PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DALAM LABORATORI

PENYIMPANAN BAHAN KIMIA DALAM LABORATORIUM
PENDAHULUAN
Banyak kecelakaan laboratorium berupa kebakaran, peledakan atau kebocoran bahan kimia
beracun dan korosif yang dimuali dari tempat penyimpanan bahan. Ini dapat terjadi sebagai
akibat penyimpanan bahan yang kurang aman, baik ditinjau dari ruang penyimpanan maupun
sistem penataan bahan. Letak gudang yang selalu terpencil, menyebabkan jarang diadakan
inspeksi sehingga adanya kondisi berbahaya dalam gudang terlambat untuk dapat diketahui.
Bahan-bahan yang disimpan dalam gudang, bukan berarti “tidur nyenyak”, tetapi bahan-bahan
tersebut akan tetap reaktif terhadap lingkungan. Interaksi dapat terjadi antara bahan dengan
panas atau sumber penyalaan, uap air dan oksigen dalam udara, wadah dan bahan lain.
Melupakan sifat-sifat di atas akan dapat menimbulkan kebakaran, peledakan dan keracunan atau
kombinasi diantara ketiganya.
Penyimpanan bahan kimia dalam jenis dan jumlah yang banyak memerlukan pengetahuan akan
syarat-syarat penyimpanan. Kecelakaan dalam gudang kimia dapat menimbulkan cedera bahkan
kematian, selain kehilangan bahan kimia yang mahal. Prinsip dasar penyimpanan di bawah ini
apabila diterapkan, dapat mengurangi resiko penyimpanan bahan.

1.

KONDISI RUANG PENYIMPANAN
1. Letak Gudang

Letak gudang sebaiknya terpisah dari bangunan-bangunan penting lain, agar apabila terjadi
kecelakaan dapat dilokalisasi. Bahkan untuk bahan-bahan yang teramat rawan seperti amat
mudah terbakar atau mudah meledak harus pula disendirikan. Kebakaran pelarut organik dalam
gudang dapat menyebabkan proses pemanasan bahan lain yang kemudian menjadi reaktif atau
eksplosif. Atau pemanasan bahan dapat menghasilkan bahan-bahan lain yang mungkin toksis atau
beracun. Atau juga air yang dipakai untuk pemadaman api dapat bereaksi dengan bahan kimia
tertentu yang eksotermik dan menimbulkan kebakaran lain.

1.

2. Ventilasi
Adanya ventilasi dalam gudang amat diperlukan agar apabila terjadi kebocoran bahan mudah
terbakar atau beracun dan korosif dapat terencerkan sampai di bawah ambang bahaya kebakaran
atau keracunan fatal. Tanpa ventilasi, adanya bahan organik akan berakumulasi sampai di atas
batas konsentrasi bawah mudah terbakar (low flammable limit), sehingga berbahaya apabila ada
sumber penyalaan seperti loncatan listrik, bara api dan bolam lampu yang panas. Adanya uap
beracun atau korosif tanpa ventilasi akan berakibat fatal bagi yang masuk atau bekerja dalam
gudang.

1.


3. Bebas dari sumber penyalaan
Sumber-sumber penyalaan seperti nyala api, bara rokok, loncatan api listrik atau loncatan listrik
statis harus dijauhkan dari gudang. Pasanglah poster “DILARANG MEROKOK” atau “AWAS
KEBAKARAN” untuk mencegah seorang merokok atau menghasilkan nyala api. Peralatan-peralatan
listrik dalam gudang, perlu di “grounding”kan agar tidak terjadi loncatan listrik.

1.

4. Ruang dingin
Ruangan yang dingin akan mencegah reaksi penguraian atau memperlambat reaksi. Ini dapat
dipahami karena reaksi-reaksi kimia dapat mulai terjadi apabila energi bahan dapat mencapai
energi aktivasi. Suhu tinggi dalam gudang akan dapat menghantarkan bahan mencapai energi
aktivasi. Kewaspadaan juga mesti diberikan apabila cuaca panas akibat musin kering yang
berkepanjangan dan hal ini akan menambah rawan kondisi setiapgudang kimia. Selain itu,
kenaikan suhu juga akan meningkatkan kecepatan reaksi secara eksponensial. Sebagai gambaran
sederhana, kenaikan suhu 10OC akan mempercepat reaksi menjadi 2x; 20 OC = 4x; 30OC = 8x dan
kenaikan suhu 100OC akan menyebahkan kecepatan reaksi meningkat menjadi 210 atau 1024x.

1.


