KEADAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI

KEADAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT
INI DILIHAT DARI KONDISI REMAJA
TERHADAP PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
Siti Asiyah
160210103002
Universitas Jember
ABSTRAK : Keadaan seorang remaja tidak dapat dipisahkan
dengan pembelajaran yang mereeka tempuh di bangku sekolah,
begitu juga sebaliknya. Kedaan pembelajaran di sekolah akan
memberikan dampak fisik, psikis, psikologi maupun pola pikir
pada remaja. Oleh sebab itu banyak orang menyimpulkan bahwa
keadaan pendidikan suatu negara dapat dilihat dari bagaimana
prilaku para remajanya. Banyaknya permasalahan dikalangan
remaja sering menjadi sorotan publik untuk dikaitkan dengan
pendidikan yang mereka tempuh, kasus kekerasan antar pelajar,
tindak asusila antar pelajar, pelajar hamil di luar nikah, dan
masih banyak lagi. Masalah tersebut yang akhirnya membuat
pemerintah kembali berpikir bagaimana dan seperti apa
pendidikan yang harus mereka terima di sekolah agar prilakunya
di dalam maupun di luar sekolah tetap baik. Untuk mengatasi berbagai
kekurangan ini, pemerintah pun mengupayakan berbagai hal agar kualitas

pendidikan di Indonesia bisa berkembang dan maju melalui remajanya. Beberapa
usaha yang dilakukan pemerintah adalah dengan adanya IMTAQ, pelajaran
mengenai agama, mapun bimbingan konseling dari setiap guru BK di sekolah.
Kegiatan tersebut kembali di adakan di sekolah Negeri, swasta maupun kejuruan
agar kembali menumbuhkan prilaku baik pada masing-masing siswa, selain itu
adanya kegiatan tersebut bertujuan agar siswa tetap mengingat norma-norma baik
yang harus mereka jaga baik di luar maupun di dalam sekolah.
KATA KUNCI : pendidikan karakter, pendidikan, remaja.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses holistik. Ia bukan hanya
proses interaksi menyampaikan materi pelajaran, memberikan
penjelasan materi yang sukar dipahami, atau pun memberikan

jawaban atas berbagai pertanyaan siswa. Tidak hanya
pendidikan juga mencakup bimbingan, arahan dan petunjuk yang
diberikan guru bagi para siswa sehingga mereka bisa bertindak
dan berperilaku dalam kehidupan di luar kelas sesuai dengan
norma-norma kebaikan yang dipelajari di dalam kelas. Dalam
konteks yang lebih luas, guru tetap guru walaupun sekolah sudah
usai di sore hari, dan tetap dituntut oleh siswa serta orang tua

siswa dan masyarakat luas, agar bisa memberikan bimbingan,
arahan serta petunjuk bagi mereka melalui tindakan dan perilaku
yang baik dan benar dalam jam-jam sosial tersebut, baik melalui
ucapan maupun perbuatan. Guru adalah pendidik, yang tidak
hanya bertugas menyampaikan bahan-bahan ajar di dalam kelas,
tapi membentuk sikap dan perilaku siswa agar sesuai dengan
ilmu pengetahuan yang mereka pelajari. Tindakan guru, di luar
kelas dan di luar sekolah, akan berpengaruh positif atau negatif
terhadap proses pembentukan sikap dan perilaku siswa, hanya
dengan menyaksikan perbuatannya itu, atau hanya dengan
mendengar informasinya saja. Itulah beratnya atau enaknya
menjadi guru sebagai pendidik yang harus tetap konsisten dalam
kebaikan di sepanjang waktu, dalam semua konteks kehidupan,
di semua tempat dan sepanjang hayat. Sehingga peran guru
sangatlah penting bagi remaja yang sedang mengenyah jenjang
pendidikan baik dalam hal akademis, non akademis dan
perilaku/attitude siswa.
Pada awalnya pendidikan pada zaman dulu dimaksudkan
untuk mendidik benih manusia agar anak manusia ini tumbuh
menjadi seorang yang berakhlak tinggi dan mulia, yang berbeda

dengan manusia purba. Investasi manusia di sini berarti
memanusiakan manusia, yaitu mengajarkan nilai kehidupan
kepada seorang anak manusia, yang diibaratkan benih manusia.
Misi utama lembaga pendidikan adalah mengajarkan budi
pekerti, etika, saling mengalah dan mendulukan kepentingan
umum di atas kepentingan pribadi. Hal ini diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Setelah itu institusi dan tenaga pendidik baru akan
mengajarkan keterampilan yang membuat benih manusia itu
mampu menyokong hidupnya sendiri di masa depan. Orientasi
Pendidikan Jaman Sekarang yaitu bahwa pendidikan sekarang
lebih berorientasi kepada bagaimana meningkat kecerdasan,
prestasi, keterampilan, dan bagaimana menghadapi persaingan.

