SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN PE

SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN PERILAKU SEHAT

Pendahuluan
Dalam upaya mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagaimana
tujuan pembangunan kesehatan, maka Pemerintah Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2014
akan menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyatnya secara bertahap hingga
1 Januari 2019. Jaminan kesehatan ini merupakan pola pembiayaan yang bersifat wajib,
artinya pada tanggal 1 Januari 20019 seluruh masyarakat Indonesia (tanpa terkecuali) harus
telah menjadi peserta. Melalui penerapan Jaminan Kesehatan Nasional ini, diharapkan tidak
ada lagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan di kala sakit karena tidak memiliki biaya.
Banyak pihak menyambut baik inisiatif pemerintah tersebut, mengingat penerapan
Jaminan Kesehatan Nasional merupakan upaya pemerintah dalam melaksanakan Undangundang Dasar 1945, khususnya mengenai pemenuhan hak atas kesehatan bagi warganya.
Namun di sisi lain, ada juga pihak yang merasa khawatir akan ‘runtuhnya’ para digma sehat
yang sudah dibangun selama ini akibat penerapan pola pembiayaan tersebut.
Dikhawatirkan

kepedulian

masyarakat


terhadap

kesehatan

menjadi

‘luntur’.

Kebiasaan-kebiasaan seperti makan makanan bergizi, berolah raga, tidak merokok, imunisasi,
penimbangan bayi/balita, dan sebagainya kemudian ditinggalkan. Kekhawatiran

tersebut

sangat mungkin terjadi, karena perilaku manusia merupakan kondisi yang bersifat dinamis,
dapat saja berubah akibat pengaruh berbagai macam faktor baik yang berasal dari diri sendiri
maupun lingkungan sekitarnya.
Makalah ini disusun untuk mengkaji melalui studi kepustakaan teori mengenai
perilaku sehat seorang manusia. Hasil kajian diharapkan dapat membantu memahami
bagaimana menjaga bahkan meningkatkan perilaku sehat dalam konteks pengembangan
jaminan kesehatan.

Landasan Teoretis

1

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah. Jaminan ini disebut Jaminan Kesehatan Nasional karena semua
penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS
termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia dan telah
membayar iuran.(Kementerian Kesehatan RI, 2013)
Jaminan Kesehatan Nasional merupakan pola pembiayaan pra-upaya, artinya
pembiayaan kesehatan yang dikeluarkan sebelum atau tidak dalam kondisi sakit. Pola
pembiayaan pra-upaya menganut hukum jumlah besar dan perangkuman risiko. Supaya risiko
dapat disebarkan secara luas dan direduksi secara efektif, maka pola pembiayaan ini
membutuhkan jumlah besar peserta. Oleh karena itu, pada pelaksanaannya, Jaminan
Kesehatan Nasional mewajibkan seluruh penduduk Indonesia menjadi peserta agar hukum
jumlah besar tersebut dapat dipenuhi. Perangkuman risiko terjadi ketika sejumlah individu
yang berisiko sepakat untuk menghimpun risiko kerugian dengan tujuan mengurangi beban
(termasuk biaya kerugiam/klaim) yang harus ditanggung masing-masing individu.(Azwar,

1996; Murti, 2000)
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : (1)
penerima bantuan iuran, yang meliputi fakir miskin dan orang tidak mampu; dan (2) bukan
penerima bantuan iuran, yang meliputi pekerja formal dan informal beserta keluarganya.
Iuran jaminan kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh peserta,
pemberi kerja dan/ atau pemerintah untuk program jaminan kesehatan. Atas dasar iuran yang
dibayarkan setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat
pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis yang diperlukan. (Kementerian Kesehatan RI, 2013)
Perilaku manusia merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Berdasarkan bentuk respons tersebut Skinner
membedakannya menjadi :

2

(1) Respondent response atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh rangsanganrangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
(2) Operant response atau instrumental response, yaitu respons yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang disebut reinforcing

stimulus.(Notoatmodjo, 2007)
Terkait dengan perilaku manusia dalam bidang kesehatan, Becker membuat klasifikasi
sebagai berikut :
(1) Perilaku sehat (health behavior), yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehataanya.
Misalnya olah raga teratur, tidak merokok, istirahat yang cukup, dan sebagainya.
(2) Perilaku sakit (illness behavior), yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Misalnya dengan mendatangi fasilitas
pelayanan kesehatan
(3) Perilaku peran sakit (the sick behavior), yaitu berbagai tindakan yang dilakukan berkaitan
dengan peran sosial individu yang sedang sakit. Perilaku ini meliputi :
i.

tindakan untuk memperoleh kesembuhan

ii. mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang
layak
iii. mengetahui hak orang sakit (misalnya memperoleh pelayanan kesehatan) dan
melaksanakan kewajiban (misalnya memberitahukan penyakitnya pada petugas
kesehatan)

