PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS PROCESS ORIENTED
GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS
SISWA SMK
Yogi Musthapa Kamil1, Harry Firman2, Sri Mulyani3
1

Prodi Pendidikan IPA Konsentrasi Pendidikan Kimia-SL Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung
e-mail : iogee07@gmail.com
2
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA, UPI, Bandung
3
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process
oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains siswa SMK.
Sebanyak dua kelas siswa kelas XI pada kompetensi keahlian rekayasa perangkat lunak
dilibatkan sebagai kelas dengan praktikum POGIL dan praktikum konvensional. Dengan
desain penelitian pretest-postest, nonequivalent control group design, siswa diminta
mengerjakan soal pretes dan postes untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains

sebagai hasil atas perlakuan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang
melakukan praktikum berbasis POGIL memiliki keterampilan proses sains yang lebih baik
dan daripada siswa yang melakukan praktikum konvensional secara signifikan. Siswa yang
belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan
proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan siswa dalam merumuskan
hipotesis,
memprediksi,
mengajukan
pertanyaan,
menginterpretasikan
dan
mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.
Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan
menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang
yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui
aktifitas laboratorium konvensional.
Kata Kunci : pendidikan kimia, praktikum, POGIL, keterampilan proses sains, laju reaksi
ABSTRACT

The aim of this study is to investigate the effect of process oriented guided inquiry learning

(POGIL) based laboratory activity toward high vocational school student’s science process
skills on the topic of rate of reaction. Two eleventh graders class from software engineering
department participated as POGIL and conventional class.With pretest-postest, nonequivalent
control group design, students filled pretest and postest to measure the science process skills
achievement as a result of given treatment. Analyses of student’s achievement shows that
student with POGIL based laboratory has a better science process skills and significantly differ
from students thaugted by conventional laboratory activities. Student’s thaugted by POGIL
based laboratory also has a better achievement on hypothesizing, predicting, raising question,
interpreting and communicating and significantly differ from conventional laboratory
activities. On the other hand, students achievement on observing and planning & investigating
has no statistically difference on both POGIL and conventional laboratory activities.
Keywords : chemistry education, laboratory activities, POGIL, science process skills, rate of
reaction

1

Pendahuluan
Pendidikan kejuruan/vokasi memiliki inti yang selaras dengan pendidikan secara
umum yaitu menyiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan, kecakapan,
pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan

yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri (DU/DI).

Keterampilan-

keterampilan ini menjadi landasan bagi perkembangan karir seseorang di masa yang akan
datang. Menurut Sudira (2010) pengembangan proses belajar mengajar di Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) harus memiliki porsi yang cukup bagi pengembangan
keterampilan-keterampilan tersebut.
Tujuan pembelajaran sains, khususnya kimia dinyatakan dengan tegas pada Peraturan
Pemerintah no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Mata pelajaran kimia mempersiapkan
kemampuan peserta didik sehingga dapat mengembangkan program keahliannya pada
kehidupan sehari-hari dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu tujuan dari
mata pelajaran kimia di SMK adalah menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau
eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang
percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data,
serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
Tuntutan mata pelajaran kimia yang tersurat dalam standar ini belum sepenuhnya
dapat dilaksanakan oleh guru. Devi (2008: 2) mengemukakan bahwa banyak guru yang
melaksanakan


pembelajaran

dengan

hanya

mentransfer

ilmu

dengan

tanpa

mengembangakan keterampilan proses sains. Pembelajaran tipe ini memiliki karakter
kurangnya interaksi antara siswa dengan guru serta tidak ada interaksi antara siswa dengan
siswa. Seringkali pembelajaran seperti ini juga dikenal dengan teaching by telling dimana
guru hanya memberikan pengetahuan dari otaknya ke otak siswa. Pola seperti ini ternyata
tidak berhasil (Barthlow, 2011: 39) dan tidak lagi sesuai dengan kebutuhan pendidikan
siswa (Hanson, 2013). Dikemukan pula oleh Rustaman (2003) bahwa pembelajaran yang

cenderung berorientasi kognitif membuat proses belajar menjadi tidak menyenangkan dan
penuh beban sehingga dapat ‘membunuh’ karakter siswa.
Dengan beberapa realita di atas, kiranya diperlukan suatu pergeseran dalam hakekat
pembelajaran sains dari hanya bersifat transfer ilmu menjadi pembelajaran yang diperkaya
dengan pengembangan keterampilan lain yang diperlukan siswa, misalnya keterampilan
2

