Pendidikan Agama Islam Kesehatan Jiwa Da

KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh : Kelompok 4 (Kelas B) S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN U NIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA T.A. 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan ridho-Nya-lah, Kami dapat menyelesaikan makalah ini, dengan materi tugas “KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM ” dengan tepat waktu.

Adapun kami menyelesaikan tugas ini untuk memenuhi tugas kelompok Agama Islam membuat makalah dan juga presentasi dengan judul “KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM ”.

Alhamdulilah kami m endapatkan judul “KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM ”, sehingga kami dapat mempelajarinya lebih dalam lagi tentang kesehatan jiwa dalam perspektif Islam.

Selama kami mengerjakan tugas kelompok ini, kami menjumpai banyak halangan, tetapi kami menganggap semua halangan itu sebagai motivasi dalam membuat tugas kelompok ini. Selain halangan, kami juga mengalami banyak suka saat mengerjakan tugas kelompok ini, sehingga kami lebih termotivasi lagi dalam mengerjakan tugas kelompok ini.

Kami ingin mengucapakan terima kasih kepada semua orang yang telah terlibat dalam pembuatan tugas kelompok makalah ini, baik itu dari segi dukungan moral maupun doa. Akhir kata, kami berharap agar tugas kelompok ini agar dapat berguna dan dapat diambil manfaatnya bagi orang yang membacanya. Terima kasih.

Jakarta, 17 Desember 2014

Tim Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adapun kami membuat makakalah yang berjudul “KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM ” adalah sebagai tugas pelengkap mata kuliah Agama Islam. Kami mengerjakan makalah ini untuk membahas pengertian sehat jiwa menurut ilmuan dan pandangan Islam, bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalannya, penyebab timbulnya penyakit kejiwaan, dampak penyakit kejiwaan terhadap individu dan masyarakat, dan amal ibadat yang dapat mengatasi atau mengurangi penyakit kejiwaan

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sehat jiwa menurut ilmuan dan pandangan Islam ?

2. Apa saja bentuk-bentuk penyakit kejiwaan dan gejalannya ?

3. Apa penyebab timbulnya penyakit kejiwaan

4. Bagaiman dampak penyakit kejiwaan terhadap individu dan masyarakat ?

5. Apa saja amal ibadat yang dapat mengatasi atau mengurangi penyakit kejiwaan ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Agama Islam. Selain itu kami meninginkan agar baik kami maupun pembaca dapat memahami pengertian kesehatan jiwa dalam perspektif Islam.

D. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah berdasarkan metode pustaka dari berbagai sumber yang dikutip inti-inti masalahnya, baik itu yang bersumber dari buku, fakta di lapangan maupun dari internet.

BAB II KESEHATAN JIWA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Kesehatan Jiwa Dalam Perspektif Islam

1. Pengertian Kesehatan Dalam Islam Menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat tanda- tanda suatu penyakit dan kelainan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan- Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.

Konsep tersebut ditinjau dari perspektif Islam yang mengacu dalam kitab suci Al- Quran. Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan sehingga dalam Al- Quran dan Hadits ditemui banyak referensi tentang sehat. Kosa kata sehat wal afiat dalam bahasa Indonesia mengacu pada kondisi ragawi dan bagian- bagiannya yang terbebas dari virus penyakit. Sehat wal afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi mental maupun kesehatan masyarakat.

Menurut Dian Mohammad Anwar dari Foskos Kesweis (Forum Komunikasi dan Studi Kesehatan Jiwa Islami Indonesia), pengertian kesehatan dalam Islam lebih merujuk kepada pengertian yang terkandung dalam kata afiat. Konsep sehat dan afiat itu mempunyai makna yang berbeda kendati tidak jarang hanya disebut dengan salah satunya, karena masing- masing kata tersebut dapat mewakili makna yang terkandung dalam kata yang tidak disebut.

Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat diartikan sebagai perlindungan Allah swt untuk hamba- Nya dari segala macam bencana dan tipudaya. Perlindungan

Allah swt itu sudah barang tentu tidak dapat diperoleh secara sempurna kecuali bagi orang- orang yang mematuhi petunjuk- Nya. Dengan demikian makna afiat dapat diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Sesuai dengan Sunnah Nabi inilah, maka umat Islam diajarkan untuk senantiasa mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah swt. Bahkan bisa dikatakan kesehatan adalah nikmat Allah swt yang terbesar yang harus diterima manusia dengan rasa syukur. Bentuk syukur terhadap nikmat Allah swt karena telah diberi nikmat kesehatan adalah senantiasa menjaga kesehatan.

Untuk memahami sehat secara Islami, ada beberapa terminologi yang berkaitan dengan potensi manusia yang harus dipahami terlebih dahulu, yaitu :

a. Al- jasadu

Yaitu fisik manusia yang tersusun dari jaringan- jaringan tubuh seperti tangan, kaki, kepala dan lain sebagainya.

b. Ar- ruh

Yaitu sesuatu yang ditiupkan ke dalam badan manusia setelah berumur tiga kali empat puluh hari.

c. An- nafs

Yaitu sebutan dari ar- ruh apabila telah bersatu dengan badan / jasad manusia.

d. Al- aql

Yaitu alat untuk berfikir atau memahami sesuatu.

e. Al- qalbu

Dengan pendekatan secara jasmani mengandung arti jantung Dengan pendekatan secar ruhaniah mengandung artihati nurani.

Al-qalbu merupakan potensi dalam diri manusia yang terpenting karena mempunyai hubungan dengan al-jasad, an-nafs dan al- aql.Semua potensi yang ada pada manusia tersebut harus dimanfaatkan sebagai manifestasi khalifah di muka bumi yang mempunyai fungsi membangun dan memelihara alam.

2. Pengertian Kesehatan Jiwa Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi, diantaranya menurut :

a. WHO

Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

b. UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996

Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.

c. Stuart & Laraia

Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan

d. Rosdahl

Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.

3. Pengertian Gangguan jiwa Diberbagai ayat dalam Al Qur‟an disebut istilah-istilah yang dapat dikatagorikan sebagai gangguan jiwa seperti Qalbu yang sakit (maradhun) . Majnuun , maftuun dan jinnatuu n ketiga- tiganya diterjemahkan sebagai “gila”.

