DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS NARAPIDANA DI

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Dippo Alam

DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN/RUMAH TAHANAN NEGARA BAGI PSIKOLOGI NARAPIDANA
DAN PARA PETUGAS LEMBAGA PEMASYARAKATAN DI INDONESIA
Oleh
Dippo Alam*)

Abstrak
Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar
undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Pasal 10 KUHP
menyatakan bahwa salah satu pidana pokok adalah pidana penjara. Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) merupakan institusi dari sub sistem peradilan pidana yang
mempunyai fungsi sebagai pelaksana pidana penjara dan sekaligus tempat pembinaan
narapidana. Permasalahan yang mendasar adalah kelebihan hunian (overcapacity)
narapidana hampir di seluruh lapas di Indonesia. Overcapacity terjadi karena laju
pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian lapas.
Overcapacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain
rendahnya tingkat pengamanan/pengawasan. Upaya penyelesaian permasalahan

overcapacity telah dilaksanakan melalui kegiatan Pembangunan Lapas Rutan,
Pemindahan narapidana, Percepatan pemberian PB, CB, dan CMB sampai dengan 17
Agustus sebesar 31.746 orang, Pidana alternatif (restoratif justice, pidana bersyarat,
kerja sosial, rehabilitasi).
Keywords: Narapidana, Overcapacity, Lembaga Pemasyarakatan, Psikologi.
Kata Kunci : Narapidana, Overcapacity, Lembaga Pemasyarakatan, Psikologi
A. PENDAHULUAN
Secara yuridis, kejahatan dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan
yang melanggar undang-undang atau
ketentuan yang berlaku dan diakui
secara legal. Secara kriminologi yang
berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang
merugikan masyarakat (dengan kata
lain terdapat korban) dan suatu pola
tingkah laku yang mendapatkan reaksi
sosial dari masyarakat.1
Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kriminalitas
Muhammad Mustafa. 2007. Kriminologi.
Depok: FISIP UI PRESS. Halaman 16.

1

menurut Neta S. Pane, Ketua Presidium
Indonesia Police Watch (IPW) yaitu
menghilangnya patroli polisi, baik
menggunakan mobil maupun motor,
menjadi penyebab utamanya. 2 Kendaraan tersebut disinyalir banyak mengalami kerusakan sehingga berdampak
pada pengurangan patroli rutin.3
Ahmad Reza Safitri dan Heri Ruslan.
(2015-15-01). Kriminalitas Meningkat, Ini
Faktor Penyebabnya Versi IPW. Republika
Online.
http://www.republika.co.id/berita/regional
/jabodetabek/12/01/15/lxud0jkriminalitas-meningkat-ini-faktorpenyebabnya-versi-ipw diakses tanggal 30
Mei 2016.
3 Ibid.
2

*) Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum
Universitas Islam Syekh-Yusuf Tangerang

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

1

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Kerusakan itu, menurut Pane
disebabkan oleh minimnya jatah bensin
yang diberikan, yakni hanya 10 liter per
hari dengan jenis pertamax. “Nah
karena saking minimnya, para petugas
mengganti
bahan
bakarnya
yang
awalnya pertamax menjadi premium.
Itulah yang membuat mobil itu menjadi
cepat rusak,” ujarnya.4
Faktor
penyebab

kriminalitas
secara sosiologis antara lain5:
1. Ketidakmampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan sosial,
2. Urbanisasi,
3. Kemiskinan dan kesenjangan sosial
ekonomi,
4. Ketatnya persaingan dalam melakukan mobilitas sosial,
5. Disorganisasi keluarga,
6. Pola pikir yang materialistis,
7. Heterogenitas masyarakat perkotaan, dan
8. Memudarnya nilai dan norma
agama,
1. Kemajuan teknologi, industrialisasi,
modernisasi dan globalisasi di perkotaan mengakibatkan adanya perubahan sosial dari masyarakat
yang kompleks menjadi multi
kompleks. Struktur sosial masyarakat perkotaan yang multikompleks
menyulitkan seseorang untuk beradaptasi. Hal tersebut menyebabkan kebingungan, kecemasan dan
berbagai
konflik
baik

secara
eksternal maupun secara internal.
Oleh sebab itu, maka munculah
tindakan-tindakan yang tidak selaras dengan aturan hukum dan

2.

3.

4.

5.
Ibid.
Trisna Nurdiaman. (2014). Faktor
Penyebab Kriminalitas Perkotaan Secara
Sosiologis.
http://sosiatoris.mywapblog.com/faktorpenyebab-kriminalitas-perkotaan-s.xhtml
diakses tanggal 30 Mei 2016.
4


Dippo Alam

norma sosial yang berlaku di
masyarakat tersebut.6
Salah satu dampak negatif dari
adanya urbanisasi adalah meningkatnya angka kriminalitas di perkotaan. Gemerlapnya dunia perkotaan
menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat desa untuk melakukan
mobilitas sosial vertikal naik. Namun, ternyata realitas sosial perkotaan tidak semudah yang dibayangkan. Persaingan yang ketat
dan diperlukannya keterampilan
khusus membuat tantangan utama
untuk meraih kesuksesan. Diskrepansi atau ketidaksesuaian antara
harapan-harapan dengan realitas
sosial perkotaan menimbulkan adanya disorientasi yang memicu
untuk bertindak asosial.
Sebagaimana telah dikemukakan
oleh Aristoteles dan Thomas Van
Aquino yang mengemukakan bahwa kemiskinan menyebabkan terjadinya kejahatan. Kesenjangan ekonomi antar kelas sosial mengakibatkan adanya kecemburuan
sosial kelas bawah terhadap kelas
atas.

Kemelaratan
mendorong
orang untuk berbuat jahat. Begitupun juga dengan gelandangan dan
pengangguran akan menimbulkan
kejahatan.7
Persaingan yang ketat dan banyaknya orang yang berambisi mengakibatkan probabilitas untuk melakukan mobilitas sosial vertikal naik
semakin kecil. Hal tersebut memicu
terjadinya
tindak
kecurangan
dalam persaingan.8
Disorganisasi
keluarga
adalah
perpecahan keluarga sebagai suatu

5

Rhenald Kasali, Recode (your change DNA).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007,

hlm. 6, sebagaimana dalam ibid.
7 Ibid.
8 Ibid.
6

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

2

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Dippo Alam

unit karena anggota-anggotanya
gagal memenuhi kewajiban-kewajibannya
yang
sesuai
dengan
peranan sosialnya.9
6. Pola pikir masyarakat perkotaan

yang materialistis dan lebih mementingkan nilai ekonomis membuat hubungan sosial antara anggota masyarakatnya sangat renggang. Hal tersebut menumbuhkan
sikap acuh tak acuh terhadap
penderitaan orang lain dan sikap
individualistis. Sehingga perilaku
tolong-menolong di masyarakat
kota sangat rendah. Konsep tolongmenolong dalam masyarakat kota
yang materialistis tidak lagi dipandang sebagai suatu hal yang penting karena tidak bernilai ekonomis.10
7. Keanekaragaman masyarakat perkotaan bisa dilihiat dari segi mata
pencahariannya, agamanya dan
asal budayanya. Perbedaan-perbedaan
tersebut
menimbulkan
adanya ketidaksamaan persepsi
dalam menentukan nilai-nilai sosial,
sehingga berdampak pada timbulnya konflik antar golongan.11
8. Ketika nilai-nilai dan norma-norma
agama sudah ditinggalkan, maka
cara-cara untuk mencapai tujuan
akan dilakukan dengan cara yang
menyimpang.12

