PENERAPAN METODE BALANCED SCORECARD SEBA

NIRLABA

(Studi Kasus pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Wahyu Eko Yuzandra Pramadhany

NIM. C2C309002

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011

ABSTRACT

This research discuses about performance measurement of organization by using Balanced Scorecard as a method that can be applied in a public sector organization. Nowadays, performance measurement in public sector is still more focused on internal business and short term goals (financial). Therefore, measurement of performance using the Balanced Scorecard (financial perspective, customer perspective, internal business perspective and learning and growth perspective) offers a solution for more comprehensive performance measurement and comprehensive in an organization.

The object of this research is Bhayangkara Hospital, Semarang as one of the hospitals owned by Central Java Polda. The research at hospital conducted by comparing between internal hospital performance and Balanced Scorecard performance of the years 2008-2010.

From the results of research using the Balanced Scorecard, the average value for each perspectives of financial, customer, internal business and learning and growth is good enough. So it can be concluded that the performance of the Bhayangkara Hospital, Semarang included in the criteria sufficiently, with some suggestions and improvements that need to be done.

Keywords: Performance, Balanced Scorecard, Hospital

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai pengukuran kinerja organisasi menggunakan metode Balanced Scorecard sebagai sebuah metode yang mampu diaplikasikan ke dalam organisasi sektor publik. Selama ini pengukuran kinerja sektor publik masih bersifat internal dan lebih berfokus pada tujuan jangka pendek (keuangan). Oleh karena itu, pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard (perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) menawarkan solusi pengukuran kinerja yang lebih menyeluruh dan komprehensif dalam suatu organisasi.

Objek penelitian ini adalah Rumah Sakit Bhayangkara Semarang sebagai salah satu rumah sakit milik Polda Jawa Tengah. Penelitian pada rumah sakit dilakukan dengan membandingkan antara kinerja internal rumah sakit dengan kinerja menurut Balanced Scorecard dari tahun 2008-2010.

Dari hasil penelitian dengan menggunakan Balanced Scorecard, nilai rata- rata untuk masing-masing perspektif yaitu keuangan, pelanggan, bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan adalah cukup baik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang termasuk dalam kriteria cukup, dengan beberapa saran dan perbaikan yang perlu dilakukan.

Kata kunci : Kinerja, Balanced Scorecard, Rumah Sakit

MOTTO

Lakukan dengan sepenuh hati setiap apa yang kita kerjakan, bumbui dengan

sedikit passion dan Percayalah bahwa Allah SWT selalu bersama kita

Control yourself, then you can control the world

PERSEMBAHAN

1. Kedua orangtuaku, yang telah membesarkan dan mendidikku dengan cinta, kesabaran dan pengorbanannya.

2. Adikku, Frida Aulia, yang selalu memberikan semangat dan dukungan pada setiap langkahku.

3. Seluruh sahabat yang akan selalu kekal abadi di dalam ingatanku.

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr.Wb

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil

menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Metode Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Pada Organisasi Nirlaba (Studi Kasus

pada Rumah Sakit Bhayangkara Sem arang)”. Penyusunan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian program studi ilmu Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Drs. H. Mohamad Nasir, M.Si., Akt., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan izin penyusunan skripsi.

2. Bapak Shiddiq Nur Rahardjo, S.E., M.Si., Akt. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi.

3. Bapak Tri Jatmiko Wahyu Prabowo S.E., M.Si., Akt. selaku dosen wali penulis.

4. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

5. AKBP dr. Mariyanto, SpPD. selaku Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Semarang yang telah memberikan izin untuk penelitian.

6. AKP Yuliana S.W, Skep., Ibu Sri Ngatmini serta seluruh jajaran staf beserta karyawan Rumah Sakit Bhayangkara Semarang yang telah dengan sabar membantu penulis dalam mengolah data-data sebagai bahan penyusunan skripsi.

7. Keluargaku: Bapak, Ibu, Adikku Frida, terima kasih atas doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

8. Para Ranger Jatingaleh Adit, Aji, Akin, dan Mbambink. Tidak ada yang bisa memutuskan suatu ikatan persahabatan.

9. Kawan-kawan seperjuangan, Alvie, Bram X, Beni, dan Gruno. You’re the best guys.

10. Rekan-rekan kuliah UNREG 2 yang tak terlupakan. Sukses selalu untuk kita semua.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini.

