunyai Visi BKKBN adalah “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015”. Misi BKKBN adalah “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Misi ini dilakukan dengan cara:

1. Penyerasian kebijakan pengendalian penduduk; 2. Penetapan parameter penduduk;

3. Peningkatan penyediaan dan kualtias analisis data dan infromasi;

4. Pengendalian penduduk dalam pembangunan kependudukan dan keluarga berencana serta ;


(18)

5. Mendorong stakeholder dan mitra kerja untuk menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagai remaja, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga peserta KB.

Melalui misi ini BKKBN berupaya untuk menciptakan penduduk yang berkualitas yang akan mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan tujuan pembangunan.Dan mempunyai tugas pokok yaitu : melaksanakan tugas pemerintahan dibidang peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4. Teori Keikutsertaan

Keikutsertaan merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Dalam pengertian sehari-hari, keikutsertaan merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya keikutsertaan dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan, keikutsertaan merupakan bentuk tanggapan atau respon atas rangsangan-rangsangan yang diberikan dalam hal ini tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Gray dalam Winardi (2007), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya


(19)

sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan. Menurut Atkinson, Hilgard, (1983), adanya pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia itu sendiri, Hobbes (abad ke -17) mengemukakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab–sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

Teori yang sama menunjukkan adanya hubungan partisipasi dengan motivasi intrinsik dan ektrinsik dimana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat antusiasmenya dalam melakukan sesuatu kegiatan baik yang bersumber dalam dini individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ektrinsik) (Desra, 2011).

2.4.1. Keikutsertaan Pria dalam Keluarga Berencana

Keikutsertaan pria didefinisikan sebagai keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya. Dari beberapa literatur, dinyatakan bahwa keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.


(20)

Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk keikutsertaan pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya. Menurut BKKBN (2005), bentuk keikutsertaan pria dalam keluarga berencana dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, antara lain :

1. Keikutsertaan pria secara langsung adalah sebagai peserta KB Pria menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kontrasepsi kondom, vasektomi (kontap pria), metode senggama terputus dan metode pantang berkala/sistem kalender.

2. Keikutsertaan pria secara tidak langsung adalah: a. Mendukung dalam ber-KB

Apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB. Dukungan tersebut meliputi :

1. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya

2. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol

3. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi.


(21)

4. Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan.

5. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan

6. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala

7. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan.

b. Sebagai Motivator

Selain sebagai peserta KB, suami juga dapat berperan sebagai motivator, yang dapat berperan aktif memberikan motivasi kepada anggota keluarga atau saudaranya yang sudah berkeluarga dan masyarakat disekitarnya untuk menjadi peserta KB, dengan menggunakan salah satu kontrasepsi. Untuk memotivasi orang lain, maka seyogyanya dia sendiri harus sudah menjadi peserta KB, karena keteladanan sangat dibutuhkan untuk menjadi seorang motivator yang baik.


(22)

2.4.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keikutsertaan Pria dalam Program KB

1. Pengetahuan pria terhadap KB

Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan pengetahuan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

2. Tingkat pendidikan

Pengaruh pendidikan pria terhadap penggunaan alat kontrasepsi dalam KB telah dikemukakan oleh Ekawati. Menurutnya pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk KB.

3. Persepsi

Adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB. Hasil penelitian Saptono (2008) menyimpulkan bahwa suami dengan persepsi positif terhadap alat kontrasepsi pria lebih tinggi pada kelompok suami yang menggunakan alat kontrasepsi pria dari pada kelompok kontrol.


(23)

4. Kualitas pelayanan KB pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan kualitas pelayanan menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB. 5. Terbatasnya metode kontrasepsi pria

Dari studi kualitatif di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan terbatasnya metode kontrasepsi pria menjadi salah satu faktor rendahnya keikutsertaan pria dalam KB.

6. Dukungan istri terhadap suami untuk KB

Dari hasil penelitian di Sumatera Selatan dan Jawa Barat yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2001 menunjukkan 66,26% istri tidak setuju suaminya ber KB.

7. Aksesibilitas pelayanan KB pria

Adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja (48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan transportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit


(24)

pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1% dan rumah sakit swasta 8,6% (Saptono, 2008).

Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 – 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah (Wibowo, 1994). Hasil survei di 4 propinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan NTT tahun 2002 memperlihatkan bahwa dari 30% pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi, hanya 4% yang melayani vasektomi. Dari sisi provider terlihat bahwa keberadaan dan kesiapan provider pemberi pelayanan secara teknis telah mendukung pelaksanaan vasektomi. Namun secara mental masih ada hambatan, disamping itu mutasi dokter terlatihpun sangat cepat. Terbatasnya akses ke tempat pelayanan disebabkan antara lain oleh citra terhadap tempat pelayanan KB yang dipersiapkan sebagai tempat pelayanan untuk wanita, kurangnya tenaga terlatih untuk vasektomi, kurangnya motivasi provider untuk pelayanan vasektomi, kurangnya dukungan peralatan dan medical suplies untuk vasektomi dan kurang dukungan logistik kondom.

8. Dukungan pengambil keputusan

Tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap upaya peningkatan patisipasi pria. Petugas dan pengelola KB dilapangan umumnya merespon positif dan mendukung pelaksanaan peningkatan keikutsertaan pria dalam KB, namun demikian karena keterbatasan sumber dana, daya dan tenaga program ini masih belum menjadi prioritas utama dengan perkataan lain important but not urgent.


(25)

Masih adanya keragu-raguan dari pihak pengelola, petugas, provider maupun toko agama dan tokoh masyarakat bahkan sebagian dari klien terhadap pelayanan vasektomi. Karena vasektomi sampai saat ini masih menjadi bahan perbincangan dan perdebatan dikalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama. Belum optimalnya dukungan pengambil keputusan, tokoh masyarakat dan tokoh agama disebabkan kurangnya advokasi, budaya masyarakat, rendahnya pengetahuan keluarga tentang pentingnya keikutsertaan pria dalam KKG (kesetaran dan keadilan gender) dan kurang mantapnya pelaksanaan mekanisme operasional dalam penggarapan KB pria oleh para pengelola.

2.4.3. Dukungan Sosial Keluarga (Istri)

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggungjawab bersama pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan kontrasepsi pria seperti kondom dan vasektomi, suami mempunyai tanggung jawab utama sementara, jika istri sebagai pengguna kontrasepsi, suami dapat memaikan peranan penting dalam mendukung istri dan menjamin efektifitas pemakaian kontrasepsi. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena keluarga brencana, dan kesehatan reproduksi bukan hanya urusan pria atau wanita saja (BKKBN, 2000).

Menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Friedman (1998), dukungan sosial adalah suatu keadaan, yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh


(26)

dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintai.

Dalam semua tahapan, dukungan keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal sehingga akan meningkatkan kesehatan adaptasi mereka dalam kehidupan.

Jenis dukungan keluarga ada empat menurut Prasetyawati (2011) yang mengutip pendapat Friedman (1998), yakni :

1. Dukungan Instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan kongkrit,

2. Dukungan Informasional,yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan desiminator (penyebar informasi).

3. Dukungan Penilaian ( Appraisal), yaitukeluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validate identitas keluarga

4. Dukungan Emosional, yaitu keluarga sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Keikutsertaan merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab dan manfaat. Dalam pengertian sehari-hari, keikutsertaan merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya keikutsertaan dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses


(27)

pendidikan, keikutsertaan merupakan bentuk tanggapan atau responses atas rangsangan-rangsangan yang diberikan; yang dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Gray dalam Winardi (2007), motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu atau ikut berkeikutsertaan. Menurut Atkinson, Hilgard, (1983), adanya pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia itu sendiri, Hobbes (abad ke -17) mengemukakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab–sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

Teori yang sama menunjukkan adanya hubungan partisipasi dengan motivasi intrinsik dan ektrinsik dimana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan seseorang yang dapat menimbulkan tingkat antusiasmenya dalam melakukan sesuatu kegiatan baik yang bersumber dalam dini individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ektrinsik) (Desra, 2011).

2.5. Filosofi Penerangan dan Motivasi KB

Penerangan dan motivasi keluarga berencana dalam Repelita I terutama ditujukan untuk memberikan penerangan seluas-luasnya kepada masyarakat tentang terdapatnya kemungkinan bagi mereka untuk melaksanakan perencanaan keluarga. Hal


(28)

ini dilakukan baik melalui Penerangan umum, penerangan kelompok, penyuluhan wawan-muka, maupun melalui pendidikan kependudukan.

a. Penerangan umum.

