ETHNOGRAPHY DALAM PENEL ITIAN PENDIDIKAN
ETHNOGRAPHY DALAM PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
(Solusi alternatif untuk meningkatkan relevansi penelitian
dengan kebutuhan perbaikan pembelajaran di kelas)
Sitti Maesuri Patahuddin
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Abstrak
Ethnography dalam pendidikan matematika adalah suatu metode penelitian yang tepat
digunakan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran
matematika di kelas. Ethnography mensyaratkan peneliti menjadi “insider instead of
outsider”. Dengan menggunakan ethnography, ide-ide perbaikan pengajaran matematika
dimungkinkan muncul sejalan dengan proses penelitian.
Penelitian yang menggunakan ethnography memerlukan waktu yang relatif lama
sehingga signifikansi penelitian ini bisa cukup tinggi. Metode ini sangat potensial dalam
membawa inovasi atau ide-ide perbaikan pembelajaran di kelas, atau setidaknya akan
menemukan jawaban tentang mengapa suatu ide inovatif sulit dilaksanakan pada suatu sistem
tersebut.
Makalah ini secara berturut-turut akan membahas tentang ethnography sebagai salah
satu penelitian kualitatif. Makalah ini juga menyajikan secara ringkas sebuah contoh
“ethnographic intervention” yang telah dilakukan peneliti pada seorang guru SD di
Queensland, Australia. Selanjutnya penulis mendiskusikan kemungkinan diterapkannya
metode ini, baik pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1, S2, dan S3, maupun
penelitian oleh para dosen tenaga kependidikan.
Kata Kunci: ethnography, ethnographic, intervention, pembelajaran matematika
Pendahuluan
Ethnography secara literal berarti menulis tentang orang (Burns, 2000) atau
membuat gambaran tentang kehidupan sekelompok orang (Wolcott, 1988). Dalam arti
lain, ethnography pada dasarnya merupakan upaya memahami kehidupan sekelompok
orang dan selanjutnya mendeskripsikan aktivitas sosio-kultural dan pola kehidupannya
(Burns, 2000; Freebody, 2003).
Ethnography mencoba menangkap kompleksitas dari sesuatu dengan
menggunakan berbagai teknik dan bukan mendeskripsikan kondisi ideal yang hanya ada
dalam bayangan (Burns, 2000; Silverman & Seale, 2005). Ethnography bermaksud
melaporkan situasi ini secara masuk akal. Lebih jauh, menurut Allan (1991), Tedlock
(2000) dan Wolcott (1988), ethnography berusaha menemukan apa yang sebenarnya
terjadi di situasi riil. Oleh karena itu, ethnography perlu menyelidiki dari dalam konteks
dan ini berarti peneliti perlu terlibat dalam kegiatan sehari-hari pada setting yang telah
dipilih.
Ethnography biasanya tidak mengikuti proses linier yang telah ditentukan
sebelumnya (Burns, 2000; Wolcott, 1988). Oleh karena itu, penelitian dengan
pendekatan ethnography hanya dapat direncanakan secara umum sebelumnya.
Fleksibilitas ethnography bermanfaat karena memungkinkan peneliti menangkap esensi
dari fenomena sosial, yang biasanya bersifat dinamis (Freebody, 2003). Namun
demikian, ethnography tetap menghendaki cara sistematis dalam mengumpulkan data
dan menguji ide-ide (Allan, 1991).
1|Page
Ethnographer memerlukan keterampilan mendekati para partisipan/informan,
kemampuan mengobservasi dan/atau menginterviu, dan kemampuan dalam merekam
data. Pada tahap awal, peneliti perlu membangun hubungan yang baik dengan para
partisipan dan khususnya dengan “gatekeepers” (orang yang mempunyai peran yang
bisa mendukung dan menghambat akses penelitian di tempat yang diteliti), peneliti
perlu bersifat terbuka dan sensitif pada ide-ide yang baru, situasi yang baru, atau
terhadap saran-saran orang lain (Wolcott, 1988). Keterampilan penting lainnya adalah
kemampuan ethnographer memposisikan dirinya sebagai orang luar tapi juga terlibat di
dalam konteks yang diteliti (Hammersley & Atkinson, 2007). Hal ini diperlukan demi
memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap situasi setempat tanpa memanipulasi
kondisi alamiah dari tempat penelitian.
Dalam ethnography, pengamat harus berwawasan luas (Allan, 1991). Pengamat
yang demikian adalah orang yang mampu merekam semua informasi/data yang relevan
untuk dianalisis sesegera mungkin dan kemudian digunakan dalam merumuskan
pertanyaan untuk eksplorasi berikutnya. Dengan demikian pengamat tersebut adalah
orang yang secara berkelanjutan menginvestigasi, menganalisis data, bertanya dan
menyelidiki data-data yang kontradiktif, membuat rangkuman-rangkuman, dan terus
membangun hipotesis yang lebih cocok saat penelitian berlangsung.
Berdasarkan pengertian di atas, tampaknya bahwa kerja ethnograper pada
dasarnya menyelidiki obyek dari dalam setting guna mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang kejadian dalam setting tersebut tanpa bermaksud melakukan suatu
perubahan. Namun demikian, dalam penelitian ethnography ini, hal yang dilakukan
peneliti adalah tidak hanya berupaya untuk memahami apa yang terjadi di kelas dan
bagaimana pengajaran guru, tetapi sekaligus bertujuan melakukan intervensi guna
peningkatan kualitas belajar. Dalam upaya pemberian intervensi ini, pendekatan yang
digunakan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar dari ethnography sehingga sifat
penelitian ini tetap berjalan secara natural atau alamiah. Oleh karena itu, penulis
menamai metode ini sebagai ethnographic intervention (Patahuddin, 2008) .
Ethnographic Intervention
Bagian ini menyajikan contoh proses penelitian ethnographic intervention yang
diterapkan kepada seorang guru bernama Jack (nama samaran). Jack telah mengajar
selama dua tahun di sekolah dasar (primary school) di Queensland, Australia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membantu Jack mengoptimalkan teknologi internet yang
telah tersedia di kelasnya sebagai alat pembelajaran dan pengajaran matematika.
Peneliti berinteraksi dengan Jack selama sekitar 8 bulan dengan menggunakan berbagai
macam alat pengumpulan data yaitu: kuesioner, interviu, participant-observation
(pengamatan partisipatif), catatan lapangan (fieldnotes) atau diari penelitian, dan
sumber-sumber tertulis misalnya dokumen kurikulum.
Keikutsertaan Jack dalam penelitian ini bersifat „voluntary’ atau tanpa paksaan
karena Jack mengatakan berkeinginan belajar lebih banyak tentang penggunaan internet
untuk pembelajaran matematika. Setelah melalui diskusi, Jack tampaknya memahami
tujuan dari penelitian ini. Dia memahami bahwa peneliti datang ke kelasnya bukan
untuk mengubah program pengajarannya tetapi akan menyesuaikan atau akan
menawarkan sesuatu yang dianggap dapat berjalan, dan dapat mendukung
pengajarannya, serta kehadiran peneliti adalah untuk membantu perbaikan pembelajaran
siswa.
