PENGGUNAAN PERANTI KOHESI DALAM WACANA P

PENGGUNAAN PERANTI KOHESI
DALAM WACANA PERCAKAPAN DOKTER DAN PASIEN1

Oleh
Agung Pramujiono
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
Email: pram4014@yahoo.com
ABSTRAK
Percakapan dokter dan pasien merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Penelitian
kualitatif deskriptif ini difokuskan pada penggunaan piranti kohesi dalam wacana percakapan
dokter dan pasien. Data penelitian diambil menggunakan metode simak dengan teknik rekam dari
radio FM di Surabaya. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif dengan
mengikuti tahapan analisis percakapan model Tannen.Berdasarkan hasil analisis data ditemukan
bahwa kohesi wacana percakapan dokter dan pasien dibangun dengan penanda formal yang
meliputi referensi anafora dan katafora, elipsis frasa dan klausa, reiterasi kata, frasa, dan klausa,
dan penggunaan berbagai jenis konjungsi.

Kata kunci: piranti kohesi, wacana percakapan, dokter dan pasien

ABSTRACT
Conversational discourse between doctor and patients conveyed interesting phenomena

to be researches. This descriptive qualitative research focus was cohesion in the discourse. The
data was taken from FM radio in Surabaya which broadcast programs of sex consultation. The
method of data collection was listening-recording technique. The data analysis is done by using
descriptive method by steps in analyzing conversation of Tannen’s model. The result of data
analysis showed the following findings. The cohesion of doctor and patients conversational
discourse was formed by specifics formal linkers. The cohesion formal linkers included anaphoric
and cataphoric references, pronoun substitutions, eliptical phrases and clauses, reiterations of
words, phrases, and clauses as well as conjunctions.
Keywords: cohesion, conversational discourse, doctor-patient

1. Pendahuluan
1

Telah dimuat dalam Jurnal METALINGUA Jurnal Penelitian Bahasa Balai Bahasa Bandung Volume
9, Nomor 2, Desember 2011 AKREDITASI B Nomor: 293/Akred-LIPI/P2MBI/08/2010 ISSN 1693685X hal 227-240

Brown dan Yule (1996:1) membedakan fungsi bahasa menjadi dua, yaitu fungsi
transaksional dan fungsi interaksional. Fungsi transaksional berhubungan dengan upaya untuk
menyampaikan informasi faktual atau proporsional, sedangkan fungsi interaksional berkaitan
dengan upaya memantapkan dan memelihara hubungan-hubungan sosial. Ketika kedua fungsi

tersebut diterapkan dalam suatu komunikasi akan menghasilkan sebuah wacana.
Interaksi secara verbal antara dokter dan pasien merupakan sebuah wacana. Sebagai sebuah
wacana, dalam interaksi tersebut dapat ditemukan penggunaan piranti kohesi untuk menjaga
kepaduan wacana.
Kohesi wacana percakapan dokter dan pasien merupakan suatu fenomena yang menarik
untuk diteliti. Hal ini berkaitan dengan sering tidak seimbangnya komunikasi dokter dan pasien.
Penelitian Tannen dan Wallat (1986) yang mengkaji percakapan antara petugas medis dengan
lima keluarga yang anaknya menderita sakit dan penelitian Robert (1996) yang mengkaji interaksi
antara dokter dengan pasien penderita kanker payudara menemukan adanya ketidakseimbangan
pertukaran informasi antara dokter dan pasien. Dalam konteks wacana percakapan yang tidak
berimbang tersebut, fenomena penggunaan piranti kohesi dalam percakapan dokter dan pasien
menarik untuk dikaji.
Berdasarkan hasil observasi awal terhadap kohesi wacana percakapan dokter dan pasien
ditemukan fenomena-fenomena menarik yang perlu dikaji lebih lanjut dalam suatu penelitian.
1.2 Masalah
Masalah penelitian ini adalah penggunaan piranti kohesi dalam wacana percakapan dokter
dan pasien.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan secara objektif penggunaan piranti kohesi
dalam wacana percakapan dokter dan pasien.

1.4 Metode
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif.

Dengan demikian,

rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian kualitatif.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan fenomena-fenomena penggunaan bahasa yang muncul
dalam komunikasi dokter dan pasien. Fenomena yang menjadi fokus penelitian ini adalah
penggunaan piranti kohesi dalam wacana percakapan dokter dan pasien. Menurut Bogdan dan
Tailor (Moleong, 1995:3), penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Pendekatan kualitatif difokuskan pada latar dan individu tersebut secara holistik. Data
penelitian ini adalah interaksi verbal dokter-pasien dalam program konsultasi seks, sedangkan
sumber data penelitian adalah dokter dan pasien yang berkonsultasi dalam program konsultasi
seks di Kosmonita FM dan Mercury FM Surabaya.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan teknik rekam
(Sudaryanto, 1993:139; Soekemi, dkk., 2000:114). Data yang sudah terkumpul selanjutnya
dianalisis dengan teknik deskriptif dan mengikuti alur analisis data interaktif, simultan, dan
berkelanjutan yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992:15-20). Kegiatan analisis

tersebut meliputi (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan.