Pasal 10 KUHP menyatakan bahwa
salah satu pidana pokok adalah pidana
penjara. 13 Di dalam Bab II KUHP pun
banyak memuat hukuman mengenai
kejahatan-kejahatan
yang
berupa
pidana penjara. Dengan demikian dapat
diketahui
jika
semakin
banyak

narapidana dihukum penjara, maka
lembaga pemasyarakatan akan bertambah penuh dengan terpidana-terpidana baru. Terlebih lagi jika yang
dihukum
penjara
seumur
hidup
semakin banyak, maka akan semakin

penuhlah lembaga-lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Untuk itu, perlu
dicarikan solusi agar tujuan pelaksanaan pidana penjara dapat tercapai
dengan baik.

Ibid.
Ibid.
11 Ibid.
12 Ibid.
13 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Republik Indonesia, Pasal 10.

14

9

10

B. PEMBAHASAN
KONDISI LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN PERMASALAHAN NARAPIDANA DI INDONESIA
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
merupakan institusi dari sub sistem
peradilan pidana yang mempunyai
fungsi sebagai pelaksana pidana penjara dan sekaligus tempat pembinaan
narapidana sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang No. 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan. Fungsi
lapas ini sesungguhnya sudah sangat
berbeda dan jauh lebih baik dibandingkan dengan fungsi penjara jaman
dahulu dengan dasar hukum Peraturan
Penjara (Gestichten Reglement S. 1917
no. 708).14
Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 02-PK.04.10
Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan
Narapidana/Tahanan,
lapas
dalam
sistem pemasyarakatan selain sebagai
tempat pelaksanaan pidana penjara
(kurungan) juga mempunyai beberapa
sasaran strategis dalam pembangunan
nasional. Tujuan tersebut antara lain
dinyatakan bahwa lapas mempunyai
Angkasa, Over Capacity Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan, Faktor Penyebab,
Implikasi Negatif, serta Solusi dalam Upaya
Optimalisasi Pembinaan Narapidana. (2012).
Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Jendral Soedirman, Purwokerto, hal. 1.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

3

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

fungsi ganda yakni sebagai lembaga
pendidikan dan lembaga pembangunan.15
Dalam Perjalanan waktu tampak
jelas bahwa tujuan pembinaan napi
banyak menghadapi hambatan dan
berimplikasi pada kurang optimalnya
bahkan dapat menuju pada kegagalan
fungsi sebagai lembaga pembinaan.
Permasalahan yang mendasar adalah
kelebihan hunian (overcapacity) narapidana hampir di seluruh lapas di
Indonesia. Hal ini diungkapkan antara
lain oleh mantan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta
maupun Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Untung
Sugiyono. Hal tersebut juga diungkapkan oleh mantan napi seperti Roy
Marten.16
Pemikiran dan tujuan Sahardjo
menetapkan pemasyarakatan sebagai
tujuan pidana penjara:
1. Sebagai upaya mengatasi kecenderungan buruk yang terjadi di
penjara
pada
masa
kolonial
Belanda, di mana pada masa ini,
walaupun penjara sudah “modern”
namun
dalam
pelaksanaannya
banyak menimbulkan efek negatif
dari pelaksanaan hukuman, di
samping itu juga, perlakuan terhadap narapidana yang cenderung
mengabaikan hak-haknya.
2. Pemasyarakatan sebagai tujuan
pidana penjara adalah suatu cara
untuk membimbing terpidana agar
bertobat, dengan jalan mendidik.
Dalam hal ini, bimbingan dan
didikan diarahkan untuk membentuk kesadaran hukum maupun
kesadaran bermasyarakat.
3. Pemasyarakatan sebagai tujuan
pidana penjara adalah suatu proses
di mana metodenya adalah sistem
15
16

Ibid.
Ibid.

Dippo Alam

pemasyarakatan dijadikan suatu
pedoman maupun arah pembinaan
yang
harus
dipedomani
oleh
petugas maupun narapidana pada
saat menjalani pidana.
4. Di samping bertujuan mengembalikan narapidana ke masyarakat,
pemasyarakatan juga bertujuan
agar narapidana tidak merasa
terasing dari lingkungan sosialnya,
yang dilakukan melalui asimilasi.
Dalam pada masa itu juga, ada
keterkaitan emosi yang hendak
dicapai dari keterlibatan masyarakat dalam proses penerimaan kembali. Oleh karena itu, masyarakat
menjadi salah satu unsur yang
berpengaruh dalam proses pemulihan hubungan sosial, di sini
masyarakat atau keluarga yang
dirugikan setidak-tidaknya dapat
mempercayai proses pembinaan
dan didikan yang dijalani narapidana.17
Narapidana di Indonesia juga
seringkali menghadapi berbagai macam
permasalahan di dalam lembaga pemasyarakatan. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:
1. Perkelahian antar napi,18
2. Kemewahan di dalam sebagian sel
lembaga pemasyarakatan,19

Petrus Irawan Pandjaitan dan Samuel
Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Ke Mana,
Jakarta: CV Indhill Co, 2007. Hal. 103-104.
18 Mardani, Perkelahian Antar Napi di
Nusakambangan, Slamet Tewas Ditusuk,
Merdeka,
http://www.merdeka.com/peristiwa/perkel
ahian-antar-napi-di-nusakambanganslamet-tewas-ditusuk.html, diakses tanggal
31 Mei 2016.
19 Pinta Karana, Ketika Sel Penjara Seperti
Kamar Kost, BBC Indonesia,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_ind
onesia/2013/07/130709_lapsus_korupsi_s
ukamiskin, diakses tanggal 31 Mei 2016.
17

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

4

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

3. Kerusuhan di lembaga pemasyarakatan,20
4. Keracunan makanan yang berasal
dari dalam lembaga pemasyarakatan,21.
5. Terjadinya penawaran prostitusi
dari dalam lapas,22 bahkan
6. Lembaga pemasyarakatan salah
membebaskan napi.23
1. Keributan dan tidak terlaksananya
proses pembinaan napi diakibatkan
rendahnya tingkat pengamanan/
pengawasan.24
2. Dalam Pasal 4 angka 9, 10, dan 11
Peraturan Menteri Hukum dan Aak
Asasi Manusia Nomor 6 Tahun
2013 tentang Tata Tertib Lembaha
Pemasyarakatan
dan
Rumah
Tahanan Negara disebutkan bahwa
setiap narapidana atau tahanan
dilarang melengkapi kamar hunian
dengan alat pendingin, kipas angin,
televisi, dan/atau alat elektronik
lainnya, memiliki, membawa dan/
atau menggunakan alat elektronik,
BBC Indonesia, Kerusuhan LP Banceuy
Bandung Terkait Kematian Napi 'di Sel
Khusus',
http://www.bbc.com/indonesia/berita_ind
onesia/2016/04/160423_indonesia_rusuh_
penjarabanceuy, diakses tanggal 31 Mei
2016.
21 Fani Ferdiansyah, Minum Susu, 10 Napi
Lapas Kelas IIB Garut Keracunan,
Sindonews.com,
http://daerah.sindonews.com/read/90355
3/21/minum-susu-10-napi-lapas-kelas-iibgarut-keracunan-1411211193 diakses
tanggal 31 Mei 2016.
22 Gede Nadi Jaya, Bobroknya Lapas
Kerobokan, Prostitusi Hingga Salah Lepas
Napi, Merdeka,
http://www.merdeka.com/peristiwa/bobro
knya-lapas-kerobokan-prostitusi-hinggasalah-lepas-napi.html diakses tanggal 31
Mei 2016.
23 Ibid.
24 Angkasa, Op. Cit.
20