proses sains. Perlunya pergeseran hakekat pembelajaran IPA dari nuansa kognitif menjadi
terintegrasi dengan aspek lain memiliki kesamaan gagasan dengan Holbrook. Menurut
Holbrook (2005) diperlukan pergeseran penekanan dalam pembelajaran kimia. Pergeseran
yang dimaksud adalah dari pembelajaran kimia sebagai body of knowledge menjadi
pengembangan keterampilan-keterampilan yang diperoleh melalui materi subyek kimia
(education through chemistry).
Salah satu wujud dari pergeseran hakekat pembelajaran IPA adalah dengan mengemas
pembelajaran IPA yang diperkaya dengan aspek di luar kognitif.

Rustaman (2003)

mengungkapkan perlunya pengembangan aspek keterampilan (keterampilan proses sains)
yang diperoleh sebagai hasil belajar (termasuk praktikum dan kerja ilmiah) yang tak

terpisahkan dalam pembelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan karena kerja ilmiah
diperoleh orang yang belajar IPA untuk dapat memahami IPA sesuai dengan hakekatnya
dan dapat digunakan dalam dunia kerja sebagai suatu kebiasaan.
Pembelajaran kimia, khususnya di SMK memiliki standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang sering dikategorikan sulit dan biasanya hanya diampu dengan pembelajaran
dengan metoda ceramah (teching by telling). Realitanya materi-materi seperti stoikiometri,
asam basa maupun laju reaksi belum banyak dikembangkan dengan orientasi konten dan
proses atau bahkan dengan pendekatan seperti inkuiri terbimbing.
Beberapa metode pembelajaran kimia, khususnya metode praktikum dipercaya dapat
menghasilkan beberapa keterampilan pokok yang diperlukan oleh siswa agar berhasil
dalam belajar dan hidup di masa depan. Kegiatan laboratorium dipandang sebagai kegiatan
yang sangat esensial dalam pembelajaran kimia, dan beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kegiatan laboratorium merupakan cara yang terbaik dalam belajar kimia secara
bermakna (Ding & Harskamp., 2011). Kegiatan praktikum juga dapat meningkatkan
keterampilan berfikir kritis, kemampuan literasi sains, komunikasi serta Keterampilan
Proses Sains siswa (Rahman, 2011 : 91 ; Wulandari, 2011: 85).
Menurut Domin (1999) terdapat empat jenis pembelajaran di laboratorium, yaitu
ekspositori, inkuiri, discovery dan problem-based. Lebih lanjut Domin menambahkan
bahwa jenis kegiatan laboratorium yang paling populer adalah jenis ekspositori. Pada jenis
praktikum ini, guru menyajikan langkah yang harus dikerjakan, mendemostrasikan

prosedur hingga menjelaskan konsep dan fenomena. Siswa hanya mengikuti serangkaian
petunjuk (sehingga dikenal sebagai “cookbook”) dalam memverifikasi teori. Herrington
(Ding & Harskamp, 2011) mengemukakan bahwa beberapa penelitian mengenai
3

praktikum secara tradisional yang memiki kelemahan pada aspek pembelajaran secara
virtual. Selain itu, Cutler (dalam Schroeder & Greenbowe, 2008) juga mengungkapkan
bahwa praktikum dengan gaya tradisional mendorong kepasifan siswa (creeping passivity)
atau rendahnya tingkat keterlibatan siswa.
Pembelajaran praktikum berjenis inkuiri merupakan salah satu satu alternatif dari
pembelajaran praktikum tradisional/konvensional. Herron & Nurrenbern (Burke et al.,
2006) menyatakan bahwa kegiatan laboratorium yang berorientasi inkuiri lebih baik
daripada kegiatan ceramah/demonstrasi atau verifikasi, dengan catatan guru yang
mengampu terlatih dengan pengajaran inkuiri dan siswa diberikan waktu dan bimbingan
untuk memahami metode baru tersebut.
Meskipun prakrikum inkuiri memiliki kelebihan dibanding praktikum konvensional,
pada kenyataannya terdapat pula beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut terutama
dari kegiatan praktikum jenis inkuiri terbuka yang justru menyebabkan siswa menjadi
bingung, frustasi serta tidak memiliki dasar pengetahuan yang cukup sebagaimana
ilmuwan (Barthlow, 2011: 53). Permasalahan ini dapat diatasi dengan praktikum inkuiri