Istilah tahzan yang berarti bersedih hati juga disebut beberapa kali dalam berbagai ayat Disamping itu ada istilah yang merupakan sebagai sifat manusia yag dapat menjadi sumber kegelisahan atau kecemasan seperti manusia bersifat tergesa-gesa, berkeluh-kesah, melampaui batas, ingkar tak mau bersyukur atau berterima kasih, serta banyak lagi istilah -istilah sebagai akhlak yang buruk.

Didalam Al Qur‟an disebut adanya Qalbu ( hati ), nafs , dan aql ( akal ) yang dapat dianggap sebagai potensi kejiwaan, yang ketiganya berkembang

sejak masa bayi sampai mencapai maturitas, dan ketiganya saling beritegrasi dengan baik dan membentuk jiwa yang sehat. Sebaliknya bila salah satu dari padanya terganggu perkembangannya terutama bila terjadi pada qalbu (hati), maka dapat terjadi gangguan jiwa.

4. Pengertian Kesehatan Mental Ketika melihat kata kesehatan mental mungkin di benak kita akan terlintas beberapa gambaran mengenai ini, namun apakah yang kita prasangkakan itu benar sesuai dengan tinjauan keilmuan. Karena itu untuk meyakinkan akan pengetian dan pemahamana kita tentang Kesehatan Mental, kami akan telebih dahulu memberikan pengertian kesehatan mental.

a. Menurut tinjauan etimologi M ental berasal dari bahasa latin yang yaitu “mens” atau “mentis”, yang memiliki arti jiwa, roh, dan nyawa. Dalam bahasa Yunani kesehatan a. Menurut tinjauan etimologi M ental berasal dari bahasa latin yang yaitu “mens” atau “mentis”, yang memiliki arti jiwa, roh, dan nyawa. Dalam bahasa Yunani kesehatan

b. Istilah Kesehatan Secara istilah kesehatan mental dipaparkan oleh Dr. Kartini Kartono adalah mereka yang memiliki kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri, intergritas kepribadian, dan memiliki batin yang selalu tenang.

c. Prof. Zakiya Drajat Menurut tokoh Psikologi nasional Prof. Zakiya Drajat kesehatan mental adalah mereka yang pertama, terbebas dari neorosis (penyakit jiwa yang sulit disembuhkan), dan terbebas dari psikosis (gangguan dan kerusakan dalam otak yang menyebabkan salah menefsirkan orang lain dan situasi). Kedua, mereka yang ada harmoni antara pikiran, jiwa, dan perbuatan. Ketiga, mereka yang sehat mental adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri. Dan keempat, mereka yang sehat mental adalah yang mampu mengembangkan minat dan bakat.

Kemudian dalam perkembangannya, para ahli ilmu jiwa melihat gejala kejiwaan manusia yang semakin hari semakin sulit diperkirakan, apalagi gejala tingkah laku manusia yang berbeda sekalipun di satu tempat yang sama membuat para ahli semakin penasaran, untuk menjawab penyebab itu semua- ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia-akhirnya para ahli memunculkan salah satu cabang dari ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.

Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental dan jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan dan penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi penyakit dan menyembuhkannya, serta memajukan kesehatan jiwa masyarakat, sebagaimana Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental dan jiwa, yang bertujuan mencegah timbulnya gangguan dan penyakit mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi penyakit dan menyembuhkannya, serta memajukan kesehatan jiwa masyarakat, sebagaimana

Sementara itu ilmu jiwa dan kesehatan jiwa juga ada dan dibahas dalam Islam, seperti istilah ilmu nafs, ilmu akhlak, dan irfan . Bila ditelusuri dari beberapa literatur keislaman, sebut saja saja Hadits Nabi, sesungguhnya Nabi pernah menerangkan apa yang dimaksud dengan ganguan jiwa.

Misalnya. S uatu hari seorang sahabat bersama Nabi berkata “Lelaki itu orang gila”, namun Nabi SAW menyanggahnya “Dia bukan orang gila, dia hanya orang sakit.” Lalu Nabi meneruskan “orang gila adalah orang yang senantiasa berbuat dosa ” .

Dalam pandangan Islam yang diwakili oleh Nabi Muhammad memang terlihat sekali bahwa kecondongan kepribadian yang abnormal tidak lagi disebut secara negatif, malahan Islam begitu agung dengan menempatkan manusia di tempat yang tinggi, sekalipun pada masalah kejiwaan, bukan gejala neorosis, namun menurut Nabi hanya orang sakit.

Sedangkan Nabi menegaskan orang yang sakit jiwa adalah mereka yang sering berbuat maksiat, dalam arti lain mereka yang sering mendustkan Tuhan, Tuhan yang sebenaranya-dalam logika orang sehat adalah zat yang memberinya segala nikmat, dari nikmat yang dipinta sampai nikmat yang tidak dipinta. Karena itu orang gila adalah orang yang secara akal waras namun tidak bisa menggunakan akalnya, yaitu untuk orang yang sadar tapi mendustakan Tuhan-Mungkin gambaran yang jelas sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ghazali ketika menjelaskan bahwa tubuh kita adalah amat dan nikat dari Tuhan, namun bagaimana bisa amat dan nikmat dari Tuhan ini malah kita gunakan untuk menentang Tuhan, maka tidakkah ini yang disebut dengan kufurnya kufur. Jelas, inilah yang disebut ketergangguan mental menurut Rasulullah Muhammad SAW.

Maka jelas perbedaan antara pandangan Islam dan ahli kejiwaan apa yang dibahas oleh ahli kejiwaan kontenporer bahwa Islam memberikan definisi kesehatan mental dengan kaitannya kepda penghambaan diri terhdap Tuhannya, berbeda dengan ahli kejiwaan kontenporer bahwa kesehatan mental hanya berkaitan pada tidak adanya gangguan dalam jiwanya.

5. Pengertian Kesehatan Jiwa/Mental menurut Hadits Jiwa yang sehat adalah kondisi dimana semua fungsi organ tubuh manusia serta qalbu manusia ada dalam kondisi terbaiknya.

Sesuai dengan sabda Rasulullah : “Ada dua kenikmatan yang kebanyakan manusia seringkali terperdaya dengannya, nikmat kesehatan dan waktu luang”. (HR. Bukhari).

