KRISIS MONETER TAHUN 1997 1998 DI INDONE

KRISIS MONETER TAHUN 1997-1998 DI INDONESIA
DIPENGARUHI OLEH KEGAGALAN SISTEM
MONETER INTERNASIONAL
(disusun untuk memenuhi tugas Kelompok Mata Kuliah Ekonomi Internasional semester 5)

Dosen Pengampu : Samsul Arifin,S.E.,M.SE.

Disusun Oleh :

1.
2.
3.
4.
5.

Ade Firmansyah
Enjah Faizah
Moch. Denny Ichwan S.
Mustika Amaliya
Rifky Wahyu Ramadhan


(5553120671)
(5553120729)
(5553121556)
(5553121361)
(5553120768)

KELAS VC

JURUSAN ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat dan Taufiknya sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca

dalam mata kuliah Ekonomi Internasional.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Samsul Arifin selaku
dosen pengampu ekonomi Internasional yang telah memberikan arahan maupun
bimbingan kepada Kami. Serta pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Harapan Kami semoga makalah ini membantu pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, sehingga Kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini Kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang Kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, Kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Serang, 7 November 2014

Penyusun

2

DAFTAR ISI


Kata Pengantar ............................................................................................... ii.
Daftar Isi …………………………………..................................................... iii.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……….................................................................. 1.
1.2 Rumusan Masalah ………............................................................. 1.
1.3 Tujuan Penulisan ……………....................................................... 1.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori ............................................................................. 2.
2.2 Krisis Moneter Indonesia ………................................................. 2.
2.3 Dampak Krisis Moneter ….…………………………………….. 11.
2.4 Usaha Pemerintah dalam Mengatasi Krisis…………………….. 12
2.5 Sistem Moneter Internasional ………........................................... 13.
2.6 Hubungan antara krisis moneter di Indonesia dengan kegagalan sistem moneter internasional ……………………………

16.

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ………....................................................................... 16.
3.2 Saran ………………….................................................................. 16.

DAFTAR PUSTAKA ………......................................................................... 17.

3

4

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi di Indonesia dari zaman dahulu hingga sekarang sudah
sering terjadi apalagi pada tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis moneter
selama lebih dari 2 tahun diubahlah menjadi krisis ekonomi yakni lumpuhnya
kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang ditutup dan jumlah
pekerja yang menganggur.
Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup
tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya
investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya
pertumbuhan ekonomi.
Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan
kekacauan di Negara Indonesia. Pada tahun 1998. Inilah Puncak terjadinya Krisis

Moneter di Indonesia. Mundurnya Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis
moneter, akan tetapi juga tidak dapat berhasil. Rupiah tetap Rp. 11.000/Dollar.
Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi setelah terjadi penembakan
mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal
14 Mei 1998. kurs Rupiah terjun bebas mencapai Rp. 17.000/Dollar AS paling
rendah dalam sejarah.
Sistem moneter merupakan sistem yang berfungsi menjaga kestabilan nilai
tukar dengan cara membatasi peredaran uang, nilai suku bunga perbankan, dan
kepastian dan kelancaran likuiditas institutisi pembayaran. Oleh karena itu di
Indonesia moneter dikendalikan oleh Bank Indonesia. Ada beberapa system
moneter yang pernah diberlakukan di Indonesia yaitu pada tahun 1960-an berlaku
sistem multiple exchange system, selanjutnya pada tahun 1971-1978 berlaku
sistem fixed exchange rate system, dan tahun 1978-1992 berlaku sistem managed
floating system, serta tahun 1992-1997 yaitu managed floating dengan crawling
band, dan yang terakhir dari 1997 hingga kini berlaku sistem floating/flexible
exchange rate system.
1

Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku
untuk semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi

lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan
memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah
adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional
adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem
moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke
sistem yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini
pun sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan
masih ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal

I.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang terjadi di Indonesia pada saat krisis 1997/1998 ?
2. Apa saja sistem moneter yang ada di internasional?
3. Apakah kaitannya krisis moneter di Indonesia dengan sistem moneter
internasional?
I.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penyebab krisis Indonesia tahun 1997-1998
2. Untuk mengetahui apa saja sistem moneter di internasional
3. Untuk mengetahui apa kaitan krisis moneter Indonesia dengan sistem
moneter Internasional

I.4. Metode Penulisan
Data dalam penyusunan penulisan ini diperoleh dengan menggunakan
metode studi kepustakaan, yang merupakan suatu kegiatan pengumpulan data
dan informasi dari berbagai sumber. Dan metode observasi, yang merupakan
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan
seluruh panca indra.