Kegiatan

reduksi data meliputi pentranskripsian data, pengidentifikasian data, pendeskripsian data,
pengodean data, dan trianggulasi data. Penyajian data meliputi pengklasifikasian dan penyusunan
bagan atau tabel. Penarikan simpulan dilakukan secara heuristik seperti disarankan oleh Leech
(1993:62).
Adapun langkah analisis data tersebut secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut.
(1) Mendengarkan secara teliti dan berulang-ulang rekaman komunikasi dokter-pasien kemudian
ditranskripsikan, (2) Melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap fenomena-fenomena yang
ditemukan berdasarkan fokus penelitian, (3) Melakukan pengodean data, (4) Membandingkan
fenomena-fenomena yang ditemukan dalam segmen yang telah diidentifikasi tersebut dengan
segmen-segmen lain yang terdapat dalam percakapan, (5) Melakukan interpretasi terhadap hasil
temuan, (6) Melakukan trianggulasi kepada kolega yang berlatar keilmuan linguistik, dan kolega
yang berlatar keilmuan nonlinguistik, (7) Melakukan penarikan simpulan (dimodifikasi dari
tahapan analisis yang dilakukan oleh Tannen, 1986: 160-161).
2. Kerangka Teori
Istilah kohesi mengacu pada hubungan secara semantis antara bagian yang satu dengan
bagian lain dalam sebuah teks. Hubungan itu ditandai dengan penggunaan penghubung formal

(formal link) atau penanda katon (overtly signalled) (Halliday dan Hasan, 1976; Widdowson,
1978; Cook, 1989). Sedangkan koherensi merupakan hubungan secara semantis antara bagian
yang satu dengan bagian yang lain dalam teks yang tidak didukung oleh penggunaan penghubung
formal (Widdowson, 1978).

Djajasudarma (1994:46), secara singkat menyatakan bahwa kohesi merujuk pada
perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada perpautan makna. Pendapat Djajasudarma tersebut
merujuk pada buku “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia” edisi pertama. Pada edisi tersebut
pembahasan tentang wacana memang disajikan secara singkat. Pada edisi ketiga secara lebih jelas
dikemukakan bahwa kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara
eksplisit oleh unsur-unusr gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk
wacana (Alwi, dkk., 2000:427), sedangkan koherensi merupakan hubungan perkaitan
antarproposisi, tetapi perkaitan tersebut tidak secara eksplisit atau nyata (Alwi, dkk., 2000:428).
Berkaitan dengan kohesi wacana, Halliday dan Hasan (1976:6) membedakan kohesi
suatu wacana menjadi dua, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal
dibedakan atas referensi, substitusi, dan elipsis, sedangkan kohesi leksikal meliputi reiterasi dan
kolokasi. Di samping kedua tipe tersebut, kohesi suatu wacana juga dibentuk dengan
menggunakan konjungsi. Dalam suatu ujaran bisa saja kepaduannya dibentuk melalui
penggabungan dari berbagai tipe kohesi. Misalnya penggunaan elipsis dan konjungsi secara
bersamaan. Pandangan kedua tokoh tersebut banyak dijadikan rujukan oleh para penulis dalam

membahas kohesi wacana.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
3.1 Hasil Penelitian
3.1.1 Referensi
Penggunaan referensi dalam percakapan dokter dan pasien dapat dilihat dalam paparan
berikut.
(01) Ps: Terus kok intensitas kencing saya kok sekarang tambah sering.
Dr: Heh… iya.
Ps: Kadang-kadang semalam bisa delapan kali.
Dr: He….iya…ya.
Ps: Itu kenapa ya Dok? (M.1.4.025-029)
(02) Ps: He… eh. Apakah setelah orang itu mengalami kiret [kuret]. Mesti, ini…apa
tidak mengalami mens lagi. Kalau setelah kiret. Nggak bisa mens lagi. Ini
yang saya tanyakan. (M.1.5.020)
(03) Dr: Biasanya, faktor infeksi ini bisa jadi karena Mbak Diah kurang minum….
Ps: Iya, kurang minum memang.
Dr: Dua liter perhari kalau bisa. Yang kedua, mungkin ini juga…. Maaf, cara
cebok yang tidak benar. Cara cebok yang tidak benar dengan air yang
mungkin juga kualitasnya kurang baik. Kalau saya boleh anjurkan silakan
mencuci dengan air yang matang. Air matang tapi bukan yang umup, lo ya.

Pm: Ha….ha….ya… ya.

Dr: Nanti malah sakit. Air matang yang dingin yang kita minum itu. Bahkan
ekstremnya kalau bisa yang dengan air putih botolan itu. Jadi nggak
menyebut merek lo ya.
Pm: Begitu Mbak Diah. (M.3.6.013-018)
Pada data di atas, kata-kata yang menunjukkan referensi adalah pronomina itu pada data
(01), ini pada (02), dan begitu pada (03). Referensi pada data di atas merupakan referensi anafora
karena kata-kata tersebut merujuk pada ujaran sebelumnya. Kata itu pada (01) merujuk pada
ujaran pasien yang menyatakan intensitas kencingnya semakin meningkat dan dalam semalam bisa
sampai delapan kali.
Pada (02), pronomina ini merujuk pada ujaran sebelumnya yaitu tentang pertanyaan
pasien apakah setelah dikuret tidak bisa mens lagi. Sedangkan pada (03) kata begitu merujuk pada
uraian dokter pada ujaran sebelumnya yang menjelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan
infeksi.
Selain menggunakan referensi anafora, dalam percakapan dokter dengan pasien juga
ditemukan referensi katafora. Referensi katafora merupakan referensi yang rujukannya mengacu
pada ujaran sesudahnya. Pengggunaan referensi katafora dapat dilihat pada data berikut.
(04) Ps: Eh… saya mau tanya Dok.
Dr: He…eh.