Rasulullah juga bersabda : “Tidak ada salahnya seseorang memiliki kekayaan asalkan dia tetap

bertakwa. Akan tetapi, bagi orang yang bertakwa, kesehatan lebih baik daripada kekayaan. Selain itu, hati yang bahagia (thiib an nafs) adalah bagian dari (kenikmatan) surge”. (HR Ibnu Maajah).

6. Kriteria Sehat Jiwa Kesehatan mental (jiwa) meliputi 3 komponen, yaitu :

a. Pikiran

b. Emosional

c. Spiritual

Pikiran sehat tercermin dari cara memikirkan atau jalur pikiran. Emosional sehat tercermin dari kekuatan seorang untuk mengekspresikan emosinya, umpamanya takut, senang, cemas, sedih dsb.

Spiritual sehat tercermin dari cara seorang dalam mengekspresikan rasa sukur, pujian, keyakinan dsb pada suatu hal diluar alam fana ini, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.

Umpamanya sehat spiritual bisa dipandang dari praktek keagamaan seorang. Dengan pengucapan lain, sehat spiritual yaitu situasi di mana seorang menggerakkan beribadah serta semua aturan-aturan agama yang diyakininya.

Prof. Dr. Hamka mengemukakan bahwa kesehatan jiwa memerlukan empat syarat, yaitu :

1. Syaja‟ah

Berani pada kebenaran, takut pada kesalahan

2. Iffah

Pandai menjaga kehormatan batin.

3. Hikmah

Tahu rahasia dari pengalaman kehidupan

4. Adalah

Adil walaupun kepada diri sendiri.

Peranan ajaran Islam demikian dapat membantu orang dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan kejiwaan serta membina kondisi kesehatan mental. Dengan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam orang dapat pula memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa atau kesehatan mental.

Kriteria sehat jiwa menurut :

a. WHO

WHO mengemukakan bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari:

1) Sikap positif terhadap diri sendiri

Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total.

Contohnya membendingkan dengan teman sebaya pasti Contohnya membendingkan dengan teman sebaya pasti

2) Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan

puncaknya adalah aktualisasi diri.

3) Integrasi (Kesatuan)

Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang positif saja tapi yang negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek merupakan satu kesatuan.

4) Otonomi

Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima masukan dari orang lain dengan keputusan sendiri sehingga keputusan pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka yang memilih sendiri

5) Persepsi sesuai dengan kenyataan

b. H. Maslow

Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi

diri.

Cirinya adalah:

1) Persepsi akurat terhadap realitas

2) Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi

3) Mewujudkan spontanitas

4) Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered

5) Butuh privasi

6) Otonomi dan mandiri

7) Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu

memperbaiki diri

8) Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi

9) Berminat terhadap kesejahteraan manusia

10) Hubungan intim dengan orang terdekat

11) Demokrasi

12) Etik kuat

13) Humor/tidak bermusuhan

14) Kreatif

15) Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang

c. Yahoda

1) Sikap positif terhadap diri sendiri

2) Tumbuh kembang dan aktualisasi diri

3) Integrasi (keseimbangan/keutuhan)

4) Otonomi

5) Persepsi realitas

6) Environmental Mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan

lingkungan)

7. Indikasi Kesehatan Jiwa/Mental Menurut Hadits Di dalam hadits-haditsnya, Rasulullah SAW. menjelaskan bahwa kesehatan dan kestabilan jiwa/mental seseorang memiliki beberapa indikasi/tanda, di antaranya yang terpenting adalah:

a. Adanya rasa aman Rasulullah bersabda :

“Siapa yang menyongsong pagi hari dengan perasaan aman terhadap lingkungan sekitar, kondisi tubuh yang sehat, serta adanya persediaan makanan untuk hari itu maka seakan-akan dia telah

memperoleh seluruh kenikmatan dunia.” (HR. Tirmidzi) memperoleh seluruh kenikmatan dunia.” (HR. Tirmidzi)

“Demi jiwaku yang berada dalam genggaman -Nya. Tindakan kalian mengambil seutas tali lalu mengambil kayu bakar kemudian

memikulnya di atas punggung adalah lebih baik (mulia serta terhormat) ketimbang mendatangi seseorang lalu meminta -minta kepadanya, baik ia kemudian diberi sedekah atau tidak”(HR. Bukhari)

c. Percaya diri Rasulullah bersabda :

“Janganlah kalian menghinakan diri kalian sendiri “para sahabat bertanya (dengan rasa heran), “wahai Rasulullah saw. bagaimana mungkin kami akan menjadikan diri kami sendiri hina?”

Rasulullah menjawab, “seseorang mengetahu i bahwa ada sebuah perintah Allah yang wajib dia sampaikan (kepada orang banyak), namun dia tidak menyampaikannya.”

Terhadap orang yang seperti ini, pada hari kiamat kelak, Allah akan bertanya, “Apa yang telah menyebabkanmu tidak menyampaikan hal ini

dan itu?” Ia menjawab, “rasa takut terhadap manusia.” Allah kemudian berkata, “kepada Ku lah engkau lebih pantas untuk takut.”(HR Ibnu Majaah).

d. Tidak pernah merugikan hak orang lain Rasulullah SAW bersabda :

“Haram hukumnya bagi seorang mukmin merongrong har ta, kehormatan, atau jiwa muslim yang lain. Seseorang telah dicatat

melakukan suatu kejahatan jika menghina saudaranya sesame muslim.” (HR Abu Dawud).

Selain itu Rasulullah juga bersabda : “Janganlah saling membenci, menyiarkan aib orang lain,

membenci dan saling membelakangi (bermusuh-musuhan). Selain itu, membenci dan saling membelakangi (bermusuh-musuhan). Selain itu,

Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Oleh karena itu, dia tidak boleh menzaliminya, merendahkan, maupun menghinanya.

Takwa itu berada di sini (sambil menunjuk ke dada beliau tiga kali). Seorang muslim sudah dipandang melakukan kejahatan jika dia mengejek saudaranya sesama muslim.

Seorang muslim diharamkan mengganggu jiwa, harta maupun, kehormatan muslim yang lain. (HR Ahmad).

e. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Abdullah Bin Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda :

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang ayah adalah pemimpin di rumah tangganya dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.

Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Demikian juga, pembantu

adalah pemimpin

(penjaga)

harta tuannya dan

bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya itu.

Ketahuilah bahwa setiap kalian itu adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya.” (HR.

Bukhari)

Berikut ini indikasi-indikasi kesehatan jiwa dalam Islam dari tiga sisi, yaitu :

1. Sisi spiritualitas Adanya keimanan kepada Allah, konsisten dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya, menerima takdir dan ketetapan yang telah 1. Sisi spiritualitas Adanya keimanan kepada Allah, konsisten dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya, menerima takdir dan ketetapan yang telah

2. Sisi sosial Cinta kepada orang tua, anak dan pasangan hidup, suka membantu orang-orang yang membutuhkan amanah, berani mengatakan kebenaran, menjauhi segala hal yang dapat menyakiti manusia dan mampu bertanggung jawab sosial.

3. Sisi biologis Terhindarnya tubuh dari segala bentuk penyakit dan juga cacat fisik dengan adanya pemahaman akan selalu menjaga kesehatan tubuh dengan tidak membebaninya dengan suatu tugas yang tidak sesuai dengan kemampuannya.

Selain dari pemamaparan diatas masih ada indikasi-indikasi lain tentang bagaimana jiwa yang sehat dalam konsep islam diantaranya sebagai berikut :

1) Tersingkap Kesempurnaan Jiwa Apabila seorang hamba allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa maka ia dapat mencapai tingkat kejiwaan yang sempurna, yaitu :

a) Jiwa mutmainnah (yang tentram)

Jiwa mutmainnah adalah jiwa yang senantiasa mengajak kembali kepada fitrah ilahiya tuhannya. Etos kerja dan kinerja kepada fitrah indrawi dan fisiknya senantiasa dalam qudrat dan iradat tuhannya.

Firman allah swt :

“Orang -orang yang apabila ditimpah musibah mereka “Orang -orang yang apabila ditimpah musibah mereka

Salah satu indikasi hadirnya jiwa mutmainnah dalam diri manusia adalah biasanya terlihat dalam tingkah lakuh, sikap dan gerak-gerik yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang, tepat dan benar.

b) Jiwa radiyah (jiwa yang meridhai)

Jiwa radhiya adalah jiwa yang tulus, bening dan lapang dada terhadap allah swt. Jiwa inilah yang mendorong diri bersikap lapang dada, tawakal, tulus dan ikhlas dan sabar dalam mengaplikasikan seluruh perintahnya dan menjahui seluruh larangannya.

Biasanya dalam diri seseorang yang mempunyai tingkat jiwa radhiyah hamper-hampir tidak pernah berkeluh kesah, susah, sedih dan takut dalam menjalani kehidupan ini.

Firman allah swt :

“Ingatlah s esungguhnya wali-wali allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih

hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.

Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat allah yang demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS yunus:

62-64).

c) Jiwa mardiyah (yang diridhai)

Jiwa mardiyah adalah jiwa yang memperoleh title dan kehormatan dari allah swt, dan dengan gelr keimanan, keislaman, keikhlasan, dan ketauhidannya tidak pernah mengalami erosi, Jiwa mardiyah adalah jiwa yang memperoleh title dan kehormatan dari allah swt, dan dengan gelr keimanan, keislaman, keikhlasan, dan ketauhidannya tidak pernah mengalami erosi,

Akan tetapi jiwa terus mendaki dan mi‟raj kehadirat allah swt dalam ruang dan waktu yang tiada berwaktu dan ber-ruang.

2) Tersingkap Kecerdasan Uluhiyah Kecerdasan uluhiyah adalah kecerdasan / kemampuan fitrah manusia yang salih untuk melakukan interaksi secara vertical kepada allah swt, kemampuan menaati segala apa yang telah diperinthakan, menjauhkn diri apa yang telah dilarang dan dimurkahi serta tabah terhadap ujian dan cobaan.

Kecerdasan inilah yang membuat seseorang mampu menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari sikap menyekutukan allah swt. Dan tanpa kecerdasan ini seseorang sangat sulit melakukan interaksi vertical yang bersifat transedental, empiric dan hidup, bikan spekulasi dan ilusi

Firman allah swt : “Dan apabila hamba -ku bertanya kepadamu tentang aku, maka sesungguhnya aku adalah dekat” (QS Al -baqarah : 186)

Kecerdasan uluhiyah bagi seorang hamba allah swt akan termanifestasi dalam kemampuan dalam mengembangkan dan memberdayakan beberapa hal diantaranya sebagai berikut :

a) Dapat merasakan kehadiran hakikat wujud allah dalam

kehidupannya

b) Dapat merasakan bekasan-bekasan pengingkaran kedurhakaan dan

dosa

c) Dapat menjalin hubungan rohaniyah yang baik dengan allah, para

malaikat

d) Mengalami mukasyafah akal pikiran ,qalbu dan indrawi

3) Tersingkap Kecerdasan Rububiyah Kecerdasan rububiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salih 3) Tersingkap Kecerdasan Rububiyah Kecerdasan rububiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salih

a) Memelihara dan mejaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupannya baik di bumi maupun langit dan di akhirat (QS At-taubah : 112)

b) Mendidik dan mengajar diri agar menjadi seorang hamba yang pandai menemukan esensi jati diri dan esensi citra diri dengan kekuatan ilmu laduni (QS Al-kahfi : 65)

c) Memimpin dan membimbing diri jasmaniyah dan rohaniyah secara bersama-sama secara totalitas untuk dapat tunduk dan patuh kepada allah serta dapat memberikan kerahmatan pada diridan lingkungannya.

d) Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang dapat `melemahkan pikiran potensi diri, qalbu dan inderawi di dalam memahami kebenaran-kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan dan perbaikan diri seutuhnya (QS An-Nisa : 108)

Pendidikan, pengajaran, pengawasan, dan kepemimpinan sangat berhasil adalah yang dimulai dari dalam diri, karena esensi diri adalah alam kecil “ mikrokosmos dan pintu kecil itu merupakan jalan untuk memasuki jalan besar “ makrokosmos”.