terbimbing yang didalamnya melibatkan guru untuk memfasilitasi siswa dalam
menemukan konsep . Proses unkuiri terbimbing menjadi dalah satu dasar Process Oriented
Guided Inquiry Learning (POGIL). Dengan diinisiasi oleh Rick Moog dan koleganya pada
tahun 90-an, muncullah POGIL untuk menyempurnakan pembelajaran inkuiri terbimbing.
POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya
dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Pendekatan POGIL
menurut Moog & Spencer (2008) memiliki dua tujuan yang luas : untuk mengembangkan
penguasaan

konten

mealui

konstruksi

pemahaman

siswa

sendiri,


dan

untuk

mengembangkan dan meningkatkan keterampilan utama belajar seperti pemrosesan
informasi, komunikasi oral dan tertulis, berfikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi
dan asesmen. Survey terhadap manajer dan pimpinan menunjukkan bahwa keterampilanketerampilan tersebut merupakan keterampilan yang sangat diinginkan dari pekerja
(Hanson, 2004).
POGIL adalah pedagogi sains dan filosofi student-centered yang berbasis riset dimana
siswa beraktifitas didalam kelompok kecil dan terlibat dalam inkuiri terbimbing
menggunakan materi yang sudah dirancang secara langsung membimbing siswa untuk
membangun dan membangun ulang pengetahuan mereka (Barthlow, 2011: 16). POGIL
mengajarkan secara simultan baik konten maupun keterampilan proses sains. Aktifitas
4

POGIL berfokus pada konsep dan proses sains sehingga dapat mendorong pemahaman
yang mendalam terhadap materi pembelajaran serta mengembangkan kemampuan berfikir
tingkat tinggi.
POGIL sebagai sebuah paradigma dalam pembelajaran didasarkan pada ide, penelitian

dan kreatifitas dari banyak ahli pendidikan yang telah bekerja selama berpuluh-puluh
tahun. POGIL memadukan beberapa aspek utama dalam pembelajaran yaitu pembelajaran
aktif, pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered), pragmatisme pada konten
dan proses, konstruktivisme dan inkuiri. POGIL adalah pembelajaran aktif dan berpusat
pada siswa (student-centered) dan didasari pula oleh siklus belajar. Siklus belajar
merupakan pedagogi yang menyatakan bahwa pembelajaran terjadi dalam tiga tahap :
eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi (Atkin & Karplus dalam Barthlow, 2011: 46).
Gambar 1 menyajikan model pembelajaran dengan POGIL yang dikemukakan oleh
Straumanis (2010). Siklus belajar POGIL dimulai dengan eksplorasi yang dilakukan
terhadap sebuah ‘model’. Model ini mengandung informasi yang cukup sehingga
kelompok siswa dapat mengekstraksi konsep target. Siswa kemudian dibimbing dengan
pertanyaan berfikir kritis yang berfungsi sebagai pemandu menuju konsep target. Aktifitas
belajar kemudian dilanjutkan dengan aktifitas kelas berupa diskusi terbuka antar kelompok
misalnya untuk menemukan sebuah pola atau hubungan dalam data. Aktifitas ini berlanjut
sehingga dicapai suatu konsensus mengenai konsep kimia.

Gambar 1 Model POGIL (Straumanis, 2010: 3)

5


Metode Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah dua kelas siswa SMK kelas XI pada salah satu
SMK di Kabupaten Majalengka yang mempelajari kimia pada materi laju reaksi. Adapun
kelas yang diambil sebagai sampel adalah kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa
Perangkat Lunak kelas A (XI RPLA) dan kelas C (XI RPLC). Kelas XI RPLA memiliki
jumlah siswa 30 orang dikondisikan sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI RPLC dengan
jumlah siswa 28 orang dikondisikan sebagai kelas kontrol.
Kedua kelas yang dipilih berasal dari kelas yang relatif homogen karena kelas tersebut
pada awal kelas X diseleksi dengan patokan nilai yang sama dari hasi seleksi Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu kedua kelas berasal dari kompetensi keahlian yang
sama, yaitu Rekayasa Perangkat Lunak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah quasi eksperimen dengan desain Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group
Design (Wiersma & Jurs, 2009: 169) yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Desain Penelitian
Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group Design
G1
O1  X1  O2
G2
O3  X2  O4
Kelas eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium dengan
menggunakan format POGIL, sementara kelas kontrol melaksanakan pembelajaran dengan
aktifitas laboratorium konvensional/ekspositori. Aktifitas laboratorium berbasis POGIL
memiliki kekhasan yang sama dengan aktifitas laboratorium discovery. Perbandingan
secara umum mengenai aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional
Jenis
Praktikum