2|Page
Tahap persiapan penelitian ini adalah mengidentifikasi kerangka teori dalam
bekerja dengan Jack dan menginvestigasi seorang guru berpengalaman Anne (bukan
nama sebenarnya), seorang guru yang cakap menggunakan internet untuk pembelajaran
dan pengajarannya. Peneliti juga mengikuti tutorial teknologi informasi, termasuk cara
membuat website dan blog, mengeksplorasi berbagai website pembelajaran matematika,
baik yang ditemukan sendiri, maupun yang direkomendasikan oleh Anne, dan secara
intensif menggunakan internet untuk merasakan potensi internet baik sebagai sumber
informasi, alat kolaborasi dan komunikasi. Tahap ini sangat bermanfaat dalam
membangun rasa percaya diri peneliti untuk bekerja dengan Jack, sekaligus bermanfaat
dalam mengantisipasi berbagai strategi untuk mendorong Jack memanfaatkan internet
sebagai alat belajar mengajarnya.
Dalam ethnography, peneliti disyaratkan menjadi insider instead of an outsider
(Wolcott, 1988). Kesuksesan ethnography sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan
guru terhadap peneliti (Hammersley & Atkinson, 1995, 2007). Oleh karena itu, dalam
tiga bulan pertama, peneliti lebih banyak berperan seperti seorang asisten guru,
membantu Jack dalam bentuk apa saja yang diperlukan saat itu, misalnya, bekerja
dengan sekelompok siswa, bekerja dengan individu siswa yang memerlukan bantuan
khusus, membantu membagikan alat peraga pada siswa, membagikan lembar kerja,
memeriksa pekerjaan siswa, mengetik bahan-bahan pengajaran yang diperlukan oleh
Jack, dan lain-lain meskipun bukan untuk keperluan pengajaran matematika.
Setelah bekerja agak lama dengan Jack, beberapa kejadian penting menunjukkan
bahwa peneliti telah mendapatkan kepercayaan dari Jack. Sebagai contoh, ketika
peneliti menemani murid-murid Jack bermain di halaman sekolah, Jack mendatangi
peneliti, menceriterakan program pengajarannya, mengundang peneliti untuk melihat
dia melakukan asesmen dan wawancara pada siswanya untuk keperluan program remidi
sekolah. Jack juga mempersilahkan peneliti menggunakan komputer yang ada di
kelasnya, termasuk komputer yang secara rutin digunakan oleh Jack.
Sejalan dengan peran peneliti sebagai pengamat partisipatif, peneliti secara terus
menerus melakukan refleksi terhadap apa yang telah peneliti amati, dan mencoba
menjawab bagaimana cara membantu Jack menggunakan internet sebagai alat belajar.
Peneliti selalu berefleksi tentang hal apa yang telah peneliti pelajari dari Anne, dari
berbagai literatur, dan berupaya mencari cara mengarahkan Jack menggunakan internet
tanpa bersifat paksaan.
Setelah bekerja dengan Jack selama kurang lebih delapan bulan, banyak strategi
yang digunakan untuk menfasilitasi Jack menggunakan internet sebagai alat
pengembangan profesinya atau alat pembelajaran matematika. Strategi yang dimaksud
antara lain penggunakan email sebagai alat komunikasi, pengorganisasian websitewebsite pembelajaran matematika ke dalam beberapa blog, ide membuat website kelas
atau blog sebagai satu program kolaborasi, perencanaan dan perancangan investigasi
matematika, menunjukkan website matematika dan bekerja dengan siswa di kelas
menggunakan website yang telah diidentifikasi dan disetujui oleh guru, pembuatan tabel
yang memuat website sesuai dengan program pengajaran guru, dan memperkenalkan
website yang memuat komunitas pembelajaran guru yang berpotensi mendukung
pengembangan profesi guru.
Dari sejumlah strategi yang digunakan untuk mendukung Jack, peneliti
mengkategorikannya ke dalam lima fase. Dalam makalah ini hanya akan disajikan satu
fase, yaitu fase pertama. Pada fase tersebut, pembaca dapat mencermati strategi-strategi
3|Page
yang telah digunakan peneliti untuk mendorong Jack memanfaatkan internet sebagai
alat belajar mengajar serta respon Jack terhadap strategi yang peneliti gunakan.
Namun demikian, sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu konteks di mana
Jack mengajar serta latar belakang tentang Jack.
Konteks Jack
Jack termasuk guru pemula, karena baru dua tahun mengajar di sekolah SD. Jack
adalah sarjana pendidikan dan dia juga telah mengikuti beberapa program penataran
guru, namun demikian tidak terkait dengan penggunaan internet untuk pembelajaran
matematika.
Dibandingkan dengan rata-rata sekolah negeri yang ada di Queensland, sekolah
Jack termasuk sekolah kaya. Meskipun sekolah Jack disubsidi oleh pemerintah dan
sekolah tersebut gratis bagi semua siswa, komunitas orang tua tetap banyak
menyumbang pada sekolah tersebut, baik berupa bantuan finansial untuk mendukung
operasional sekolah dan kegiatan sekolah, maupun dukungan secara akademik,
misalnya banyaknya orangtua yang bersedia menjadi tenaga sukarela, membantu guru
dalam proses pembelajaran siswa di dalam atau di luar kelas.
Jack mengajar di Kelas II. Ruang kelas Jack lumayan luas dan memiliki fasilitas
yang lengkap. Meja dan kursi untuk 25 anak disusun menjadi 5 kelompok dengan model
L sedemikian sehingga terdapat bagian dari ruangan kelas tersebut yang kosong yang
memungkinkan seluruh murid Jack duduk melingkar di atas lantai yang berkarpet.
Di kelas tersebut, terdapat empat komputer yang terkoneksi dengan internet. Di
sana juga terdapat sebuah printer dan data proyektor. Kelas itu juga dapat mengakses
video jika mereka membutuhkannya. Di dalam kelas tersebut, terdapat banyak alat
peraga. Hasil-hasil pekerjaan siswa dipajang di kelas. Murid-murid Jack juga dapat
mengakses laboratorium komputer yang juga terkoneksi dengan internet. Meskipun
sekolah tersebut mempunyai perpustakaan yang cukup besar dengan koleksi buku-buku
yang banyak termasuk buku-buku terbitan baru, di kelas Jack juga terdapat lemari
pajangan buku, sehingga murid-murid dapat dengan mudah mengambil buku ketika ada
kegiatan silent reading atau kegiatan bebas di kelas. Di sekolah tersebut juga ada teknisi
TIK, yang dapat dihubungi kapan saja diperlukan.
Murid-murid Jack adalah heterogen, karena mereka berasal dari beberapa negara
yang berbeda. Pada saat pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa siswa yang belum
lancar berbahasa Inggris sehingga pada jam-jam tertentu mereka meninggalkan kelas
untuk mengikuti pelajaran khusus bahasa Inggris.
Peran peneliti selaku pengamat partisipatif selama beberapa bulan di kelas Jack,
membantu peneliti menjadi lebih memahami tingkat keahlian Jack dalam menggunakan
internet. Ketika pertama bertemu Jack, dia diperkenalkan kepada peneliti sebagai
seorang ahli TIK. Peneliti pun menemukan bahwa Jack telah terbiasa menggunakan
beberapa program komputer, termasuk Microsoft Word, PowerPoint, Excel, dan Kid
Pix. Dia bahkan mengetahui cara membuat website dengan program FrontPage.
Jack mempunyai akses internet yang cukup stabil dan cepat di lingkungannya.
