KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK
KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK (LIPPO)
KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK LIPPO
I. SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie
membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada1981.
Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3
miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia,
bank
yang
didirikan
oleh
keluarga Liem
Sioe
Liong.Ia
bergabung
dengan
BCA
pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5
persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady
bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu
aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia
bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik
lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan
nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian,
pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
II. KONTROVERSI BANK LIPPO
A. Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang
dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan
informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat
kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT.
Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs.
Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Penyajian laporan tersebut dibuat
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30 september 2001
(unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002
sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba
tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal
Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%. Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk
per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ)
pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu
mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang
disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor
independen yang berisi opini Akuntan Publik. Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk
komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan
Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42
triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September
2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%.
Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik
dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada
tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank
Lippo. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi
opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20
November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c
tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31
Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8
triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp.
1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan
Modal sebesar Rp. 4,23%.
B. Saham
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar.
Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume
signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan
keuangan serta insider trading.Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk
dan menguasai saham mayoritas bank itu. Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan
adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang
saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang.
Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama
menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
C. Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James
Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust
Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota
kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976. Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven
mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut
sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven
inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya. Pada tahun
1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady
pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James
Riady dengan pasutri Clinton merapat Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada
James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan
kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan
James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh
anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill
ClintoN. Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah
pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore
yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya
dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5
juta. Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan
keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa
Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka
mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh
kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton. Hasil kerja #LippoGate inilah
yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke
pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar
usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi
hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong. Dampak migrasi
dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut dan
menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia. Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk
kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu.
Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS
atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian
sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum
membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
III. PELANGGARAN HUKUM OLEH BANK LIPPO
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 UndangUndang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek. Dari
fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang
menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian
di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun
mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut. Terlihat
bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak
semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara
keseluruhan. Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus
tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September
2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank
Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan
Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan
opini Wajar Tanpa Pengecualian akan tetapi, hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa
laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28
November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama
seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa
pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam
laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Ketiga, pihak yang bersangkutan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara
material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun
sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185
triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%. Sekilas dengan
membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan
demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan misalnya
Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran. Hal ini tentunya merugikan
Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak
tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang
disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko
dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih
sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV. PENJELASAN DARI PIHAK BANK LIPPO
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan
penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan
Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya. Pertama, dalam pengumuman
penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat
dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan
NPL 9,03%. Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003.
Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam
Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28
November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan
benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002
yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya
kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang
disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan
hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan
konsolidasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November
2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28
miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner
(Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian
terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak
auditornya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk
tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan
tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja). Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undangundang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk
dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang
disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading
information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
V. PUTUSAN ATAS KASUS LAPORAN GANDA BANK LIPPO
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank
Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari
sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002. Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003
mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank
Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang
hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo
Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat
Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau
audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang
dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke
Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
VI. KESIMPULAN
Jadi dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan
pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi
karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan ini rentan
menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal. Dan dalam hal pengenaan sanksi, sanksi
nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat administratif) tidak sesuai dengan
yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas
kepastian hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
Sumber:
http://mitawulandari.blogspot.co.id/2015/02/kasus-pelanggaran-etika-bisnispada.html
KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS PADA BANK LIPPO
I. SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie
membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada1981.
Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3
miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia,
bank
yang
didirikan
oleh
keluarga Liem
Sioe
Liong.Ia
bergabung
dengan
BCA
pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5
persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady
bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu
aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia
bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik
lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan
nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian,
pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
II. KONTROVERSI BANK LIPPO
A. Skandal Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo
Kasus PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang
dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi perbedaan
informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui iklan di sebuah surat
kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke
Bursa Efek Jakarta (BEJ). Dalam laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT.
Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs.
Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Penyajian laporan tersebut dibuat
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per 30 september 2001
(unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002
sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba
tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal
Minimum Yang Tersedia (CAR) sebesar 24,77%. Pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk
per 30 September 2002 –tanggal yang sama- yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ)
pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu
mencantumkan Pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang
disampaikan adalah Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor
independen yang berisi opini Akuntan Publik. Penyajian laporan juga dilakukan dalam bentuk
komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan
Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42
triliun, total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September
2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar 4,23%.