Oleh karena itu allah swt berfirman : “Mengapa kamu perinthkan orang lain untuk mengajarkan kebaikan,

sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu selalu membaca kitab ? mengapa kamu tidak berfikir (QS Al-baqarah : 44)

Ada beberapa indikasi bagi seseorang yang mendapatkan kecerdasan rububiyah biasanya memiliki kekuatan, kewibawaan dan otoritas yang sangat kuat dalam hal, yaitu :

a) Menanamkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, baik kedalam

dirinya sendiri maupun lingkungannya

b) Mempengaruhi dan mengajak hati nurani diri sendiri ataupun orang lain dan lingkungannya untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang positif pada perilaku, sikap dan lapang dada.

c) Memberikan penyembuhan terhadap penyakit, baik penyakit yang bersifat psikologis, spiritual, moral maupun fisik.

d) Memberikan perawatan terhadap kualitas keimanan, keislaman, keihlsan dan ketauhidan baik pada diri sendiri orang lain maupun lingkungannya.

4) Tersingkap Kecerdasan Ubudiyah Kecerdasan ubudiyah adalah kemampuan fitrah manusia yang salih dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat primer dan merupakan makanan bagi rohani dan jiwanya.

Firman allah swt : “Adakah kamu hadir ketika yaqub kedatangan maut, ketika ia berkata kepada anak- anaknya “ apa yang kamu sembah sepeninggalku ? mereka menjawab : kami mnyembah tuhanmu dan tuhan nenek moyangmu Ibrahim, ismail, dan ishaq yaitu tuhan yang maha esa dan kami hanya tunduk dan patuh kepadanya “ (QS Al -baqarah : 133) Firman allah swt : “Adakah kamu hadir ketika yaqub kedatangan maut, ketika ia berkata kepada anak- anaknya “ apa yang kamu sembah sepeninggalku ? mereka menjawab : kami mnyembah tuhanmu dan tuhan nenek moyangmu Ibrahim, ismail, dan ishaq yaitu tuhan yang maha esa dan kami hanya tunduk dan patuh kepadanya “ (QS Al -baqarah : 133)

Setiap ia memperbanyak ibadahnya kepada allah maka terasa baginya semakin berkurang ibadah itu. Ibarat seorang yang sangat dahaga dalam suatu perjalanan yang sangat jauh di tengah-tengah teriknya matahari, seakin banyak minum semakin terasa dahaganya. Begitulah orang-orang yang salih dalam melakukan ibadah di hadapan penciptanya.

Aisyah RA menyatakan : “Bahwasanya nabiullah dulu bangun mengerjakan shalat di waktu

malam sehingga kedua kakinya menjadi pecah-pecah lalu saya bertanya “ mengapa rasulullah padahal sesungguhnya allah telah mngampuni segala dosamu yang lalu dan yang akan dating. Rasulullah menjawab “

apakah aku tidak boleh menjadi seorang yang ham

ba yang bersyukur” (HR bukhari dan musim).

5) Tersingkap Kecerdasan Khuluqiyah Dalam makna etimologis kata “ khuluq” berasal dari kata “ khulq” yang berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan, kejantanan, agama dan kemarahan

Kecerdasan khuluqiyah adalah kemampuan fitrah manusia seorang yang salih dalam berperilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji sebagaimana rasulullah sawperkataan yang keluar dari lisan mengandung kebenaran dan hikmah, tutur kata yang lembut sopan terlepas dari ugkapan-ungkapan yang dapat mengandung cela dan celaka diri dari orang lain.

Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai akhlak apabila telah memenuhi 2 syarat yaitu :

a) Perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang, apabila suatu a) Perbuatan dilakukan dengan berulang-ulang, apabila suatu

b) Perbuatan timbul dengan dengan mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dalam sehingga ia benar-benar menjadi sebuah kebiasaan. Firman allah swt “ sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS Al-qalam : 4)

Selain itu rasululah bersabda : “S esungguhnya aku telah diutus untuk menyempurnakan akhlak

yang mulia (HR ahmad).

Akhlak yang islamiyah mempunyai identitas yang khas diantaranya :

a) Kebaikannya bersifat mutlak

b) Kebaikannya bersifat menyeluruh

c) Tetap, langgeng dan mantap

d) Kewajibannya harus dipatuhi

e) Pengawasannya yang menyeluruh

Seseorang yang telah menapak perjalanan puncak dari ketahuidan terhadap allah swt secara implikatif dan empiric maka akhlak perilaku dan sikapnya senantiasa berorbitrasi dalam cahaya dan sifatnya yang mulia dan suci. Ia akan berkata-kata, berbuat, bersikap, dan berpenampilan dengan dan di dalam dan sifat-sifatnya.

Siapa saja yang telah mencapai tingkat ketahuidannya dengan kesabaran menjalankan perintah dan menjahui segala larangannya dan menerima segala ujian, memelihara hak-haknya karena rasa takut serta berbuat kebajikan dan kebaikan kepada allah. Maka allah akan senantiasa hadir dan bersemayam dalam eksistensi diri, jatih diri dan citra dirinya.

B. Bentuk-Bentuk Penyakit Kejiwaan dan Gejalanya

Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw „Ilmiah Nafsi, membagi penyakit jiwa dalam sembilan bagian, yaitu:

1. Pamer (riya‟)

2. Marah ( al-ghadhab )

3. Lalai dan lupa ( al-ghaflah wan nisyah )

4. Was-was ( al-was-wasah )

5. Frustrasi ( al- ya‟s)

6. Rakus (tama‟)

7. Terperdaya ( al-ghurur )

8. Sombong ( al-ujub )

9. Dengki dan iri hati ( al-hasd wal hiqd ).

Beberapa sifat tercela di atas ada relevansinya jika dianggap sebagai penyakit jiwa, sebab dalam kesehatan mental ( mental hygiene ) sifat-sifat tersebut merupakan indikasi dari penyakit kejiwaan manusia ( psychoses ). Jadi pada penderitanya sakit jiwa salah satunya ditandai oleh sifat-sifat buruk tersebut.

Bentuk-bentuk penyakit kejiwaan diantaranya:

1. Riya‟ Seperti yang dijelaskan oleh As-Syarqawi, bahwa dalam penyakit riya‟ terdapat unsur penipuan terhadap dirinya sendiri dan juga orang lain, karena hakikatnya ia mengungkapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Penyakit riya‟ merasuk dalam jiwa seseorang dengan halus dan tidak terasa sehingga hampir tidak ada orang yang selamat dari serangan penyakit ini kecuali orang arif yang ikhlas dan taat.