BAB II

2

PEMBAHASAN
II.1.

Landasan Teori
Teori yang berkaitan dengan masalah moneter sering dikaitkan

dengan teori kuantitas uang yang beranggapan bahwa faktor uang yang
banyak mempengaruhi nilai uang adalah jumlah uang yang beredar
(quantity of money atau supply money). Teori kuantitas sederhana, inti

dari teori ini adalah perubahan harga komoditi akan berbanding lurus
dengan jumlah uang yang beredar.
Kuat dan lemahnya nilai uang sangat bergantung pada jumlah uang
yang beredar. Jika jumlah uang yang beredar menjadi 2x lipat maka nilai
uang akan menurun setengah kali dari semula, sebaliknya jika jumlah uang
hanya tinggal setengah, maka nilai uang akan naik menjadi 2x lipat. Hal
ini terjadi karena apabila jumlah uang naik menjadi 2x lipat maka akan
berpengaruh pada harga yang naik dan otomatis nilai akan menurun
menjadi setengahnya.
Pada saat kita bicara moneter akan masalah utama yang sering kita
bicarakan adalah berkaitan dengan uang. Setiap Negara mempunyai mata
uang sendiri dan mata uang itu akan menunjukkan nilai barang. Begitu
juga dengan sistem moneter internasional ini mengacu pada institusiinstitusi dimana pembayaran atas transaksi lintas negara dilaksanakan.
Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan
bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan
memfasilitasi

perdagangan


internasional

dan

investasi,

serta

mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Elemen inti dari sistem
moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.

II.2.

Krisis Moneter di Indonesia
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa

Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam
macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai

3


langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa
program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent
(LoI) pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati.
Perekonomian semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang
stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan
tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undangundang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank
Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang
tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang
akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian
moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan kembali dan
kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring (PPM)
pada 2004.
Juli 1997 telah terjadi krisis ekonomi moneter yang menggoncang
sendi-sendi ekonomi dan politik nasional. Bagi perbankan, krisis telah
menimbulkan kesulitan likuiditas yang luar biasa akibat hancurnya Pasar
Uang Antar Bank (PUAB). Sebagai leader of the last resort BI harus
membantu mempertahankan kestabilan sistem perbankan dan pembayaran

untuk mempertahankan kelangsungan ekonomi nasional. Nilai tukar
Rupiah terus merosot tajam, pemerintah melakukan tindakan pengetatan
Rupiah melalui kenaikan suku bunga yang sangat tinggi dan pengalihan
dana BUMN/yayasan dari bank-bank ke BI (SBI) serta pengetatan
anggaran Pemerintah. Ternyata kebijakan tersebut menyebabkan suku
bunga pasar uang melambung tinggi dan likuiditas perbankan menjadi
kering yang menimbulkan bank kesulitan likuiditas. Segera setelah itu
masyarakat mengalami kepanikan dan kepercayaan mereka terhadap
perbankan mulai menurun. Maka terjadi penarikan dana perbankan secara
besar-besaran yang sekali lagi menimbulkan kesulitan likuiditas pada
seluruh sistem perbankan. Akibatnya sistem pembayaran terancam macet
dan kelangsungan ekonomi nasional tergocang.
4

Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Indonesia
memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta
dolar, persediaan mata uang luar yang besar, lebih dari 20 miliar dolar, dan
sektor bank yang baik.
Pada Juli, Thailand mengambangkan baht, Otoritas Moneter
Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8 persen ke 12 persen.
Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997, pertukaran
floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh
lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah
jatuh lebih dalam lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan
rupiah, permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta
menyentuh titik terendah pada bulan September. Inflasi rupiah dan
peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di
negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank
Indonesia, tapi ini tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan
1998 dan B.J. Habibie menjadi presiden Sampai 1996, Asia menarik
hampir setengah dari aliran modal negara berkembang. Tetapi, Thailand,
Indonesia dan Korea Selatan memiliki current account deficit dan
perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar
dan menyebabkan keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran
valuta asing dalam sektor finansial dan perusahaan.