Ps: Tapi ini menyimpang lo Dok.
Dr: Oh…ya, silakan.
3.1.2. Substitusi
Penggunaan substitusi sebagai piranti kohesi dalam percakapan dokter dan pasien
dapat dilihat pada data berikut.
(08) Ps: He… eh. Apakah setelah orang itu mengalami kiret [kuret]. Mesti, ini…apa
tidak mengalami mens lagi. Kalau setelah kiret. Nggak bisa mens lagi. Ini
yang saya tanyakan. (M.1.5.020)
(09) Ps: Soalnya itu saya punya pacar. Dia itu … apa, akhir-akhir ini memasukkan jari
telunjuknya ke vagina saya.
Dr: He…eh.
Ps: Nah, apakah itu termasuk onani. Dan apakah ndak berbahaya. Kemudian
bahkan dia pernah meremas payudara saya atau bahkan meminumnya seperti
layaknya anak bayi. Itu juga berbahaya apa endak gitu? (M.3.1.021-023)

Pada (08) dan (09), substitusi menggunakan pronomina penunjuk ini dan itu. Kata ini
pada (08) menggantikan pertanyaan pasien, Apakah setelah orang itu mengalami kiret
[kuret]. Mesti, ini…apa tidak mengalami mens lagi. Kalau setelah kiret. Nggak bisa mens
lagi. Sedangkan kata itu pada (09) pertama menggantikan pernyataan pasien, Dia itu … apa,
akhir-akhir ini memasukkan jari telunjuknya ke vagina saya. Sedangkan yang kedua

menggantikan pernyataan pasien, dia pernah meremas payudara saya atau bahkan
meminumnya seperti layaknya anak bayi.
Pada (10) dan (11), subsitusi dilakukan dengan pronomina persona dia. Pada (10),
pronomina tersebut menggantikan frasa kakak saya, sedangkan pada (11) menggantikan frasa
saudara saya.
(10) Ps: Terus pertanyaan saya kedua, kakak saya itu eh…dia sudah umur tiga puluh
enam tahun.
Dr: He…eh. Perempuan apa laki?
Ps: Laki, anu perempuan.
Dr: Perempuan tiga puluh enam tahun ya?
Ps: Ho…oh. Dia baru-baru ini KB itu apa namanya steril.
(M.5.3.035-039)
(11) Ps: Iya, saudara saya. Tapi dia bilang waktu keluar rugeinya waktu dia hamil.
Dr: Eh….
Ps: Waktu dia hamil, dia keluar rugeinya gitu. Tapi saya kan masih gadis. Saya
jadi bingung. Trus, di situ tu saya juga ngalamin gatal gitu lo. Karena
keputihan itu.
(K.6.6.032-035)
3.1.3 Elipsis
Elipsis merupakan penghilangan sebagian ujaran pada ujaran berikutnya. Biasanya yang

dihilangkan adalah informasi lama. Penggunaan elipsis dalam percakapan dokter dengan pasien
dapat dilihat pada data berikut.
(12) Dr: Sudah mengurangi senam?
Ps: Sudah. Biasanya frekuensinya bisa dua sampek dua jam setengah. Sampai dua
jam setengah gitu ya.
(K.6.2.047-048)
(13) Dr: Suami sudah periksa sperma belum?
Ps: Oh, sudah…. (K.6.2.053-054)
(14) Ps: Waktu saya berhubungan sama suami saya itu Dok ya. Suami saya itu waktu,
waktu masih berhubungan itu keluar itu bisa empat kali Dok.
Dr: He…eh. Suami? (M.7.4.038-039)
Pada (12), ujaran yang dihilangkan adalah mengurangi senam yang terdapat pada
pertanyaan dokter. Pasien menjawab, sudah (mengurangi senam). Demikian pula pada (13),

jawaban: Oh, sudah… yang diujarkan oleh pasien menghilangkan frasa periksa sperma. Pada
(14), keterkejutan dokter atas apa yang dikemukakan oleh pasien dengan ujaran Suami? Terdapat
bagian ujaran pasien yang dihilangkan yaitu bisa keluar empat kali waktu berhubungan.
3.1.4 Reiterasi
Selain menggunakan referensi, kohesi wacana juga ditandai dengan penggunaan reiterasi.
Tipe reiterasi yang ditemukan dalam percakapan dokter dengan pasien mencakup (1) reiterasi kata,

(2) reiterasi frasa, reiterasi klausa. Penggunaan setiap tipe dapat dilihat pada data berikut.
(15) Ps: Terus rasanya di sekitar vagina saya itu licet.
Dr: Vagina-nya kenapa?
Ps: Licet.
Dr: Licet ya, he…eh. (K.4.1.029-030)
(16) Ps: Tadi kan disinggung masalah air ya?
Dr: Oh, ya.
Ps: Eh… air, menyinggung air. Begitu menyinggung air saya tertarik dokter.
(M.5.2.008-010)
(17) Dr: Terus… terus nggak bisa berdiri?
Ps: Iya. Lemas, lemas kan.
Dr: Habis dibuang, lemas kan? (M.5.2.026-028)
Pada data di atas digunakan reiterasi kata. Pada (15), terjadi pengulangan kata secara
penuh atau utuh. Kata vagina dan licet diulang secara penuh. Pada (16) reitarasi dilakukan dengan
mengubah bentuk kata kata disinggung sebagai bentuk pasif diulang kembali dengan
menggunakan bentuk aktif menyinggung. Sedangkan pada data (17), frasa nggak bisa berdiri
diulang dengan menggunakan sinonimnya yaitu lemas.
Selain reiterasi kata, penggunaan reiterasi frasa dan klausa juga ditemukan dalam
percakapan dokter dengan pasien. Penggunaan kedua tipe reiterasi tersebut dapat dilihat pada data
berikut.
(18) Ps: Enggak, waktu saya berhubungan dengan suami saya rasanya kok ingin
kencing ae Dok.
Dr: He…eh. Waktu berhubungannya itu.
Ps: Iya, he…eh.
Dr: Setelah beberapa menit atau baru, baru….senggama langsung kepingin
kencing.
Ps: Beberapa menit.
Dr: Setelah beberapa menit.
Ps: E…enggak, beberapa menit, kira-kira ya lima sampai sepuluh menitan gitu
Dok. (M.7.4.012-024)