Dia sudah terbiasa dengan internet, bahkan kegiatan sehari-harinya misalnya
komunikasi, akses bank, dan berbelanja banyak yang menggunakan internet. Dia
menjelaskan bahwa dirinya mulai mengenal internet saat di sekolah menengah sekitar
tahun 1994, tetapi baru menggunakannya untuk belajar saat di Universitas. Dia pernah
menggunakan internet sebagai bagian dari pengajaran sains dan bahasa.
4|Page
Pada awal Cawu 1 dalam periode penelitian ini, peneliti mengamati Jack
mengelompokkan siswa dalam pembelajaran matematika, disebut sebagai rotasi
matematika. Peneliti menyaksikan beberapa siswa sering membuat keributan atau
kekacauan. Suatu hari, pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan alat
peraga, seorang anak menghamburkan dan melempar alat peraga yang ada di meja
kelompoknya. Jack tampak berusaha untuk mengendalikan kelas, berupaya menerapkan
teori pembelajaran kooperatif yang telah dipelajarinya. Dia memberikan peran pada
setiap kelompok, misalnya sebagai ketua, sebagai pemonitor agar kelompoknya tidak
bising, sebagai pemonitor atas terlaksananya tugas, dan lain-lain. Namun demikian
tampak sebagian siswa tetap ribut dan Jack sering memberi peringatan. Hingga akhirnya
pada suatu hari ia mengumumkan bahwa tidak ada lagi kegiatan rotasi. Sejak itu, Jack
mengubah pembelajaran matematika dari yang bersifat kelompok menjadi pembelajaran
klasikal.
Melalui pengamatan tersebut, juga ditemukan beberapa pola dari pengajaran
Jack. Dia biasanya memberikan tes kepada siswanya sebelum mengajarkan suatu topik
baru. Dia menjelaskan bahwa tujuan pemberian tes adalah untuk membantunya
mengidentifikasi apa yang perlu diajarkan kepada muridnya. Dalam mengajar, Jack
sering mengikuti pola yang sama, yaitu menjelaskan konsep matematika, kemudian
meminta siswa berlatih atau mengerjakan soal-soal yang ada di buku teks. Kemudian
murid-murid tersebut membawa pekerjaannya ke Jack untuk diperiksa. Kadang-kadang
siswa berbaris dalam antrian menunggu giliran pekerjaan mereka diperiksa. Meskipun
kesan peneliti terhadap pengajaran Jack yang cenderung berpusat ke guru, Jack menilai
pengajarannya yang tidak bersifat ceramah saja atau „not chalk and talk‟. Dia
menjelaskan bahwa dia selalu berusaha supaya matematika itu menarik bagi siswanya.
Penggunaan Internet oleh Jack
Dalam upaya memahami penggunaan internet oleh Jack, peneliti memintanya
menyelesaikan kuesioner yang berkaitan dengan penggunaan internet sebagai sumber
informasi, alat komunikasi dan kolaborasi, serta bagaimana menggunakan internet
untuk pengajaran matematika.
Dalam hubungan dengan internet sebagai sumber informasi, Jack
mengindikasikan bahwa dengan internet, dia mengakses koran dan ide-ide rencana
pelajaran. Jack tidak menggunakan internet untuk menemukan informasi dari laporan
penelitian, jurnal, atau buku-buku. Jack mengatakan bahwa dia menggunakan internet
untuk menemukan bahan-bahan pengajaran matematika, misalnya rancangan
pembelajaran, lembar kerja siswa, dan rubric asesmen. Ketika Jack ditanya apakah
internet digunakan untuk keperluan pengembangan profesinya, Jack meresponi “limited
and very time consuming”, artinya terbatas dan banyak buang waktu secara sia-sia.
Pada kuesioner itu juga diberi daftar penggunaan internet sebagai alat
komunikasi, antara lain komunikasi email dengan pakar atau dengan guru lain, mailing
lists, diskusi online, chat rooms, dan bulletin boards. Dari semua pilihan, yang
dicentang oleh Jack adalah mailing list, yaitu “Education Queensland Curriculum”.
Jack menjelaskan bahwa manfaat internet untuk pengembangan profesi guru terbatas.
Dia katakan “a good book is better. internet is very time consuming.”
Dalam hal kolaborasi, Jack memberikan informasi yang terbatas. Jack
mengatakan bahwa dia pernah menggunakan EPALS (http://www.epals.com/) in 2005.
Dari website ini, ditemukan informasi bahwa “EPALS connects learners around the
world for sharing and exchanges that foster literacy, language and critical thinking
5|Page
skills in a fun and safe environment.” Ketika diminta menilai kemanfaatan internet
sebagai alat kolaborasi, bagi Jack, hal itu tidak terlalu bermanfaat.
Pengamatan peneliti terhadap penggunaan internet oleh Jack, peneliti
menemukan bahwa dalam tiga bulan pertama berada di kelas Jack, peneliti tidak melihat
siswa Jack memanfaatkan internet di kelas. Kadang-kadang peneliti melihat siswa
tertentu yaitu dua orang yang ditugasi menggunakan komputer, yaitu mengetik tulisan
anak yang ada di buku tulisnya. Kenyataan ini sangat berbeda dengan pengamatan
peneliti di kelas Anne di mana dia menggunakan internet untuk memperkaya
pembelajarannya dan pengajarannya di kelas. Dengan hanya dua komputer yang
terkoneksi dengan internet, siswa Anne menggunakan komputer tersebut sebagai bagian
dari kegiatan pembelajaran sehari-hari.
Melalui percakapan dengan Jack, peneliti mengetahui bahwa Jack tidak tahu
banyak tentang website pembelajaran matematika. Tampak bahwa Jack secara konsisten
mengatakan bahwa kegunaan internet untuk belajar masih terbatas, dan buang-buang
waktu, tapi di sisi lain, dia juga mengakui kelebihannya yaitu "quick and easy", artinya
cepat dan mudah. Kata-kata dan fenomena pada pengajarannya memunculkan
pertanyaan bagaimana caranya membantu Jack untuk mengoptimalkan internet sebagai
alat pembelajaran.
Mempromosikan Penggunaan Internet pada Jack
Fokus pertama adalah mendukung pengajaran matematika Jack menggunakan
internet. Pada Minggu ke-2 Cawu 2, terdapat pengajaran berikut yang terekam dalam
diary penelitian:
Jack mengajar tentang waktu. Semua siswa duduk di atas karpet
sedangkan Jack duduk di kursi. Dia membawa sebuah model jam yang
memuat jarum penunjuk yang dapat diputar baik jarum pendek
maupun jarum penajangnya. Jack bertanya: Jam berapa ini? Siswa
menjawab, jam 11, jam 12, dan seterusnya. Dia beberapa kali
mengajukan pertanyaan yang sama. Saya mendengar beberapa siswa
mengatakan, “itu mudah!”. Menurut pengamatan saya, Jack ingin
meyakinkan bahwa siswa bisa melihat bahwa jam 11 misalnya, artinya
jarum pendek menunjuk angka 11 dan jarum panjang menunjuk angka
12. Jam berikutnya terjadi setelah sekali perputaran jarum panjang
kembali ke angka 12. [26/04/06]
Dalam refleksi peneliti terhadap pengajaran Jack, peneliti menyadari bahwa
pengajaran tersebut tidak menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berfikir dengan
cara yang berbeda-beda. Khususnya bagi siswa yang sudah tahu, maka pengajaran
tersebut tidak memberikan tantangan sama sekali. Jack tidak merespon siswa yang
mengatakan “itu mudah, mudah!”
Kejadian di atas mengingatkan peneliti pada temuan peneliti pada kasus Anne.