5

Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada
tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya
berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed
floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan
demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta
asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan
oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan

6

cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi
Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali
menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.
Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi
yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagi otoritas moneter untuk
mempertahankan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga didalam
negeri. Disisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak
negatif terhadap dunia usaha. Suatu negara didefinisikan mengalami krisis
mata uang apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang besar,
disamping itu negara yang mengalami krisis mata uang umumnya ditandai
dengan adanya perubahan kebijakan mengenai sistim penetapan nilai tukar
(Tjahjono 1998:2)

Tetapi yang utama karena utang swasta luar negeri yang telah
mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam
negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang

7

mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang
berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat
tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap
dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam
jumlah besar. Seandainya tidak ada serbuan terhadap dollar AS ini,
meskipun terdapat banyak distorsi pada tingkat ekonomi mikro, ekonomi
Indonesia tidak akan mengalami krisis. Krisis ini diperparah lagi dengan
akumulasi dari berbagai faktor penyebab lainnya yang datangnya saling
bersusulan.
Implementasi kebijakan moneter di Indonesia dalam masa krisis
saat ini dilematis, banyak sasaran yang ingin dicapai secara serentak serta
tidak

berfungsinya

mekanisme

transmisi

secara

efesien

akibat

disintermediasi lembaga keuangan menyebabkan pengendalian moneter
secara tidak langsung menjadi kurang efektif (Tarmiden, 1998 :98).
Ada beberapa Faktor yang menyebabkan permintaan terhadap
Dollar meningkat sehingga nilai Rupiah jatuh (Ritonga. 2004:59), Yakni :
1) Menyusul naiknya nilai dollar US di negara- negara tetangga, para
pengusaha Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar
utang luar negerinya berusaha mendapatkan dollar US dalam
jumlah yang diperkirakan cukup besar.
2) Dalam keadaan sentimen pasar yang demikian, para spekulan pun
berusaha mencari untung dengan cara melepas Rupiah dan
membeli dollar US, maka nilai Rupiah pun jatuh.
3) Sementara itu banyak pula pemegang Rupiah yang berusaha
melindungi asset likuidnya (Rupiah) dari kemerosotan nilai dengan
jalan membeli dollar US.
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini
adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat
tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor
lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat.
Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut
menurut urutan kejadiannya:

8

1.

Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan
yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir
keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya.

2.

Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4%
(1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang
berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara
kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan
penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari
kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri
yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.

3. Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka
pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan
yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang
yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan
nasional yang lemah. Ada tiga pihak yang bersalah di sini, pemerintah,
kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah
memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat
nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang
tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan
pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya,
tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian
dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya
dalam rupiah. Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan
pengawasan terhadap utang-utang swasta luar negeri ini, kecuali yang
berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN.
Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati
dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi
sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung
sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.
4. Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing (bandingkan juga
Ehrke: 2-3) yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat
dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia

9

pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan
dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar. Dewasa ini
mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari
sektor riil.
5. Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai
tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi
nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi
ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus
1997.
6. Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research
Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan
impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya
pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah
yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor
menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7. Penanam modal asing portofolio yang pada awalnya membeli saham
besar-besaran diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang
oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai
menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
8. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan
masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan
tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya
nilai tukar rupiah.
Krisis pecah karena terdapat ketidakseimbangan antara kebutuhan
akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang
menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung. Sebab itu
tindakan yang harus segera didahulukan untuk mengatasi krisis ekonomi
ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar negeri, membenahi
kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan masyarakat
dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia,
menstabilkan nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah
penting adalah mengembalikan stabilitas sosial dan politik.