(19) Ps: Iya, saya kan habis melahirkan.
Dr/Pm: #He…eh.#
Ps: Gairah seks saya kok menurun, gitu lo.
Dr: Habis melahirkan berapa hari Bu?
Ps: Udah tiga bulan.
Dr: Tiga bulan, kemudian…ini anak pertama Bu?
Ps: Iya, anak pertama. (K.2.4.012-018)
Pada (18) dan (19), terdapat pengulangan beberapa frasa untuk membangun kepaduan
wacana. Frasa waktu berhubungan dan beberapa menit pada (18) yang terdapat dalam ujaran
pasien diulang pada ujaran dokter. Sedangkan pada (19) terdapat tiga frasa yang diulang yaitu
habis melahirkan, tiga bulan, dan anak pertama.
Reiterasi klausa terdapat dalam data (20) dan (21). Pada (20) yang diulang adalah cara
mengetahui istri hamil, sedangkan pada (21) klausa yang diulang adalah ujaran pasien, Bisa
empat kali selama tiga jam diulang pada ujaran dokter, Suami bisa empat kali selama tiga
jam.
(20) Ps: Ini Dok, saya mau tanya.
Dr: He…eh.
Ps: Cara mengetahui istri hamil itu bagaimana, Dok?
Dr: Cara mengetahui istri hamil? (M.7.2.012-013)
(21) Ps: Waktu saya berhubungan sama suami saya itu Dok ya. Suami saya itu waktu,
waktu masih berhubungan itu keluar itu bisa empat kali Dok.
Dr: He…eh. Suami?
Ps: Iya. Bisa empat kali selama tiga jam.
Dr: Suami bisa empat kali selama tiga jam, ya.
(M.7.4.0380-041)
3.1.5 Konjungsi
Berdasarkan analisis penggunaan konjungsi dalam percakapan dokter dan pasien
ditemukan beberapa jenis konjungsi. Konjungsi tersebut meliputi konjungsi yang menyatakan (1)
simpulan: jadi, (2) Urutan: pertama, kedua, ketiga, (3) waktu: waktu, ketika, dulu sewaktu, (4)
pertentangan: tapi, sedangkan, (5) tambahan: dan, (6) andaian: kalau, misalnya, kalau misalnya,
(7) urutan waktu: terus, lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, (8) sebaban: karena, sebab, (9)
jelasan: maksudnya, artinya, (10) alasan: karena, soalnya, (11) tegasan: bahkan, (12) contoh:
misalnya, contohnya. Masing-masing penggunaan konjungsi dipaparkan dalam uraian berikut.

a. Simpulan: jadi
Penggunaan konjungsi yang menyatakan simpulan dapat dilihat pada data berikut.
(22) Dr: Oh…ya…ya. Eh… putranya umur berapa Buk?
Ps: Satu….
Dr: Usia?
Ps: Usianya empat tahun setengah.
Dr: Jadi, Ibuk kepingin yang kedua ini? (M.1.3.069-073)
(23) Dr: Ya… dulu itu gimana sama waria, sempat beraktivitas sampai…
Ps: Ya, sempat juga beraktivitas.
Dr: Jadi, itu pengalaman pertamanya justru lebih dengan waria ini dan…
(K.8.9.033-035)

Pada (22), dokter menanyakan umur anak pasien, tetapi pasien mengira yang ditanyakan
jumlah anaknya. Ketika pasien menjawab, satu, dokter menanyakan kembali berapa usia putera
pasien. Kemudian dijawab, empat setengah tahun. Dari jawaban yang salah itu dokter dapat
menarik simpulan bahwa pasien menginginkan putera yang kedua. Kata jadi, diawal ujaran dokter
merupakan penanda simpulan. Demikian pula dengan (23), kata jadi yang terdapat di awal ujaran
dokter menandakan simpulan. Dari keterangan yang diberikan pasien, dokter menyimpulkan
pasien melakukan aktivitas seksual pertama dengan waria. Dokter menyatakan, Jadi, itu
pengalaman pertamanya justru lebih dengan waria.
b. Urutan: pertama, kedua, ketiga
Konjungsi urutan digunakan ketika pasien menanyakan lebih dari satu problem yang
sedang dihadapinya. Konjungsi penanda urutan yang digunakan pada (24) adalah yang pertama,
yang kedua, dan ketiga. Di sini pasien menanyakan tiga persoalan. Pada (25), konjungsi penanda
urutan yang dipakai adalah pertama dan yang kedua. Di sini pasien menanyakan dua masalah.
Hal ini dapat dilihat pada data berikut.
(24) Ps: Apakah onani itu tidak mengganggu kejiwaan?
Dr: Heh….
Ps: dan saraf daripada seseorang tersebut.
Dr: Heh…
Ps: Itu yang pertama. Yang kedua, apakah kalau orang laki sudah seusia empat
puluh itu sudah ndak bisa, yah seperti yang dikatakan ibu tadi hanya sekali
gitu ndak bisa dua kali atau sampai tiga kali dalam hubungan.
Dr: He… eh.
Ps: Ini sementara yang kedua, terus selanjutnya….
Dr: Heh, ketiga.

Ps: He… eh. Apakah setelah orang itu mengalami kiret [kuret]. Mesti, ini…apa
tidak mengalami mens lagi. Kalau setelah kiret. Nggak bisa mens lagi. Ini
yang saya tanyakan. (M.1.5.012-020)
(25) Ps: Lha itu pertanyaan pertama saya Dok.
Pm: Iya.
Ps: Kemudian, yang kedua apabila kira-kira sudah usia enam puluh ke atas,
katanya itu vagina menjadi kering atau apa kering yang bagimana, gitu.
(K.4.6.025-027)