Penerangan yang bersifat umum dilakukan terutama melalui surat-surat kabar, majalah, kantor berita, siaran radio, TVRI, lagu-lagu populer keluarga berencana, pembuatan film cerita dan dokumenter tentang keluarga berencana, penerbitan-penerbitan, spanduk-spanduk, papan bergambar, stempel pos pada surat-surat, perangko keluarga berencana dan lambang keluarga berencana pada mata uang logam.

b. Penerangan kelompok.

Penerangan kelompok terutama dilakukan melalui bantuan yang diberikankepada seminar/raker/pertemuan berbagai kelompok masyarakat serta mengirimkan tenaga-tenaga penerangan untuk melakukan pendekatan terhadap berbagai kelompok khusus masyarakat di daerah-daerah tertentu. Da1am rangka ini telah dilakukan pendekatan terhadap golongan-golongan "berpengaruh" dalam masyarakat yang diharapkan tidak hanya akan menjadi penghubung dan penyebar gagasan keluarga berencana, akan tetapi diharapkan menjadi "orang contoh" dalam pelaksanaan keluarga berencana. Untuk itu selama Repelita I telah dilakukan pendekatan secara khusus terhadap pemimpin-pemimpin masyarakat, alim ulama, organisasi karyawan swasta dan pemerintah, organisasi pemuda, pelajar, cendekiawan, kalangan Angkatan Bersenjata, usahawan dan lain sebagainya.


(29)

c. Penyuluhan wawan-muka

Perhatian yang telah timbul dari kalangan masyarakat terhadap program keluarga berencana segera membutuhkan penggarapan yang lebih bersifat perorangan agar kesadaran yang telah berkembang tersebut dapat tumbuh menjadi tindakan melaksanakan keluarga berencana. Hal ini dilakukan melalui penyuluhan wawan-muka baik berupa pendekatan secara langsung kepada calon akseptor maupun kepada mereka yang telah menjadi akseptor. Dengan demikian diharapkan jumlah akseptor baru terus bertambah dan bersamaan dengan itu kelangsungan akseptor yang telah ada dapat terus dipertahankan. Kegiatan penyuluhan wawan-muka tersebut untuk sebagian besar dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Oleh karena itu selama Repelita I jumlah tenaga PLKB terus ditingkatkan. Dalam tahun 1969/70 dan tahun 1970/71 belum terdapat tenaga PLKB yang terorganisir. Sejak tahun 1971/72 telah tercatat 1.930 orang tenaga PLKB, kemudian dalam tahun 1972/73 terdapat tambahan 3.774 orangdan kemudian dalam tahun 1973/74 tercatat PLKB baru sejumlah 5.969 orang.

d. Pendidikan kependudukan

Pendidikan kependudukan ditujukan untuk mengembangkan pengertian tentang hubungan rasionil antara perkembanganjumlah penduduk (manusia) dan perkembangan sumber-sumber kehidupan yangterdapat di sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan baik melalui pendidikan di dalam sekolah maupun pendidikan di luar sekolah. Pelaksanaan kegiatan pendidikan kependudukan secara terorganisir mulai dilaksanakan sejak tahun 1971/1972. Langkah ini dirintis melalui seminar dan loka


(30)

karya untuk mendapatkan pengarahan dan cara pendekatan yang tepat untuk masyarakat Indonesia. Selama masa Repelita I telah dapat diselesaikan penyusunan bahan-bahan pelajaran pendidikan kependudukan dan telah dapat dirumuskan 26 bahan pelajaran dari 26 judul.

2.6. Vasektomi

2.6.1. Definisi Vasektomi

Vasektomi merupakan prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga jalur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan dengan ovum tidak terjadi (Dyah, 2009). Menurut Handayani (2010) vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum.

2.6.2. Jenis Vasektomi

1. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy) 2. Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional)

3. Vasektomi semi permanen

Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) dilakukan dengan hanya dibius lokal pada kulit sebelah pinggir kantong buah zakar setelah meraba lokasi saluran sel sperma atau vas deferens. Lalu, bagian tersebut dibedah beberapa sentimeter untuk menemukan saluran. Saluran sperma lalu diikat pada dua sisi dan dipotong, lalu dimasukkan


(31)

kembali ke dalam kantong zakar. Bekas luka pun dijahit. Proses ini memakan waktu 10 hingga 20 menit untuk kedua sisi buah zakar.