10

Runtut awal mula krisis di Indonesia dengan kondisi di dunia
Internasional
Krisis di Indonesia diawali dengan jatuhnya mata uang Baht
Thailand pada juni 1997, akibat ulah para spekulan. Pada saat itu spekulan
menjual mata uang Bath dengan harapan dapat menurunkan harga bath
yang berharga 26 bath per 1 dollar amerika. Pada akhirnya keinginan para
spekulan tersebut berhasil. Karena banyak bath yang keluar, maka
pemerintah Thailand harus membeli mata uang bath dan menghabiskan
cadangan sebesar US$6,8. Pada januari 1998, harga Bath jatuh dengan
harga 54 bath per dollar Amerika. Jatuhnya mata uang bath dengan cepat
diikuti jatuhnya mata uang Peso Filipina, Dollar Singapura dan Ringgit
Malaysia yang terlihat sebagai sebuah efek domino, karena jatuhnya mata
uang tersebut berantai antar satu sama lain.
Analisis Kebijakan, Praktek dan Mekanisme di Internasional Terkait
Krisis di Indonesia.
Kebijakan
1. Market reform in developing Asian countries adalah Kebijakan dimana
kebijakan yang dilakukan dengan cara mengadakan perubahan yang
memfasilitasi masuknya bisnis internasional ke pasar Asia dan
mencangkup liberalisasi ekonomi, perdagangan dan investasi, deregulasi
dan hukum perdagangan serta privatisasi dan memperbaharui peraturan
tentang kebangkrutan kompetisi.
2. Kebijakan lainnya adalah “US firm penetration” yang berarti pemasukan
dari FDI (foreign direct investment) oleh perusahaan multinasional.
Foreign direct investment itu sendiri dapat diartikan sebagai investasi
ketika seseorang dari sebuah negara mendapatkan keuntungan jangka
panjang dan tingkat pengaruh yang lebih tinggi dari manajemen sebuah
perusahaan di negara lain.

11

3. kebijakan memberikan bantuan dana kepada negara-negara yang terkena
krisis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Korea Selatan bersama
dengan IMF dan World Bank.
Praktek
1. Program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak
seluruhnya sama; dan
2. program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara yang dibantu
(Fischer, 1998b). Radelet dan Sachs secara gamblang mentakan bahwa bantuan
IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan Indonesia) telah gagal. Setelah
melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut, timbul kesan yang
kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari timbulnya
krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang tepat.

Mekanisme
1. Surveillance (monitoring), yaitu suatu proses dimana IMF melakukan
penilaian secara reguler terhadap kinerja dan kerangka kebijakan nilai
tukar mata uang masing-masing anggotanya yang hasilnya diterbitkan dua
kali setahun di dalam World Economic Outlook.
2. Financial assistance (bantuan keuangan), yaitu pemberian kredit lunak
kepada negara-negara-negara yang mengalami krisis keuangan dengan
syarat tertentu.
3. Technical assistance, penyediaan tenaga ahli dan berbagai dukunngan lain
bagi negara yang melakukan pembenahan kebijakan moneter dan fiskal.
II.3.

Dampak Krisis Moneter
Berbagai dampak Krisis Moneter timbul di Indonesia. Krisis

Moneter membawa dampak yang kurang baik bagi Indonesia, ini
disebabkan karena kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang
melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam

12

rupiah tetap. Dampak yang terlihat seperti, Banyak perusahaan yang
terpaksa mem-PHK pekerjanya dengan alasan tidak dapat membayar upah
para pekerjanya. Sehingga menambah angka pengangguran di Indonesia.
Pemerintah kesulitan menutup APBN. Harga barang yang naik cukup
tinggi, yang mengakibatkan masyrakat kesulitan mendapat barang-barang
kebutuhan pokoknya. Utang luar negeri dalam rupiah melonjak. Harga
BBM naik. Laju inflasi mencapai 77,63%
Kemiskinan juga termasuk dampak krisis moneter. Pada oktober
1998 jumlah keluarga miskin diperkirakan sekitar 7.5 juta. Meningkatnya
jumlah penduduk yang miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai mata uang
rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara
penghasilan yang berkurang akibat PHK atau naik sedikit dengan
pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi.
Disaat krisis itu terjadi banyak pejabat yang melakukan korupsi.
Sehingga mengurangi pendapatan para pekerja yang lain. Banyak
perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan Negara asing dengan
tingkat bunga yang lumayan tinggi, hal itu menambah beban utang
Negara. Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah juga membawa
hikmah. Secara umum impor barang menurun tajam. Sebaliknya arus
masuk turis asing akan lebih besar, daya saing produk dalam negeri
dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat sehingga bisa
menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis
pertanian. Dampak dari krisis moneter lebih banyak yang negative
dibandingkan dampak positifnya. Itu di karenakan krisis ini mengganggu
kesejahteraan masyarakat.
II.4. Usaha Pemerintah dalam Mengatasi Krisis
1.