Sebagian besar perilaku manusia merupakan operant atau instrumental response, artinya
sebagian besar perilaku manusia berkembang dan bisa berubah melalui stimulus tertentu.
Demikian pula halnya dengan perilaku manusia dalam bidang kesehatan, berbagai macam
stimulus dikembangkan oleh petugas kesehatan agar manusia berperilaku yang mendukung
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.(Notoatmodjo, 2007)
Ada berbagai macam model/ teori yang mencoba menerangkan hal-hal yang
mempengaruhi atau hal-hal yang dialami seseorang sebelum melakukan suatu tindakan yang
berakitan dengan kesehatan, diantaranya health belief model; teori planned behavior; teori
3

kognitif sosial; hingga model ekologi. Namun untuk perilaku sehat banyak kepustakaan yang
mengaitkannya dengan health belief model (HBM).(Edberg, 2007; Sarwono, 2007;
Notoatmodjo, 2007; Muzaham, 1995; Sunarto, 2002)
Health belief model dikembangkan pada tahun 1950-an melalui penelitian dalam
bidang psikologi sosial dari United State Public Health Service, yaitu Godfrey Hocbaum,
Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles. Model ini merumuskan bahwa perilaku sehat seorang
individu dimotivasi oleh faktor-faktor berikut :
(1) Persepsi kerentanan (perceived susceptible), yakni derajat risiko yang dirasakan seseorang
terhadap masalah kesehatan
(2) Persepsi keparahan (perceived seriousness), yakni tingkat kepercayaan seseorang bahwa

konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah
(3) Persepsi manfaat (perceived benefits), yakni hasil positif yang dipercaya seseorang
sebagai hasil dari suatu tindakan
(4) Persepsi hambatan (perceived barriers), yakni hasil negatif yang dipercaya seseorang
sebagai hasil dari suatu tindakan
(5) Petunjuk untuk bertindak (cues to action), yakni peristiwa eksternal untuk memotivasi
seseorang untuk bertindak
(6) Efikasi diri (self-efficacy), yakni kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam
melakukan tindakan.(Edberg, 2007)
Hasil Kajian
Sedikit sekali kepustakaan yang membahas mengenai perilaku sehat seorang individu,
berbeda tentang pembahasan mengenai perilaku sakit. Hal ini dapat dipahami karena perilaku
sehat merupakan kondisi yang diharapkan dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat.
Kementerian Kesehatan sendiri baru meluncurkan Program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) pada tahun 1996. Program ini diluncurkan sebagai upaya untuk menumbuhkan
perilaku sehat, yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan. mencegah
risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif
dalam upaya kesehatan. Dalam pelaksanaannya program ini menjangkau 5 tatanan (tempat
dimana sekumpulan orang hidup, bekerja, bermain, berinteraksi dan lain-lain) yaitu Rumah
4


Tangga, Sekolah, Tempat Kerja, Sarana Kesehatan dan Tempat-tempat Umum.(Kementerian
Kesehatan RI, 2010)
Program PHBS pada tatanan rumah tangga merupakan sekumpulan tindakan yang
mencerminkan perilaku sehat yang diharapkan pada masyarakat umumnya. Ragam tindakan
tersebut meliputi (Kementerian Kesehatan RI 2010):
(1) Tidak merokok
(2) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
(3) Imunisasi
(4) Penimbangan balita
(5) Gizi Keluarga/sarapan
(6) Kepesertaan Askes/JPKM
(7) Mencuci tangan pakai sabun
(8) Menggosok gigi sebelum tidur
(9) Olah Raga teratur
Dalam buku pedoman badan penyelenggara jaminan sosial telah dijelaskan bahwa
manfaat yang akan diperoleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat promotifpreventif, dimana salah satu pelayanannya adalah penyuluhan kesehatan perorangan
mengenai (paling tidak) pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
Berdasarkan fakta tersebut, dapat diasumsikan bahwa penerapan Jaminan Kesehatan

Nasional telah mempertimbangkan mengenai pengembangan perilaku sehat dalam
mendukung keberhasilan upaya penerapan tersebut. Menumbuhkan perilaku sehat menjadi
bagian penting dalam keberhasilan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional, mengingat
bahwa jaminan kesehatan nasional merupakan bentuk pembiayaan kesehatan pra-upaya,
dimana hukum jumlah besar dan perangkuman risiko harus selalu dijaga. Hal ini relevan
dengan hasil studi yang menunjukkan penerapan pola pembiayaan pra-upaya melalui jaminan
kesehatan daerah dimana biaya pelayanan kesehatan tertentu ditanggung pemerintah (yang
sering diartikan ‘pengobatan gratis’ oleh masyarakatnya); seringkali diikuti oleh
meningkatnya angka kunjungan rawat jalan di fasilitas kesehatan.(Mukti, Moertjahjo, 2008,
Nurman, Martiani, 2008)
5

