KONSEP ALAM SEMESTA DALAM PERSPEKTIF FAL

KONSEP ALAM SEMESTA
DALAM PERSPEKTIF FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM
Ema Wahyuni Sari
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
UIN Sumatera Utara
Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20371
e-mail: emawahyunisariritonga@gmail.com

A. TERMINOLOGI ALAM SEMESTA
Dalam perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT.
Karenanya, alam semesta bukan hanya langit dan bumi, tetapi meliputi segala
sesuatu yang ada dan berada di antara keduanya. Dalam al-Qur'an, terma 'âlam
hanya ditemukan dalam bentuk plural, yaitu 'âlamin. Kata ini terulang sebanyak 73
kali dan tersebar pada 30 surah.
Di kalangan masyarakat Muslim,
terhadap pemahaman bahwa alam semesta
adalah segala sesuatu selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
tetapi dengan
mengecualikan manusia. pengecualian itu setidaknya disebabkan oleh pemikiran
bahwa:

1.

kepada manusia Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengamanahkan alam
semesta ini untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi kemaslahatan seluruh
makhluk

2.

Untuk berkemampuan mengelola dan memanfaatkan alam semesta,
kepada manusia, Allah SWT anugerahkan 'aql dan 'aql inibtidak diberikanNya, kecuali hanya kepada manusia.

Karena itu, manusia
dikeluarkan dari definisi alam semesta. dengan demikian,
penggunaan tema alam semesta hanya merujuk pada pengertian alam semesta
dalam pengertian jagat raya. Dalam al-qur'an, pengetian alam semesta dalam arti
jagat raya bisa dipahami dari terma al-samawat wa al-ardl wa ma baynahuma.
Ungkapan ini berulang sebanyak 20 kali tersebar pada 15 surah.
Dalam kehidupannya, manusia berinteraksi dengan alam semesta. untuk itu
manusia harus mengenal alam semesta berikut karakter atau wataknya. Secara


umum, alam itu bisa dibedakan ke dalam dua jenis: (1) alam syahadah, dan (2)
alam ghaib. Alam syahadah adalah wujud yang konkrit dan karenanya dapat
diindera. Alam syahada tunduk kepada hukum evolusi, dalam arti berkembang dan
berubah-ubah. Karenanya, ia adalah fenomena.sedangkan alam ghaib adalah wujud
yang tidak tampak pada indera dan karenanya ia adalah noumena. Dari sisi ini,
karakternya hampir sama dengan manusia, yaitu materi dan non materi. Keduanya
merupakan wilayah pengkajian atau penyelidikan manusia. Karenanya pengetahuan
itu tidak hanya menyangkut hal-hal yang empirik, tetali juga supra emprik.
B. PROSES PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan muslim tentang asal mula penciptaan
alam semesta. Ada yang menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari
ketiadaan menjadi ada. Sementara itu, adapula yang berpendapat bahwa alam
semesta ini diciptakan dari materi atau sesuatu yang sudah ada. Sementara itu,
pendapat kedua didasarkan kepada informasi al-Qur'an yang mengindikasikan
bahwa alam semesta ini diciptakan dari suatu materi yang sudah ada. Pandangan
Kedua ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan para Pakar
astronomi dan astrofisika yang menyimpulkan bahwa keseluruhan alam semesta ini
pada awalnya adalah suatu masa yang benar (kabut angkasa utama). Kemudian
terjadi big bang (pemisahan skunder) yang menimbulkan terbentuknya galaksi.
Galaksi tersebut kemudiaan terbagi-bagi dalam bentuk bintang-bintang, planetplanet, matahari, bulan, dan lain-lain.