4.18 Kinerja Keuangan Rumah Sakit ........................................................ 89

4.19 Indikator Kinerja Pelayanan Rumah Sakit......................................... 90

4.20 Kinerja Berdasarkan Balanced Scorecard.......................................... 95

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Balanced Scorecard Sebagai Strategi dalam Suatu Manajemen................................................................................ 22

Gambar 2.2 Hubungan Empat Perspektif Balanced Scorecard.................... 24 Gambar 2.3

Ukuran Utama Pada Perspektif Pelanggan............................... 29 Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran.................................................................. 35 Gambar 4.1

Skala Kinerja............................................................................. 88

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Struktur Organisasi.......................................................... LAMPIRAN B

Data Akuisisi dan Retensi Pasien.................................... LAMPIRAN C

Indikator Pelayanan Rumah Sakit................................... LAMPIRAN D

Laporan Realisasi Anggaran............................................ LAMPIRAN E

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Data Kepuasan Pelanggan.........................................................................

LAMPIRAN F Kuisioner Tanggapan Kepuasan Pelanggan.................... LAMPIRAN G

Tabel Skor Kepuasan Pelanggan..................................... LAMPIRAN H

Surat Ijin Penelitian.........................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Untuk menghadapi persaingan bisnis yang sangat kompetitif, kinerja merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh suatu organisasi. Kinerja dalam suatu periode tertentu dapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat keberhasilan organisasi. Oleh karena itu, sistem kinerja yang sesuai dan cocok untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan berkembang.

Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi. Pengukuran tersebut antara lain dapat digunakan sebagai dasar menyusun sistem imbalan atau sebagai dasar penyusun strategi organisasi atau perusahaan (Cahyono, 2000). Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja dibuat dengan menetapkan reward dan punishment system (Ulum, 2009).

Sistem pengukuran kinerja tradisional merupakan salah satu cara yang umumnya digunakan oleh manajemen tradisional untuk mengukur kinerja. Pengukuran kinerja secara tradisional lebih menekankan kepada aspek keuangan, karena lebih mudah diterapkan sehingga tolok ukur kinerja personal diukur berkaitan dengan aspek keuangan saja. Sistem ini lazim dilakukan dan Sistem pengukuran kinerja tradisional merupakan salah satu cara yang umumnya digunakan oleh manajemen tradisional untuk mengukur kinerja. Pengukuran kinerja secara tradisional lebih menekankan kepada aspek keuangan, karena lebih mudah diterapkan sehingga tolok ukur kinerja personal diukur berkaitan dengan aspek keuangan saja. Sistem ini lazim dilakukan dan

Untuk meningkatkan kinerja organisasi, maka diperlukan suatu sistem berbasis kinerja. Kinerja yang baik harus mempunyai sistem pengukuran kinerja yang andal dan berkualitas, sehingga diperlukan penggunaan ukuran kinerja yang tidak hanya mengandalkan aspek keuangan saja tetapi juga memperhatikan aspek- aspek non-keuangan. Hal ini mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk merancang suatu sistem pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang disebut dengan Balanced Scorecard. Konsep Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2000) merupakan salah satu metode pengukuran kinerja dengan memasukkan empat aspek/perspektif di dalamnya yaitu:

1. Financial perspective (perspektif keuangan)

2. Customer perspective (perspektif pelanggan)

3. Internal bisnis perspective (perspektif proses bisnis internal) dan

4. Learning and growth perspective (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) Balanced Scorecard merupakan strategi bisnis yang diterapkan agar dapat

dilaksanakan dan dapat mengukur keberhasilan organisasi. Dengan demikian

Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alat untuk mengimplementasikan strategi. Lebih dari itu, Balanced Scorecard dapat menyelaraskan berbagai fungsi (divisi, departemen, seksi) agar segala keputusan dan kegiatannya di dalam masing-masing fungsi tersebut dapat dimobilisasikan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Pada awalnya, Balanced Scorecard dirancang untuk digunakan pada organisasi yang bersifat mencari laba, namun kemudian berkembang dan diterapkan pada organisasi nirlaba. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan pada organisasi laba dengan organisasi nirlaba, diantaranya: pada organisasi laba perspektif finansial adalah tujuan utama dari perspektif yang ada, sedangkan pada organisasi nirlaba perspektif konsumen merupakan tujuan utama dari perspektif yang ada. Persfektif finansial dalam organisasi laba adalah berupa finansial atau keuntungan, sedangkan dalam organisasi nirlaba perspektif finansisal adalah pertanggungjawaban keuangan mengenai penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat.