Penelitian yang membandingkan teknik pembedahan vasektomi tradisional dengan vasektomi kauter listrik tanpa pisau bedah menunjukkan bahwa pria mengalami nyeri dan perdarahan yang lebih sedikit dari luka pada metode ini (Black, 2003). Vasektomi Semi Permanen yakni vas deferens yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing (Hartanto, 2004 ).

2.6.3. Kelebihan Vasektomi

1. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.

2. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup.

3. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri. 4. Lebih aman (keluhan lebih sedikit).

5. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan). 6. Lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil)

7. Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan). 8. Tidak ada mortalitas/kematian.


(32)

10.Tidak ada risiko kesehatan

11.Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan 12.Sifatnya permanen (Niken, dkk., 2010).

2.6.4. Kekurangan / Kerugian / Efek Samping Vasektomi serta Pengobatan atau Penanganannya

Pada umumnya vasektomi sangat cocok dipakai untuk kontrasepsi, akan tetapi pada beberapa pria dapat timbul masalah baik yang serius maupun yang sederhana, antara lain :

a. Perdarahan

Apabila perdarahan sedikit cukup diobservasi saja tetapi bila perdarahan agak banyak segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan didaerah scrotum harus dicurigai adanya perdarahan.

b. Hematoma

Biasanya terjadi bila didaerah scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama atau naik kendaraan di jalan yang rusak. Dan terjadi ketika seorang klien tidak memberi cukup waktu bagi dirinya sendiri untuk pulih, hematoma harus diterapi dengan kompres es, analgesia dan istirahat. c. Infeksi

Tanda-tanda peningkatan suhu tubuh atau nyeri atau pembengkakan di sekitar testis dapat menandakan infeksi, yang akan membutuhkan pengobatan antibiotik.


(33)

d. Granuloma sperma

Granuloma sperma dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan lokal, tetapi juga dapat asimtomatik, granuloma terjadi jika sperma bocor ke dalaam jaringan disekitarnya saat vas deferens dieksisi dan dapat membutuhkan eksisi lebih lanjut.

e. Anti bodi sperma

Penyulit jangka panjang yang dapat mengganggu upaya pemulihan fungsi reproduksi.

2.6.5. Indikasi Vasektomi

Pemasangan kontrasepsi vasektomi dapat dilakukan pada pria : 1. Mendapatkan persetujuan istri

2. Pasangan yang tidak lagi ingin menambah jumlah anak. 3. Pasangan yang istrinya sudah sering melahirkan.

4. Harus secara sukarela.

5. Mengetahui akibat-akibat vasektomi. 6. Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.

7. Pasangan yang telah gagal dengan kontrasepsi lain.

8. Pria yang akan melakukan MOP harus melakukannya secara sukarela dan menandatangani surat persetujuan.

9. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun.


(34)

2.6.6. Kontra Indikasi Vasektomi

1. Apabila ada peradangan kulit atau penyakit jamur di daerah scrotum.

2. Infeksi sistemik yang sangat mengganggu kondisi kesehatan klien seperti penyakit jantung koroner yang baru, diabetes mellitus, penyakit-penyakit perdarahan.

3. Penderita penyakit kulit atau jamur didaerah kemaluan.

4. Anemia berat, gangguan pembekuan darah atau sedang menggunakan antikoagulansia.

5. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar). 6. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar).

7. Penyakit kelainan pembuluh darah.

2.6.7. Hal-hal yang Perlu Diketahui Akseptor Vasektomi

1. Berpuasa hubungan suami istri selama 2 – 4 minggu, setelah melakukan vasektomi

2. Kehilangan kesuburan dan seksualitas.

3. Menambah perasaan nyaman, rileks, dan menambah enjoy dalam menikmati hubungan suami istri.

Akseptor vasektomi harus kontrol kembali pada saat :

1. 1 minggu setelah operasi untuk melihat apakah terdapat infeksi atau tidak. 2. 1 bulan setelah operasi untuk melihat apakah ada kelainan atau tidak. 3. Setiap 3 bulan untuk pemeriksaan.