Mengurangi dampak negatif krisis terhadap masyarakat

2.
3.

berpendapatan rendah dan rentan
Pemulihan pembangunan ke jalur semula.
Menekan laju inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing (kebijakan ekonomi makro)

13

4.

Mengangkat kembali sektor-sektor usaha kecil – menegah
masyarakat (pelaku usaha) dengan mekanisme pemberian
pinjaman dana dengan prioritas bunga yang rendah.

5.

(kebijakan ekonomi mikro)
Menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang

6.

belum mendesak
Memperluas, penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi
mereka yang kehilangan pekerjaan, yang dikaitkan dengan
peningkatan produksi bahan makanan serta perbaikan dan

7.

pemeliharaan prasarana ekonomi, misalnya jalan, irigasi,
Memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh
dan

8.

efisien

yang

sekaligus

meningkatkan

pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
Merestrukturisasi hutang luar negeri.
dimaksudkan

pemerintah

pendanaan-pendanaan

yang

peranan

Tindakan

ini

untuk

memprioritaskan

sangat

urgen

terhadap

perkembangan ekonomi untuk mengatasi krisis yang ada,
sehingga dengan adanya restrukturisasi utang maka
pemerintah dapat melakukan penundaan pembayaran utang
9.
II.5.

luar negeri Indonesia
Mendorong ekspor

Sistem Moneter Internasional

14

Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijakan moneter suatu
negara. terdapat 3 sistem nilai tukar berdasarkan pada besarnya intervensi
dan candangan devisa yang dimiliki bank sentral suatu negara yang
dipakai oleh banyak negara di dunia antara lain :
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu
mata uang yang dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata
uang asing. Dan bila tingkat nilai tukar tersebut bergerak terlalu
besar

maka

pemerintah

melakukan

intervensi

untuk

mengembalikannya. Sistem ini mulai diterapkan pada pasca
perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi
mengenai sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods,
New Hampshire pada tahun 1944, dan pada saat itu negara-negara
industri penting menganut sistem nilai tukar tetap terhadap satu
sama lain.
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi
pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri
terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut
memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap
nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit
neraca

perdagangan,

cenderung

menghasilkan

kebijakan

devaluasi.
Dalam sistem ini bank-bank sentral asing selalu siap
memenuhi lonjakan kebutuhan akan mata uang asing yang
diperlukan yang terjadi karena defisit atau surplus neraca
pembayaran dari harga yang tetap konstan dilihat dari mata uang
sendiri. Bank sentral harus membiayai kelebihan permintaan akan,
atau surplus dari, mata uang nasional (yakni, defisit atau surplus
neraca pembayaran) pada tingkat nilai tukar tetap dengan cara

15

menguras atau menambah cadangan mata uang asing yang
dipegangnya.
Kebijakan
1. Nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan
berdasarkan nilai tukar dollar terhadap negara tersebut sesuai
dengan yang berlaku di pasar valuta asing Jakarta dan
internasional.
2. Menetapkan peraturan sistem kontrol devisa yang ketat.
Praktek
1. Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan
kekurangan di pasar valas.
2. Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
3. Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan
mempengaruhi pasar ekspor impor.
Mekanisme
1. Menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang
ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas
penawaran dan permintaan di pasar uang.
2. Jika terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang
cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan
membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam
devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali
ke kurs tetap nya.
3. Bank Sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam
penetapan nilai tukar

16

b. Sistem Nilai Mengambang ( floating exchange rate)
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka
timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam
konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar
valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran valuta
tersebut di pasar uang.
Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan
sistem fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis
tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak
memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini berlaku
di Indonesia saat ini. Dalam sistem nilai tukar mengambang, bank
sentral membiarkan nilai tukar untuk menyesuaikan diri dalam
rangka menyeimbangkan penawaran dan permintaan akan mata
uang asing.
Sistem kurs mengambang ini dibagi atas hal-hal berikut
1) Sistem kurs mengambang scara murni atau clean float
atau freely floating system, yaitu penentuan kurs valas
dibursa valas terjadi tanpa campur tangan pemerintah
2) Sistem kurs mengambang terkendali atau dirty float
atau managed float system, yaitu penentuan kurs valas
dibursa valas terjadi dengan campur tangan pemerintah
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valas
melalui berbagai kebijakannya dibidang moneter,
fiskal dan perdagangan luar negeri.