c. Waktu: ketika, waktu, dulu sewaktu
Konjungsi waktu digunakan untuk menandakan kapan suatu peristiwa terjadi. Hal ini
dapat dilihat pada (26), (27), dan (28) berikut.
(26) Ps: Lha, ketika TK itu kan ada pelajaran renang.
Dr: He…eh.
Ps: Setelah itu kok vagina-nya itu kok seperti mengeluarkan keputihan gitu.
(K.2.11.020-022)
(27) Ps: Terus sepupu saya bilang, kan saya bilang ada benjolan gitu.
Dr: He…eh.
Ps: Waktu saya periksa ke dokter kandungan katanya dia itu tulang. Dia bilang
gitu. (K.6.6.026-028)
(28) Ps: Gini, saya kan punya pacar. Baru sewaktu…ini saya kerja ya Dok ya….
Dr: He…eh.
Ps: Dulu sewaktu belum masak sendiri itu, masih sering makan sayur-sayuran itu
lumayan bisa sampai agak lama Dok. Tapi sekarang sering makan itu Indomie
gitu lo.
Pada data di atas, konjungsi penanda waktu yang digunakan adalah ketika pada (26),
waktu pada (27), dan dulu sewaktu pada (28). Konjungsi waktu tersebut kemudian diikuti oleh
informasi kapan peristiwa atau keadaan itu terjadi.
d. Pertentangan: sedangkan, tapi
Konjungsi pertentangan digunakan untuk menyatakan dua hal yang bertentangan.
Penggunaan konjungsi ini dalam percapakan dokter dan pasien dapat dilihat pada data berikut.
(29) Ps: Alat kelamin saya itu kalau ereksi hanya sepuluh senti.
Dr: Iya.
Ps: Sedangkan kalau nggak ereksi hanya tiga setengah senti atau empat sentilah.
(K.4.14.042-044)
(30) Ps: Setiap berhubungan itu Dok, ya memang terasa, terasa eh…eh… terasa enak.
Dr: He…eh.

Ps: Tapi besok paginya gitu Dok, apa… dibuat kencing itu di perut sebelah kanan
kok sakit gitu lo Dok. (K.8.3.012-014)
Pada (29), konjungsi yang digunakan adalah sedangkan. Konjungsi ini digunakan untuk
mempertentangkan ukuran alat kelamin pasien ketika ereksi dan tidak ereksi. Pada (30), konjungsi
yang digunakan adalah tapi. Konjungsi ini digunakan untuk mempertentangkan kondisi pasien
yang merasakan enak ketika berhubungan dengan suami, tetapi keesokan harinya dia merasakan
sakit di perut sebelah kanan.
e. tambahan: dan
Penggunaan konjungsi tambahan dan dalam percakapan dokter dan pasien dapat dilihat
pada data berikut.
(31) Ps: Lapan belas sudah seneng senam ya.
Dr: He…eh.
Ps: Dan saya itu rajin banget gitu lo. Dalam seminggu pernah tiap hari, paling
sedikit minim tiga kali, gitu ya.
(K.6.1.018-020)
(32) Ps: Lebih enjoy gitu, lebih enjoy, lebih bisa dinikmati sampai klimaks itu lebih
kalau jari yang masuk, gitu.
Dr: Iya. He…eh.
Pm: He…eh.
Ps: Dan ini satu lagi Dokter. (K.8.6.051-054)
Konjungsi tambahan digunakan untuk menambahkan informasi atau keterangan kepada
lawan tutur. Pada (31), sebelumnya pasien menyatakan kalau dia usia delapan belas sudah senang
senam. Informasi tersebut ditambah dengan informasi baru bahwa pasien itu rajin banget. Bahkan
pernah dalam sehari minim tiga kali senam. Pada (32), pasien sudah menjelaskan persoalan yang
dihadapinya. Kemudian, dia menambahkan kalau masih ada lagi yang mau ditanyakan. Pada (31)
dan (32) tersebut keduanya menggunakan konjungsi tambahan dan.
f. Andaian: kalau, misalnya, kalau misalnya
Konjungsi andaian merupakan konjungsi yang menandakan suatu hal yang belum
dilakukan tetapi masih diangan-angankan oleh penuturnya. Penggunaan konjungsi ini dalam
percakapan dokter dan pasien dapat dilihat pada data berikut.
(33) Ps: Penis kalau dipasang… apa itu istilahnya… Jawanya, neker itu bahaya apa
endak ggak Pak?
Dr: Iya. He…eh.

Ps: Dan lagi untuk perempuan apa bahaya?
Dr: Perempuan mau dipasang apa Pak?
Ps: Endak, maksudnya….
Dr: Kalau digunakan pada perempuan. (K.4.13.008-013)
(34) Ps: Yang saya tanyakan bagaimana caranya yang agak lama sedikit gitu.
Dr: Oh, ya….
Ps: Misalnya pakai obat-obat itu gimana efeknya, gitu Dok.
(K.4.15.016-018)
(35) Dr: Kalau misalnya ndak onani lalu apa Mas? Misalnya nggak bisa tidur atau
apa gitu.
Ps: Iya, nggak bisa tidur. Rasanya resah gitu. Kalau habis gitu, rasanya wah tidur
itu pules, bangun itu bisa enak. (K.2.13.023-024)
Pada (33), pasien menanyakan dua hal yang semuanya masih diangan-angankan.
Pertama, penisnya diberi asesoris kelereng dan yang kedua, setelah dipasang asesoris kemudian
digunakan pada lawan jenisnya. Tapi kedua hal tersebut masih seandainya. Di sini dalam diri
pasien ada kekhawatiran sehingga sebelum melakukan itu dia perlu berkonsultasi dengan dokter.
Konjungsi andaian yang digunakan pada (33) adalah kalau.
Pada (34), konjungsi andaian yang digunakan adalah misalnya. Sedangkan pada (35), yang
digunakan adalah kalau misalnya. Pada (34), pasien adalah seorang laki-laki penderita ejakulasi
dini. Untuk mengatasi itu dia perlu bertanya seandainya minum obat-obatan efeknya bagaimana.
Sedangkan pada (35), pasien adalah seorang laki-laki yang mempunyai kebiasaan beronani
meskipun sudah mempunyai isteri dan anak. Kemudian dokter menanyakan, kalau misalnya
tidak onani akibatnya apa. Pertanyaan dokter ini juga merupakan suatu andaian.
g. urutan waktu: terus, lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya
Konjungsi urutan waktu menunjukkan urutan suatu keadaan atau peristiwa. Dalam
percakapan dokter dan pasien ditemukan konjungsi urutan waktu: terus pada (36), lalu pada (37),
kemudian pada (38), setelah itu pada (39), dan akhirnya pada (40). Penggunaan masing-masing
konjungsi dapat dilihat dalam data di bawah ini.
(36) Ps: Itu kok keluar air yang bening.
Dr: Iya.
Ps: Itu apa sebabnya?
Dr: Iya.
Ps: Lalu gimana cara… Soalnya kalau sudah keluar itunya.
Dr: He…eh.
Ps: Eh…tegangnya itu kurang gitu lo. (K.4.6.022-028)
(37) Ps: Saya SMS, SMS-an sama dia.
Dr: He…eh.