Dalam riya‟ terdapat unsur-unsur kepura-puraan, penipuan, munafik, seluruh tingkah-lakunya cenderung mengharap pujian orang lain, senang kepada kebesaran dan kekuasaan. Over acting, menutup-nutupi kejelekannya dan seterusnya.

Sifat yang demikian ini digambarkan dalam Al- Qur‟an surat An-Nisa‟: 142 dan At-Taubah: 67 dan juga hadits nabi :

“Yang paling aku kuatirkan terhadap umatku adalah riya‟ dan syahwat yang tersembunyi”.

Islam memberikan terapi riya‟ ini dengan cara mengikis nafsu syahwat sedikit demi sedikit dan menanamkan sifat merendahkan diri ( tawadhu‟)

dengan melihat kebesaran Allah SWT.

2. Emosi/Marah Marah pada hakikatnya adalah memuncaknya kepanikan di kepala, lalu menguasai otak atau pikiran dan akhirnya kepada perasaan. Kondisi semacam ini seringkali sulit untuk dikendalikan.

Lebih lanjut As-Syarqawi mengungkapkan, bahwa emosi marah akan menimbulkan beberapa pelampiasan, misalnya secara lisan akan memunculkan caci-makian, kata-kata kotor/keji dan secara fisik akan menimbulkan tindakan- tindakan destruktif.

Dan jika orang marah tidak mampu melampiaskan tindakan- tindakannya di atas, maka dia akan berkompensasi pada dirinya sendiri dengan cara misalnya merobek-robek pakaian, menampar mukanya sendiri, mencakar- cakar tanah, membanting perabot rumah tangga dan seterusnya seperti tindakan orang gila.

Marah juga dapat berpengaruh pada hati seseorang, yaitu sifat dengki dan iri hati, menyembunyikan kejahatan, rela melihat orang lain menderita, cemburu, suka membuka aib orang lain dan seterusnya.

Atas dasar inilah maka nabi melarang orang yang sedang marah untuk melakukan putusan atau memutuskan sesuatu perkara sebagaimana sabdanya:

“Seseorang jangan membuat keputusan diantara dua orang (yang berselisih) sementara ia dalam keadaan marah”.

Al-Ghazali berpendapat, bahwa cara untuk menanggulangi kemarahan sampai batas yang seimbang dengan jalan mujahadah untuk kemudian menanamkan jiwa sabar dan kasih sayang.

Berkaitan dengan hal di atas, Usman Najati berpendapat bahwa emosi marah yang menguasai seseorang dapat membuat kemandegan berpikir.

Di samping itu energi tubuh selama marah berlangsung akan membuat orang siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan disesali di kemudian hari, dengan jalan mengendalikan diri, sebab mengendalikan diri dari marah itu mempunyai beberapa manfaat, yaitu :

a. Dapat memelihara kemampuan berpikir dan pengambilan keputusan

yang benar.

b. Dapat memelihara keseimbangan fisik, karena mampu melindungi dari ketegangan fisik yang timbul akibat meningkatnya energi.

c. Dapat menghindarkan seseorang dari sikap memusuhi orang lain, baik fisik maupun umpatan, sikap tersebut juga dapat menyadarkan diri untuk selalu berintrospeksi.

d. Dari segi kesehatan, pengendalian marah dapat menghindarkan seseorang dari berbagai penyakit fisik pada umumnya.

Dalam hal ini Nabi juga sangat memuji tindakan pengendalian diri terhadap emosi marah ini dan menganggapnya sebagai orang yang kuat, sebagaimana sabdanya:

“Tidaklah orang dikatakan kuat itu adalah orang yang pandai bergulat, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya”.

3. Lalai dan Lupa

Lalai dan lupa termasuk salah satu dari penyakit mental. Lupa oleh sebagian psikolog juga digambarkan sebagai persoalan yang telah dilalaui sebelumnya.

Dan berdasarkan penelitian para ahli, bahwa penyebabnya antara lain adalah:

a. Perbedaan kadar kemampuan seseorang di dalam menangkap dan mengingat sesuatu yang telah diketahui sebelumnya.

b. Bahwa pada mulanya proses kelupaan akan terjadi secara drastis dan berangsur-angsur.

c. Banyaknya informasi yang diterima akibatnya terjadi inferensi informasi.

Proses kelupaan juga sangat erat kaitannya dengan waktu dan konsentrasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebagian psikolog berpendapat, bahwa seseorang yang terlalu banyak mengurusi persoalan-persoalan yang rumit, maka akan menyebabkan terjadinya proses kelupaan terhadap sesuatu yang telah diketahui sebelumnya.

Oleh karena itu dianjurkan seseorang tidak terlalu memforsir diri. Dan hendaknya menyisihkan sebagian waktunya untuk beristirahat (rekreasi, refresing). Daya tangkap seseorang, tidak selamanya menjamin kemampuan ingatan seseorang, sebab secara internal terdapat faktor-faktor yang dapat menghalangi seseorang untuk mengingat sesuatu, seperti rasa takut yang mencekam dan adanya interferensi dan seterusnya.

Banyaknya informasi dan kegiatan yang menumpuk sebelumnya membuat seseorang semakin sulit untuk mengingat materi-materi yang dipelajari kemudian. Sementara jika informasi terhadap materi yang baru relatif lebih baik jika informasi dan kegiatan lebih sedikit. Hal ini terbukti Banyaknya informasi dan kegiatan yang menumpuk sebelumnya membuat seseorang semakin sulit untuk mengingat materi-materi yang dipelajari kemudian. Sementara jika informasi terhadap materi yang baru relatif lebih baik jika informasi dan kegiatan lebih sedikit. Hal ini terbukti

Di sisi lain lupa merupakan sifat asal (tabiat) manusia. Tabiat inilah yang kadang-kadang membuat manusia lupa akan hal-hal yang penting, lalai akan Allah swt, dan perintah-Nya, sementara setan selalu menggodanya. Dari aspek ini kita melihat keberhasilan iblis dalam menggoda Adam a.s.