17

Sistem nilai tukar mengambang terkendali dapat
dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu managed floating I,
managed floating II, dan crawling band. Periode 1978 1986 dapat dianggap sebagai periode managed floating I di
mana unsur manajemen lebih besar dari floating. Kondisi
tersebut terlihat dari pergerakan nilai tukar nominal yang
relatif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahuntahun tertentu, yaitu pada saat Bank Indonesia melakukan
devaluasi rupiah. Cukup kuatnya unsur manajemen pada
periode tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian
yang relatif belum berkembang seperti saat ini, sehingga
Bank

Indonesia

tidak

mengalami

kesulitan

dalam

menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan target yang
diinginkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan
menjaga

daya

saing

produk-

produk

ekspor.

Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya
perekonomian nasional terhadap perekonomian dunia yang
ditandai dengan semakin besarnya capital inflow ke
Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor
keuangan dan dunia usaha maka kebijakan nilai tukar
managed floating, lebih ditekankan pada unsur floatingnya
sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin
mengecil (periode managed floating II /1987-1992).
Dalam periode ini, kekuatan pasar semakin besar sehingga
unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat
manajemen

yang

terlalu

dominan

dapat

berakibat

misalignment pada nilai tukar riil.
Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan
melalui penerapan kebijakan nilai tukar crawling band
sejak tahun 1992 hingga Agustus 1997. Peningkatan
fleksibilitas

nilai

tukar

tersebut

telah

mendorong

perkembangan pasar valuta asing dalam negeri, yang

18

tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan
bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan
transaksi

devisa.

Kegiatan

transaksi

valas

yang

sebelumnya dilakukan bank dengan Bank Indonesia
hampir seluruhnya telah bergeser ke pasar valas antarbank.
Di samping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin
meningkat dan produk pasar valuta asing semakin
bervariasi. Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank
Indonesia yang menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar
pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 1 miliar tahun
1994. Sebaliknya transaksi swap antarbank meningkat dari
USD 29 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 596
miliar pada tahun 1997. Pada sisi lain, peningkatan
fleksibilitas melalui pelebaran rentang intervensi juga telah
memberikan keleluasaan kepada Bank Indonesia dalam
melaksanakan

kebijakan

moneter

sehingga

dapat

mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar
terbuka
Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan
terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies)
negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan
ini diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya
devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan
sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan
membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu.
Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah
melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas
atas atau batas bawah dari spread.
Sistem ini banyak digunakan oleh berbagai Negara di dunia pada
saat ini, termasuk Indonesia.
Kebijakan

19

1. Menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah
dibiarkan mengikuti mekanisme pasar
Praktek
1. Praktik spekulasi semakin bebas.
2. Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistim
perekonomiannya mapan, masih kurang teapt untuk negara
berkembang.
3. Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.
Mekanisme

1. Pemerintah tidak melakukan intervensi atau adanya campur
tangan, kurs ditentukan melalui mekasime permintaan dan
penawaran di pasar.

2. Dalam sistem ini kurs dibiarkan bergerak menyesuaikan diri
dengan keadaan di pasar.

c. Pegged Exchange Rate System
Sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan cara mengaitkan
nilai tukar mata uang suatu Negara dengan nilai tukar mata uang
Negara lain atau sejumlah mata uang tertentu. Sistem ini antara
lain diterapkan oleh beberapa Negara Afrika yang mengaitkan
nilai mata uangnya dengan mata uang Perancis (FRF) dan
beberapa negara lain yang mengaitkan nilai mata uangnya dengan
GBP, USD, dan SDR. Selain negara-negara Afrika, beberapa
negara Eropa yang tergabung dalam EEC sejak April 1972 juga
menjalankan Pegged System ini yang dikenal sebagai “snake
system” yang kemudian diubah menjadi Europan Monetary