Balanced Scorecard dinilai cocok untuk organisasi nirlaba karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut sesuai dengan jenis organisasi nirlaba yaitu menempatkan laba sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang bersifsat kualitatif dan non keuangan.

Rumah sakit umum merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan. Kegiatan usaha Rumah sakit umum merupakan salah satu instansi pemerintah yang bergerak di bidang sektor publik dalam bidang jasa kesehatan. Kegiatan usaha

Rumah Sakit Bhayangkara Semarang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Polri. Selama ini pengukuran kinerjanya hanya menggunakan pengukuran kinerja secara tradisional, yaitu membandingkan target yang telah ditetapkan dengan realisasi pendapatan yang diterima oleh rumah sakit, serta ukuran jasa standar pelayanan rumah sakit. Pengukuran tersebut dirasa kurang memadai karena hanya menggunakan standar umum penilaian.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis ingin menerapkan elemen- elemen yang dimiliki Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja organisasi melalui empat aspek yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan aspek pembelajaran dan pertumbuhan berdasarkan visi, misi dan tujuan yang dijabarkan dalam strategi organisasi dan nantinya setelah aspek-aspek non finansial tersebut diukur, diharapkan dapat membuat pengukuran kinerja di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang menjadi lebih baik dari sekarang. Dengan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai

“Penerapan Metode Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur Penilaian Kinerja Pada Organisasi Nirlaba (Studi Kasus pada Rumah Sakit Bhayangkara Semarang)”.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja secara tradisional?

2. Bagaimana kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan mengacu pada penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard?

3. Bagaimana penilaian kinerja tradisional dibandingkan dengan pengukuran menggunakan Balanced Scorecard pada Rumah Sakit Bhayangkara?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasi, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:

1) Mengetahui kinerja kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja secara tradisional.

2) Mengetahui kinerja Rumah Sakit Bhayangkara Semarang berdasarkan penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard.

3) Mengetahui perbandingan antara pengukuran kinerja secara tradisional dengan pengukuran menggunakan Balanced Scorecard.

1.3.2. Manfaaf Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan, diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Bagi Akademik Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penilaian kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard

2) Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rumah sakit sebagai organisasi sektor publik dalam melakukan pengukuran kinerja yang mampu mencerminkan seluruh aspek baik tangible maupun intangible dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard yang mungkin dapat diterapkan di masa yang akan dating.

3) Bagi Polri Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Polri dalam pengambilan kebijakan mengenai pengukuran kinerja pada instansi-instansi Polri agar lebih komprehensif mencakup semua aspek.

1.4 Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai penulisan skripsi ini, maka dalam penulisannya dibagi menjadi 5 bab, dengan rincian sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan tentang dasar-dasar teori yang menyangkut penelitian ini yaitu mengenai pengertian kinerja, penilaian kinerja, pengertian Balanced Scorecard, karakteristik Balanced Scorecard, pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum obyek, obyek penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, jenis dan sumber data, metode dalam pengumpulan data serta analisis data.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang deskripsi dari obyek yang diteliti, analisia serta pembahasan hasil analisis data.

BAB V Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kinerja Menurut Helfert (dalam Srimindarti, 2004: 53) Kinerja perusahaan adalah

suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Srimindarti, 2004).

Jadi pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kegiatan operasional perusahaan berupa tindakan dan aktivitas suatu organisasi pada periode tertentu sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengukuran kinerja adalah penilaian tingkat efektifitas dan efisiensi dari aktivitas organisasi.

2.2 Penilaian Kinerja Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal

dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja dapat dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001: 416). Penilaian kinerja dapat

Penilaian kinerja dapat digunakan oleh seorang manajer untuk memperoleh dasar yang obyektif dalam memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan agar dapat memberi motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.