Dippo Alam

seperti laptop atau komputer,
kamera, alat perekam, telepon
genggam, pager, dan sejenisnya,
melakukan pemasangan instalasi
listrik di dalam kamar hunian. Jadi
apabila terjadi pelanggaran seperti
ini, dikuatirkan dampak kesenjangan
tersebut
dapat
membuat
narapidana-narapidana yang lain
menjadi iri, terlebih lagi jika
pelanggaran ini tidak dikenai
sanksi seperti dalam Pasal 10 ayat
(3) angka 12 Peraturan Menteri
ini.25
3. Kerusuhan yang terjadi di Lapas
Banceuy, Bandung terjadi karena
seorang narapidana yang diduga
bunuh diri dan narapidana yang
lain tidak terima sehingga mengakibatkan terjadinya kerusuhan
tersebut. Hal ini sangat disayangkan, karena akhirnya timbul pertanyaan mengenai tingkat keamanan Lapas seperti pada poin 1 di
atas.
4. Peristiwa keracunan di dalam lapas
di Garut sangat disayangkan,
karena susu yang diduga menjadi
sumber penyakit berasal dari kantin lapas itu sendiri. Jika sumber
persediaan dalam lapas sudah terkontaminasi kuman berbahaya,
narapidana akan sulit bertahan
hidup dengan makanan atau
minuman yang tidak sehat.
5. Jika narapidana melakukan tindak
asusila
atau
penyimpangan
seksual, maka narapidana tersebut
telah melanggar pasal 10 ayat (3)
angka
13
Peraturan
Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang
Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara, Pasal 4 angka 9,
10, 11, dan Pasal 10 ayat (3) angka 12.
25

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

5

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Dippo Alam

Tertib Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Negara. 26
Terlebih lagi jika seorang narapidana bisa menjadi mucikari dari
balik jeruji besi, maka patut diduga
narapidana tersebut paling tidak
memegang alat komunikasi yang
jelas-jelas dilarang dalam peraturan
menteri ini.27
6. Ini kesalahan lembaga pemasyarakatan yang amat fatal. Menurut
pendapat penulis, seharusnya lembaga pemasyarakatan memiliki foto
diri narapidana dan juga data-data
lengkap yang lain untuk menghindarkan dari kesalahan identifikasi narapidana. Perlu ada perbaikan data-data narapidana yang
sangat detail agar peristiwa ini
tidak terulang kembali.
Permasalahan mengenai Petugas
Lembaga Pemasyarakatan yang dinilai
obral remisi oleh masyarakat, sehingga
memunculkan Peraturan Pemerintah
No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 32 Tahun 1999 Syarat dan Tata
cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan. Keberadaan PP tersebut dirasakan begitu besar dampaknya di seluruh lapas yang ada, dan
lahirnya aturan ini juga memberi tugas
baru yang mungkin dinilai tidak sesuai
dengan keahlian, yakni
misalnya
pemberian terapi dan rehabilitasi yang
seharusnya dilakukan dengan supervisi
ahli kesehatan. Penanganan terhadap
teroris juga dirasa menjadi sebuah
hambatan, misalnya deradikalisasi.28

Mengenai permasalahan yang terjadi dikaitkan dengan PP No. 99 Tahun
2012 bahwa dampak dari lahirnya PP
tersebut adalah sulitnya pemberian
remisi bagi napi disebabkan oleh
persyaratan yang rumit. Selain itu,
alokasi anggaran untuk keamanan
menjadi tinggi (misalnya bantuan dari
TNI/Polri).29
Permasalahan yang dihadapi pemasyarakatan saat ini meliputi; Posisi
pemasyarakatan dalam SPPT (Sistem
Peradilan Pidana Terpadu), Organisasi,
Sumber Daya Manusia, (SDM), Perencanaan dan Penganggaran, optimalisasi
tugas dan fungsi, pengawasan dan
partisipasi publik, manajemen perubahan, dan over kapasitas.30
Permasalahan yang paling sering
terjadi
adalah
overcapacity
atau
kelebihan kapasitas di dalam lembaga
pemasyarakatan. Menurut data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang
diakses pada tanggal 31 Mei 2016 31 ,
total tahanan dan narapidana seluruh
Indonesia pada tanggal tersebut berjumlah 191.174 orang, sementara total
kapasitas lapas dan rutan berjumlah
118.728 orang. Itu artinya terdapat
kelebihan 72.446 orang di seluruh
lapas dan rutan di seluruh Indonesia.
Hanya terdapat 6 (enam) Kantor
Wilayah Provinsi yang tidak mengalami
overcapacity,
yaitu
Kanwil
D.I.
Yogyakarta, Kanwil Maluku, Kanwil
Maluku Utara, Kanwil Papua, Kanwil
Papua Barat, dan Kanwil Sulawesi
Barat. Sisanya sebanyak 27 (dua puluh
tujuh) Kanwil mengalami overcapacity.
Kanwil yang mengalami overcapacity

Ibid., Pasal 10 ayat (3) angka 13.
Ibid., Pasal 4 angka 10.
28 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat
Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen
Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan
Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang
2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013.