20

Sistem (EMS). Dalam Snake System dan EMS setiap mata uang
anggota EEC dikaitkan nilainya dengan European Currency Unit
(ECU) dan dapat berfluktuasi dalam batas 2,25% diatas atau
dibawah kurs tengah.
Salah satu variasi dari Pegged System dikenal sebagai
Curency Board System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa
Negara yang mengalami kesulitan moneter seperti Argentina, dan
Rumania. CBS yang dilaksanakan dengan mengaitkan dan
menetapkan nilai tukar tetap antara mata uang suatu negara dan
Hard Curency tertentu didasarkan kepada jumlah mata uangnya
yang beredar dan cadangan devisa yang dimilikinya (cadangan
dalam bentuk Hard Curency).
Kesulitan moneter terakhir ini dialami pula oleh Negara
dikawasan Asia, terutama Asia Tenggara khususnya Indonesia
sejak Juli 1997. Keadaam ini tampaknya merupakan suatu
rangkaian dari kesuiltan moneter yang dialami oleh beberapa
anggota IMF semenjak dihapuskannya sistem kurs tetap atau
Fixed Exchange Rate. Berdasarkan Bretton Word System atau
yang dikenal sebagai “krisis moeneter internasional” pada tahun
1971.
Kebijakan
1. Menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar
dengan spread tertentu
Praktek
1. Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca
pembayaran suatu negara.
2. Devisa harus selalu tersedia dan siap digunakan sewaktu-waktu.
3. Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam
memprediksi dan menetapkan kurs.

21

4. Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
5.

Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa
karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.

Mekanisme
1. Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs
indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik
sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
2. Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.
3. melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau
batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005)

2. Regim Kurs Fleksibel
Dengan matinya Sistem Bretton Woods, pada Januari 1976 anggota
IMF bertemu di Jamaika untuk menyetujui peraturan SMI yang baru.
Tiga elemen kunci Persetujuan Jamaika:
1. Kurs fleksibel dideklarasikan bagi anggota IMF;
2. Emas secara resmi dibebaskan sebagai aset cadangan internasional;
3. Negara2 nonpengekspor minyak dan negara kurang berkembang diberi
akses lebih besar terhadap dana IMF.
Dalam sistem ini IMF menyediakan bantuan kepada negara2 yang
menghadapi kesulitan neraca pembayaran dan kurs tukar. Sejak Maret kurs
tukar secara substansial lebih bergejolak daripada di era SBW. Kondisi
nilai tukar US$ terhadap 21 negara industri: menurun, meningkat, dan
puncak. Pada September 1985, negara2 G-5 (Prancis, Jepang, Jerman,
Inggris, dan AS) bertemu di Hotel Plaza, New York.
Plaza Accord berisi persetujuan bahwa anggota G-5 setuju untuk
mendepresiasi US$ terhadap mata uang paling utama untuk memecahkan
masalah defisit perdagangan AS dan mengung-kapkan keinginannya untuk

22

mengintervensi di pasar valas untuk merealisasikan tujuan ini. US$ terus
mengalami penurunan, sehingga mendorong negara2 G-7 mengadakan
pertemuan di Paris pada 1987. Hasilnya berupa Louvre Accord, yang
meliputi:
1. Negara2 G-7 akan bekerjasama untuk mencapai stabilitas kurs tukar
yang lebih besar.
2. Negara2 G-7 menyetujui untuk berkonsultasi dan berkoordinasi lebih
erat atas kebijakan2 makro-ekonomi.
Louvre Accord menandai lahirnya sistem mengambang terkendali dalam
mana negara2 G-7 akan bekerjasama mengintervensi dalam pasar valas
untuk mengkoreksi over atau under valuation atas mata uang.