Deskriptor
Tujuan Praktikum

Pendekatan

Prosedur

POGIL

Di awal dan dalam
bentuk pertanyaan

Induktif

Diberikan

Konvensional

Di awal dan dalam
bentuk pernyataan

Deduktif

Diberikan

6

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengaruh POGIL yang diteliti adalah perubahan keterampilan proses sains siswa pada
materi laju reaksi yang diwakili oleh rata-rata n-gain. Rata-rata n-gain tersebut diamati
untuk setiap keterampilan proses sains dan secara keseluruhan. Tabel 3 menyajikan
ringkasan dari rata-rata n-gain untuk keterampilan proses sains pada kelas kontrol dan
eksperimen serta hasilnya secara statistik.
Tabel 3 Ringkasan Data Deskriptif rata-rata n-gain KPS
No

1

2

3

5

5

6

7

8

Kelas
Eksperimen
0,631

Kelas
Kontrol
0,502

t

p

d

S

0,123

0,100

3,064

0,003*

1,170

Skewness

-0,105

-0,331


𝐗𝐗

0,560

0,480

S

0,485

0,394

1,055

0,296

0,180

Skewness

-0,257

0,730


𝐗𝐗

0,547

0,400

S

0,411

0,300

2,079

0,043*

0,420

Skewness

-0,740

0,083


𝐗𝐗

0,747

0,513

S

0,281

0,445

2,148

0,037*

0,640

Skewness

-0,784

-0,036


𝐗𝐗

0,760

0,540

S

0,293

0,454

2,053

0,046*

Skewness

-0,759

-0,167


𝐗𝐗

0,633

0,588

S

0,390

0,333

0,387

0,701

0,130

Skewness

-0,581

-0,387


𝐗𝐗

0,627

0,420

S

0,227

0,323

3,341

0,001*

0,760

Skewness

0,903

-0,274


𝐗𝐗

0,580

0,360

S

0,400

0,270

2,783

0,007*

0,650

Skewness

-0,307

-0,153

KPS

KPS (secara
keseluruhan)

Mengobservasi

Merumuskan hipotesis

Memprediksi

Mengajukan
Pertanyaan

Merencanakan dan
Menginvestigasi

Menginterpretasikan

Mengkomunikasikan
*


𝐗𝐗

0,590

Signifikan

Pada kelas eksperimen, rata-rata n-gain tertinggi dimiliki oleh KPS pada indikator
keterampilan mengajukan pertanyaan dengan nilai 0,760 yang termasuk ke dalam kategori
peningkatan tinggi. Rata-rata n-gain terendah dimiliki oleh KPS pada indikator
keterampilan merumuskan hipotesis dengan nilai 0,547 yang termasuk ke dalam kategori

7

peningkatan sedang. Hampir seluruh keterampilan memiliki rata-rata n-gain yang
termasuk ke dalam kategori sedang.
Pada kelas kontrol, seluruh keterampilan proses sains memiliki rata-rata n-gain yang
termasuk ke dalam kategori sedang. Rata-rata n-gain tertinggi dimiliki oleh KPS pada
indikator keterampilan merencanakan dan menginvestigasi dengan nilai 0,588. Sedangkan
rata-rata