Ps: Terus, kata dia kalau lihat gejalanya itu katanya eh…apa, tempat bertemunya,
itu ya. (K.6.1.024-026)
(38) Ps: Lha itu pertanyaan pertama saya Dok.
Pm: Iya.
Ps: Kemudian, yang kedua apabila kira-kira sudah usia enam puluh ke atas,
katanya itu vagina menjadi kering atau apa kering yang bagimana, gitu.
(K.4.6.025-027)
(39) Ps: Lha, ketika TK itu kan ada pelajaran renang.
Dr: He…eh.
Ps: Setelah itu kok vagina-nya itu kok seperti mengeluarkan keputihan gitu.
(K.2.11.020-022)
(40) Ps: Eh…terus mengalami kayak apa ya… pendarahan dikit.
Dr: He…eh.
Ps: Akhirnya, diputuskan untuk di-kuret. (M.5.3.025-027)
h. Sebab-akibat: karena, sebab
Penggunaan konjungsi yang menyatakan hubungan sebab-akibat dapat percakapan
dokter dan pasien dapat dilihat pada data berikut.
(41) Ps: Ya, kalau laki-laki itu melakukan onani itu biasa.
Dr: Heh….
Ps: Sebab kalau seorang laki-laki melihat sesuatu saja kan udah terangsang
Dokter. (K.2.10.011-013)
(42) Ps: Itu sudah terdeteksi yang pertama itu satu, yang kedua itu kebetulan kembar,
itu ada kembar kemudian jatuh. Yang ini anak ketiga. Anak ketiga ini
pun…jadi kandungannnya lemah. Terus…apa eh… itu lahir pun kemarin
dicaesar.
Pm: He…eh.
Ps: Karena plasentanya di bawah. Terus sampai sekarang ini kami pakai KB itu
pakai kondom Buk ya. (K.8.5.024-026)
Pada (41), konjungsi sebab digunakan untuk menyatakan hubungan sebab akibat antara
kebiasaan laki-laki melakukan onani dan kondisi laki-laki yang melihat sesuatu saja gampang
terangsang. Pada (42), konjungsi karena digunakan untuk menyatakan hubungan sebab akibat
antara kondisi plasenta yang di bawah dan melahirkan caesar yang harus dialami oleh pasien.
i. Jelasan: maksudnya, artinya
Penggunaan konjungsi jelasan menyiratkan bahwa penutur ingin memperjelas ujaran
yang sudah disampaikan sebelumnya. Penggunaan konjungsi ini dalam interaksi dokter dan
pasien dapat dilihat pada data berikut.
(43) Dr: Terus… anu Buk, suami itu kerjanya apa? Maksudnya aktivitas kerjanya itu
yang perlu? (M.1.4.030)

(44) Dr: Tapi pingin anu ya, pingin tidak dengan waria. Maksudnya pingin
menghilangkan kebiasaan ini gitu ya
Ps: Iya gitu. ? (K.6.9.041-042)
(45) Ps: Dokter mengatakan acara ini baik untuk pasangan suami isteri kan.
Dr: #Iya….#
Pm: #He…eh.#
Ps: Lalu bagi mereka yang masih… artinya itu single…
Dr: He…eh. (K.4.6.012-014)
Pada (43) dan (44), konjungsi jelasan yang digunakan adalah maksudnya. Pada
(43), dokter ingin memperjelas yang dimaksud dengan kerjanya apa itu adalah aktivitas kerja;
pekerjaannya apa?; dilakukan mulai jam berapa sampai jam berapa? Pada (44), dokter
memperjelas maksud pertanyaannya bahwa pasien ingin menghilangkan kebiasaannya
berhubungan dengan waria.
Konjungsi yang digunakan pada (45) adalah artinya. Pada data tersebut pasien
menanyakan apakah acara konsultasi seks itu baik untuk mereka yang… Di sini pasien
kebingungan mencari diksi yang tepat. Kemudian dia menjelaskan yang dimaksud itu adalah
mereka yang single, belum mempunyai pasangan hidup.
j. Alasan: karena, soalnya
Penggunaan konjungsi alasan dapat dilihat pada (46) dan (47). Pada (46), pasien
menyatakan tertarik ketika dokter

menyinggung masalah air. Kemudian dia menyatakan

alasannya tertarik dengan masalah tersebut. Pasien mengatakan, Karena saat sekarang ini, saya
kok sering buang air besar atau kencing. Konjungsi yang digunakan pada (46) adalah karena.
Pada (47), konjungsi yang digunakan adalah soalnya. Pada (47), pasien ingin
menanyakan manfaat sunat secara medis. Dia kemudian memberikan alasan mengapa ingin
menanyakan masalah tersebut. Kemudian pasien meminta agar dokter menjelaskan masalah
tersebut secara rinci. Pasien memberikan alasan, Soalnya terus terang ini bakal saya rekam lo
Dok. Penggunaan konjungsi alasan tersebut dapat dilihat pada data berikut.
(46) Ps: Eh… air, menyinggung air. Begitu menyinggung air saya tertarik dokter.
Dr: He…eh.
Ps: Karena saat sekarang ini saya kok sering buang air besar atau kencing.
Dr: Buang air kecil lo!
Ps: Oh, oh, iya….maaf, sorry, sorry.
Dr: Iya. (M.5.2.010-015)
(47) Ps: Manfaat sunat secara medis.
Dr: He…eh.