Pendidikan sekarang kehilangan misi utamanya untuk
investasi karakter manusia. Pendidikan moral dan karakter bukan
lagi merupakan faktor utama seorang anak mengenyam
pendidikan. Kedua hal ini dianggap menjadi tugas para tokoh
agama, tugas orang tua atau wali di rumah. Sekolah berlomba
menonjolkan kurikulum yang dipercaya bisa menciptakan

generasi muda super dari usia sedini mungkin. Para orang tua
juga tergiur dan ingin anaknya menjadi “super kid.” Kata temanteman saya: “Biar pensiun muda!”. Hal tersebutlah yang
nantinya harus diluruskan agar kedua orientasi pendidikan
zaman dahulu dan sekarang tetap berjalan baik dengan tetap
memperhatikan aspek akademis, non akademis dan aspek
perilaku di kehidupan sehari-hari. Karena keadaan remaja di
suatu negara akan menggambarkan seperti apa dan bagaimana
keadaan pendidikan dari suatu negara, sehingga dampak yang
diberikan apabila keadaan remajanya memprihatinkan dalam
aspek prilaku maupun akademis akan berimbas buruk bagi suatu
negara.
PEMBAHASAN
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Tujuan
dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang
diharapkan siswa setelah melaksanakan pengalaman belajar. Slameto (2003)
mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu
menjadi tahu. Mohamad Surya (2004) mengungkapkan bahwa pembelajaran

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan perilaku sebagai hasil
interaksi antara dirinya dan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Secara lengkap, pengertina pembelajaran dapat dirumuskan sebgai berikut:
“pembelajaran ialah suatu proes yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamn
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”(Hamdu dan Lisa,
2011).
Selain dari kedua orang tua di kehidupan sehari-hari guru juga berperan
dalam mebimbing dan mengarahkan remaja dalam bertindak ataupun dalam
menyelesaikan masalah, sehingga tidak salah langkah dalam bertindak. Adanya
pendidikan karakter sangatlah diperlukan dalam meningkatkan proses
pembelajaran disebuah sekolah dari segi akademis maupun attitude siswa. Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter,

Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan
penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan
dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual

development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinesthetic development),
dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada
grand design tersebut. Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Slameto (2010: 82–83) mengungkapkan kebiasaan belajar akan
mempengaruhi belajar itu sendiri, yang bertujuan untuk mendapatkan
pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan, diantaranya, pembuatan jadwal
dan pelaksanaannya, membaca dan membuat catatan, mengulangi bahan
pelajaran, konsentrasi dan mengerjakan tugas. Minat dan kebiasaan memiliki arti
penting dalam meningkatkan ataupun menurunya prestasi belajar. Pencapaian
siswa dalam sesuatu mata pelajaran adalah bergantung kepada minat. Siswa yang
memiliki minat terhadap subjek tertentu memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap subjek tersebut. Minat merupakan faktor yang menentukan tercapainya
tujuan belajar. Karena dengan adanya minat untuk belajar dalam diri siswa akan
memudahkan guru dalam membimbing dan mengarahkan siswa. Dan siswa yang
memiliki kebiasaan belajar cenderung hidup dengan penuh disiplin dan tanggung
jawab dalam setiap tindakan belajarnya untuk mencapai prestasi dan hasil belajar
yang tinggi.

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui
pencapaian indikator oleh peserta didik meliputi sebagai berikut:
 Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap
perkembangan remaja;
 Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
 Menunjukkan sikap percaya diri;
 Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih
luas;
 Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial
ekonomi dalam lingkup nasional;
 Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumbersumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
 Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
 Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi
yang dimilikinya;

Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-har i;
 Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
 Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
 Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara
kesatuan Republik Indonesia;
 Menghargai karya seni dan budaya nasional;
 Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
 Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu
luang dengan baik;
 Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
 Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di
masyarakat;
 Menghargai adanya perbedaan pendapat;
 Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
 Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
 Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan.
Pendidikan karakter telah lama menjadi perhatian pemerintah. Dalam
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 1 (satu) antara lain disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Selain di dalam Undang-undang, karakter positif juga banyak ditulis
dalam visi dan misi lembaga pendidikan(Mulyatiningsih, 2010).
Adanya pendidikan dalam sebuah pembelajaran akan membuat remaja lebih
paham akan pentingnya berprilaku baik, sehingg adengan prilaku yang baik maka
akan otomatis kegiatan akademis remaja akan teratur dengan sendirinya, selain itu
akan berdampak pula kepribadian seorang remaja. Fenomena karakter negatif
remaja yang sering menjadi sumber berita di media masa antara lain adalah tindak
kekerasan, tawuran, kenakalan, nyontek pada saat ujian dsb. Mazzola (2003)
melakukan survei tentang bullying (tindak kekerasan) di sekolah. Hasil survei
memperoleh temuan sebagai berikut: (1) setiap hari sekitar 160.000 siswa
mendapatkan tindakan bullying di sekolah, 1 dari 3 usia responden yang diteliti
(siswa pada usia 18 tahun) pernah mendapat tindakan kekerasan, 75-80% siswa
pernah mengamati tindak kekerasan, 15-35% siswa adalah korban kekerasan dari
tindak kekerasan maya (cyber-bullying). Itu sebabnya pendidikan karakter sejak
usia dini sangatlah diperlukan. Banyak penelitian menyatakan bahwasannya


dengan pendidikan karakter akan dapat meningkatkan kualitas belajar siswa,
meningkatkan prilaku remaja menjadi lebih baik dan lain sebagainya.

Selain itu Sarwono, 2010) juga mengatakan bahwa ada empat aspek
kenakalan remaja: (1) Perilaku yang melanggar hukum. Seperti melanggar ramburambu lalu lintas, mencuri, merampok, memperkosa dan masih banyak lagi
perilakuperilaku yang melanggar hukum lainnya; (2) Perilaku yang
membahayakan orang lain dan diri sendiri. Seperti kebut-kebutan dijalan,
menerobos rambu-rambu lalulintas, merokok, narkoba dan lain sebagainya; (3)
Perilaku yang menimbulkan korban materi. Seperti mencuri, memalak, merusak
fasilitas sekolah maupun fasilitas umum lainnya dan lain-lain; (4) Perilaku yang
menimbulkan korban fisik. Seperti tawuran antar sekolah dan atau berkelahi
dengan teman satu sekolah dan lain sebagainya(Afiyah dan Muhammad, 2014).
Banyak sekali kasus-kasus kenakalan remaja yang dapat merugikan diri
sendiri bahkan merugikan bagi negara, sehingga dengan adanya pendidikan
karakter sejak dini maka remaja akan lebih tau bagiamana untuk bersikap agar
tidak merugikan justru memberikan kontribusi baik bagi diri sendiri maupun
negara. Guru berperan sangat penting dalam hal ini, dimana guru disamping
memberikan pelajaran akademis juga harus memberikan bimbingan untuk prilaku
remaja nantinya, karena saat seorang remaja melakukan sebuah pelanggaran yang
menyeleweng maka yang dilihat pertama kali adalah silsilah pendidikannya,
sehingga dampaknya akan meluas pada pendidikan yang lain, dan inilah yang
menjadi faktor utama penurunan kualitas pendidikan di indonesia. Sebagai
pembanding adalah pengajaran di Firlaindia, Profesor Erno August Lehtinen, guru

besar pendidikan dari Universitas Turku, Finlandia. Mengatakan pada pengajaran
di sekolah secara umum kalau sudah sekolah, waktunya tak terlalu lama. Kami
harus memperhatikan kualitas pengajaran, bukan panjangnya jam belajar. Ada
keseimbangan yang bagus adanya PR dan kegiatan anak muda dan pendidikan
menengah atas, untuk menghasilkan tekanan dan stres yang lebih sedikit dan lebih
kuat motivasi dan pengembangan belajarnya. Sehingga dari hal tersebut dapat
dilihat bahwa keadaan psikologi siswa sangatlah diperhatikan, karena itu nanti
akan berdampak pada prilaku siswa maupun remaja.
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Slameto.
(2003).
Belajar
dan
Faktor-faktor
Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

yang

Muhamad Surya. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.
Bandung: Pustaka Bani Quraisyi.
Slameto.
2010.
Belajar
dan
FaktorMempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Faktor

yang

Sarwono, S.W. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Mazzola, J. W. (2003). Bullying in school: a strategic solution.
Washington, DC: Character Education Partnership