n-gain

terendah

dimiliki

oleh

KPS

pada

indikator

keterampilan

mengkomunikasikan dengan nilai 0,360.
Pada penelitian ini digunakan uji beda untuk melihat perbedaan rata-rata n-gain KPS
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Normalitas data dijadikan sebagai patokan untuk
menentukan uji statistik yang dilakukan. Menurut Leech et al (2005: 28) data dapat
dikatakan berdistribusi normal jika memiliki skewness +/- 1. Dari Tabel 1 dapat diamati
bahwa seluruh data baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol memiliki skewness
pada rentang +/- 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data n-gain berdistribusi
normal. Karena data berdistribusi normal, maka uji beda dilakukan dengan cara
parametrik, yaitu uji t untuk dua variabel bebas. Nilai t dan p dari hasil uji diambil dengan
memperhatikan nilai sig pada output Lavene’s test equality of varians. Nilai-nilai yang
merupakan bagian dari hasil uji t ini diambil sesuai denga asumsi kesamaan varians
(homogenitas) dari data yang dianalisis.
Dari hasil pengolahan data ditemukan bahwa rata-rata n-gain keterampilan proses sains
secara keseluruhan untuk kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Perbedaan
rata-rata n-gain keterampilan proses sains secara keseluruhan antar kelas eksperimen dan
kelas kontrol menunjukkan hasil yang berbeda signifikan secara statistik (p = 0,003).
Dengan nilai Cohen’s Effect Size (d) sebesar 1,170 dapat ditarik kesimpulan bahwa ratarata n-gain keterampilan proses sains secara keseluruhan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol memiliki perbedaan relatif yang sangat besar. Selain pada keseluruhan proses
sains, ditemukan pula bahwa siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium POGIL
secara signifikan memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih baik dalam
merumuskan hipotesis (p = 0,043), memprediksi (p = 0,037), mengajukan pertanyaan (p =
0,046), menginterpretasikan (p = 0,001) dan mengkomunikasikan (p = 0,007). Perbedaan
relatif antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol pada keterampilanketerampilan terebut termasuk dalam kategori sedang (0,5 < d < 0,8).
POGIL yang diimplementasikan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang positif
terhadap keterampilan proses sains. Temuan ini selaras dengan pendapat yang
8

dikemukanan oleh Hanson (2006) yang menyatakan bahwa POGIL dirancang untuk
membantu siswa mengembangkan konten dan keterampilan proses secara simultan.
Pengaruh POGIL terhadap keterampilan-keterampilan ini merupakan awal yang baik bagi
pengembangan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran. Tingginya
peningkatan keterampilan proses sains dapat dialamatkan pada beberapa komponen
penting yang terdapat dalam POGIL. Komponen yang terdapat dalam POGIL diantaranya
adalah pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran kolaboratif.
Kombinasi pembelajaran inkuiri terbimbing dan kolaboratif yang terdapat dalam
POGIL memungkinkan untuk terjadinya kondisi pembelajaran yang mendukung.
Dikemukakan oleh (King & VanHecke, 2006)

bahwa pada kondisi yang kurang

mendukung siswa menjadi kurang terampil dan berkinerja pada level fungsional,
mencukupi untuk potensi dasar tetapi tidak menampilkan potensi terbaik mereka. Ketika
siswa menerima dukungan yang tinggi, mereka dapat menampilkan level optimal,
mendemonstrasikan keterampilan terbaik mereka.
Dukungan lingkungan belajar yang terjadi dengan aktifitas POGIL memungkinkan
pula berpengaruh terhadap aktifitas pemrosesan informasi pada working memory dan long
term memory. Siklus belajar pada POGIL yang berisi proses eksplorasi, penemuan konsep
dan aplikasi dapat mengoptimalkan informasi yang masuk ke long term memory.
Dalam POGIL siswa dikondisikan untuk dapat membuat hubungan antara pengetahuan
sebelumnya dan mengembangkan pengetahuan tersebut dengan membangun hubungan
yang baru dengan melibatkan konsep-konsep sebelumnya (Eberlein et al., 2008).
Pengkondisian ini berasal dari pertanyaan-pertanyaan awal yang berada pada tahap
eksplorasi dan penemuan konsep sebagai wujud dari siklus belajar.
Beberapa peneliti seperti Letton, Zaman dan Al Shuaili (dalam Johnstone, 2006)
merancang kegiatan laboratorium dengan kegiatan pre laboratorium dalam merencanakan
beberapa bagian dari eksperimen yang dapat mengaktifkan long term memory serta
menyebabkan kesiapan dalam mengkoneksikan memori dengan kegiatan laboratorium
yang akan dilakukan. Aktifitas inilah yang terdapat dalam POGIL dalam bentuk
pertanyaan awal sebagai bagian dari aktifitas pre laboratorium. Berbeda dengan POGIL,
pada kelas dengan praktikum konvensional tidak terdapat aktifitas pre laboratorium yang
memungkinkan tidak terjadinya aktifasi long term memory dan ketidaksiapan siswa dalam
mengkoneksikan memori dengan aktifitas praktikum.