Anne mengatakan bahwa internet dapat melayani kebutuhan yang berbeda-beda bagi
6|Page
siswa. Oleh karena itu, peneliti mencari website yang relevan dengan materi waktu.
Satu website yang peneliti temukan berjudul “Stop the clock”. Gambar pada layar
komputer menunjukkan 5 gambar jam dan 5 kotak untuk jam digital seperti pada
Gambar 1. Perintah pada website tersebut adalah pasangkan jam analog dengan gambar
jam dan jika selesai, klik “STOP THE CLOCK” untuk mengecek jawabannya dan untuk
mengetahui berapa lama pengguna mengerjakan soal tersebut.
Saya menemukan tiga tingkat kesulitan dalam latihan ini. Pada Level 1, waktu
yang diberikan pada gambar adalah satu jam-an atau setengah jam-an. Pada Level 2,
waktu yang diberikan dalam setengah jam-an atau seperempat jam-an. Sedangkan pada
Level 3, waktunya berupa interval lima menitan, seperti pada Gambar 1. Saya juga
menemukan beberapa permainan seperti“Set the Clock” di mana pengguna internet
harus mengeklik tanda panah untuk menunjukkan jam yang diminta seperti tertulis pada
layar. Permainan lainnya adalah a matching game di mana pengguna diminta untuk
memasangkan waktu yang dinyatakan dalam gambar jam dan waktu digital, dan
permainan lain yang membutuhkan konsentrasi juga mengenai memasangkan jam yang
sama dengan representasi yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Seiring dengan berjalannya penelitian ini, peneliti selalu mencari websitewebsite yang relevan dengan pembelajaran di kelas Jack. Kemudian website-website
yang telah saya temukan, saya susun dan saya taruh ke dalam blog khusus
_04_01_archive.html)
untuk
(http://onlineresources4fika.blogspot.com/2006
memudahkan Jack maupun saya mendapatkan kembali website ini. Apa yang terjadi
atas usaha ini? Diberikan dalam catatan diary penelitian berikut.
Di
tengah-tengah
pembelajaran
matematika
berlangsung, Jack berjalan mengelilingi kelas. Ketika
Jack mendekat kekomputer di mana saya duduk, saya
menghampiri Jack dan mengatakan bahwa saya telah
menemukan beberapa website untuk siswanya. Dia
kemudian
bertanya
apakah
saya
menginginkan
supaya siswa bersama saya belajar menggunakan
website
yang
telah
saya
dapatkan?
Saya
meresponinya bahwa saya memerlukan bantuannya
dulu untuk mengecek kesesuaian website ini bagi
siswanya.
Dia
kemudian
mengeklik
website
pengukuran yang telah saya cantumkan pada
sebuah
blog.
Dia
melihatnya
Gambar 1 website STOP the CLOCK
sepintas
kemudian dia beralih ke website lain karena dengan alasan website
tersebut terlalu berciri Amerika [menggunakan satuan kaki]. Dia
kemudian mengeklik level 2 dari STOP THE CLOCK karena website
tersebut cocok untuk Kelas 2, demikian alasan Jack. Dia menemukan
7|Page
bahwa halaman itu memuat jam yang seperempatan dan ini bukan
menjadi bagian program pengajarannya. Dia mengatakan bahwa hal
tersebut agak sulit bagi siswa. Dia kemudian membuka Level 1 dan
dia memutuskan bahwa Level 1 yang cocok untuk siswanya.
Selanjutnya
Jack
meminta
saya
bekerja
dengan
4
siswa
menggunakan 2 komputer. Keempat siswa kemudian bekerja secara
berpasangan. Saya mengarahkan siswa mengerjakan Level 1. Para
siswa mengerjakannya dan hanya dalam beberapa menit pada
umumnya siswa sudah dapat memasangkan jam digital dengan jam
pada gambar. Beberapa dari mereka pun berkata, ini mudah dan
bertambah mudah. Seorang siswa bertanya, bisakah kami ke level
berikutnya. Siswa lain yang mendengarnya juga setuju dengan ide
itu. Saya kemudian membolehkan mereka mengeklik Level 2. Dengan
beberapa diskusi di antara mereka, mereka semua pada akhirnya
dapat menyelesaikan soal pada Level 2 tersebut. Beberapa menit
kemudian, ada siswa lagi yang mengatakan, ini tambah mudah.
Mereka kemudian bersepakat masuk ke Level 3. Tampak mereka
mulai kesulitan. Saya kemudian meminta seorang siswa mengambil
model jam, dan saya mendemonstrasikan seperti apa 5 menit-an.
Seorang siswa pun beberapa kali menggunakan model jam untuk
dapat menyelesaikan soal tersebut. Jadi hanya dengan sedikit
bantuan, para siswa ini dapat menyelesaikan latihan tersebut dalam
berbagai level. Akhirnya para siswa ini meminta ijin untuk membuka
website permainan yang masih berkaitan dengan waktu seperti pada
Gambar 2. Beberapa siswa lain datang mendekat dan bertanya kapan
kesempatan bagi mereka untuk mengerjakan hal tersebut. Mereka
tampak mau tahu juga dan komentar yang saya dengar dari mereka
“Cooooooool.” Artinya bagus atau menarik sekali. Satu dari siswa
tersebut bahkan mencoba memegang mouse komputer yang
mengindikasikan keinginan yang kuat untuk turut mengerjakan hal
yang sama yang dilakukan temannya. Sejalan dengan aktivitas ini,
8|Page
Jack sendiri tetap melanjutkan membimbing siswanya mengerjakan
soal-soal penjumlahan bilangan. [27/04/06]
Selama kegiatan dengan internet ini, para siswa
sangat antusias. Mereka terlibat diskusi dan bekerja bersama
dengan pasangannya. Mereka tampak tertantang dengan
meningkatnya
tingkat
kesulitan
sejalan
dengan
meningkatnya Level website tersebut. Saya menemukan
bahwa siswa ternyata mampu menyelesaikan masalah yang
tingkat kesulitannya lebih kompleks dari pada apa yang
diduga oleh Jack.
Pada saat istirahat, Jack mendatangi saya untuk
mengecek pelaksanaan kerja kelompok siswa menggunakan
internet. Saya menceriterakan dan mengatakan bahwa
semua siswa berhasil menyelesaikan semua soal yang ada
pada Level 1 hingga 3. Saya membiarkan mereka karena
mereka selalu mengatakan mudah setelah beberapa kali
mengerjakan setiap level. Saya menyampaikan ke Jack
bahwa mereka tampak antusias sekali.
Adapun reaksi Jack seperti yang tercatat dalam diary
penelitian saya:
Jack lalu mengecek kembali website yang
telah
saya
tunjukkan
sebelumnya.
Gambar 2 Website permainan
Dia
memperhatikan website-website tersebut dan berkomentar “It looks
interesting”. Artinya menarik tampaknya. Jack kemudian menanyakan
URL dari website tersebut karena dia ingin membuat link website ini
ke website kelasnya. Jack juga memutuskan untuk membuat link
dengan blog yang telah saya buat dan menamainya “Grade 2 –web
games”. Dia mengerjakan semua ini hanya sekitar 2 menit. Dengan
mengeklik link tersebut, pengguna internet dapat mengakses blog
yang saya buat yang memuat website pembelajaran matematika yang
dapat berguna baik bagi siswa maupun bagi guru. Jack selanjutnya
memperlihatkan saya program mengajar tahunannya. Saya berterima
kasih dan saya mengatakan bahwa program ini dapat membantu saya
mencari website pembelajaran matematika yang bersesuaian dengan
topik yang telah ada. [27/04/06]
Hal yang dilakukan Jack menunjukkan betapa mudahnya Jack membuat link
website jika Jack menghendaki, dan ini dapat bermanfaat bagi siswa, baik ketika siswa
di kelas maupun ketika siswa di rumah. Kejadian ini memberikan harapan baru bagi
9|Page
saya bahwa Jack dapat membuat lebih banyak link yang bermanfaat bagi siswa maupun
dirinya dan hal ini tidak memerlukan waktu yang lama bagi Jack untuk melakukannya.