(35)

4. Segera kembali apabila terjadi pendarahan, badan panas, nyeri yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas.

5. Dan bila terdapat keluhan

2.7. Pelaksanaan Pelayanan Vasektomi 2.7.1. Tempat Pelayanan Vasektomi

Vasektomi dapat dilakukan difasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk atau banyak orang. Ruangan tersebut sebaiknya seperti berikut:

a. Mendapat penerangan yang cukup

b. Lantai semen/keramik tang mudah dibersihkan dan bebas debu dan serangga. c. Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruang. Ventilasi ruangan

harus sebaik mungkin dan apabila menggunakan jendela, tirai harus terpasang baik dan kuat.

B. Persiapan Klien

Walaupun kulit tidak dapat tindakan pembersihan dengan menggunakan antiseptik sudah sangat mengurangi makroorganisme yang ada pada permukaan kulit, terutama mikroorganisme yang dapat menyebabkan komplikasi (tetanus) :

a. Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik.

b. Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga skrotum. c. Rambut pubis cukup di gunting pendek apabila menutupi daerah operasi.


(36)

d. Cuci atau bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air, kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik.

e. Jika menggunakan larutan povidon iodine tunggu 1 atau 2 menit hingga yodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme.

3. Pencegahan Infeksi Sebelum tindakan:

1. Cuci tangan kemudian gosok skrotum dengan sabun lalu bilas dengan air yang bersih

2. Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air bersih.

Selama tindakan:

1. Gunakan instrumen yang telah disterilkan atau didesinfektan tingkat tinggi, termasuk sarung tangan dan kain tertutup.

2. Lakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi resiko perdarahan dan infeksi.

Sesudah tindakan:

1. Sementara masih menggunakan sarung tangan operator membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam wadah atau plastik yang tetutup rapat.

2. Lakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% pada instrumen atau alat yang masih akan digunakan lagi.

3. Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, meja instrumen dan benda-benda perlengkapan lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung.


(37)

4. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan. 2.7.2. Teknik Vasektomi Standar

1. Celana dibuka baringkan klien dalam posisi terlentang.

2. Daerah kulit skrotum dan bagian lain dalam pangkal paha kiri dan kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadine, larutan klorheksidin atau asam pikrat. Bulu yang ada perlu dicukur terlebih dahulu dan sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri.

3. Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

Gambar 2.1. Daerah Skrotum

4. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi local, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens


(38)

5. Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.

Gambar 2.3. Prosedur Vasektomi Langkah Kelima


(39)

6. Setelah kulit dibuka vas deferens di pegang dengan klem kemudian dibersihkan dan dipisahkan sampai tampak vas deferens yang mengkilat seperti mutiara. Perdarahan ditangani dengan cermat, obat anastesi sebaiknya diberikan kembali kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kembali. Selanjutnya vasdferens dan fasianya dipisahkan dengan gunting halus berujung runcing.

Gambar 2.4. Prosedur Vasektomi Langkah Keenam

7. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya tapi jangan dipotong dahulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat jika ada


(40)

perdarahan yang tersembunyi. Jepitlah hanya pada titik perdarahan jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensiasilis.

8. Potonglah diantara ke dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm gunakan benang sutra atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut, ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan, interposisi fasia vas deferens dianjurkan. Interposisi fasia vas deferens adalah menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal sebelah dibenamkan dalam fasia dan

vas deferens bagian prolsimal (sebelah testis) terletak diluar fasia. Gambar 2.5. Prosedur Vasektomi Langkah Kedelepan


(41)

Gambar 2.6. Prosedur Vasektomi Langkah Kesembilan

10. Lakukan tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri setelah selesai tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut, rawat luka operasi dengan baik tutup dengan kasa steril dan diplester.

2.7.3. Perawatan dan Pemeriksaan Pasca Bedah Vasektomi

Setiap tindakan pascabedah walaupun kecil memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pasca tindakan bedah vasektomi dianjurkan dilakukan yaitu:

1. Klien dipersilahkan berbaring selama 15 menit 2. Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka

3. Klien dapat dipulangkan bila keadaan klien dan luka operasi baik 4. Pendidikan kesehatan yang diberikan yaitu:


(42)

1. Perawatan luka, diusahakan tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi, pakailah pakaian dalam yang bersih.

2. Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.

3. Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgetik seperlunya.

4. Jangan bekerja berat atau naik sepeda

5. Setelah dilakukan vasektomi tetap diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisi-sisa sperma dan perlu menggunakan alat pencegah kehamilan selama masih ada sisa sperma. Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal :

1. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan 2. Sebulan setelah opersi

3. Tiga bulan setelah opersi.

2.8. Landasan Teori

Green dalam Notoatmodjo (2012), menjelaskan berdasarkan penelitian kumulatif mengenai perilaku kesehatan, telah diidentifikasi tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung


(43)

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

d. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

e. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.


(44)

f. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya.

2.9. Kerangka Pikir

Gambar 2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir dalam penelitian ini adalah variabel independen yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional, sedangkan untuk variable dependennya adalah keikutsertaan menjadi akseptor KB melalui vasektomi di wilayah kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Pengetahuan Sikap

Menjadi Akseptor Vasektomi

Dukungan Keluarga ( Istri )


(1)

6. Setelah kulit dibuka vas deferens di pegang dengan klem kemudian dibersihkan dan dipisahkan sampai tampak vas deferens yang mengkilat seperti mutiara. Perdarahan ditangani dengan cermat, obat anastesi sebaiknya diberikan kembali kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata hingga memudahkan penjahitan kembali. Selanjutnya vasdferens dan fasianya dipisahkan dengan gunting halus berujung runcing.

Gambar 2.4. Prosedur Vasektomi Langkah Keenam

7. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya tapi jangan dipotong dahulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat jika ada


(2)

perdarahan yang tersembunyi. Jepitlah hanya pada titik perdarahan jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensiasilis.

8. Potonglah diantara ke dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm gunakan benang sutra atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut, ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

9. Untuk mencegah rekanalisasi spontan, interposisi fasia vas deferens dianjurkan. Interposisi fasia vas deferens adalah menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal sebelah dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian prolsimal (sebelah testis) terletak diluar fasia.


(3)

Gambar 2.6. Prosedur Vasektomi Langkah Kesembilan

10. Lakukan tindakan di atas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri setelah selesai tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut, rawat luka operasi dengan baik tutup dengan kasa steril dan diplester.

2.7.3. Perawatan dan Pemeriksaan Pasca Bedah Vasektomi

Setiap tindakan pascabedah walaupun kecil memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pasca tindakan bedah vasektomi dianjurkan dilakukan yaitu:

1. Klien dipersilahkan berbaring selama 15 menit 2. Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka

3. Klien dapat dipulangkan bila keadaan klien dan luka operasi baik 4. Pendidikan kesehatan yang diberikan yaitu:


(4)

1. Perawatan luka, diusahakan tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi, pakailah pakaian dalam yang bersih.

2. Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.

3. Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgetik seperlunya.

4. Jangan bekerja berat atau naik sepeda

5. Setelah dilakukan vasektomi tetap diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan pasangan, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisi-sisa sperma dan perlu menggunakan alat pencegah kehamilan selama masih ada sisa sperma. Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal :

1. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan 2. Sebulan setelah opersi

3. Tiga bulan setelah opersi.

2.8. Landasan Teori

Green dalam Notoatmodjo (2012), menjelaskan berdasarkan penelitian kumulatif mengenai perilaku kesehatan, telah diidentifikasi tiga kelas faktor yang mempunyai potensi dalam mempengaruhi kesehatan. Tiga faktor tersebut adalah faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung


(5)

(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Masing-masing faktor ini mempunyai pengaruh yang berbeda atas perilaku. Model ini dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

d. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

e. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.


(6)

f. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Setiap ganjaran, insentif atau hukuman yang mengikuti atau diperkirakan sebagai akibat dari suatu perilaku kesehatan dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Hal ini terwujud dalam sikap dan perilaku seseorang yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Referensi ini dapat berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya.

2.9. Kerangka Pikir

Gambar 2.7. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir dalam penelitian ini adalah variabel independen yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional, sedangkan untuk variable dependennya adalah keikutsertaan menjadi akseptor KB melalui vasektomi di wilayah kerja Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir.

Pengetahuan Sikap

Menjadi Akseptor Vasektomi Dukungan