Ps: Soalnya, selama ini kalau saya nganjurin sama calon saya, dia selalu bilang:
“Lah itu kan untuk agama.” Gitu kan?
Dr/Pm: #He…eh.#
Ps: Kita kan ndak…ndak… tapi menurut saya penting sekali, gitu. Jadi saya
mohon apa sih…
Pm: Penjelasan.
Ps: Penjelasan yang agak rinci. Soalnya terus terang ini bakal saya rekam lo Dok.
(K.2.1.015-021)
k. Tegasan: bahkan
Konjungsi tegasan digunakan untuk memberi penekanan atas informasi yang diberikan
oleh penutur kepada lawan tuturnya. Penggunaan konjungsi ini dapat dilihat pada (48) dan (49)
berikut.
(48) Ps: Heh…heh…. Sering sekali Dokter, bahkan melihat apa itu sedikit terbuka
orang itu saya sudah terangsang juga.
Dr: He…eh.
Ps: Bahkan berlanjut-berlanjut sampai sekarang, sampai punya anak satu mau
menjelang anak dua, kelakuan itu nggak bisa dihilangkan Dok. (K.2.13.019020)
(49) Ps: Terus, waktu apa ini melakukan hubungan ini saya tiap kali melakukan
hubungan itu, klimaksnya itu sampai lima kali, enam kali.
Dr: He…eh.
Ps: Bahkan pernah tujuh kali. Lha itu apa nggak mengganggu kesehatan saya,
gitu Dok? (M.5.9.014-015)
Pada (48), pasien adalah seorang laki-laki yang mempunyai kebiasaan beronani sejak
SMP. Pasien gampang sekali terangsang. Dia menegaskan

melihat yang sedikit terbuka saja

sudah terangsang, dan dia menyatakan pula bahwa kebiasaannya beronani itu bahkan terus
berlangsung ketika pasien sudah beristri dan mempunyai anak. Konjungsi yang digunakan pada
(48) adalah bahkan. Sama halnya dengan (48), pada (49) pasien juga menggunakan konjungsi
bahkan untuk memberikan penekanan pada informasi yang diberikan. Pada (49), pasien adalah
seorang wanita yang bisa mengalami multiorgasme. Dia menyatakan bahwa setiap kali
berhubungan bisa klimaks sampai lima, enam kali. Kemudian dia menegaskan bahkan sampai
tujuh kali.
l. Contoh: contohnya, misalnya
Konjungsi contoh yang digunakan dalam percakapan dokter dan pasien adalah contohnya
dan misalnya. Penggunaan konjungsi tersebut dapat dilihat pada data berikut.

(50) Ps: Kedua, kalau sering berhubungan intim. Apakah membuat kita bagus, buat diri
kita?
Dr: Seberapa sering?
Ps: Iya, buat diri saya, buat diri istri saya.
Dr: Endak, contohnya seberapa sering?
Ps: Hampir tiap hari. (K.2.3.092-096)
(51) Dr: Pernah… bayangan Pak Saiful disambung dengan apa sih Pak?
Ps: Disambung sama misalnya kondom silikon gitu. (K.4.13.031-032)
Pada (50), dokter menanyakan kepada pasien sering berhubungan itu contohnya seberapa
sering. Kemudian pasien menjawab setiap hari. Di sini konjungsi yang digunakan adalah
contohnya. Sedangkan pada (51), dokter menanyakan dalam bayangan pasien disambung dengan
apa penisnya. Kemudian pasien memberi contoh, misalnya kondom silikon. Pada (51), konjungsi
contoh yang digunakan adalah misalnya.

3.2 Pembahasan
Kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit
oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana (Alwi,
dkk., 2000: 427). Piranti kohesi yang digunakan dalam percakapan dokter dan pasien meliputi
penggunaan referensi, substitusi, elipsis, reiterasi, dan konjungsi. Referensi yang ditemukan
dapat bersifat anafora dan katafora. Bersifat anafora jika sesuatu yang diacu (anteseden) berada
pada kalimat yang lebih dahulu sebelum pronomina, sedangkan referensi katafora merupakan
referensi yang antesedennya ditemukan sesudah pronomina (Rani, dkk., 2004: 99-100). Dalam
penelitian ini referensi tersebut menggunakan pronomina penunjuk ini, itu, begini, dan begitu.
Substitusi dilakukan dengan menggunakan pronomina persona dia dan pronomina
penunjuk ini dan itu. Penggunaan dia merujuk pada pasangan pasien atau pada anggota keluarga
dan kerabat, sedangkan ini dan itu digunakan

untuk menggantikan sesuatu yang telah

disampaikan oleh pasien atau dokter.
Elipsis dalam percakapan dokter dan pasien ditemukan pada struktur pasangan ujar.
Elipsis tersebut mencakup penghilangan frase dan klausa. Sedangkan reiterasi yang ditemukan
dalam percakapan meliputi reiterasi kata baik secara utuh maupun dengan perubahan bentuk,
reiterasi frase, dan klausa.
Konjungsi yang digunakan dalam percakapan dokter dan pasien meliputi konjungsi
yang menyatakan (1) simpulan: jadi, (2) Urutan: pertama, kedua, ketiga, (3) waktu: waktu,