4. Was-was Para ulama memandang bahwa penyakit was-was merupakan akibat

dari bisikan hati dan adanya angan-angan keduniaan yang didasarkan pada hawa nafsu dan kesenangan duniawi. Penyakit was-was juga merupakan penyakit yang muncul akibat gangguan setan. Setan mengobarkan hawa nafsu dan membuat seseorang meragukan agamanya. Lupa daratan, cenderung melakukan perbuatan keji.

Dalam menanggulangi penyakit di atas, nampaknya metode yang ditempuh oleh “psikologi Islam” berbeda dengan yang ditempuh oleh

psikologi modern. Islam memandang bahwa sumber utama dari penyakit was- was adalah setan. Oleh sebab itu jalan keluarnya adalah terapi berzikir kepada Allah.

As-Samarqandi, seperti yang dikutip oleh As-Syarqawi menyebutkan bahwa setan senantiasa berusaha menggoda dang memperdaya manusia. Jalan yang ditempuhnya adalah antara lain: melalui sifat su‟uzzan baik kepada Allah maupun kepada manusia, melalui kemewahan hidup, melalui sikap menghina

orang lain, hasut, dengki, bakhil, riya‟, kikir, tamak, dan sebagainya. Menurut as-Samarqandi cara mengatasi penyakit ini adalah dengan cara memperkuat

keyakinan (iman) kepada Allah dan berpuasa diri ( qana‟ah) akan karunia dan nikmat yang telah diberikan-Nya.

5. Frustrasi Frustrasi ( al- Ya‟s) menurut as-Syarqawi adalah putus harapan dan cita.

Munculnya perasaan ini biasanya ketika seseorang berhadapan dengan macam-macam cobaan dan persoalan hidup yang bertolak belakang dengan hawa nafsunya. Sifat tersebut sangat dicela oleh agama, karena menjadikan seseorang statis, kehilangan etos kerja, acuh-tak acuh terhadap lingkungan, selalu melamun, kehilangan kepercayaan baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Sebagaimana dalam al- Qur‟an, Allah swt melarang manusia berputus asa akan rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya:

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus ada sari rahmat Allah kecuali kaum yang kafir”. (Q.S. Yusuf:87).

Dalam mental hygiene disebutkan bahwa munculnya perasaan frustasi disebabkan oleh kegagalan seseorang dalam mencapai tujuan, tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan atau terhambatnya usaha

dan perjuangan di dalam mencapai suatu tujuan [20] dan bandingkan dengan Zakiat Darajat.

6. Rakus (Tamak) Tamak atau rakus adalah keinginan yang berlebih-lebihan yang didasari

oleh kemauan hawa nafsu yang tidak terkendali.jika seseorang mengikuti hasa nafsunya secara belebihan, maka selama ia bersikap tamak dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang ia terima, selama itu pulaia terperangkap oleh angan-angan dunia yang tidak pernah terwujudkan.

Menurut as-Syarqawi, cara membendung sifat tamak ini ad lah dengan membiasakan diri dengan zuhud dan qana‟ah sehingga dengan demikian ia akan bebas dari perbuatan hawa nafsu.

7. Terpedaya Terpedaya (al-Ghurur) merupakan suatu jenis penyakit mental yang

diakibatkan oleh salah persepsi tentang kehiduppan duniawi dan juga lupa tentang penciptanya.menurut as-Asyarqawi keterpedayaan dan salah persepsi berkisar kepada dua hal, yaitu :

a. Tentang Kehidupan Duniawi Pemahaman yang tidak benar terhdap kehidupan duniawi dimaksudkan

salah, bahwa dunia dianggap segala-galanya, dunia merupakan tujuan akhir, harapan dan cita-citanya. penderita penyakit ini selalu meragukan kehidupan akhrat, akhirat dianggap ilusi, tidak kekal, sementara kehiudupan dunia dianggapnya segala-galanya. Persepsi yang demikian ini dikenal dalam filsafat sebagai penganut hedonisme .

Menurut Islam, untuk menggulangi penyakit di atas adalah dengan terapi iman, sebab dengan iman seseorang akan menyadari bahwa kehidupan dunia sesungguhnya bersifat sementara ( Ibid ). Sebagaimana Allah berfirman dalam beberapa ayat-Nya, bahwa dunia ini hanyalah permainan dan senda-gurau saja (lihat: Q.S. Al- An‟am: 32, Al-Ankabut:

64, Al-Hadid: 20, Muhammad: 36).

b. Tentang Kepercayaan Kepada Allah Tentang kepercayaan kepada Allah termasuk dalam kategori terpedaya adalah kesalahan persepsi terhdap Allah (jika memang benar-benar ada) b. Tentang Kepercayaan Kepada Allah Tentang kepercayaan kepada Allah termasuk dalam kategori terpedaya adalah kesalahan persepsi terhdap Allah (jika memang benar-benar ada)

Persepsi di atas jelas tidak benar, sebab adanya kedudukan, kenikmatan, harta dan kedudukan yang diperoleh seseorang tidak selamanya merupakan indikasi keridaan Tuhan, melainkan sebaliknya sebagai ujian dan cobaan.

Dari sisi lain sifat terpedaya juga sering merasuk ke dalam jiwa orang yang berkeyakinan, bahwa dengan sifat rahman rahim- Nya Allah akan mentolerir perbuatan-perbuatan hamba-Nya yang sengaja melalaikan perintah-perintah-Nya.

Dengan demikian, penderita penyakit ini cenderung selalu mengabaikan perintah-perintah Allah dengan tidak menyadari bahwa sesungguhnya ia terjebak dalam persepsi yang keliru.

8. Rasa Bangga Diri („Ujub) Perasaan bangga diri ( „Ujub) sedikit berbeda dengan perasaan

sombong ( kibr ). Menurut al-Ghazali, kibr merupakan perasaan yang muncul pad diri

seseorang , di mana ia menganggap dirinya lebih baik dan lebih utama dari orang lain. Sedangkan „ujub adalah perasaan bangga diri yang dalam

penampilannya tidak memerlukan atau melibatkan orang lain. „Ujub lebih terfokus kepada rasa kagum terhadap diri sendiri, suka membanggakan dan menonjolkan diri sendiri.

Kadang-kadang pada sebagian orang emosi ini merupakan tingkah laku yang dominan dalam kepribadian dan dapat menimbulkan sikap sombong, angkuh serta merendahkan orang lain.