Ibid.
Ibid.
31 Sistem Database Pemasyarakatan bulan
Mei 2016,
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/c
urrent/monthly diakses tanggal 31 Mei
2016

26

27

29

30

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

6

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

dilihat dari persentase tertinggi di
antaranya adalah Kanwil Kalimantan
Selatan sebanyak 209%, Kanwil Riau
sebanyak 199%, dan Kanwil Sumatra
Utara sebanyak 160%.32
Kanwil Kalimantan Selatan adalah
kanwil dengan tingkat overcapacity
terburuk di Indonesia saat ini.33 Kanwil
ini memiliki 13 (tiga belas) lapas dan
rutan. Dua di antaranya tidak mengalami overcapacity, yaitu di Lapas Kelas
III Banjarbaru dan di Lapas Kelas III
Tanjung.
Ternyata, masalah overcapacity
bahkan terjadi juga di beberapa lapas
di Kanwil D.I. Yogyakarta, di mana
kanwil ini tidak dianggap overcapacity.
Dari 7 lapas dan rutan di Kanwil
tersebut, overcapacity terjadi di Lapas
Kelas IIB Sleman, Rutan Kelas IIA
Yogyakarta, dan Rutan Kelas IIB
Wates.34
Indeks perkembangan overcapacity
sebesar 44% yang terbagi dalan tiga
kategori, yakni Kategori I (lebih dari
50%), Kategori II (di bawah 50%), dan
Kategori III (tidak mengalami overcapacity.35
Jumlah pegawai pemasyarakatan
seluruh wilayah Indonesia sebanyak
30.181 orang, sementara jumlah ideal
petugas pemasyarakatan 44.900 orang,
sehingga masih membutuhkan pegawai
sebanyak 14.719 orang. Adapun jumlah paramedis dan tenaga medis saat
ini sebanyak 803 orang, sementara
kebutuhannya sebanyak 1.892 orang,
dan masih membutuhkan paramedis

Ibid.
Ibid.
34 Ibid.
35 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat
Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen
Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan
Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang
2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op.
Cit.
32
33

Dippo Alam

dan tenaga medis sebanyak 1.089
orang.36
Petugas
pengamanan
sejumlah
12.311 orang apabila dibagi menjadi 4
regu pengamanan, maka rata-rata
jumlah petugas pengamanan dalam
satu regu yang bertugas menjaga
narapidana/tahanan adalah sebanyak
3.077 orang. Apabila jumlah petugas
pengamanan dalam satu regu tersebut
dibandingkan dengan jumlah penghuni
saat ini adalah 3.077:155.914 atau
1:53, artinya setiap 1 orang petugas
pengamanan akan menjaga dan mengawasi sebanyak 53 orang tahanan/
narapidana. 37 Penulis berpendapat
bahwa perbandingan ini terlalu signifikan. Untuk mengakomodir 53 orang
sendirian bukanlah tugas yang mudah.
Seandainya terjadi penyerangan oleh 53
napi ini, tentu petugas pengamanan
tersebut akan terancam keselamatannya.
Permasalahan selanjutnya mengenai indeks kebutuhan hidup narapidana/tahanan. Untuk indeks kebutuhan hidup napi/tahanan per orang
per hari idealnya sebesar Rp. 58.863,-,
mengingat keterbatasan anggaran di
Kemenkumham maka indeks kebutuhan hidup napi/tahanan per orang
per hari saat ini rata-rata sebesar Rp.
29.189,- atau baru terpenuhi 50%.
Anggaran saat ini diperuntukkan bagi
130.000 penghuni, padahal kondisi riil
saat ini 156.194 penghuni (data 18
Agustus 2013).38
Permasalahan perlakuan yang tidak
adil kepada para tahanan yang
dilakukan dengan kekerasan pada saat
penyidikan dan tawar-menawar pasal
dengan oknum kejaksaan. Kerusuhan
banyak terjadi karena juga oleh
penambahan akumulasi tahanan dan
36
37
38

Ibid.
Ibid.
Ibid.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

7

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

implikasi psikologis dengan mendapat
perlakuan tidak adil dari penegak
hukum.39
Permasalahan untuk penanganan
kekerasan adalah seharusnya dengan
metode pendekatan terhadap warga
binaan. 40 Selanjutnya mengenai permasalahan dalam pemberian remisi
oleh lembaga-lembaga tertentu, terkait
terhambatnya
pemberian
hak-hak
warga binaan yang sering tertunda oleh
lembaga penegak hukum dan putusan
pengadilan yang seringkali terlambat
diterima oleh warga binaan.41
Permasalahan kondisi bangunan,
sarana, dan prasarana yang sangat
tidak memadai, seperti kondisi bangunan yang tidak layak dan terendam air.42
Permasalahan selanjutnya adalah pelayanan kesehatan yang sering menemui
hambatan, dan anggaran kesehatan
yang sangat minim, di mana petugas
lapas memiliki kewajiban terhadap
kesehatan para warga binaan.43
Permasalahan sanitasi, serta permasalahan listrik dan air, yang terkadang membutuhkan swadana untuk
mendapatkan sumber air. 44 Peraturan
dari PP No. 99 Tahun 2012 menimbulkan kekecewaan terhadap pemberian remisi.45
Permasalahan mengenai tidak adanya pemisahan khusus terhadap para
narapidana dari berbagai jenis pidana,
ditakutkan dapat mempengaruhi satu
sama lain. 46 Di dalam penjara yang
terjadi adalah transformasi ilmu dan
pengalaman diantara pelaku kejahatan.
Penjahat kelas teri naik kelas menjadi
39
40
41
42
43
44
45
46

Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.

Dippo Alam

kelas kakap, seperti lelucon ketika
seseorang dijatuhi hukuman karena
mencuri sepeda, maka setelah bebas
dan kembali ke masyarakat, seseorang
itu akan menjadi pencuri sepeda
motor.47
Pengakuan tersebut bahkan pernah
meluncur dari bibir mantan Menteri
Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar,
bahwa manajemen penjara membuat
pelanggar hukum tidak menjadi lebih
baik daripada sebelum mereka dipenjarakan, bahkan mereka dapat
menjadi lebih berperilaku kriminal. 48
Bagi pelaku kejahatan tertentu, penjara
bukan tempat pertobatan melainkan
wadah untuk merekrut dan membangun jaringan yang lebih luas.49
Permasalahan mengenai lapas yang
overcapacity menjadi permasalahan
yang dialami hampir seluruh lapas. 50
Hal ini seperti yang telah penulis
sampaikan
dalam
deskripsi
data
51
Ditjenpas di atas.
Dalam kamar sel setiap lapas, bisa
jadi sel berukuran 20 meter persegi
harus diisi puluhan napi. Sempit, gerah
dan susah tidur menjadi keseharian
para napi. Maka, wajar napi bisa
berubah menjadi beringas karena

47 Pedomanbengkulu.com, Sekolah Tinggi
Kejahatan,
http://pedomanbengkulu.com/2016/03/se
kolah-tinggi-kejahatan/ diakses tanggal 2
Juni 2016.
48 Ibid.
49 Ibid.
50 Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat
Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen
Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan
Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang
2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op.
Cit.
51 Sistem Database Pemasyarakatan bulan
Mei 2016, Loc. Cit.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

8

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

terpicu dengan apapun yang mengusiknya.52
Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum
dan HAM I Wayan Kushmiantha Dusak
menuturkan bahwa pada dasarnya,
over kapasitas di lapas memang
menjadi problem utama. Over kapasitas
ini terjadi di sebagian besar lapas.53
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KELEBIHAN KAPASITAS DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN/RUMAH
TAHANAN NEGARA
Salah satu faktor penyebab terjadinya kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Medan,
beberapa waktu lalu adalah kurangnya
daya tampung penjara (overcapacity).
Jumlah narapidana di lapas tersebut
mencapai 2.600 orang, sementara
kapasitas lapas hanya 1.054 narapidana.54
Overcapacity terjadi karena laju
pertumbuhan penghuni lapas tidak
sebanding dengan sarana hunian lapas.
Prosentase input narapidana baru
dengan output narapidana sangat tidak
seimbang., dengan perbandingan input
narapidana baru jauh melebihi output
narapidana yang selesai menjalani
masa pidana penjaranya dan keluar
dari lapas.55
Ada beberapa faktor pendorong lain
untuk terjadinya overcapacity, yaitu
paradigma atau faktor hukumnya itu
sendiri. Hukum yang dimaksud di sini
utamanya hukum pidana materiil,
Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah Kejahatan‟,
http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadisekolah-kejahatan/ diakses tanggal 2 Juni
2016.
53 Ibid.
54 Dani Prabowo, DPR: "Over Capacity"
Masalah Lama Penjara, Kompas.com,
http://regional.kompas.com/read/2013/07
/13/1339542/DPR.Over.Capacity.Masalah.
Lama.Penjara, diakses tanggal 1 Juni 2016.
55 Angkasa, Op. Cit.
52