Menurut Mulyadi (2001: 420), Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu:

a. Tahap persiapan, terdiri dari tiga tahap rinci:

1) Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab.

2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja.

3) Pengukuran kinerja sesungguhnya.

b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci:

1) Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Penentuan

penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar.

penyebab

timbulnya

3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Menurut Hansen dan Mowen (2009), Ukuran kinerja diturunkan dari visi, strategi, dan tujuan perusahan. Ukuran-ukuran tersebut harus diseimbangkan dengan ukuran lain yaitu:

a. Ukuran Lag, berupa ukuran hasil dari usaha masa lalu.

b. Ukuran Lead, berupa faktor yang menggerakkan kinerja masa depan.

c. Ukuran Objektif, ukuran yang bisa langsung dihitung dan diverifikasi.

d. Ukuran Subjektif, berupa ukuran yang lebih bersifat praduga.

e. Ukuran Keuangan, ukuran yang dinyatakan dalam istilah moneter.

f. Ukuran Nonkeuangan, ukuran yang dinyatakan menggunakan unit- unit nonmoneter.

g. Ukuran Eksternal, berkaitan dengan pelanggan dan pemegang saham.

h. Ukuran Internal, berkaitan dengan proses dan kemampuan menciptakan nilai bagi pelanggan.

Pengukuran kinerja yang efektif setidaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Yuwono, dkk: 2003):

a. Didasarkan pada masing masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated.

c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan.

d. Memberikan umpan balik untuk membantu masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.

2.2.1 Penilaian Kinerja Tradisional

Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut Mulyadi (2001), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis.

Kaplan dan Norton (1996: 7) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu:

a. Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.

b. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis.

c. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan.

Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya.

Berdasar kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. konsep ini secara umum dikenal dengan konsep Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2.2 Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik

Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan Konsep pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik adalah bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan

2.2.2.1 Tujuan Penilaian Kinerja Sektor Publik

Tujuan pengukuran kinerja sector publik menurut Mardiasmo (2002: 122) adalah:

a. Mengkomunikasikan strategi secara lebih mantap.

b. Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan

bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

d. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.

2.2.2.2 Manfaat Penilaian Kinerja Sektor Publik

Manfaat pengukuran kinerja sektor publik menurut Lynch dan Cross (dalam Yuwono, 2002) adalah:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya- upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran.

e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku tersebut.

2.3 Pengertian Rumah Sakit

2.3.1 Definisi Rumah Sakait

Menurut Anwar (dikutip dari Wangsi, 2006), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 1998 dibagi menjadi 4 macam yaitu:

a. Berdasarkan kemampuan pelayanan Kelas A : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas. Kelas B II : Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialitik terbatas.

Kelas B I : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik. Kelas C : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap. Kelas D : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

b. Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah sakit pemerintah dijalankan oleh:

1) Departemen Kesehatan

2) Pemerintah Daerah

3) ABRI

4) Badan Umum Milik Negara Rumah sakit swasta dijalankan oleh:

1) Yayasan

2) Badan Hukum lain yang terkait.

c. Berdasarkan fungsi rumah sakit

1) Institusi pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) Merupakan lembaga non profit dan keuntungan IPSM harus ditanamkan kembali pada Rumah Sakit.

2) Non Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (non IPSM) Merupakan lembaga non profit dan keuntungan dapat digunakan oleh para pemilik Rumah Sakit (biasanya diselenggarakan oleh swasta).

d. Berdasarkan segi pemasaran

1) Volume, Rumah Sakit tipe ini mengutamakan pelayanan (jumlah pasien) yang sebanyak-banyaknya.

2) Diferensiasi, Rumah sakit tipe ini mengutamakan spesialisasi, apabila perlu sub spesialisasi. Rumah sakit ini dituntut untuk mempunyai cukup banyak sarana yang menunjang masing-masing spesialisasi tersebut.

3) Fokus, Rumah Sakit tipe ini adalah rumah Sakit yang berkonsentrasi pada spesialisasi tertentu, khusus kanker, khusus mata dan sebagainya.