Penilaian yang tinggi terhdap suatu pemberian, sikap yang selalu mengingat-ingat pemberian dan sikap pamrih terhdap perbuatan yang dilakukan merupakan hal- hal yang termasuk kategori „ ujub .

Menurut As-Syarqawi, bahwa „ujub merupakan perasaan senang yang berlebihan. Kemunculannya disebabkan adanya anggapan bahwa si pasien merupakan orang yang paling baik dan paling sempurna di dalam segalanya.

Sikap „ujub adalah penyakit mental yang sangat berbahaya, sebab eksistensinya membuat hati menjadi beku di dalam menerima kebaikan, memperingan dosa dan selalu menutup-nutupi kesalahan.

Sebagaimana firman Allah swt. : “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia ia berpaling

dan menjauhkan diri, tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdo‟a”. (Q.S. Fusilat: 51).

Dari sisi lain orang yang bangga dengan dirinya telah menyadari akan kepribadiannya dan mengerti akan kesalahannya, tetapi tidak tertarik untuk kembali kepada kebenaran, melainkan bersikap putus asa, tetap ingkar dan bahkan “ogah” melakukan kebajikan dan pengabdian kepada Allah.

9. Iri Hati dan Dengki Iri hati atau juga disebut dengki merupakan gejala-gejala luar yang

kadang-kadang menunukkan perasaan dalam hati. Akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak mudah untuk diketahui, sebab seseorang kan berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan gejala-gejala tersebut.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa rasa iri muncul akibat kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu tujuan. Oleh sebab itu emosi ini sangat kompleks, dan ada dasarnya terdiri atas rasa ingin memiliki, rasa marah, dan rasa rendah diri.

Meski demikian, tidak dapat dikatakan, bahwa rasa iri sebagai kumpulan dan rasa marah, rasa ingin memiliki dan rasa rendah diri, akan tetapi lebih dari itu adalah memiliki karekteristiknya sendiri. Dan di antara gejala- gejala yang nampak adalah marah dengan segala bentuknya mulai dari memukul, mencela, menghina, membuka rahasia orang lain, memberontak, membisu, menyendiri, mogok makan, sangat sensitif, dan seterusnya.

As-Syarqawi mejelaskan bahwa emosi ini secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua macam:

a. Iri yang melahirkan kompetisi sehat ( al-munafasah );

b. Iri yang melahirkan kompetisi tidak sehat ( al-hiqd wal hasad ).

Iri jenis pertama merupakan kompetisi sehat untuk meniru hal-hal positif yang dimiliki orang lain tanpa didasari oleh interes jahat dalam rangka “fastabiqul khairat”. Iri dalam jenis ini merupakan sesuatu yang diharuskan bagi setiap muslim berdasarkan firman Allah:

“Maka berlomba -lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukannya kepadamu apa yang telah kamu peraselisihkan”. (Q.S. al-Maidah: 48).

Sementara iri dalam jenis kedua lebih didasari oleh rasa benci terhdap apa-apa yang dimiliki oleh orang lain, baik yang berkaitan dengan materi

maupun yang berhubungan dengan jabatan/kedudukan Iri dalam kategori ini, menurut As-Syarqawi ( Ibid ) cenderung

memunculkan sikap antipati dan bahkan melahirkan sikap permusuhan memunculkan sikap antipati dan bahkan melahirkan sikap permusuhan

Secara umum untuk mengatasi penyakit jiwa akibat tekanan mental, atau penyakit jiwa yang tergolong unorganik ini adalah dengan terapi pendidikan akhlak sejak dini, serta menciptakan keluarga dalam rumah tanga sakinah.

Oleh sebab itu dalam Islam pendidikan akhlak bagi anak sangat ditekankan. Anak diajari untuk santun, menghargai kepada orang lain dan senantiasa berbuat kebajikan. Di sini lantas orang tua pun dituntut utnuk berperan dalam keluarga, menjadi teladan bagi putra-putrinya.

Bukankah nabi diutus untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak?

Mengapa Islam juga melarang minum-minum keras, mabuk-mabukan, berbuat zina, homo seksual, dan menyuruh memelihara kebersihan dan kesehatan?

Ketahuilah bahwa yang demikian itu (mabuk-mabukan, zina, dan lebih dari itu adalah merusak diri sendiri dan tatanan sosial (destruktif), mengakibatkan penyakit dan seterusnya penyakit tersebut dalam Mental Hygiene disebut sebagai penyakit organik yang amat membahayakan.

C. Penyebab – Penyebab Timbulnya Penyakit Kejiwaan

Banyak faktor yang menyebabkan penyakit jiwa, mulai dari pendidikan anak, konsep pribadi yang salah, sampai lingkungan yang kurang kondusif.

Kartini Kartono menjelaskan, ada beberapa kejadian yang bisa menjadi sebab timbulnya konflik batin yang perlu diperhatikan sejak dini pada individu atau seorang anak, yaitu:

1. Kegagalan Kegagalan seorang anak yang bright meraih cita-cita, atau tuntutan yang terlalu besar pada seorang anak yang kemampuannya terbatas, tuntutan yang terlalu besar dari orang tua terhadap prestasi anak, bisa menyebabkan anak menjadi individu yang memiliki konflik batin, gangguan mental, putus asa, grogi, bingung, pusing, merasa tidak mampu dan sebagainya.

2. Kebimbangan Adanya fenomena yang kontras yang dihadapi anak, misalnya antara nasehat orang tua dan kenyataan orang tua sebagai suri tauladan yang keduanya tidak saling mendukung.

Fenomena kehidupan yang berbeda dengan konsep moralitas, juga menyebabkan kebingungan anak, bagaimana harus bersikap. Anak menjadi individu yang apatis, menyusun fantasinya sendiri, masa bodoh dan putus asa, serta tidak memiliki prinsip hidup dan serba kebingungan

3. Norma Pantangan dan adat istiadat yang terlampau ketat; Penanaman norma, adat- istiadat yang tidak bijaksana bisa menyebabkan potensi dan dorongan keingin- tahuan anak menjadi terdesak, tenggelam, menjadi unsur kompleks-terdesak. Pada akhirnya timbulnya rentetan konflik batin.