Dippo Alam

formil, serta hukum pelaksanaan
pidana penjara.56 Patra M. Zein sebagai
ketua YLBHI menyatakan bahwa politik
pemidanaan saat ini yang tidak tepat
sehingga setiap orang dapat dengan
mudah masuk penjara dan menyebabkan kondisi lapas overcapacity.57
DAMPAK KELEBIHAN KAPASITAS
BAGI NARAPIDANA DAN PETUGAS
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Overcapacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain rendahnya tingkat pengamanan/pengawasan. Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM
Untung Sugiyono mencontohkan, jumlah narapidana dan tahanan yang ada
mencapai 130.075 orang, sementara
petugas keamanan yang tersedia cuma
10.617 orang. Konsekuensinya 1 orang
petugas Lapas harus mengawasi 48
orang. Jumlah ini jelas jauh dari
kondisi ideal, rasio idealnya 1 banding
25.58
Pengamanan yang rendah dapat
memicu berbagai masalah antara lain
kaburnya napi, banyak terjadi keributan dan tidak terlaksananya proses
pembinaan napi sebagaimana yang
seharusnya terjadi. Implikasi lain atas
lemahnya pengawasan ini berimbas
pula pada tingkat kriminalitas di
lapas. 59 Catur Sapto Edy selaku Wakil
Ketua Komisi III DPR RI juga menyatakan bahwa overcapacity juga menyebabkan kerawanan berupa kaburnya
napi, perkelahian dan transaksi narkoba.60
Telah terjadi juga kerusuhan di
Rutan Malabero yang diduga dikarenakan overcapacity. Kerusuhan Lapas
56
57
58
59
60

Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.
Ibid.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

9

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Bengkulu yang menewaskan lima orang
napi, Jumat 25 Maret 2016 malam lalu,
menguatkan dugaan bahwa kondisi
penjara se-Indonesia saat ini bak api
dalam sekam. Polri, Badan Nasional
Narkotika (BNN), dan Kejaksaan Agung
(Kejagung) mau tak mau harus ikut
berperan dalam over kapasitas yang
terjadi di 477 lapas se-Indonesia.61
Secara teoritik dapat dijelaskan
bahwa overcapacity dapat menimbulkan prisonisasi (prisonization). Sykes
dengan “pains of imprisonment theory”
mengatakan bahwa pada hakikatnya
prisonisasi terbentuk sebagai respon
terhadap masalah-masalah penyesuaian yang dimunculkan sebagai akibat
pidana penjara itu sendiri dengan
segala bentuk perampasan (deprivation)
8. Penyesuaian di sini sebagai meredakan rasa sakit terhadap penderitaan
sebagai akibat perampasan. 9 Perampasan di sini adalah hilangnya sesuatu
yang biasanya dimiliki dan/atau dinikmati oleh orang-orang yang bebas,
sehingga menimbulkan suatu penderitaan termasuk dalam hal ini adalah
penderitaan harus berdesak-desakan di
dalam lapas sebagai akibat dari
overcapacity.62
Beberapa bentuk prisonisasi antara
lain terjadinya perampasan sesama
napi, pencurian di dalam kamar napi,
perkelahian kelompok, perploncoan
khususnya bagi napi yang baru masuk,
pengelompokan berdasarkan kedaerahan, bahasa khusus untuk tidak mudah
dikenali oleh orang luar, homoseksual
serta kode etik untuk saling melindungi
rahasia sesama napi.63
Prisonisasi pada hakikatnya juga
mempunyai dampak negatif terutama
Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah Kejahatan‟,
http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadisekolah-kejahatan/ Op. Cit.
62 Angkasa, Op. Cit.
63 Ibid.

Dippo Alam

bagi penjahat kebetulan, pendatang
baru di dunia kejahatan. Hal tersebut
tercermin dari pernyataan Bernes dan
Teeters yang menyatakan bahwa penjara telah tumbuh menjadi tempat
pencemaran yang pada hakikatnya justeru oleh penyokong-penyokong penjara
dicoba untuk dihindari, sebab di
tempat-tempat ini penjahat-penjahat
kebetulan (accidental offenders) dirusak
melalui
pengalaman-pengalamannya
dengan penjahat kronis. Bahkan personil yang baikpun telah gagal untuk
menghilangkan keburukan yang sangat
besar dari penjara ini.64
Pergaulan narapidana dengan narapidana yang lain secara intens tanpa
diimbangi dengan kegiatan yang positif
berupa pembinaan spiritual dan mental
serta keikutsertaan pada program keterampilan kerja selama menjalani
pidana penjara di dalam Lapas, maka
seorang narapidana ketika selesai menjalani pidana penjara dan hidup bebas
di masyarakat luar bukannya menjadi
baik dalam arti berbuat sebagaimana
diatur dalam norma yang hidup dalam
masyarakat meliputi norma agama,
kesusuilaan, kesopanan serta hukum
namum cenderung akan mengulangi
melakukan tindak pidana lagi. Pada
banyak kasus ditemukan bahwa justru
terjadi peningkatan secara kualitatif
dan kuntitatif dalam hal tindak pidana
yang dilakukan serta hasil yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan. Modus operandi dalam melakukan
tindak pidana mengalami peningkatan
yang diperoleh dari hasil pembelajaran
dari narapidana yang lain.65

61

64
65

Ibid.
Ibid.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

10

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

LANGKAH-LANGKAH UNTUK MENGATASI KELEBIHAN KAPASITAS DI
LEMBAGA
PEMASYARAKATAN/
RUMAH TAHANAN NEGARA
Pengalaman
penjara
demikian
membahayakan sehingga merusak atau
menghalangi secara serius kemampuan
si pelanggar untuk mulai lagi ke keadaan patuh pada hukum setelah ia
dikeluarkan dari penjara. Dalam keterkaitan dengan bahaya-bahaya yang
ditimbulkan dalam pidana penjara
Konggres Kedua PBB mengenai Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan
Pelanggar hukum pada tahun 1960 di
London – berkaitan dengan diterimanya
Standard Minimum Rules – telah
mengeluarkan
rekomendasi
untuk
membatasi atau mengurangi penggunaan yang luas dari pidana penjara
pendek.66
Upaya penyelesaian permasalahan
overcapacity telah dilaksanakan melalui
kegiatan Pembangunan Lapas Rutan,
Pemindahan narapidana, Percepatan
pemberian PB, CB, dan CMB sampai
dengan 17 Agustus sebesar 31.746
orang, Pidana alternatif (restoratif
justice, pidana bersyarat, kerja sosial,
rehabilitasi). 67 Penyelesaian permasalahan pemasyarakatan tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh Kemenkumham, Penyelesaian permasalahan pemasyarakatan memerlukan dukungan
dari semua pihak. Perlu adanya
pemahaman dan komitmen yang sama
dari seluruh stakeholder dalam melaksanakan perubahan pemasyarakatan,
Perlu adanya kemandirian organisasi
pemasyarkatan, yaitu UPT PemasyaIbid.
Laporan Singkat Rapat Dengar Pendapat
Komisi II DPR-RI dengan PLH Dirjen
Pemasyarakatan, Direktur AKIP, dan
Kalapas Seluruh Indonesia, Tahun Sidang
2013-2014, Senin, 26 Agustus 2013, Op.
Cit.
66