Saya bahkan berfikir bahwa suatu hari Jack bisa memberi workshop pada guruguru lainnya untuk berbagi ide dan pengalaman mengajarnya menggunakan internet
seperti yang dilakukan oleh guru yang telah saya teliti sebelum penelitian dengan Jack.
Saya ungkapkan pemikiran ini ke Jack dan dia merespon positif pada ide tersebut. Akhir
dari percakapan hari itu adalah, bahwa Jack sebenarnya lebih memilih memperkenalkan
website dengan menggunakan data proyektor. Dia beralasan bahwa hal tersebut
memungkinkan semua siswa melihat website tersebut. Saya mendukung ide Jack dan
mengatakan bahwa setelah dia memperkenalkan website itu dengan data proyektor,
murid mereka dapat bekerja kelompok bersama saya. Dia setuju juga dan dia
mengatakan ide tersebut adalah baik.
Seusai kunjungan ke sekolah pada hari tersebut, saya langsung menganalisis
kejadian di kelas, berefleksi tentang apa yang saya pahami tentang pengajaran Jack.
Saya merefleksi tentang arah dari pekerjaan saya dengan Jack. Tampaknya bahwa saya
membuat sejenis transisi yang alamiah dari seorang asisten Jack mejadi orang yang
mempromosikan penggunaan internet untuk pembelajaran matematika. Saya merasa ini
sebuah kesuksesan. Saya berfikir ini adalah strategi yang efektif karena saya
memodelkan ke Jack cara mengintegrasikan internet dalam pembelajaran matematika.
Jack tidak harus mengubah kelasnya, dan dia dapat melihat saya melakukannya, dia
dapat melihat bagaimana siswa merespon kegiatan belajar dengan internet. Jack bisa
melihat bagaimana siswa menyenangi pembelajaran itu. Tampaknya bahwa dengan
kerja saya membantu siswa belajar matematika dengan menggunakan internet dapat
memancing perhatian Jack dan membuat Jack tertarik dengan sumber-sumber belajar
online. Ini mungkin yang dimaksudkan ke saya bahwa dia akan sangat senang bekerja
sama dengan saya demi kepentingan pembelajaran siswanya.
Saya berharap Jack akan membuat keputusan sendiri untuk mencoba
memanfaatkan internet untuk pembelajaran siswanya. Harapan selanjutnya bahwa
dengan adanya keinginan ini, maka Jack akan punya lebih banyak waktu
mengeksplorasi website pembelajaran matematika. Dengan demikian harapan bahwa
Jack akan menjadikan internet sebagai alat belajar dan alat pengembangan profesinya
akan terwujud dan inilah yang menjadi tujuan utama penelitian ini.
Saya juga berefleksi dengan kejadian bekerja dengan siswa di kelas. Saya
menemukan bahwa siswa sudah sangat terbiasa dengan internet. Mereka mungkin
melihat komputer hanya seperti boneka. Jadi bukan hal yang menakutkan, bukan hal
yang sulit dipakai. Episode-episode ini membuat saya berfikir lebih mendalam,
bagaimana saya harus melakukan pekerjaan untuk membawa Jack melihat potensi
internet sebagai alat belajar dan membawa mereka untuk memanfaatkan teknologi
mahal yang telah tersedia di kelas tersebut.
Simpulan dan Saran
Studi dengan Jack menunjukkan upaya seorang peneliti yang bermaksud
membawa suatu perubahan atau menawarkan suatu inovasi, dalam hal ini
memanfaatkan teknologi internet yang telah tersedia di dalam kelas Jack. Jack tidak
diminta mengikuti pelatihan khusus di luar kelas. Ini berarti Jack masih tetap bisa
bersama dengan siswanya. Peneliti pun dalam menawarkan ide, didasarkan pada
kebutuhan lapangan saat itu atau situasi dan kondisi nyata yang dihadapi guru. Dengan
pelaksanaan di dalam kelas, peneliti mempunyai kesempatan mengamati kebutuhan
10 | P a g e
belajar atau permasalahan belajar siswa. Peran peneliti adalah lebih banyak membantu
atau menempatkan diri sebagai bagian dari kelas itu (partisipant observer).
Fase 1 hanyalah sebagian kecil dari fase yang telah dilaksanakan dalam
penelitian ini, dan melalui fase ini dapat dilihat efek langsung dari strategi yang
digunakan peneliti. Tampak Jack tertarik atau terpancing menggunakan Internet.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang dalam posisi akan
membawa pembaharuan di kelas, akan bermaksud memperbaiki pengajaran di kelas
maka mereka tidak cukup hanya mendiseminasikan melalui seminar atau
mensimulasikannya, tetapi mereka perlu terlibat langsung di kelas. Ketika mengalami
langsung di kelas, maka diperlukan suatu pendekatan yang powerful dan di sinilah
ethnographic intervention dapat bermanfaat.
Dengan kata lain, jika kita bermaksud memberi dukungan pada guru, maka
tentunya kita harus mengenali situasi ril guru, memahami pengetahuan guru tentang
matematika dan keyakinan guru tentang pengajaran matematika itu sendiri. Karena
tanpa itu, tidak sedikit bukti dan pengakuan para trainer bahwa guru sulit berubah. Kita
memerlukan informasi yang lebih valid tentang faktor apa yang mendukung dan
menghambat terjadinya perubahan itu. Tanpa hal demikian, maka bisa terjadi banyak
uang, energi dan waktu yang sia-sia tanpa ada hasil yang jelas.
Dari sajian di atas, dapat dilihat bahwa proses yang terjadi tidak linier atau
relatif kompleks. Namun demikian, pelaksanaan yang demikian diharapkan mempunyai
dampak positif yang cukup signifikan. Andaikan pun kita tidak berhasil membawa
perubahan, maka setidaknya kita mendapatkan wawasan mengapa perubahan itu sulit
terlaksana, dan hal ini akan membawa kita pada langkah yang lebih maju dalam
mengatasi permasalahan pengajaran di kelas.
Pertanyaan terakhir adalah apakah metode ini dapat diterapkan oleh para
mahasiswa S1, S2, S3 atau pun dosen pendidikan matematika di Indonesia? Ditinjau
dari sifat ethnography, maka penelitian dengan metode ini memerlukan waktu yang
relatif lama. Dengan demikian, jika para mahasiswa bermaksud menerapkan ini, ada
baiknya para mahasiswa tersebut secepat mungkin dapat dihubungkan dengan sekolah
yang diincar menjadi tempat penelitian. Mahasiswa tersebut dapat berperan sebagai
„tenaga sukarela‟ sehingga waktu pengenalan lapangan (sebagai bagian dari
ethnogaraphy) bisa lebih singkat. Berbeda dengan penelitian yang saya lakukan, yaitu
sekolah yang jauh berbeda dengan konteks sekolah Indonesia, menyebabkan saya
membutuhkan masa penyesuaian yang relatif lama. Sedangkan bagi para peneliti atau
dosen, pelaksanaan ethnography dapat bermanfaat khususnya memberi kesempatan luas
untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, dan ini dapat berkontribusi
dalam proses penyiapan calon guru di kampus.