Dapat dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik
dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut, Pada
tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja menyampaikan
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 kepada manajemen PT. Bank
Lippo. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi
opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut tertanggal 20
November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c
tertanggal 16 Desember 2002. Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31
Desember 2001 dan 31 Desember 2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8
triliun, Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp.
1,42 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan
Modal sebesar Rp. 4,23%.
B. Saham
Pada periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar.
Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli dalam volume
signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi manipulasi laporan
keuangan serta insider trading.Dengan tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk
dan menguasai saham mayoritas bank itu. Banyak yang menduga skenario yang mereka inginkan
adalah pihak manajemen ingin menawar saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang
saham mayoritas saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang.
Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama
menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
C. Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James
Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di Irving Trust
Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke Little Rock, Arkansas (kota
kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976. Di Arkansas, James Riady bersama Jack Steven
mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut
sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven
inilah, James Riady bisa kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya. Pada tahun
1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady
pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James
Riady dengan pasutri Clinton merapat Pada tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada
James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan
kabar tersebut kepada ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan
James Riady partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh
anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill
ClintoN. Bentuk sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah
pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore
yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya
dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5
juta. Secara pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan
keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa
Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke Clinton, maka
mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh
kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton. Hasil kerja #LippoGate inilah
yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke
pasar global.Sejak tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar
usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi
hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong. Dampak migrasi
dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan berturut-turut dan
menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia. Ketika skandal sumbangan Lippo Grup utk
kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu.
Sementara itu, Muchtar dan James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS
atas pelanggaran UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian
sumbangan dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum
membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
III. PELANGGARAN HUKUM OLEH BANK LIPPO
Di dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93 UndangUndang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek. Dari
fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang
menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan ketidakpastian
di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun
mengalami fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut. Terlihat
bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga.Bahkan, tidak
semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga bursa efek secara
keseluruhan. Kedua, setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus
tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30 September
2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002, Manajemen PT. Bank
Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan
Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dengan
opini Wajar Tanpa Pengecualian akan tetapi, hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa
laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28
November 2002 adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama
seperti yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa
pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam
laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan. Ketiga, pihak yang bersangkutan
mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara
material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Pencantuman kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik namun
sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185
triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp. 98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%. Sekilas dengan
membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus. Dengan
demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan perusahaan misalnya
Investor melakukan pembelian saham Lippo secara besar-besaran. Hal ini tentunya merugikan
Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang diambilnya juga tidak
tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang
disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko
dan Sandjaja dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih
sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
IV. PENJELASAN DARI PIHAK BANK LIPPO
Dari fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan
penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam Laporan
Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya. Pertama, dalam pengumuman
penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo Tbk menegaskan bahwa
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002 adalah informasi yang akurat
dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan
NPL 9,03%. Kedua, dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003.
Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam
Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa pada 28
November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan
benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002
yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam penjelasan tertulisnya
kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan. Laporan keuangan itulah yang
disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002. Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan
hasil audit Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan
konsolidasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November
2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28
miliar. Padahal menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner
(Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun. Dengan demikian
terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak
auditornya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk
tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik
tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan keuangan
tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja). Oleh karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undangundang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk
dalam memberikan keterangan atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang
disampaikan ke publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading
information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
V. PUTUSAN ATAS KASUS LAPORAN GANDA BANK LIPPO
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank
Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari
sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002. Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003
mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa
kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank
Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang
hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo
Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat
Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau
audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang
dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor uang ke
Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
VI. KESIMPULAN
Jadi dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bank Lippo Tbk. terbukti melakukan
pelanggaran hukum atas Pasal 93 Undang Undang Pasar Modal.Pelanggaran hukum ini terjadi
karena sistem yang ada dalam soal laporan keuangan memang cukup rumit.Kerumitan ini rentan
menghadirkan kelalaian dari pihak pelaku pasar modal. Dan dalam hal pengenaan sanksi, sanksi
nya tidak tepat karena sanksi yang dikenakan (hanya bersifat administratif) tidak sesuai dengan
yang diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal yang sangat jelas mencederai asas
kepastian hukum dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
Sumber:
http://mitawulandari.blogspot.co.id/2015/02/kasus-pelanggaran-etika-bisnispada.html