67

Dippo Alam

rakatan bertanggung jawab langsung
kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Perlu segera revisi UU No.12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.68
Untuk terpidana yang dihukum
mati dan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, serta telah ditolak pengajuan grasinya oleh Presiden, jika
mengajukan, maka dimohon untuk dipercepat pelaksanaan eksekusi hukuman mati tersebut, dan diberikan
batas waktu yang jelas terkait pelaksanaan hukuman mati tersebut 69
Mengenai
Sistem
permasyarakatan
yang diarahkan pada deinstitusionalisasi/kebijakan non pemenjaraan
(Community Base Corrections) yang juga
memberi perlakuan khusus bagi anak,
perempuan dan kelompok rentan. Permasalahan dalam SPPT ini adalah belum dipahaminya secara utuh konsep
dan misi permasyarakatan dalam bekerjanya SPPT oleh Lembaga Penegak
hukum lainnya. Hubungan antara lembaga-lembaga yang bernaung dalam
sistem peradilan pidana cenderung
tidak sinergis. Langkah yang perlu dilaksanakan adalah internalisasi konsepsi permasyarakatan ke dalam subsistem peradilan pidana lainnya yakni
dibentuk Desk Koordinasi pelaksaan
SPPT, Pola Koordinasi di tingkat teknis,
dan Konfigurasi peraturan SPPT.70
Pada konsep manajemen organisasi,
yakni melakukan evaluasi struktur organisasi Kemenkumham untuk mencapai bentuk dan model koordinatif dan
kejelasan dalam restrukturisasi organisasi; melakukan evaluasi struktur
organisasi dan tata kerja tugas dan
fungsi permasyarakatan, dan melakukan pembenahan SOP dan jabatan
fungsional di semua UPT. Pembenahan
SDM dilakukan dengan penguatan
68

Ibid.
Ibid.
70
Ibid.
69

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

11

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

Dippo Alam

sistem perencanaan dan pengadaan
pegawai, perbaikan pola karier dan
jabatan fungsional penegak hukum,
perbaikan Diklat terutama bagi jabatan
fungsional, dan Alokasi Tunjangan
fungsional petugas. Dalam hal manajemen perencanaan dan penganggaran,
yang juga dinilai mengalami kelemahan
dalam polanya, untuk itu diperlukan
perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan teknis, mekanisme perencanaan dan penganggaran yang kondusif
berdasarkan performa, pelatihan khusus, dan pemenuhan sarana dan prasarana. Optimalisasi Tusi Pemasyarakatan yang saat ini pelaksanaan tugas
dan fungsinya belum optimal, yang
kemudian dilakukan perbaikan dengan
revisi aturan tentan pembinaan, penyusunan model pembinaan, penyusunan
modul pelatihan, penyusunan manual
pemasyarakatan, dan kerjasama dalam
bidang latihan kerja, pendidikan, dan
organisasi profesi.71
Selain itu dilakukan peningkatan
pengawasan dan partisipasi publik,
manajemen perubahan dan identifikasi
permasalahan over kapasitas. Sedangkan langkah yang dilakukan untuk
penanganan terhadap over kapasitas
adalah pembangunan lapas rutan dan
pemindahan narapidana; selain itu juga
dilakukan perceparan pemberian PB,
CB, dan CMB melalui kegiatan Crash
Program, dan pemberlakuan program
Pidana Alternatif.72
Kerusuhan banyak terjadi dikarenakan penambahan jumlah tahanan
dan implikasi psikologis tahanan yang
mendapat perlakuan tidak adil dari
penegak hukum. Terkait permasalahan
untuk penanganan kekerasan seharusnya dengan metode pendekatan terhadap warga binaan. Permasalahan di
Lapas Nusakambangan, diantaranya

over kapasitas serta meminta agar
status Lapas Nusakambangan diperjelas dengan peraturan perundangundangan. Meminta agar diberikan
tunjangan khusus bagi petugas Lapas
di pulau-pulau seperti Nusakambangan.
Permasalahan dampak psikologis warga
binaan terhadap lahirnya PP No. 99
Tahun 2012, yang memicu naiknya
tingkat ketegangan, misalnya karena
rekomendasi dari lembaga terkait yang
mengatakan bahwa pemohon tidak
menjadi Justice Collaborator selama
proses hukum. meminta agar Komisi III
dapat memberikan suatu intervensi
terhadap manajemen pemberian remisi,
permasalahan fasilitas yang kurang
memadai dan tidak adanya tunjangan
resiko. Petugas lapas juga memohon
dukungan agar tidak selalu disudutkan
oleh publik, tingkat kapasitas petugas
dan pegawai pun perlu ditingkatkan.73
Permasalahan mengenai minimnya
personil, dan adanya PP No.99 Tahun
2012, Hal ini mengakibatkan setiap
lapas mendapat bantuan keamanan
dari TNI dan Polri yang berdampak
pada peningkatan biaya makan. Untuk
mengurangi berkembangnya jaringan
teroris di lapas, diusulkan untuk mendirikan Lapas tersendiri bagi para teroris, dan untuk mengurangi beredarnya
penggunaan handphone dalam lapas
maka diusulkan setiap lapas disediakan jammer. 74 Usulan penggunaan
jammer sangat bagus untuk menghalangi sinyal handphone, artinya jika
usulan ini diberlakukan, maka lapas
butuh tambahan anggaran penyediaan
jammer. Anggaran jammer berpotensi
menjadi ladang korupsi jika tidak
diawasi dengan baik.
Beberapa tindakan yang bersifat
non-institutional antara lain pidana
bersyarat, probation, pidana yang

71

73

72

Ibid.
Ibid.