Daftar Pustaka
Allan, G. (1991). Qualitative research. In G. Allan & C. Skinner (Eds.), Handbook for
Research Students in the Social Sciences (pp. 177-189). London: Falmer Press.
Burns, R. B. (2000). Introduction to research methods (4th ed.). Frenchs Forest,
N.S.W.: Pearson Education.
Freebody, P. (2003). Qualitative research in education: Interaction and practice.
London: Sage Publications.
Hammersley, M., & Atkinson, P. (1995). Ethnography: principles in practice (2nd ed.).
London: Routledge.
11 | P a g e
Hammersley, M., & Atkinson, P. (2007). Ethnography: principles in practice (3rd ed.).
Milton Park, Abingdon, Oxon; New York: Routledge.
Patahuddin, S. M. (2008). Exploiting the Internet for teacher professional development
and mathematics teaching and learning: An ethnographic intervention.
Unpublished Dissertation, The University of Queensland, Brisbane.
Silverman, D., & Seale, C. (2005). Doing qualitative research : A practical handbook
(2nd ed.). London: SAGE Publications.
Tedlock, B. (2000). Ethnography and ethnography representation. In N. K. Denzin & Y.
S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research (2nd ed., pp. 455-486).
Thousand Oaks, California: Sage Publication, Inc.
Wolcott, H. F. (1988). Ethnographic research in education. In R. M. Jaeger (Ed.),
Complementary methods for research in education (pp. 187-249). Washington,
DC: American Educational Research Association.
12 | P a g e
(Solusi alternatif untuk meningkatkan relevansi penelitian
dengan kebutuhan perbaikan pembelajaran di kelas)
Sitti Maesuri Patahuddin
Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Abstrak
Ethnography dalam pendidikan matematika adalah suatu metode penelitian yang tepat
digunakan untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran
matematika di kelas. Ethnography mensyaratkan peneliti menjadi “insider instead of
outsider”. Dengan menggunakan ethnography, ide-ide perbaikan pengajaran matematika
dimungkinkan muncul sejalan dengan proses penelitian.
Penelitian yang menggunakan ethnography memerlukan waktu yang relatif lama
sehingga signifikansi penelitian ini bisa cukup tinggi. Metode ini sangat potensial dalam
membawa inovasi atau ide-ide perbaikan pembelajaran di kelas, atau setidaknya akan
menemukan jawaban tentang mengapa suatu ide inovatif sulit dilaksanakan pada suatu sistem
tersebut.
Makalah ini secara berturut-turut akan membahas tentang ethnography sebagai salah
satu penelitian kualitatif. Makalah ini juga menyajikan secara ringkas sebuah contoh
“ethnographic intervention” yang telah dilakukan peneliti pada seorang guru SD di
Queensland, Australia. Selanjutnya penulis mendiskusikan kemungkinan diterapkannya
metode ini, baik pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1, S2, dan S3, maupun
penelitian oleh para dosen tenaga kependidikan.
Kata Kunci: ethnography, ethnographic, intervention, pembelajaran matematika
Pendahuluan
Ethnography secara literal berarti menulis tentang orang (Burns, 2000) atau
membuat gambaran tentang kehidupan sekelompok orang (Wolcott, 1988). Dalam arti
lain, ethnography pada dasarnya merupakan upaya memahami kehidupan sekelompok
orang dan selanjutnya mendeskripsikan aktivitas sosio-kultural dan pola kehidupannya
(Burns, 2000; Freebody, 2003).
Ethnography mencoba menangkap kompleksitas dari sesuatu dengan
menggunakan berbagai teknik dan bukan mendeskripsikan kondisi ideal yang hanya ada
dalam bayangan (Burns, 2000; Silverman & Seale, 2005). Ethnography bermaksud
melaporkan situasi ini secara masuk akal. Lebih jauh, menurut Allan (1991), Tedlock
(2000) dan Wolcott (1988), ethnography berusaha menemukan apa yang sebenarnya
terjadi di situasi riil. Oleh karena itu, ethnography perlu menyelidiki dari dalam konteks
dan ini berarti peneliti perlu terlibat dalam kegiatan sehari-hari pada setting yang telah
dipilih.
Ethnography biasanya tidak mengikuti proses linier yang telah ditentukan
sebelumnya (Burns, 2000; Wolcott, 1988). Oleh karena itu, penelitian dengan
pendekatan ethnography hanya dapat direncanakan secara umum sebelumnya.
Fleksibilitas ethnography bermanfaat karena memungkinkan peneliti menangkap esensi
dari fenomena sosial, yang biasanya bersifat dinamis (Freebody, 2003). Namun
demikian, ethnography tetap menghendaki cara sistematis dalam mengumpulkan data
dan menguji ide-ide (Allan, 1991).
1|Page
Ethnographer memerlukan keterampilan mendekati para partisipan/informan,
kemampuan mengobservasi dan/atau menginterviu, dan kemampuan dalam merekam
data. Pada tahap awal, peneliti perlu membangun hubungan yang baik dengan para
partisipan dan khususnya dengan “gatekeepers” (orang yang mempunyai peran yang
bisa mendukung dan menghambat akses penelitian di tempat yang diteliti), peneliti
perlu bersifat terbuka dan sensitif pada ide-ide yang baru, situasi yang baru, atau
terhadap saran-saran orang lain (Wolcott, 1988). Keterampilan penting lainnya adalah
kemampuan ethnographer memposisikan dirinya sebagai orang luar tapi juga terlibat di
dalam konteks yang diteliti (Hammersley & Atkinson, 2007). Hal ini diperlukan demi
memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap situasi setempat tanpa memanipulasi
kondisi alamiah dari tempat penelitian.
Dalam ethnography, pengamat harus berwawasan luas (Allan, 1991). Pengamat
yang demikian adalah orang yang mampu merekam semua informasi/data yang relevan
untuk dianalisis sesegera mungkin dan kemudian digunakan dalam merumuskan
pertanyaan untuk eksplorasi berikutnya. Dengan demikian pengamat tersebut adalah
orang yang secara berkelanjutan menginvestigasi, menganalisis data, bertanya dan
menyelidiki data-data yang kontradiktif, membuat rangkuman-rangkuman, dan terus
membangun hipotesis yang lebih cocok saat penelitian berlangsung.
Berdasarkan pengertian di atas, tampaknya bahwa kerja ethnograper pada
dasarnya menyelidiki obyek dari dalam setting guna mendapatkan pemahaman yang
mendalam tentang kejadian dalam setting tersebut tanpa bermaksud melakukan suatu
perubahan. Namun demikian, dalam penelitian ethnography ini, hal yang dilakukan
peneliti adalah tidak hanya berupaya untuk memahami apa yang terjadi di kelas dan
bagaimana pengajaran guru, tetapi sekaligus bertujuan melakukan intervensi guna
peningkatan kualitas belajar. Dalam upaya pemberian intervensi ini, pendekatan yang
digunakan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar dari ethnography sehingga sifat
penelitian ini tetap berjalan secara natural atau alamiah. Oleh karena itu, penulis
menamai metode ini sebagai ethnographic intervention (Patahuddin, 2008) .