Terlepas dari perbedaan pandangan diatas, Al-Quran menginformasikan bahwa
alam semesta ini diciptakan Tuhan tidak secara sekaligus atau sekali jadi tetapi
melalui serangkaian tahapan masa atau proses. Dalam sejumlah surah, al-Qur'an
selalu menggunakan istilah fi sittah ayyam, yang bisa diterjemahkan dalam arti
enam hari, enam masa, atau mungkin enam periode.
Dalam pemikiran Al-faribi, alam semesta ini terjadi karena limpahan dari Aql atau
Yang Esa. Wujud Tuhanlah yang melimpahkan wujud alam semesta. Pelimpahan ini
terjadi melalui ta'aqul tuhan tentang Zat-Nya. Dalam prosesnya, al-wujud al-awwal
yang melimpah adalah satu, yakni akal Pertama. Kemudian, akal pertama juga
disebut al-wujud al-tsani, ber-ta'aqul memikirkan wujud pertama dan dirinya sendiri.
Ta'aqul terhadap wujud pertama melimpahkan akal kedua, dan ta'aqul terhadap
dirinya sendiri melimpahkan langit pertama. Akal kedua ber-ta'aqul tentang wujud
pertama melimpahkan akal ketiga, dan ta'aqul terhadap dirinya melimpahkan
bintang-bintang. Demikian seterusnya, ta'aqul akal ketiga melimpahkan akal ke
empat hingga sampai akal ke sepuluh. Dalam rangkaian limpahan itu, maka
wujudlah keanekaragaman, seperti saturnus, yupiter, mars, matahari, venus,
merkurius, dan bulan. Dalam konsepsi al Faribi, akal kesepuluh yang disebut juga
aql Fa'al (pemberi bentuk) selanjutnya memunculkan bumi, ruh, dan materi yang
menjadi dasar dari keempat unsur yaitu api, air, udara, dan tanah. Karena pengaruh


aql fa'al inilah terciptanya bumi dan empat jenis makhluk, yaitu benda-benda padat,
tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia.
C. TUJUAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Dalam perspektif islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah
sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang
keberadaan dan kemahakuasaan Allah swt.
Al-Qur'an secara tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan alam semesta ini
adalah untuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda keberadaan dan
kekuasaan Allah Swt.
Disamping sebagai sarana menghantarkan manusia
akan keberadaan dan
kemahakuasaan Allah Swt, dalam perspektif Islam, alam srmesta Beserta segala
seauatu yang ada di dalamnya diciptqkan untuk manusia. Meskipun alam smesta
ini diciptakan untuk manusia, namun bukan berarti manusia dapat berbuat
sekehendak hati di dalamnya. Manusia hanya boleh mengolah dan memanfaatkan
alam semesta ini sesuai dengan iradah atau keinginan tuhan yang telah
mengamanahkan alam semesta ini kepada manusia.
D. IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAMI
Dalam Islam, esensi alam semesta adalah selain dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dia adalah al-Rabb, yaitu Tuhan Maha Pencipta (Khaliq), yang menciptakaan seluruh

makhluk, makro dan mikro kosmos. Karenanya Ia disebut al-Rabb al-alamin, Tuhan
pencipta alam semesta. Sebagai pencipta, Dia juga yang memelihara dan mendidik
seluruh alam.
Proses pendidikan itu menurut al-Syaibany adalah menyampaikan sesuatu kepada
titik kesempurnaannya secara berangsur-angsur. Karenannya, implikasi filosofi
terhadap pendidikan islami adalah bahwa pendidikan islam itu merupakan suatu
proses atau tahapan diana peserta didk diberi bantuan kemudahan untuk
mengembangkan potensi jismiyah dan ruhiyah-Nya sehingga fungsional untuk
melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya dalam kehidupan di alam semesta. Karen
merupakan proses atau tahapan, maka pendidikan islami berlangsung kontinum
sepanjang masa, sepanjang kehidupan manusia di muka bumi.
Dalam perspektif Islam, manusia harus merealisasikan tujuan kemanusiaannya di
alam semesta, baik sebagai syahid Allah, ‘abd Allah, maupun khalifah Allah. Dalam
konteks ini, Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan alam semesta sebagai wahana bagi
manusia untuk bersyahadah akan keberadaan dan kemahakuasaan-Nya. Wujud
nyata yang menandai syahadah itu adalah penuaian fungsi sebagai makhluk ibadah
dan pelaksanaan tugas-tugas sebagai khalifah. Dalam hal ini, alam semesta
merupakan institusi pendidikan, yakni tempat dimana manusia dididik, dibina,
dilatih, dan dibimbing agar berkemampuan merealisasikan atau mewujudkan fungsi


dan tugasnya sebagai ‘Abd Allah dan Khalifah (‘amal ‘ibadah dan ‘amal shalih).
Melalui proses pendidikan di alam semesta inilah, kelak Allah Subhanahu Wa Ta’ala
akan menilai siapa di antara hamba-Nya yang mampu meraih ‘markah’ atau
prestasi terbaik (ahsan ‘amal).
--Selesai-Resume bersumber dari:
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Medan: Perdana Mulya Sarana, 2017