Memang belum ada bukti bahwa peningkatan tersebut merupakan dampak dari
perilaku tidak sehat, namun mengacu pada pendapat Blum yang menyatakan bahwa
determinan perilaku memiliki proporsi yang lebih besar terhadap derajat kesehatan
dibandingkan dengan determinan ketersediaan pelayanan kesehatan dan keturunan, maka
semestinya menumbuhkembangkan perilaku sehat dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan
semestinya dapat menurunkan angka kunjungan rawat jalan di fasilitas kesehatan.
Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional dapat mempengaruhi perilaku sehat peserta
jaminan, Adanya iuran seringkali dipersepsikan salah oleh peserta jaminan; mereka akan

merasa rugi apabila telah membayar iuran namun tidak bisa memanfaatkannya karena tidak
menderita suatu penyakit. Peserta akan sulit sekali diajak untuk menjalankan perilaku sehat
dalam rumah tangganya.
Dengan

demikian,

menumbuhkembangkan

perilaku

sehat

dalam

konteks

penyelenggaraan jaminan kesehatan merupakan keharusan untuk dilaksanakan secara
terstruktur dan berkesinambungan. Untuk menumbuhkembangkan perilaku sehat secara
terstruktur


dan

berkesinambungan,

pengelola

jaminan

kesehatan

nasional

dapat

memanfaatkan 6 komponen motivasi dari pendekatan health belief model.
Komponen pertama adalah bagaimana memunculkan persepsi kerentanan pada peserta
dengan menumbuhkan pemahaman dan keyakinan bahwa perilaku tidak sehat akan
menghasilkan derajat risiko yang besar sekalipun biaya pengobatan sudah dijamin. Misalnya
dengan memberikan ilustrasi mengenai besarnya kehilangan pendapatan akibat proses

penyembuhan.
Komponen kedua adalah bagaimana memunculkan persepsi keparahan pada peserta
dengan menumbuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi bahwa perilaku tidak sehat
berhubungan dengan derajat keparahan penyakit. Misalnya dengan memberikan ilustrasi
mengenai pentingnya imunisasi.
Komponen ketiga dan keempat adalah bagaimana memunculkan persepsi manfaat dan
meniadakan persepsi hambatan pada peserta dengan menunjukkan hasil-hasil positif apabila
peserta menjalankan perilaku sehat dan sebaliknya menunjukkan hasil-hasil negatif apabila
peserta tidak menjalankan perilaku sehat. Misalnya dengan perilaku sehat dapat meningkatkan
konsentrasi pada anak sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya, sebaliknya apabila
6

anak tidak menjalankan perilaku sehat maka jika sakit berarti sang anak tidak bisa mengikuti
pelajaran sehingga prestasi belajar bisa terhambat.
Komponen kelima adalah bagaimana menyusun petunjuk bagi peserta melalui suatu
peristiwa eksternal yang dapat memotivasinya untuk bertindak. Beberapa kegiatan bisa
dirancang untuk tahapan ini, misalnya melalui lomba rumah sehat, balita sehat, dan lain
sebagainya.
Komponen keenam adalah bagaimana membangkitkan efikasi diri pada peserta untuk
meyakinkan bahwa dirinya mampu menjalankan perilaku sehat. Perubahan perilaku tentunya
tidak bisa terjadi sekaligus namun bertahap, oleh karena itu penting untuk memberi
kesempatan pada peserta untuk melaksanakan perilaku hidup sehat sesuai kemampuannya.
Penyediaan lembar informasi brosur/ buklet akan sangat membantu pada tahapan ini.
Penyesuaian tentunya harus senantiasa dilakukan, penerapan health belief model
dalam pelaksanaan perilaku sehat mungkin perlu dilakukan pentahapan tergantung situasi
kondisi yang dihadapi. Misalnya tahap yang menjadi target tahap pertama adalah mencuci
tangan dengan sabun, kemudian menggosok gigi sebelum tidur dan seterusnya.
Evaluasi perlu dilakukan bukan hanya pada berapa banyak perilaku sehat yang sudah
dilaksanakan ataupun berapa banyak keluarga yang telah menjalankan perilaku sehat; namun
juga dampaknya pada kejadian sakit (kunjungan rawat jalan).
Permasalahan yang sering dihadapi berkaitan dengan perilaku sehat dan sakit adalah
konsep individu tentang sehat dan sakit itu sendiri. Sakit merupakan penilaian subyektif
seseorang terhadap pengalaman menderita sakit sehingga sering dijumpai individu yang
secara obyektif terserang penyakit/ adanya organ tubuh yang mengalami gangguan fungsi
namun dia tidak merasa sakit dan melakukan aktifitas sehari-hari.
Persepsi subyektif ini sering kali menyebabkan rendahnya kesadaran seseorang untuk
menjalankan perilaku sehat. Seorang perokok akan sulit (bahkan enggan) menghentikan
kebiasaan merokoknya apabila tidak mengalami gangguan batuk yang menghalangi aktifitas
sehari-harinya. Keadaan menjadi rumit apabila persepsi ini diberlakukan sama terhadap orang
lain, seperti seorang suami yang merokok di dalam rumah, atau merokok di tempat umum.
Kondisi-kondisi tersebut dapat mengancam kegagalan upaya pelaksanaan perilaku sehat.
Seorang perokok biasanya akan menghentikan kebiasaannya ketika sudah mengalami
7