Ethnographic Intervention
Bagian ini menyajikan contoh proses penelitian ethnographic intervention yang
diterapkan kepada seorang guru bernama Jack (nama samaran). Jack telah mengajar
selama dua tahun di sekolah dasar (primary school) di Queensland, Australia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membantu Jack mengoptimalkan teknologi internet yang
telah tersedia di kelasnya sebagai alat pembelajaran dan pengajaran matematika.
Peneliti berinteraksi dengan Jack selama sekitar 8 bulan dengan menggunakan berbagai
macam alat pengumpulan data yaitu: kuesioner, interviu, participant-observation
(pengamatan partisipatif), catatan lapangan (fieldnotes) atau diari penelitian, dan
sumber-sumber tertulis misalnya dokumen kurikulum.
Keikutsertaan Jack dalam penelitian ini bersifat „voluntary’ atau tanpa paksaan
karena Jack mengatakan berkeinginan belajar lebih banyak tentang penggunaan internet
untuk pembelajaran matematika. Setelah melalui diskusi, Jack tampaknya memahami
tujuan dari penelitian ini. Dia memahami bahwa peneliti datang ke kelasnya bukan
untuk mengubah program pengajarannya tetapi akan menyesuaikan atau akan
menawarkan sesuatu yang dianggap dapat berjalan, dan dapat mendukung
pengajarannya, serta kehadiran peneliti adalah untuk membantu perbaikan pembelajaran
siswa.
2|Page
Tahap persiapan penelitian ini adalah mengidentifikasi kerangka teori dalam
bekerja dengan Jack dan menginvestigasi seorang guru berpengalaman Anne (bukan
nama sebenarnya), seorang guru yang cakap menggunakan internet untuk pembelajaran
dan pengajarannya. Peneliti juga mengikuti tutorial teknologi informasi, termasuk cara
membuat website dan blog, mengeksplorasi berbagai website pembelajaran matematika,
baik yang ditemukan sendiri, maupun yang direkomendasikan oleh Anne, dan secara
intensif menggunakan internet untuk merasakan potensi internet baik sebagai sumber
informasi, alat kolaborasi dan komunikasi. Tahap ini sangat bermanfaat dalam
membangun rasa percaya diri peneliti untuk bekerja dengan Jack, sekaligus bermanfaat
dalam mengantisipasi berbagai strategi untuk mendorong Jack memanfaatkan internet
sebagai alat belajar mengajarnya.
Dalam ethnography, peneliti disyaratkan menjadi insider instead of an outsider
(Wolcott, 1988). Kesuksesan ethnography sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan
guru terhadap peneliti (Hammersley & Atkinson, 1995, 2007). Oleh karena itu, dalam
tiga bulan pertama, peneliti lebih banyak berperan seperti seorang asisten guru,
membantu Jack dalam bentuk apa saja yang diperlukan saat itu, misalnya, bekerja
dengan sekelompok siswa, bekerja dengan individu siswa yang memerlukan bantuan
khusus, membantu membagikan alat peraga pada siswa, membagikan lembar kerja,
memeriksa pekerjaan siswa, mengetik bahan-bahan pengajaran yang diperlukan oleh
Jack, dan lain-lain meskipun bukan untuk keperluan pengajaran matematika.
Setelah bekerja agak lama dengan Jack, beberapa kejadian penting menunjukkan
bahwa peneliti telah mendapatkan kepercayaan dari Jack. Sebagai contoh, ketika
peneliti menemani murid-murid Jack bermain di halaman sekolah, Jack mendatangi
peneliti, menceriterakan program pengajarannya, mengundang peneliti untuk melihat
dia melakukan asesmen dan wawancara pada siswanya untuk keperluan program remidi
sekolah. Jack juga mempersilahkan peneliti menggunakan komputer yang ada di
kelasnya, termasuk komputer yang secara rutin digunakan oleh Jack.
Sejalan dengan peran peneliti sebagai pengamat partisipatif, peneliti secara terus
menerus melakukan refleksi terhadap apa yang telah peneliti amati, dan mencoba
menjawab bagaimana cara membantu Jack menggunakan internet sebagai alat belajar.
Peneliti selalu berefleksi tentang hal apa yang telah peneliti pelajari dari Anne, dari
berbagai literatur, dan berupaya mencari cara mengarahkan Jack menggunakan internet
tanpa bersifat paksaan.
Setelah bekerja dengan Jack selama kurang lebih delapan bulan, banyak strategi
yang digunakan untuk menfasilitasi Jack menggunakan internet sebagai alat
pengembangan profesinya atau alat pembelajaran matematika. Strategi yang dimaksud
antara lain penggunakan email sebagai alat komunikasi, pengorganisasian websitewebsite pembelajaran matematika ke dalam beberapa blog, ide membuat website kelas
atau blog sebagai satu program kolaborasi, perencanaan dan perancangan investigasi
matematika, menunjukkan website matematika dan bekerja dengan siswa di kelas
menggunakan website yang telah diidentifikasi dan disetujui oleh guru, pembuatan tabel
yang memuat website sesuai dengan program pengajaran guru, dan memperkenalkan
website yang memuat komunitas pembelajaran guru yang berpotensi mendukung
pengembangan profesi guru.
Dari sejumlah strategi yang digunakan untuk mendukung Jack, peneliti
mengkategorikannya ke dalam lima fase. Dalam makalah ini hanya akan disajikan satu
fase, yaitu fase pertama. Pada fase tersebut, pembaca dapat mencermati strategi-strategi
3|Page
yang telah digunakan peneliti untuk mendorong Jack memanfaatkan internet sebagai
alat belajar mengajar serta respon Jack terhadap strategi yang peneliti gunakan.
Namun demikian, sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu konteks di mana
Jack mengajar serta latar belakang tentang Jack.
Konteks Jack
Jack termasuk guru pemula, karena baru dua tahun mengajar di sekolah SD. Jack
adalah sarjana pendidikan dan dia juga telah mengikuti beberapa program penataran
guru, namun demikian tidak terkait dengan penggunaan internet untuk pembelajaran
matematika.
Dibandingkan dengan rata-rata sekolah negeri yang ada di Queensland, sekolah
Jack termasuk sekolah kaya. Meskipun sekolah Jack disubsidi oleh pemerintah dan
sekolah tersebut gratis bagi semua siswa, komunitas orang tua tetap banyak
menyumbang pada sekolah tersebut, baik berupa bantuan finansial untuk mendukung
operasional sekolah dan kegiatan sekolah, maupun dukungan secara akademik,
misalnya banyaknya orangtua yang bersedia menjadi tenaga sukarela, membantu guru
dalam proses pembelajaran siswa di dalam atau di luar kelas.
Jack mengajar di Kelas II. Ruang kelas Jack lumayan luas dan memiliki fasilitas
yang lengkap. Meja dan kursi untuk 25 anak disusun menjadi 5 kelompok dengan model
L sedemikian sehingga terdapat bagian dari ruangan kelas tersebut yang kosong yang
memungkinkan seluruh murid Jack duduk melingkar di atas lantai yang berkarpet.