2.3.2 Penilaian Kinerja Rumah Sakit

Berdasar standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan nasional (Depkes 2005), kinerja rumah sakit dinilai dari:

a. BOR (Bed Occupancy Rate) Menunjukkan presentase tempat tidur yang dihuni dengan tempat tidur yang tersedia.

b. BTO (Bed Turn Over Rate) Menunjukkan perbandingan jumlah pasien keluar dengan rata-rata tempat tidur yang siap pakai.

c. TOI (Turn Over Interval) Menunjukkan rata-rata waktu luang tempat tidur.

d. ALOS (Average Length of Stay) Menunjukkan rata-rata lamanya seorang pasien dirawat inap.

e. GDR (Gross Death rate) Digunakan untuk mengetahui rata-rata kematian untuk tiap-tiap 1000 pasien keluar.

f. NDR (Net Death Rate) Digunakan untuk mengetahui rata-rata angka kematian >48 jam setelah dirawat untuk tiap-taip 1000 pasien keluar.

2.4 Pengertian Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Adapun beberapa pengertian Balanced Scorecard menurut beberapa ahli:

a. Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu: Scorecard: Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Balanced: Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan dari segi intern maupun ekstern.

b. Menurut Yuwono, dkk (2003) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

c. Menurut Anthony and Govindarajan (2003) Balanced Scorecard merupakan suatu alat untuk melihat jelas organisasi, meningkatkan komunikasi, membangun tujuan-tujuan organisasional dan umpan balik bagi strategi.

d. Menurut Hansen dan Mowen (2006: 521) Balanced Scorecard adalah sistem manajemen strategi yang menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tujuan ukuran operasional.

e. Menurut Tunggal (2002) Konsep Balanced Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi sebagai turunan dari strategi organisasi yang mendukung kinerja organisasi secara keseluruhan.

f. Menurut Mulyadi (2005) Balanced Scorecard adalah alat manajemen pada saat ini yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangannya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Balanced Scorecard merupakan alat ukur manajemen yang mampu mengimplementasikan tujuan strategik organisasi organisasi melalui 4 perspektif dasarnya (keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan), dengan tujuan meningkatkan performa organisasi dalam jangka panjang.

2.5 Karakteristik Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem manajemen untuk mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang. Sehingga suatu organisasi menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard dalam rangka untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu:

a. Menterjemahkan Visi Dan Misi Organisasi Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi

dijabarkan ke dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang dan merupakan dijabarkan ke dalam tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan atau beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang akan diwujudkan di masa mendatang dan merupakan

b. Komunikasi dan Hubungan Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan

apa yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:

1) Comunicating and educating

2) Setting Goals

3) Linking Reward to Performance Measures

c. Rencana Bisnis Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan

antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced

d. Umpan Balik dan Pembelajaran Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada

perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam mengevaluasi strategi.

Gambar 2.1 Balanced Scorecard Sebagai Strategi Dalam Suatu Manajemen

Sumber: Kaplan dan Norton. 2000. Balanced Scorecard: Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.

Balanced Sorecard merupakan sekelompok tolok ukur kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung strategi perusahaan di seluruh organisasi. Suatu strategi pada dasarnya merupakan suatu teori tentang bagaimana mencapai tujuan organisasi. Dalam pendekatan Balanced Scorecard, manajemen puncak menjabarkan strateginya kedalam tolak ukur kinerja sehingga karyawan memahaminya dan dapat melaksanakan sesuatu untuk mencapai strategi tersebut (Wijaya, 2003).

2.6 Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorcared

Pengukuran kinerja merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi, diantaranya dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun sistem imbalan di suatu organisasi. Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard memiliki cakupan yang cukup luas, karena tidak hanya mempertimbangkan aspek-aspek finansial tetapi juga aspek nonfinansial.

Pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard merupakan alternatif pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat hal utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kelebihan penggunaan Balanced Scorecard adalah bahwa dengan pendekatan Balanced Scorecard berusaha untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan kedalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan tersebut.

