Analisis Kandungan Kadmium, Tembaga dan Timbal pada Daging Ikan Baung (Mystus nemurus) di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Klasifikasi Ikan Baung

Menurut Kottelat, dkk., (1993) ikan baung yang termasuk dalam golongan catfish dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Pilum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Family : Bagridae Genus : Mystus

Spesies : Mystus nemurus

Ciri-ciri umum ikan baung adalah berwarna coklat gelap dengan pita tipis memanjang yang jelas berwarna dari tutup insang hingga pangkal sirip ekor, panjang pangkal sirip lemak sama dengan panjang pangkal sirip dubur, sungut hidung mencapai mata, sungut rahang atas memanjang hampir mencapai sirip dubur, lebar badan 5 kali lebih pendek dari PS (panjang standar), bagian atas kepala kasar, dan biasanya terdapat sebuah titik hitam di ujung sirip lemak (Kottelat, dkk., 1993).

2.2Pencemaran

Pencemaran atau polusi adalah kondisi yang telah berubah dari bentuk asal menjadi keadaan yang lebih buruk akibat masuknya bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik)


(2)

yang berbahaya bagi organisme hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan dapat menjadi pemicu terjadinya pencemaran (Palar, 2004).

Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara, tanah dan air. Kegiatan yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain, yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air dan tanah. Pencemaran logam di darat, yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau hewan dan akhirnya di konsumsi manusia. Pencemaran logam, baik dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai kesungai/laut dan selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam. Pencemaran logam melalui udara terjadi melalui beberapa jalur. Salah satunya adalah melalui kontak langsung dengan manusia atau proses inhalasi (Widowati, dkk., 2008).

2.3Logam Berat

Logam berat adalah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih dalam setiap cm3 dan bobotnya lima kali dari berat air (Darmono, 1995). Logam berat memiliki kriteria yang sama dengan logam lainnya, perbedaannya hanya terletak dari pengaruh yang dihasilkan apabila logam tersebut berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme makhluk hidup. Logam berat bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2004).


(3)

Logam berat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Logam berat esensial: yaitu logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut akan menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya (Widowati, dkk., 2008).

2. Logam berat tidak esensial: yaitu logam yang berada dalam tubuh yang belum diketahui manfaatnya dan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain (Widowati, dkk., 2008).

Efek toksik dari logam ini mampu menghambat kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Widowati, dkk., 2008).

2.3.1 Kadmium

Kadmium adalah logam putih keperakan, yang dapat ditempa dan liat. Logam ini melebur pada 3210C dan kadmium larut dengan lambat dalam asam encer dengan melepaskan hidrogen (disebabkan potensial elektrodanya yang negative) (Svehla, 1979).

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Waktu paruh kadmium 10-30 tahun. Akumulasi pada ginjal dan hati 10-100 kali konsentrasi pada jaringan yang lain (Widaningrum, dkk., 2007).

Menurut Sudarmadji, dkk., (2006), dalam tubuh manusia kadmium terutama dieliminasi melalui urin. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti intake protein, kalsium, vitmin D dan trace logam seperti seng (Zn). Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui


(4)

pernafasan yaitu antara 10-40% tergantung keadaan fisik. Uap kadmium sangat toksis dengan lethal dose melalui pernafasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3 atau sekitar 8 mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum keracunan kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk-batuk dan lemah.

Gejala akut keracunan kadmium ditandai sesak dada, kerongkongan kering dan dada terasa sesak, nafas pendek, nafas terengah-engah, distress dan bisa berkembang ke arah penyakit radang paru-paru, sakit kepala dan menggigil, bahkan dapat diikuti dengan kematian. Gejala kronis keracunan kadmium ditandai nafas pendek, kemampuan mencium bau menurun, berat badan menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan (Widaningrum, dkk., 2007).

2.3.2 Tembaga

Tembaga dengan nama lain cuprum atau dilambangkan dengan Cu, berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia, tembaga memiliki nomor atom 29 dan berat atom 63,54. Sebagai logam berat, Cu berbeda dengan logam berat lainnya. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat esensial yang artinya meskipun Cu merupakan logam beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan oleh tubuh meski dalam jumlah yang sangat sedikit (Palar, 2004).

Konsumsi tembaga dalam jumlah yang besar bisa menyebabkan gejala-gejala yang akut, antara lain kolik abdomen, muntah, gastrointestinal diikuti diare, feses dan muntah yang diserati warna hijau-kebiruan. Gejala lainnya adalah shock berat, suhu tubuh turun secara drastis, dan denyut jantung yang meningkat. Meskipun beracun, tembaga sebagai logam esensial dalam jumlah sangat kecil


(5)

dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup. Toksisitas akan muncul apabila jumlahnya telah melampaui nilai toleransi (Widowati, dkk., 2008).

Difisiensi unsur tembaga bisa mengakibatkan terjadinya hipokromik serta anemia mikrositik dikarenakan kerusakan sintesa hemoglobin. Enzim oksidasi seperti katalase, peroksidase, sitokrom oksidase, β-hidroksilase dopamine, dan lainnya membutuhkan unsur tembaga (Widowati, dkk., 2008).