9

Kunci lain yang memungkinkan suksesnya POGIL adalan karakter pembelajaran
inkuiri terbimbing yang melekat di dalam pembelajarannya. Pengaruh positif POGIL
terhadap keterampilan proses sains selaras dengan beberapa studi yang telah dilakukan.
Studi kekinian (Hofstein, Navon, Kipnis & Mamlok-Naaman dalam Hofstein 2004) telah
dengan jelas menunjukkan bahwa siswa yang dilibatkan dalam aktifitas inkuiri memiliki
keterampilan bertanya yang lebih baik. Ditemukan juga bahwa siswa yang dilibatkan
dalam aktifitas inkuiri dapat mengembangkan kemampuan untuk bertanya dalam
pembelajaran kimia non eksperimen seperti membaca artikel saintifik. Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa yang menggunakan aktifitas laboratorium inkuiri dapat
mengembangkan level keterampilan pembelajaran yang lebih tinggi serta kemampuan
metakognitif (Hofstein, 2004).
Aktifitas laboratorium POGIL yang diimplementasikan pada penelitian ini dapat
dikatakan cocok dalam membangun keterampilan proses sains. Aktifitas laboratorium
yang cocok dapat secara efektif meningkatkan keterampilan kognitif, keterampilan
metakognitif, keterampilan praktis, sikap serta ketertarikan terhadap kimia, pembelajaran
kimia dan kerja praktis dalam konteks pembelajaran kimia (Fischer, 2004).
Dari penelitian ini ditemukan pula bahwa POGIL mampu memberikan hasil yang
positif

dalam

mengembangkan

keterampilan

menginterpretasikan

dan

mengkomunikasikan. Hal ini dimungkinkan karena POGIL menekankan pada keterlibatan
aktif siswa dalam menyelesaikan masalah secara inkuiri terbimbing serta ditantang untuk
mengkomunikasikannya secara simultan di depan kelas. Kondisi ini tidak banyak
dikembangkan dalam praktikum konvensional sehingga memungkinkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan yang ditargetkan. Krajcik, Mamlok dan Hug (dalam Fischer
2004) menyatakan bahwa siswa yang mengalami berbagai fase inkuiri tertantang karena
diminta untuk mengajukan pertanyaan yang cocok, menemukan dan mensintesis informasi,
memantau informasi saintifik, merencanakan investigasi dan menarik kesimpulan (Fischer,
2004) .
Eksplanasi lain yang dapat menjelaskan suksesnya POGIL dalam mengembangkan
keterampilan proses sains dapat pula dialamatkan pada karakter pembelajaran kolaboratif
yang menjadi salah satu komponennya. Dalam pembelajaran kolaboratif terjadi proses
pembelajaran melalui proses peer tutoring. Kerr & Bruun (dalam Ding & Harskamp,
2011) menyatakan bahwa peer tutoring yang terjadi pada pembelajaran kolaboratif dapat
mengurangi efek “free rider” dan “sucker effect”. Di dalam POGIL efek tersebut dapat
10