5. Kering

Banyak bahan kimia yang dapat terhidrolisa oleh air atau uap air dalam udara. Reaksi hidrolisa
yang eksotermis akan meningkatkan suhu yang berakibat seperti di atas. Penggunaan AC
sekaligus dapat mendinginkan dan mengeringkan udara dalam gudang. Kelembaban lebih rendah
dapat dicapai dengan memakai alat “dehumidifier”.
Dengan memahami syarat gudang di atas, dapatlah dipriorotaskan pemenuhan persyaratan
bergantung pada fasilitas yang duipunyai dan nilai bahan yang disimpan.

BAHAN-BAHAN KIMIA INKOMPATIBEL
Dalam menata atau menyusun bahan-bahan kimia dalam gudang, perlu diperhatikan bahanbahan yang dapat bereaksi atau yang disebut inkompatibel yang terpentingadalah seperti
berikut :
1.

1.

Bahan-bahan pada tabel 1. Dibawah ini, apabila berinteraksi dapat bereaksi hebat yang
menimbulkan kebakaran atau peledakan.
Tabel 1. Bahan-bahan inkompatibel yang bereaksi hebat

Bahan-bahan di bawah ini apabila tercampur akan menghasilkan gas beracun. Lihat Tabel
2.
Tabel 2. Bahan-bahan inkompatibel yang apabila bereaksi menimbulkan gas beracun
SEGREGASI
Adanya kelompok bahan inkompatibel di atas, menunjukkan pada kita bahwa penataan bahan
kimia menurutabjad yang sering kita lakukan, mengundang risiko bahaya. Bahan-bahan harus kita
kelompokkan dulu sebelum tiap-tiap kelompok disusun menurut abjad. Sayang sekali tak ada
sistem pemisahan atau segregasi yang sempurna, karena banyak bahan kimia yang bersifat
ganda. Suatu contoh pemisahan secara sederhana, seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Segregasi sederhana dalam penyimpanan bahan kimia

PENYIMPANAN BAHAN KHUSUS
Bahan kimia keperluan laboratorium banyak yang memerlukan penyimpanan khusus, diantaranya
adalah :
1.

1. Zat higroskopis atau mudah meleleh
Bahan-bahan di bawah ini mempunyai titik leleh rendah, mudah mencair, atau higroskopik dan
harus disimpan pada suhu rendah, kering dan tertutup rapat.
Asetaldehida, amonium asetat/karbonat/ferisulfat.nitrat/tiosulfat, kalsium klorida/oksida, kadmium

klorida/nitrat,
kromtrioksida,
asam
sitrat,
kobalt
asetat/klorida,
diatil
eter,
feri
klorida/nitrat/oksalat,
HCl
(36%),
Hg-nitrat,
nikel
klorida/nitrat,
fenol,
kalium
hidroksida/tiosianat/nitrit, natrium hidroksida, seng klorida/nitrat.

1.


2. Bahan mudah membeku
Zat-zat di bawah ini harus disimpan di atas suhu bekunya agar tidak membeku (freezing).

Asam asetat, glasial
Anilin
Benzena
Asam perklorat
Asam oleat

17OC
-5OC
5OC
-17OC(70%)
4OC

Asam sulfat
5 OC
Asam formiat 90%
9 OC

Asam ortoposfat
10OC(85%)
LAIN-LAIN
Selain beberapa pokok di atas, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam masalah
penyimpanan bahan kimia, diantaranya :
1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

1.
2.
3.
4.
5.


Pesanlah bahan kimia sesedikit mungkin sesuai dengan kebutuhan, untuk mengurangi
risiko bahaya dalam penyimpanan.
Wadah bahan kimia selalu tertutup dan berlabel. Apabila label hilang, periksa dengan teliti
sebelum dipakai atau kalau tidak dapat diidentifikasi, musnahkan saja.
Hati-hati terhadap beberapa pelarut organik seperti etil eter, petroleum eter yang telah
tersimpan lama, karena dapat mengandung senyawa peroksida yang tidak stabil atau eksplosif.
Test lebih dahulu dan ambil peroksida dengan cara mereduksi sebelum diproses atau dipanaskan
(Detail cara penanganan lihat WKA, No. 3/II/1987).
Periksalah gudang secara rutin untuk melihat adanya kebocoran atau kerusakan wadah.
Bahan-bahan kimia yang telah lama atau tidak terpakai dapat dibuanag atau dimurnikan
lagi untuk dipakai kembali. Cara pemusnahan bahan-bahan kimia sisa pakai, lihat WKA No.
8/V/1990.
Wadah atau botol kosong mungkin masih mangandung bahaya dari bahan-bahan sisa. Oleh
karena itu cuci botol-botol bekas sebelum disimpan atau dijual.
Sediakan alat-alat keadaan darurat seperti alat pemadam kebakaran dan alat pelindung
diri dalam gudang.
Waspada terhadap perubahan cuaca yaitu suhu udara tinggi dan hujan lebat. Suhu tinggi
dapat menyebabkan reaksi penguraian, sedang hujan dapat menyebabkan gudang basah akibat
kebocoran atau kelembaban udara yang tinggi. (Soemanto Imamkhasani, Puslitbang Kimia Terapan