4. Hubungan antara krisis moneter di Indonesia dengan kegagalan
sistem moneter internasional
Kegagalan sistem moneter internasional berpengaruh signifikan
terhadap krisis moneter tahun 1997-1998 di Indonesia. Penerapan sistem
floating exchange rate di Indonesia sejak tahun 1997, menyebabkan
pergerakan nilai tukar di pasar menjadi sangat rentan oleh pengaruh
faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi. (Triyono, 2008). Pada
awalnya bertahan dengan memperluas band pengendalian atau intervensi,
namun di medio bulan Agustus 1997 itu terpaksa melepaskan
pengendalian atau intervensi melalui sistim band tersebut. Rupiah
langsung terdevaluasi. Dalam bulan September/Oktober 1997, Rupiah
telah terdevaluasi dengan 30% sejak bulan Juli 1997. Dan di bulan Juli
1998 dalam setahun, Rupiah sudah terdevaluasi dengan 90%, diikuti oleh
kemerosotan IHSG di pasar modal Jakarta dengan besaran sekitar 90%
pula dalam periode yang sama. Dalam perkembangan selanjutnya dan
selama ini, ternyata Indonesia paling dalam dan paling lama mengalami
depresi ekonomi. Di tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot
menjadi 13,7% dari pertumbuhan sebesar +4,9% di tahun sebelumnya
(1997). Atau jatuh dengan 18,6% dalam setahun.

23

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Krisis moneter yang terjadi selama kurang lebih 2 tahun
yakni tahun 1997 dan 1998 yang menyebabkan keterpurukan
kondisi ekonomi di Indonesia, hal itu di picu oleh sistem moneter
yang kurang baik, yaitu penerapan sistem floating exchange rate di
Indonesia sejak tahun 1997, menyebabkan pergerakan nilai tukar di
pasar menjadi sangat rentan oleh pengaruh faktor-faktor ekonomi
maupun non ekonomi
3.2 Saran
Dengan melihat kondisi seperti ini nampaknya pemerintah
kembali harus mencermati perubahan kembali dari kebijakan sistim
nilai tukar mengambang bebas (Floating Exchange Rate System) ke
sistem nilai tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System) agar para
spekulan tidak dapat mencari untung dari perubahan sistem nilai tukar
tersebut
Oleh karena itu, perlu diadakan tindakan-tindakan nyata dari
pemerintah untuk memperbaiki ini semua sehingga Indonesia bisa
menjadi lebih baik dan tingkat pengangguran di Indonesia berkurang.
Sebaiknya pemerintah selalu melakukan usaha-usaha agar nilai
tukar tetap terkendali. Baru-baru ini, pemerintah yakni kementerian

24

keuangan menetapkan Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk,
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang diterima
atau diperoleh berupa uang asing harus terlebih dahulu dinilai ke
dalam uang rupiah. Sebagai contoh, 1 dollar amerika mempunyai nilai
dasar kurs Rp12.200,- rupiah. Hal ini untuk mencegah terjadinya
fluktuasi kurs, sehingga diperlukan peletakan nilai dasar kurs.

DAFTAR PUSTAKA
Hady, Hamdi. 2009. Ekonomi Internasional (buku kedua) Teori dan Kebijakan
Keuangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://fakta-sejarah.blogspot.com/2009/02/moneter-indonesia.html
(diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.05 WIB)
http://safitrifitrieka.blogspot.com/2012/04/terjadinya-krisismoneter.html (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 09.10 WIB)
http://www.bi.go.id/id/publikasi/jurnalekonomi/Documents/3b7ed389a7
b4484fbb81173e451f8c1abempvol1no4mar.pdf (diakses tanggal
3/11/2014 pukul 09.15 WIB)

http://novitalaili.blogspot.com/2011/11/konsep-exchange-rate.html (diakses
tanggal 3/11/2014 pukul 09.23 WIB)

http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesia-mekanismedan-dampaknya/ (diakses tanggal 3/11/2014 pukul 10.05 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_Bretton_Woods (diakses tanggal
3/11/2014 pukul 10.15 WIB)
http://ikemurwanti.blogspot.com/2011/10/kurs-tetap-kurs-seimbangdan-kurs.html (diakses tanggal 12/11/2014 pukul 08.04 WIB)
https://ikasamsumantri.wordpress.com/2011/10/17/pengertian-darikurs-tetap-dan-kurs-mengambang/ (diakses tanggal 12/11/2014 pukul
08.30 WIB)

http://alexandria05.blogspot.com/2014/10/makalah-sistem-moneterinternasional.html (diakses tanggal 18/12/2014 pukul 08.11 WIB)

25

26