74

Ibid.
Ibid.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

12

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

ditangguhkan, kompensasi, restitusi
dan sebagainya. Dalam perkembangan
yang terkini melalui model restorative
justice tampaknya dapat mengurangi
populasi napi dalam lapas dan aspek
keadilan tetap dapat tercapai dengan
baik.75
Pidana bersyarat (voorwaardelijk
veroordeling) secara normatif diatur
dalam ketentuan Pasal 14 A KUHP
sampai Pasal 14 F KUHP dengan segala
peraturan pelaksanaannya. Penjatuhan
pidana terhadap terpidana dengan
pidana bersyarat menjadikan yang
bersangkutan tidak harus menjalani
pidana penjara dalam lapas asalkan
memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal
ini mengandung arti pula bahwa pidana
bersyarat dapat mengurangi populasi
napi di Lapas. Muladi mengatakan
bahwa ditinjau dari segi masyarakat
secara finansial maka pidana bersyarat
yang merupakan pembinaan di luar
lembaga akan lebih murah dibandingkan dengan pembinaan di dalam
lembaga.76
Tentang Restitusi dalam hal ini
dalam perspektif viktimologi. Hakikatnya restitusi berkaitan dengan perbaikan atau restorasi perbaikan atas
kerugian fisik, moral mau pun harta
benda, kedudukan dan hak-hak korban
atas serangan pelaku tindak pidana
(penjahat). Restitusi merupakan suatu
tindakan restitutif terhadap pelaku
tindak pidana yang berkarakter pidana
dan menggambarkan suatu tujuan
koreksional dalam kasus pidana. Restitusi dalam kaitannya dengan overcapacity, mempunyai manfaat apabila
diintegrasikan dengan lembaga pidana
bersyarat, implikasinya mengurangi populasi hunian penjara (lapas) sekaligus
penghematan dana pengeluaran pemerintah. Dengan tidak masuknya pelaku
75
76

Angkasa, Op. Cit.
Ibid.

Dippo Alam

menjalani pidana penjara di lapas maka
pemerintah dapat menghemat dana
yang seharusnya dikeluarkan untuk
memberi makan, perawatan serta pembinaan bagi napi.77
Pengembangan model penyelesaian
kasus pidana yang bermanfaat pula
untuk mengurangi populasi napi dalam
lapas dengan penyelesaian secara perdamaian antara pelaku dan korban.
Dalam hal ini pelaku tidak harus
masuk dalam lapas apabila proses
perdamaian tercapai. Model ini dikenal
dengan restorative justice. Keuntungan
restorative justice antara lain sebagai
selain
sebagai
sarana
untuk
mengurangi populasi napi di lapas, juga
lebih mendorong terciptanya reintegrasi
sosial pelaku tindak pidana ke dalam
kehidupan masyarakat, serta mengurangi terjadinya stigma.78
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani,
mengatakan, pihaknya kini sedang menyusun peraturan di RUU KUHP yang
mengatur agar pelaku tindak pidana
tertentu tidak harus dijebloskan ke
penjara. Nantinya, pelaku bisa mendapatkan sanksi pidana sosial, seperti
menyapu jalan dan lainnya, yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.79
Asrul juga menyatakan bahwa mencemarkan nama baik hukumannya tak
harus penjara, tetapi kerja sosial.80 Jika
aturan ini hendak diberlakukan, berarti
KUHP harus mengalami perubahan
terlebih dahulu.
Pemerintah Indonesia berencana
membangun penjara baru untuk membantu sejumlah penjara yang kelebihan
77

Ibid.
Ibid.
79
Ihsanuddin, Pidana Sosial Bisa Jadi Solusi
'Overcapacity' Lapas,
http://nasional.kompas.com/read/2016/04/30/1414077
1/.Pidana.Sosial.Bisa.Jadi.Solusi.Overkapasitas.Lapas
., diakses tanggal 3 Juni 2016.
80
Ibid.
78

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

13

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

kapasitas huni, termasuk penjara
Banceuy di Bandung, Jawa Barat. Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan
juga mengatakan pemerintah tengah
membahas penempatan terdakwa kasus narkoba untuk dipenjarakan di
lapas atau di pusat rehabilitasi.81
Dalam menerangkan seseorang
yang mengalami gangguan psikologis,
penting untuk membuat daftar fakta
tentang mereka, dan menjelaskan kelakuannya secara akurat. Apa yang dilakukan napi dan seperti apa? Hindari
penjelasan yang kabur dan terlalu
umum. Cobalah seakurat mungkin
dalam memberikan kererangan. Aturan
umum ini berlaku dalam menulis
laporan apapun dan akan sangat relevan ketika anda ditanya tentang
seorang napi yang terganggu.82
Perubahan perilaku bisa merupakan tanda yang penting. Jika anda
mengenal napi dengan baik, anda akan
mengetahui kebiasaannnya dan bagaimana kelakuannya sehari-hari. Jika
napi berubah, anda akan mulai bertanya-tanya apa yang terjadi. Mungkin
saja ia telah bergaul dengan kelompok
yang berbeda, atau ada kabar dari luar,
tetapu apapun itu, telah terjadi
perubahan perilaku dan perubahan ini
penting untuk disimak. 83 Oleh karena
itu, sepertinya perlu untuk mengadakan sesi konseling bagi napi yang
mengalami
gejala-gejala
gangguan
psikologis akibat keadaan lapas/rutan
yang overcapacity.

Dippo Alam

Tugas utama seorang petugas lapas
adalah mengendalikan para napi.
Sebagian lapas menjalankan tugas ini
dengan menjadi agresif, tetapi seorang
petugas yang baik menjalankan tugas
ini dengan bersikap tegas. Jika petugas
agresif, napi akan sangat mungkin
menjadi agresif juga, sebagai balasan.
Tegas, berarti petugas menyempaikan
maksudnya tanpa harus menjadi agresif, tanpa harus berteriak di muka
orang lain. Bersikap tegas sangatlah
penting, karena anda bisa menyampaikan pandangan anda tanpa konflik.
Bersikap tegas bisa menghentikan napi
yang mencoba memanipulasi petugas,
dan bisa menumbuhkan rasa percaya
diri dalam menangani situasi sulit.84
Anggota
Komisi III
DPR RI,
Taufiqulhadi menyatakan, salah satu
solusi mengurangi overcapacity pada
Lembaga Permasyarakatan (lapas) yakni dengan meninjau kembali pelanggaran apa yang telah dilakukan. Bukan
semata mata, orang melakukan kesalahan langsung dimasukkan ke penjara.
Ia berkata bahwa tidak seluruh orang
yang bersalah divonis itu tidak harus
dipenjarakan, dengan catatan kalau
menjadi baik. Misalnya, dia mencuri
kayu di kebun orang lain, itu tidak
perlu dipenjarakan, sanksinya bisa
sanksi lain, misalnya kerja sosial.
Narapidana yang dibina di lembaga
kemasyarakatan nantinya sudah tidak
lagi membawa masa lalunya. Sehingga
eks narapidana tersebut dapat menjadi
orang yang lebih baik.85

81

Bayu Prasetyo, Pemerintah Rencanakan Penjara
Baru Atasi Kelebihan Kapasitas,
http://www.antaranews.com/berita/557137/pemerinta
h-rencanakan-penjara-baru-atasi-kelebihankapasitas,diakses tanggal 3 Juni 2016.
82
David J Cooke, Pamela J Baldwin, & Jaqueline
Howison, 2008 Menyingkap Dunia Gelap Penjara.
Diterjemahkan oleh: Hary Tunggal. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, hal. 144-145.
83
Ibid., hal. 145.