LIPI).
DAFTAR PUSTAKA
Everett, K and Hughes, D., “A Guide to Lboratory Design”, Butterworths, London (1981).
Hawkins, M.D., “Safety and Laboratory Practice”, 3rd ED., Cassel, London (1988).
Young, A.Y., “Improving Safety in the Chemical Laboratory, A Practical Guide”, John Willey
and Sons, N.Y. (1987).
ImamKhasani, S., “Keselamatan Kerja dalam Laboratorium Kimia”, Gramedia, Jakarta
(1990).
Nedved, M., dan Imamkhasani, S., “Dasar-dasar Keselamatan Kerja Bidang Kimia dan
Pengendalian Bahaya Besar”, ILO, Jakarta (1991).

Siklamat(C6H13NO3S) merupakan serbuk halus berwarna putih, tidak hidroskopik, tidak
berbau, rasa awal agak asin, kemudian terasa manis. Siklamt larut dalam air, alkohol dan
aseton, agak sukar larut dalam CHCl3, dan rasa manis 30 kali lebih manis dari gula (Anonim6,
2010) yang dapat dilihat di tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Kemanisan Relatif dari Berbagai Bahan Pemanis
Nama bahan pemanis
Kemanisan relative
Sukrosa (gula tebu)
Laktosa (gula susu)

Glukosa (gula darah)
Fruktosa (gula tebu)
Siklamat
Sakarin
Aspartame
Asesulfam K

100
16
74
173
3.500
50.000
20.000
20.000

Sumber: Anonim1, 2010(http://www.crayonpedia.org)
Dari segi strukturnya, siklamat merupakan garam kalsium atau natrium dari asam
sikloheksansulfamat. Siklamat dapat disintesis dengan reaksi sulfonasi terhadap
sikloheksilamin, baik oleh asam sulfamat maupun sulfurtrioksida. Siklamat tidak rusak jika

mengalami pemanasan (Haniz, 2009).
Siklamat termasuk bahan tambahan makanan dalam kelompok pemanis buatan yaitu bahan
tambahan makanan yang dapat menghasilkan rasa manis pada makanan dan tidak atau hampir
tidak mempunyai nilai gizi. Menurut Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives
(JECFA), siklamat merupakan bahan tambahan pangan yang aman dikonsumsi manusia
dengan Acceptable Daily Intake (ADI) sebanyak 11,0 mg/kg berat badan (Suwahono1, 2009).
CAC mengatur maksimum penggunaan siklamat pada berbagai produk pangan berkisar
antara 100 mg/kg sampai dengan 2.000 mg/kg produk (SNI 01-6993-2004). Menurut Saputro
(2007) dikutip dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/MenKes/Per/IX/1988, nilai
ambang batas penggunaan siklamat yang aman pada orang normal adalah 200 mg/Kg berat
badan/hari.
Siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang paling besar jumlahnya dikonsumsi di
Indonesia. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya
diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan berkalori
rendah. Tetapi pada kenyataannya penggunaan siklamat semakin meluas pada berbagai
kalangan dan beragam produk
(Farida, 1989).
Di Indonesia penggunaan siklamat untuk dikonsumsi telah diatur oleh Badan POM dalam
Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk
Pangan (BPOM, 2004). Aturan ini membahas batas penggunaan maksimum siklamat untuk
tiap katagori pangan dengan mendasarkan perhitungannya pada Acceptable Daily
Intake (ADI). Sebagai lembaga yang berwenang dalam hal pengawasan obat dan makanan
yang beredar dipasaran Indonesia, Badan POM menegaskan pada setiap industri yang akan
menggunakan siklamat sebagai pemanis pada produknya harus mencantumkan laporan hasil
uji siklamat yang dilakukan oleh lembaga (Laboratorium pengujian) terakreditasi.
Penggunaan pemanis siklamat semakin diminati di berbagai lapisan masyarakat, termasuk
kalangan industri. Tingkat kemanisan serta harga yang ekonomis menjadi penyebab berbagai
kalangan industri lebih tertarik menggunakan pemanis siklamat tersebut dibandingkan
pemanis alami yang cenderung lebih mahal.