2.3.3 Timbal

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan timah hitam dalam bahasa ilmiah dinamakan plumbum dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2. Timbal adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiru-biruan dengan titik lebur 327,5ºC (Palar, 2004).

Menurut Charlene pada tahun 2004, di dalam tubuh manusia timbal masuk melalui saluran pernafasan atau saluran pencernaan menuju sistem peredaran darah kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P yaitu pallor (pucat), pain (sakit), dan paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadi bisa bersifat kronik dan akut. Keracunan timbal kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Sedangkan keracunan akut timbal ditandai berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal, bahkan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari (Widaningrum, dkk., 2007).


(6)

2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Prinsip dasar Spektrofotometri Serapan Atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri Serapan Atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini merupakan teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur yang didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode Spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel (Khopkar, 1985).

Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut. Sebagai contoh timbal menyerap radiasi pada panjang gelombang 283,3 nm; kadmium pada 228,8 nm; tembaga pada 324,8 nm; magnesium pada 285,2 nm; natrium pada 589 nm serta kalium menyerap pada panjang gelombang 766,5 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom dalam keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi. Dasar analisis ini yaitu dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), dan pelaksanaannya relatif sederhana (Gandjar dan Rohman, 2007).


(7)

Mesin dengan sistem atomisasi ada beberapa macam yaitu dengan menggunakan nyala (flame) dan dengan menggunakan pembakaran (graphite furnace). Mesin yang menggunakan sistem nyala disebut flame atomic absorption spesctrophotometry, biasanya untuk mengukur logam dalam jumlah relatif besar (dalam ppm) dan dapat juga digunakan untuk mengukur dalam jumlah yang kecil (ppb) dengan menggunakan alat tambahan berupa alat generasi uap (Darmono, 1995).

2.5 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terdiri dari:

1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu. Setiap pengukuran harus menggunakan lampu katoda berongga khusus, misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan. Maka kita harus menggunakan Hallow Cathode Cu. Hallow Cathode Cu akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam sumber


(8)

atomisasi yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atom dan untuk proses atomisasi. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200oC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi.

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.

Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa berlangsung dalam tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan dan pembakaran cairan sampel masing-masing dengan temperatur 500, 700, 3000ºC. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer.


(9)

3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow chatode lamp dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

4. Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.

5. Sistem Pengolah (Amplifier)

Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau Readout.

6. Pencatat hasil (Readout)

Pencatat hasil atau Readout merupakan suatu alat penunjuk atau suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil pembacaan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

Menurut Harris (2007), sistem peralatan Spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.


(10)

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.6Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan oleh bukan dari absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.


(11)

2.7 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004). 2.7.1 Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

 Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

 Metode penambahan baku (standard additionmethod)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).


(12)

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2.7.2 Keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi yang merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).

2.7.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).


(1)

Mesin dengan sistem atomisasi ada beberapa macam yaitu dengan menggunakan nyala (flame) dan dengan menggunakan pembakaran (graphite furnace). Mesin yang menggunakan sistem nyala disebut flame atomic absorption spesctrophotometry, biasanya untuk mengukur logam dalam jumlah relatif besar (dalam ppm) dan dapat juga digunakan untuk mengukur dalam jumlah yang kecil (ppb) dengan menggunakan alat tambahan berupa alat generasi uap (Darmono, 1995).

2.5 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) terdiri dari:

1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu. Setiap pengukuran harus menggunakan lampu katoda berongga khusus, misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan. Maka kita harus menggunakan Hallow Cathode Cu. Hallow Cathode Cu akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada berbagai macam sumber


(2)

atomisasi yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atom dan untuk proses atomisasi. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200oC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi.

b. Tanpa nyala (Flameless)

Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.

Pemanasan tabung ini dilakukan dengan arus listrik yang biasa berlangsung dalam tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan dan pembakaran cairan sampel masing-masing dengan temperatur 500, 700, 3000ºC. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer.


(3)

3. Monokromator

Monokromator merupakan alat untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hallow chatode lamp dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis.

4. Detektor

Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman.

5. Sistem Pengolah (Amplifier)

Sistem pengolah atau Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil atau Readout.

6. Pencatat hasil (Readout)

Pencatat hasil atau Readout merupakan suatu alat penunjuk atau suatu sistem pencatatan hasil yang berupa hasil pembacaan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

Menurut Harris (2007), sistem peralatan Spektrofotometri Serapan Atom dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.


(4)

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.6Gangguan-Gangguan pada Spektrofotometer Serapan Atom

Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometri serapan atom sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan oleh bukan dari absorbansi atom yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.


(5)

2.7 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Tindakan ini dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan akan kisaran analit yang akan dianalisis (Harmita, 2004). 2.7.1 Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Untuk mencapai kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu:

 Metode simulasi (spiked-placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).

 Metode penambahan baku (standard additionmethod)

Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).


(6)

Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004).

2.7.2 Keseksamaan (precision)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi yang merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per billion (ppb) RSDnya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).

2.7.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis dan diartikan sebagai kuantitas analit terkecil dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).