84

Ibid., hal. 131.
Salsabila Qurrataa'yun, Ini Solusi Komisi III Agar
Lapas Tak Over Capacity,
http://news.okezone.com/read/2016/04/27/337/13741
96/ini-solusi-komisi-iii-agar-lapas-tak-over-capacity,
diakses tanggal 3 Juni 2016.

85

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

14

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

C. PENUTUP
Dapat diketahui jika semakin
banyak narapidana dihukum penjara,
maka lembaga pemasyarakatan akan
bertambah penuh dengan terpidanaterpidana baru. Terlebih lagi jika yang
dihukum penjara seumur hidup semakin banyak, maka akan semakin penuhlah lembaga-lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Untuk itu, perlu
dicarikan solusi agar tujuan pelaksanaan pidana penjara dapat tercapai
dengan baik.
Tujuan pembinaan napi banyak
menghadapi hambatan dan berimplikasi pada kurang optimalnya bahkan
dapat menuju pada kegagalan fungsi
sebagai lembaga pembinaan. Overcapacity cenderung berimplikasi negatif
terhadap beberapa hal antara lain
rendahnya tingkat pengamanan/pengawasan. Pengamanan yang rendah dapat
memicu berbagai masalah. Impli-kasi
lain atas lemahnya pengawasan ini
berimbas pula pada tingkat kriminalitas di lapas.
Saran penulis supaya masalah
overcapacity dapat dikurangi adalah
dengan melaksanakan segala solusi
yang ditawarkan di atas dengan
saksama dan sebaik-baiknya.
D. DAFTAR PUSTAKA
Buku
David J Cooke, Pamela J Baldwin, &
Jaqueline
Howison,
2008
Menyingkap Dunia Gelap Penjara.
Diterjemahkan oleh: Hary Tunggal.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kasali, Rhenald. 2007 Recode (your
change DNA). Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Mustafa, Muhammad. 2007. Kriminologi.
Depok: FISIP UI PRESS.

Dippo Alam

Petrus Irawan Pandjaitan dan Samuel
Kikilaitety. 2007. Pidana Penjara
Mau Ke Mana, Jakarta: CV Indhill
Co.
Internet
Ahmad Reza Safitri dan Heri Ruslan.
(2015-15-01). Kriminalitas Meningkat,
Ini Faktor Penyebabnya Versi IPW.
Republika
Online.
http://www.republika.co.id/berita/regi
onal/jabodetabek/12/01/15/lxud0jkriminalitas-meningkat-ini-faktorpenyebabnya-versi-ipw diakses tanggal
30 Mei 2016.
Trisna Nurdiaman. (2014). Faktor
Penyebab
Kriminalitas
Perkotaan
Secara
Sosiologis.
http://sosiatoris.mywapblog.com/fakto
r-penyebab-kriminalitas-perkotaans.xhtml diakses tanggal 30 Mei 2016.
Mardani, Perkelahian Antar Napi di
Nusakambangan,
Slamet
Tewas
Ditusuk,
Merdeka,
http://www.merdeka.com/peristiwa/pe
rkelahian-antar-napi-dinusakambangan-slamet-tewasditusuk.html, diakses tanggal 31 Mei
2016.
Pinta Karana, Ketika Sel Penjara
Seperti Kamar Kost, BBC Indonesia,
http://www.bbc.com/indonesia/berita_
indonesia/2013/07/130709_lapsus_ko
rupsi_sukamiskin, diakses tanggal 31
Mei 2016.
BBC Indonesia, Kerusuhan LP Banceuy
Bandung Terkait Kematian Napi 'di Sel
Khusus',
http://www.bbc.com/indonesia/berita_
indonesia/2016/04/160423_indonesia_
rusuh_penjarabanceuy, diakses tanggal
31 Mei 2016.
Fani Ferdiansyah, Minum Susu, 10
Napi Lapas Kelas IIB Garut Keracunan,
Sindonews.com,
http://daerah.sindonews.com/read/90
3553/21/minum-susu-10-napi-lapas-

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

15

“Supremasi Hukum” Volume 12 Nomor 1, Januari 2016

kelas-iib-garut-keracunan-1411211193
diakses tanggal 31 Mei 2016.
Gede Nadi Jaya, Bobroknya Lapas
Kerobokan, Prostitusi Hingga Salah
Lepas
Napi,
Merdeka,
http://www.merdeka.com/peristiwa/bo
broknya-lapas-kerobokan-prostitusihingga-salah-lepas-napi.html
diakses
tanggal 31 Mei 2016.
Sistem Database Pemasyarakatan
bulan Mei 2016,
http://smslap.ditjenpas.go.id/public/gr
l/current/monthly diakses tanggal 31
Mei 2016.
Pedomanbengkulu.com, Sekolah Tinggi
Kejahatan,
http://pedomanbengkulu.com/2016/0
3/sekolah-tinggi-kejahatan/ diakses
tanggal 2 Juni 2016.
Aduhh… Lapas Jadi „Sekolah
Kejahatan‟,
http://sumutpos.co/aduhh-lapas-jadisekolah-kejahatan/ diakses tanggal 2
Juni 2016.
Dani Prabowo, DPR: "Over Capacity"
Masalah Lama Penjara, Kompas.com,
http://regional.kompas.com/read/201
3/07/13/1339542/DPR.Over.Capacity.
Masalah.Lama.Penjara, diakses tanggal
1 Juni 2016.

Dippo Alam

Salsabila Qurrataa'yun, Ini Solusi
Komisi III Agar Lapas Tak Over Capacity,
http://news.okezone.com/read/2016/0
4/27/337/1374196/ini-solusi-komisiiii-agar-lapas-tak-over-capacity, diakses
tanggal 3 Juni 2016.
Peraturan-peraturan Pemerintah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013
tentang
Tata
Tertib
Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
Negara.
Jurnal
Angkasa, Over Capacity Narapidana di
Lembaga
Pemasyarakatan,
Faktor
Penyebab, Implikasi Negatif, serta
Solusi dalam Upaya Optimalisasi
Pembinaan Narapidana. (2012). Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Jendral
Soedirman, Purwokerto
Lain-lain
Laporan
Singkat
Rapat
Dengar
Pendapat Komisi II DPR-RI
dengan
PLH
Dirjen
Pemasyarakatan, Direktur AKIP,
dan Kalapas Seluruh Indonesia,
Tahun
Sidang
2013-2014,
Senin, 26 Agustus 2013

Ihsanuddin, Pidana Sosial Bisa Jadi
Solusi 'Overcapacity' Lapas,
http://nasional.kompas.com/read/201
6/04/30/14140771/.Pidana.Sosial.Bis
a.Jadi.Solusi.Overkapasitas.Lapas.,
diakses tanggal 3 Juni 2016.
Bayu Prasetyo, Pemerintah Rencanakan
Penjara Baru Atasi Kelebihan Kapasitas,
http://www.antaranews.com/berita/55
7137/pemerintah-rencanakan-penjarabaru-atasi-kelebihan-kapasitas,diakses
tanggal 3 Juni 2016.

Fakultas Hukum Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

16