Untuk dapat melihat hubungan keempat perspektif dalam balanced scorecard dapat dilihat pada gambar 2.2

Gambar 2.2 Hubungan Empat Perspektif Balanced Scorecard

Sumber: Kaplan and Norton, 2000: 28

2.6.1 Perspektif di Dalam Balanced Scorcared

Balanced Scorecard menunjukkan adanya metode pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton, 1996: 47). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu: Balanced Scorecard menunjukkan adanya metode pengukuran kinerja yang menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan dan Norton, 1996: 47). Ada empat perspektif kinerja bisnis yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:

1) Growth (Berkembang) Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang sama sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.

2) Sustain Stage (Bertahan) Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan umumnya

diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan

3) Harvest (Panen) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.

b. Perspektif Pelanggan/Konsumen Kaplan dan Norton (2000: 58) menjelaskan ada dua kelompok pengukuran yang terkait di dalam perspektif peanggan, yaitu:

1) Kelompok Inti (core measurement)

a) Pangsa pasar Pangsa pasar menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.

b) Akuisisi pelanggan Mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-pelanggan baru. Akuisisi ini diukur dengan membandingkan jumlah pelanggan dari tahun ke tahun.

c) Retensi pelanggan Mengukur

perusahaan berhasil mempertahankan pelanganpelanggan lama. Pengukuran dapat dilakukan dengan

seberapa

banyak

mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini dengan cara membandingkan jumlah pelanggan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.

d) Tingkat kepuasan pelanggan Mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. Berupa umpan balik mengenai seberapa baik perusahaan melaksanakan bisnisnya.

2) Kelompok Penunjang (performance drivers)

a) Atribut-atribut Produk

Tolok ukur atribut produk dilihat dari beberapa aspek:

 Tingkat harga eceran relatif (tingkat harga yang dibandingkan dengan tingkat harga produk pesaing).  Tingkat daya guna produk (seberapa jauh produk yang telah dibeli berdaya guna bagi pelanggan).

 Tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai akibat ketidak sempurnaan proses produksi (cacat, rusak,

atau tidak lengkap).  Mutu peralatan dan fasilitas produksi yang digunakan

 Kemampuan sumber daya manusia  Tingkat efisiensi produksi.

b) Hubungan Dengan Pelanggan Tolok ukur yang termasuk sub kelompok ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh pramuniaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.

c) Citra dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya

dimata para pelanggannya dan masyarakat konsumen.

Konsep Balanced Scorcared tentang perspektif pelanggan dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2.3 Ukuran Utama Pada Perspektif Pelanggan

Sumber: Kaplan dan Norton, 2000: 60

c. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norton (2000: 83) dalam proses bisnis

internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi:

1) Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara 1) Inovasi Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu produk secara

2) Proses Operasional Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.

3) Proses Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan Aktivitas penyampaian produk atau jasa pada pelanggan meliputi pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian produk atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada pelanggan yang telah membeli produknya seperti layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan kerusakan, layanan penggantian suku cadang, dan perbaikan pembayaran.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan

dan Norton, 2000: 110):

1) Kepuasan Karyawan Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.

2) Kemampuan Sistem Informasi Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat informasi tersebut.

3) Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan Pegawai yang memiliki informasi yang berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha, apabila mereka tidak mempunyai motivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau tidak diberi kebebasan dalam pengambilan keputusan atau bertindak.

2.6.2 Keunggulan Balanced Scorecard

Balance Scorecard memiliki beberapa keunggulan (Gunawan, 2000 dalam Srimindarti, 2004):

a. Komprehensif Balance Scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja, tetapi juga aspek kualitatif. Keempat perspektif menyediakan keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti laba, sedangkan pada ukuran internal seperti pengembangan produk baru.

b. Koheren Balance Scorecard mengharuskan personil untuk menentukan hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif keuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

c. Seimbang Keseimbangan sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berjangka panjang.

d. Terukur Keterukuran sasaran yang dihasilkan oleh sistem perencanaan menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Balance Scorecard mengukur sasaran-sasaran yang sulit untuk diukur. Sasaran pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah untuk diukur, namun dalam Balance Scorecard sasaran ketiga perspektif non keuangan tersebut dapat diukur.