diminimalisasi dengan aktifasi siswa melalui pembagian tugas dalam kelompok. Dengan
berkurangnya efek tersebut, maka hampir semua siswa terlibat secara aktif dalam
pembelajaran sehingga menyebabkan tingginya peningkatan hasil belajar.
Efek “free rider” terjadi ketika ada diantara anggota yang hampir tidak memiliki
kontribusi terhadap kelompok. Sedangkan “sucker effect” adalah menurunnya motivasi
siswa karena melihat siswa lain yang tidak berkontribusi terhadap kelompok. Di dalam
POGIL efek tersebut dapat diminimalisasi dengan aktifasi siswa melalui pembagian tugas
dalam kelompok. Dengan berkurangnya efek tersebut, maka hampir semua siswa terlibat
secara aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan tingginya peningkatan hasil
belajar.
Pada kelas dengan praktikum konvensional terjadi hal yang berbeda dengan kelas
POGIL. Pada praktikum konvensional tidak ada pembagian tugas dalam kelompok
sehingga memungkinkan terjadinya siswa yang pasif. Sebagian siswa sangat mungkin
tidak aktif terlibat baik secara fisik maupun kognitif sehingga menyebabkan tidak
berkembangnya keterampilan proses sains.
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan pula hal-hal yang berbeda dengan capaian
positif keterampilan proses sains secara umum, yaitu keterampilan mengobservasi (p =
0,296) serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi (p = 0,701). Pada dua
keterampilan tersebut terjadi peningkatan keterampilan proses sains dalam kategori
sedang, baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Meskipun rata-rata n-gain
dua keterampilan proses tersebut pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol, tetapi perbedaannya tidak signifikan secara statistik.
Keterampilan siswa dalam mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan
menginvestigasi antara kelas eksperimen dan kelas kontrol secara statistik tidak berbeda
secara signifikan. Pada dua keterampilan tersebut terjadi peningkatan dalam kategori
sedang baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol. Keterampilan
mengobservasi merupakan keterampilan yang mendasar dalam keterampilan proses sains.
Jika dilihat secara teknis, keterampilan mengobservasi memiliki pola yang sama baik pada
aktifitas laboratorium berbasis POGIL maupun konvensional. Selain itu kedua kelas yang
digunakan relatif terbiasa dengan aktifitas mengobservasi. Sejak semester satu kedua kelas
telah mengalami beberapa praktikum yang melibatkan mereka dalam aktifitas
mengobservasi. Hal tersebut sangat mungkin menyebabkan hasil yang tidak jauh berbeda

11

terhadap keterampilan siswa dalam mengobservasi baik pada kelas POGIL maupun
konvensional.
Keterampilan proses sains lain yang perbedaan n-gain nya secara statistik tidak
berbeda signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah keterampilan
merencanakan dan menginvestigasi. Fenomena ini dimungkinkan terkait dengan karakter
dari keterampilan merencanakan dan mengobservasi. Keterampilan merencanakan dan
menginvestigasi yang termasuk dalam tahap eksperimen dalam kegiatan inkuiri merupakan
integrasi dari keterampilan proses karena memerlukan pengggunaan sebagian atau bahkan
semua keterampilan proses yang lain seperti keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi,
menyimpulkan dan memprediksi, mengukur dan mengkomunikasikan (O’Brien, 2005: 99).
Keterkaitan yang kompleks dengan keterampilan proses sains yang lain menyebabkan
keterampilan proses ini memiliki tingkat kesukaran tersendiri untuk dicapai. Selain itu,
siswa belum terbiasa dengan aktifitas merencanakan dan menginvestigasi mengingat
selama ini siswa cenderung dibiasakan dengan praktikum konvensional yang tidak
menekankan pada pengembangan keterampilan tersebut. Hal ini memungkinkan terjadinya
capaian yang tidak berbeda antara peningkatan keterampilan merencanakan dan
menginvestigasi antara kelas praktikum POGIL dengan konvensional.

Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis
Process Oriented Guided Learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa siswa yang belajar melalui
aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains
secara keseluruhan yang lebih tinggi dan signifikan daripada siswa yang belajar melalui
aktifitas laboratorium konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium
berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan
signifikan pada keterampilan keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis,
memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan
daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk
keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi
ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang yang belajar
melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas
laboratorium konvensional.
12