gangguan berat pada saluran pernafasannya (misalnya kanker paru-paru), tentunya keputusan
yang sudah sangat terlambat.
Bercermin pada permasalahan tersebut di atas maka penerapan health belief model
dalam mendukung terbentuknya perilaku sehat, harus dilakukan secara aktif. Pelayanan
promotif-preventif Jaminan Kesehatan Nasional harus diberikan pada setiap peserta tanpa
menunggu penderita datang ke fasilitas pelayanan kesehatan di kala mereka sakit. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial harus dapat memastikan bahwa kunjungan rumah juga
dilakukan (misalnya dengan bekerja sama dengan Puskesmas setempat), untuk memastikan
setiap peserta telah (senantiasa) menjalankan perilaku sehatnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus memastikan bahwa kegiatan
penyuluhan perorangan harus dilakukan oleh setiap pemberi pelayanan (provider) yang
sedapat mungkin melibatkan kepala keluarga sehingga perilaku sehat tidak diterapkan secara
individu namun secara bersama-sama dalam suatu rumah tangga (sebagaimana yang ditempuh
oleh program perilaku hidup bersih dan sehat.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus mengidentifikasi program-program/
kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang pelaksanaan perilaku sehat pada peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (seperti Program Perilaku Bersih dan Sehat, Program Perawatan
Kesehatan Masyarakat, Posyandu, Posbindu, dan lain sebagainya). Melalui kegiatan
identifikasi tersebut dapat dilakukan sinergi pelayanan promotif-preventif sehingga akan lebih
mudah dalam mencapai terlaksananya perilaku sehat pada peserta Jaminan Kesehatan
Nasional.
Simpulan
(1) Perilaku manusia senantiasa berkembang dan berubah tergantung seberapa besar faktorfaktor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar individu mempengaruhinya.
Demikian pula halnya dengan perilaku sehat, kesadaran seseorang untuk menjalankan
perilaku sehat dapat terganggu dengan penerapan Jaminan Kesehatan Nasional terutama
terkait pembayaran iuran.

8

(2) Perilaku sehat harus diupayakan sedemikian rupa agar dijalankan di setiap rumah tangga
peserta jaminan sehingga hukum jumlah besar dan perangkuman risiko yang menjadi
landasan pola pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional dapat terjaga.
(3) Health Belief Model dapat dipertimbangkan sebagai salah satu pendekatan untuk
menumbuhkembangkan perilaku sehat diantara peserta jaminan
Rekomendasi
Perlu dirancang penelitian-penelitian yang terkait :
(1) pelaksanaan perilaku sehat pad peserta jaminan kesehatan baik sebelum ataupun setelah
penerapan Jaminan Kesehatan Nasional
(2) model-model pendekatan yang dapat menumbuhkembangkan perilaku sehat bagi peserta
jaminan

9

Daftar Pustaka
Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta 1996.
Edberg M., Buku Ajar Kesehatan Masyarakat : Teori Sosial dan Perilaku, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta 2007.
Kementerian Kesehatan RI, Buku Saku FAK BPJS Kesehatan, Sekretariat Jenderal, Jakarta
2013.
Kementerian Kesehatan RI, Panduan Manajemen Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Menuju
Kabupaten/ Kota Sehat, Direktorat Jenderal Binkesmas, Jakarta 2010.
Mukti A.G., Moertjahjo, Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep Desentralisasi Terintegrasi, PT
KHM, Yogyakarta 2008.
Murti B., Dasar-Dasar Asuransi Kesehatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta 2000.
Sarwono S., Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta 2007.
Muzaham F., Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
2007.
Notoatmodjo S., Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2007.
Nurman, A., Martini, A., Merumuskan Skema Penyediaan Jaminan Pelayanan Kesehatan
yang Sesuai untuk Daerah, Perkumpulan Inisiatif, Bandung 2008
Sunarto K., Buku Materi Pokok : Sosiologi Kesehatan, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,
Jakarta 2002.

10