2.6.3 Cara Mengukur Balanced Scorecard

Kriteria pengukuran yang seimbang menurut Mulyadi (2001) adalah sejauh mana sasaran strategik dicapai secara seimbang. Skor taip-tiap kinerja diberikan berdasarkan rating scale sebagai berikut:

Tabel 2.1 Rating Scale

Sumber: Mulyadi 2001

Setelah menentukan rating scale, selanjutnya adalah membuat ukuran kinerja berisi indikator-indikator yang akan digunakan sebagai dasar pemberian skor. Ukuran kinerja dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Ukuran Kinerja

Ukuran

Sk

Perspektif Sasaran Strategik

Hasil

Pemacu Kinerja

or

Keuangan Rasio Ekonomi

Penurunan biaya

-Revenue mix

-Cycle Rasio Efisiensi

Peningkatan efisiensi

keuangan

Pelanggan Meningkatnya

Akuisisi Pelanggan

-Bertambahnya

customer baru kepercayaan pelanggan

Retensi Pelanggan

-Depth of

Kepuasan Pelanggan

relationship

-Berkurangnya keluhan

Bisnis Internal Meningkatnya proses

Inovasi

-Efisiensi

layanan kepada

Tingkat Pelayanan

pelayanan

customer Pembelajaran

Meningkatnya

Retensi karyawan

-Karyawan keluar

dan kapabilitas karyawan berkuran

Pelatihan Karyawan

Pertumbuhan Meningkatnya -Karyawan

komitmen karyawan mengikuti latihan

TOTAL

Sumber: Mulyadi 2001

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambaran mengenai penelitian ini dijelaskan pada kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.4

Kerangka Pemikiran

Rumah Sakit Bhayangkara Semarang

Kinerja rumah sakit

Pengukuran kinerja standar RS Pengukuran kinerja menggunakan Bhayangkara

Balanced Scorecard

Balanced Scorecard:

1. Perspektif Keuangan

2. Perspektif Pelanggan

3. Perspektif

Proses Bisnis

Internal

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perbandingan antara kinerja standar rumah sakit dan

Balanced Scorecard

Kesimpulan

2.8 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian tentang Balanced Scorecard telah dilakukan pada beberapa perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Penelitan tersebut memaparkan bahwa pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard dinilai lebih akurat, karena tidak hanya kinerja keuangan saja yang diukur, tetapi juga kinerja non keuangan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai Balanced Scorecard:

a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuanisa Dhira (2010), dalam penelitiannya “Evaluasi Terhadap Kinerja Unit Usaha Syariah (UUS)

Pada Bank Konvensional dengan Perspektif Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Bank Jateng)” menyebutkan bahwa:

1) Dalam perspektif keuangan, rasio NPF UUS Bank Jateng lebih baik dibandingkan dengan rasio keuangan yang lain, yaitu rasio FDR dan BOPO. Tetapi rasio FDR dan BOPO pada UUS mengalami penurunan prosentase yang mendekati rasio ideal menurut ketentuan BI.

2) Dalam perspektif nasabah, tingkat kepuasan nasabah Bank Jateng lebih tinggi dibandingkan UUS Bank Jateng dikarenakan minimnya kantor cabang yang melayani syariah. Hasil penelitian dan preferensi masyarakat terhadap UUS Bank Jateng menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah.

Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling pada tiap kantor cabang Bank Jateng.

3) Dalam bisnis internal, UUS Bank Jateng mulai memperluas jaringan untuk memenuhi potensi pasar bank syariah sehingga produk-produk syariah Bank Jateng dapat dikenal oleh masyarakat.

4) Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, dilihat dari tingkat kepuasan karyawan Bank Jateng Syariah cukup baik.

b. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Woro Wijayanti (2010), dalam penelitiannya “Pengukuran Kinerja Dengan Menggunakan Balanced

Scorecard Sebagai Alternatif (Studi Pada RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang)” Menyebutkan bahwa:

1) Dalam perspektif keuangan, tingkat rasio ekonomi dalam 3 tahun terakhir cukup baik karena terdapat selisih antara anggaran belanja yang ditetapkan PEMDA terhadap realisasi anggarannya.

2) Dalam perspektif konsumen, terdapat penurunan pada tingkat kepuasan konsumen yaitu ALOS (Average Length of Stay) tahun 2006 sebesar 23,08 hari menurun menjadi 21 hari di tahun 2007. Penurunan juga terjadi pada tingkat profitabilitas konsumen di tahun 2007.