Daftar Rujukan
Barthlow, M. J. (2011). The Effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to
Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Disertasi doktor pada Liberty
University : tidak diterbitkan
Burke, K. A., Greenbowe, T. J. (2006). “Implementing the Science Writing Heuristic in the
Chemistry Laboratory”. Journal of Chemical Education. 83,(7),1032-1038
Devi, P. K. (2008). D.A.R.TS Using Work Sheets for Developing Process Skills and
Critical Thinking with Pencil and Paper Tasks an Experiment Study in Chemistry
Senior High School at “Colligative Properties Concept”. [online]. Diakses pada 29
Mei 2013. Tersedia : http://ojs.voctech.org/index.php/seavern/article/view/128/121
Ding, N. & Harskamp, E.G.. (2011). “Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry
Laboratory Education”. International Journal of Science Education (IJSE).33,(6),839863
Domin, D. S. (1999). “A Review of Laboratory Instruction Styles”. Journal of Chemical
Education. 76,(4),543-547
Eberlein, T. (2008). ”Pedagogies of Engagement in Science : A Comparison of PBL, POGIL
and PLTL”. Biochemistry and Molecular Biology Education. 36,(4),262-273
Fischer, K.W. (2008). “Dynamic Cycles of Cognitive and Brain Development : Measuring
Growth in Mind, Brain and Education”. The Educated Brain . dalam A.M. Batro,K.W.
Fischer & P.Lena (Eds).127-150
Hanson, D. M. (2005). Designing Process Oriented Guided-Inquiry Activities . [online].
Diakses
pada
9
April
2013.
Tersedia
:
quarknet.fnal.gov/fellows/.../Designing_POGIL_Activities.pdf‎
Hanson, D. M. (2013). Introduction to POGIL. [online].diakses pada 13 April 2013. Tersedia :
http://www.pcrest.com/PC/Pub/POGIL.htm
Hanson, D. & Apple, D. (2004). Process—The missing element. [online]. Diakses pada 10
April 2013. Tersedia : http://www.pkal.org/documents/hanson-apple_process—themissing-element.pdf
Hofstein, A. (2004). “The Laboratory in Chemistry Education : Thirty Years of Experience
with Developments, Implementation and Research”. Chemistry Education : Research
and Practice. 5,(3),247-264
Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. [online]. Diakses pada 23
Nopember 2011.Tersedia : www.iupac.org/publications/cei.
Johnstone, A. H. (2006). “Chemical Education Research in Glasgow in Perspective”.
Chemistry Education Research and Practice. 7,(2),49-63
King, P.M, & VanHecke, J.R. (2006). “Making Connections : Using Skill Theory to
Recognize How Students Build and Rebuild Understanding”. About Campus.
11,(1),10-16
Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 22
tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta : Kemdiknas
Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23
tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta : Kemdiknas
Leech, N.L., Barret K. C. & Morgan G.A.. (2005). SPSS for Intermediate Statistics : Use and
Interpretation. Second Edition. London : Lawrence Erlbraum Associates Publishers
Moog, R. S. & Spencer N. J. (2008). In Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL).
ACS Symposium Series. Washington DC : American Chemical Society

13

Rahman. (2011). Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi Pada Materi
Pokok Laju Reaksi : Analisis Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi
Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan
Rustaman, N. (2003). Penilaian Hasil Belajar IPA. Makalah pada FPMIPA & Pasca Sarjana
UPI : Tidak Diterbitkan
Schroeder, J.D & Greenbowe, T.J. (2008). Implementing POGIL in the lecture and the
Science Writing Heuristic in the laboratory—student perceptions and performance in
undergraduate organic chemistry. [online].diakses pada 08 Februari 2012. Tersedia :
http://pubs.rsc.org | doi:10.1039/B806231P
Sudira, P. (2010). VET curriculum, teaching, and learning for future skills requirements.
Makalah Seminar VET. UNY
Widhy, P. (2010). Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium. Modul Pelatihan
Pembelajaran MIPA Berbasis Laboratorium FMIPA UNY : Tidak Diterbitkan
Wiersma, W & Jurs, S.G. (2009). Research Methods in Education. USA : Pearson
Wulandari, A.D. (2011). Pembelajaran Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Laju Reaksi.
Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

14

CATATAN

BIODATA SINGKAT PENULIS
1

Nama Lengkap

:

Yogi Musthapa Kamil, S. Pd.

2

Tempat/Tanggal Lahir

:

Garut, 26 September 1981

3

LulusanProdi/Jurusan/Fakultas :

Pendidikan IPA-Pendidikan Kimia SL/SPS UPI

4

Tahun Masuk

:

2011

5

Tahun Lulus

:

2014

6

Alamat Rumah/e-mail/Fb

:

Blok Mekarmulya RT.01 RW.01 Ds. Tenjolayar
Kec. Cigasong –Majalengka 45413 –
iogee07@gmail.com

7

Telepon/HP

:

081220702629

8

Tahun Masuk (untuk studi

:

2011-S2

lanjut)
9

Jenis Pekerjaan

:

Guru

10

Nama Lembaga

:

SMK Negeri 1 Majalengka

11

Alamat dan No Telepon

:

Jl. Tonjong-Pinangraja No. 55 Majalengka (0233)

Lembaga

282913

15