ketika, dulu sewaktu, (4) pertentangan: tapi, sedangkan, (5) tambahan: dan, (6) andaian: kalau,
misalnya, kalau misalnya, (7) urutan waktu: terus, lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, (8)
sebaban: karena, sebab, (9) jelasan: maksudnya, artinya, (10) alasan: karena, soalnya, (11)
tegasan: bahkan, (12) contoh: misalnya, contohnya.
Temuan tentang kohesi tersebut berbeda dengan temuan dalam penelitian Suparno
(2000). Dalam wacana jual-beli, Suparno hanya menemukan dua piranti kohesi yaitu referensi dan
elipsis. Rani (1992) menemukan bahwa dalam percakapan anak-anak antarteman sebaya, anakanak cenderung menggunakan repetisi di samping menggunakan substitusi dan kolokasi.
Kecenderungan menggunakan repetisi dianggap sebagai karakteristik percakapan anak-anak.
Penggunaan konjungsi tidak ditemukan dalam penelitian Rani.
Temuan tentang kohesi dalam percakapan dokter dan pasien pada penelitian ini dan
temuan Suparno (2000) dalam wacana jual-beli berbahasa Indonesia dapat dijadikan dasar untuk
mempertanyakan kembali kebenaran pernyataan Rani dkk. (2004: 46) yang menyatakan bahwa
wacana lisan jarang menggunakan piranti kohesi. Dari penelitian ini dan, (6) andaian: kalau,
misalnya, kalau misalnya, (7) urutan waktu: terus, lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, (8)
sebaban: karena, sebab, (9) jelasan: maksudnya, artinya, (10) alasan: karena, soalnya, (11)
tegasan: bahkan, (12) contoh: misalnya, contohnya.
Temuan tentang kohesi tersebut berbeda dengan temuan dalam penelitian Suparno
(2000). Dalam wacana jual-beli, Suparno hanya menemukan dua piranti kohesi yaitu referensi dan
elipsis. Rani (1992) menemukan bahwa dalam percakapan anak-anak antarteman sebaya, anakanak cenderung menggunakan repetisi di samping menggunakan substitusi dan kolokasi.
Kecenderungan menggunakan repetisi dianggap sebagai karakteristik percakapan anak-anak.
Penggunaan konjungsi tidak ditemukan dalam penelitian Rani.
Temuan tentang kohesi dalam percakapan dokter dan pasien pada penelitian ini dan
temuan Suparno (2000) dalam wacana jual-beli berbahasa Indonesia dapat dijadikan dasar untuk
mempertanyakan kembali kebenaran pernyataan Rani dkk. (2004: 46) yang menyatakan bahwa
wacana lisan jarang menggunakan piranti kohesi. Dari penelitian ini terbukti wacana percakapan
pun menunjukkan adanya penggunaan piranti kohesi yang jelas dalam membangun kepaduan
wacana.

4. Penutup
4.1 Simpulan
Piranti kohesi merupakan alat yang digunakan oleh pemakai bahasa untuk membangun
kepaduan wacana. Piranti kohesi wacana yang digunakan dalam percakapan dokter dan pasien
meliputi referensi anafora dan katafora, substitusi dengan menggunakan pronomina, elipsis frase
dan klausa, reiterasi kata, frase, dan klausa, dan konjungsi. Macam-macam konjungsi yang
digunakan dalam percakapan dokter dan pasien adalah konjungsi yang menyatakan (1) simpulan:
jadi, (2) urutan: pertama, kedua, ketiga, (3) waktu: waktu, ketika, dulu sewaktu, (4) pertentangan:
tapi, sedangkan, (5) tambahan: dan, (6) andaian: kalau, misalnya, kalau misalnya, (7) urutan waktu:
terus, lalu, kemudian, setelah itu, akhirnya, (8) sebaban: karena, sebab, (9) jelasan: maksudnya,
artinya, (10) alasan: karena, soalnya, (11) tegasan: bahkan, (12) contoh: misalnya, contohnya.

4.2 Saran
Untuk pemakai bahasa Indonesia, khususnya dokter dan pasien disarankan menggunakan
piranti kohesi dalam melakukan interaksi verbal sehingga wacana percakapannya memiliki
kepaduan. Dengan demikian komunikasi yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
Untuk penelitian lanjutan disarankan perlu dilakukan penelitian dengan objek yang sama
yaitu komunikasi dokter dan pasien dengan memfokuskan pada faktor-faktor sosiokultural yang
memengaruhi komunikasi dokter dan pasien. Misalnya yang berhubungan dengan jenis kelamin,
umur, pekerjaan, dan latar etnis dalam kaitannya dengan pemilihan diksi dan struktur kalimat yang
digunakan dalam komunkasi dokter dan pasien. Penelitian lain juga dapat dilakukan dengan
mencermati satu fenomena kecil, misalnya memfokuskan pada pemakaian kata “anu” dalam
komunikasi dokter dan pasien .

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: University Press.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung:
Eresco.
Halliday dan Ruqaiya Hasan. 1976. Cohesion in English. New York: Longman Group Ltd.
Hie, Bayu Prawira. 2004. Second Opinion (http://www.midi.or.id, diakses 24 Februari 2004)
Kartomihardjo, Soeseno. 1993. “Analisis Wacana dengan Penerapannya pada beberapa Wacana”
dalam Pellba 6 (Bambang Kaswanti Purwo Ed.). Yogyakarta: Kanisius.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Penerjemah M.D.D. Oka. Jakarta: UI Press
Miles, B.M. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang MetodeMetode baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Roberts, Felicia D. 1996. The Linguistic and Social Structure of Recommendations for Breast
Cancer Treatment, (Online), (http: //www.linguistlist.org/cgi-bin/dissfly.cgi/roberts,
diakses 27 Mei 2002).
Soekemi, Kem., Soewono, dan Lis Amin Lestari. 1996. Metodologi Penelitian Bahasa. Surabaya:
Unesa University Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Tannen, Deborah. 1986. Conversational Style: Analyzing Talk Among Friends. New Jersey: Ablex
Pub Co.
Widdowson, H.G. 1978. Teaching Language as Communication. Oxford: University Press.