Di kelas tersebut, terdapat empat komputer yang terkoneksi dengan internet. Di
sana juga terdapat sebuah printer dan data proyektor. Kelas itu juga dapat mengakses
video jika mereka membutuhkannya. Di dalam kelas tersebut, terdapat banyak alat
peraga. Hasil-hasil pekerjaan siswa dipajang di kelas. Murid-murid Jack juga dapat
mengakses laboratorium komputer yang juga terkoneksi dengan internet. Meskipun
sekolah tersebut mempunyai perpustakaan yang cukup besar dengan koleksi buku-buku
yang banyak termasuk buku-buku terbitan baru, di kelas Jack juga terdapat lemari
pajangan buku, sehingga murid-murid dapat dengan mudah mengambil buku ketika ada
kegiatan silent reading atau kegiatan bebas di kelas. Di sekolah tersebut juga ada teknisi
TIK, yang dapat dihubungi kapan saja diperlukan.
Murid-murid Jack adalah heterogen, karena mereka berasal dari beberapa negara
yang berbeda. Pada saat pelaksanaan penelitian ini, ada beberapa siswa yang belum
lancar berbahasa Inggris sehingga pada jam-jam tertentu mereka meninggalkan kelas
untuk mengikuti pelajaran khusus bahasa Inggris.
Peran peneliti selaku pengamat partisipatif selama beberapa bulan di kelas Jack,
membantu peneliti menjadi lebih memahami tingkat keahlian Jack dalam menggunakan
internet. Ketika pertama bertemu Jack, dia diperkenalkan kepada peneliti sebagai
seorang ahli TIK. Peneliti pun menemukan bahwa Jack telah terbiasa menggunakan
beberapa program komputer, termasuk Microsoft Word, PowerPoint, Excel, dan Kid
Pix. Dia bahkan mengetahui cara membuat website dengan program FrontPage.
Jack mempunyai akses internet yang cukup stabil dan cepat di lingkungannya.
Dia sudah terbiasa dengan internet, bahkan kegiatan sehari-harinya misalnya
komunikasi, akses bank, dan berbelanja banyak yang menggunakan internet. Dia
menjelaskan bahwa dirinya mulai mengenal internet saat di sekolah menengah sekitar
tahun 1994, tetapi baru menggunakannya untuk belajar saat di Universitas. Dia pernah
menggunakan internet sebagai bagian dari pengajaran sains dan bahasa.
4|Page
Pada awal Cawu 1 dalam periode penelitian ini, peneliti mengamati Jack
mengelompokkan siswa dalam pembelajaran matematika, disebut sebagai rotasi
matematika. Peneliti menyaksikan beberapa siswa sering membuat keributan atau
kekacauan. Suatu hari, pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan alat
peraga, seorang anak menghamburkan dan melempar alat peraga yang ada di meja
kelompoknya. Jack tampak berusaha untuk mengendalikan kelas, berupaya menerapkan
teori pembelajaran kooperatif yang telah dipelajarinya. Dia memberikan peran pada
setiap kelompok, misalnya sebagai ketua, sebagai pemonitor agar kelompoknya tidak
bising, sebagai pemonitor atas terlaksananya tugas, dan lain-lain. Namun demikian
tampak sebagian siswa tetap ribut dan Jack sering memberi peringatan. Hingga akhirnya
pada suatu hari ia mengumumkan bahwa tidak ada lagi kegiatan rotasi. Sejak itu, Jack
mengubah pembelajaran matematika dari yang bersifat kelompok menjadi pembelajaran
klasikal.
Melalui pengamatan tersebut, juga ditemukan beberapa pola dari pengajaran
Jack. Dia biasanya memberikan tes kepada siswanya sebelum mengajarkan suatu topik
baru. Dia menjelaskan bahwa tujuan pemberian tes adalah untuk membantunya
mengidentifikasi apa yang perlu diajarkan kepada muridnya. Dalam mengajar, Jack
sering mengikuti pola yang sama, yaitu menjelaskan konsep matematika, kemudian
meminta siswa berlatih atau mengerjakan soal-soal yang ada di buku teks. Kemudian
murid-murid tersebut membawa pekerjaannya ke Jack untuk diperiksa. Kadang-kadang
siswa berbaris dalam antrian menunggu giliran pekerjaan mereka diperiksa. Meskipun
kesan peneliti terhadap pengajaran Jack yang cenderung berpusat ke guru, Jack menilai
pengajarannya yang tidak bersifat ceramah saja atau „not chalk and talk‟. Dia
menjelaskan bahwa dia selalu berusaha supaya matematika itu menarik bagi siswanya.
Penggunaan Internet oleh Jack
Dalam upaya memahami penggunaan internet oleh Jack, peneliti memintanya
menyelesaikan kuesioner yang berkaitan dengan penggunaan internet sebagai sumber
informasi, alat komunikasi dan kolaborasi, serta bagaimana menggunakan internet
untuk pengajaran matematika.
Dalam hubungan dengan internet sebagai sumber informasi, Jack
mengindikasikan bahwa dengan internet, dia mengakses koran dan ide-ide rencana
pelajaran. Jack tidak menggunakan internet untuk menemukan informasi dari laporan
penelitian, jurnal, atau buku-buku. Jack mengatakan bahwa dia menggunakan internet
untuk menemukan bahan-bahan pengajaran matematika, misalnya rancangan
pembelajaran, lembar kerja siswa, dan rubric asesmen. Ketika Jack ditanya apakah
internet digunakan untuk keperluan pengembangan profesinya, Jack meresponi “limited
and very time consuming”, artinya terbatas dan banyak buang waktu secara sia-sia.
Pada kuesioner itu juga diberi daftar penggunaan internet sebagai alat
komunikasi, antara lain komunikasi email dengan pakar atau dengan guru lain, mailing
lists, diskusi online, chat rooms, dan bulletin boards. Dari semua pilihan, yang
dicentang oleh Jack adalah mailing list, yaitu “Education Queensland Curriculum”.
Jack menjelaskan bahwa manfaat internet untuk pengembangan profesi guru terbatas.
Dia katakan “a good book is better. internet is very time consuming.”
Dalam hal kolaborasi, Jack memberikan informasi yang terbatas. Jack
mengatakan bahwa dia pernah menggunakan EPALS (http://www.epals.com/) in 2005.
Dari website ini, ditemukan informasi bahwa “EPALS connects learners around the
world for sharing and exchanges that foster literacy, language and critical thinking
5|Page
skills in a fun and safe environment.” Ketika diminta menilai kemanfaatan internet
sebagai alat kolaborasi, bagi Jack, hal itu tidak terlalu bermanfaat.
Pengamatan peneliti terhadap penggunaan internet oleh Jack, peneliti
menemukan bahwa dalam tiga bulan pertama berada di kelas Jack, peneliti tidak melihat
siswa Jack memanfaatkan internet di kelas. Kadang-kadang peneliti melihat siswa
tertentu yaitu dua orang yang ditugasi menggunakan komputer, yaitu mengetik tulisan
anak yang ada di buku tulisnya. Kenyataan ini sangat berbeda dengan pengamatan
peneliti di kelas Anne di mana dia menggunakan internet untuk memperkaya
pembelajarannya dan pengajarannya di kelas. Dengan hanya dua komputer yang
terkoneksi dengan internet, siswa Anne menggunakan komputer tersebut sebagai bagian
dari kegiatan pembelajaran sehari-hari.
Melalui percakapan dengan Jack, peneliti mengetahui bahwa Jack tidak tahu
banyak tentang website pembelajaran matematika. Tampak bahwa Jack secara konsisten
mengatakan bahwa kegunaan internet untuk belajar masih terbatas, dan buang-buang
waktu, tapi di sisi lain, dia juga mengakui kelebihannya yaitu "quick and easy", artinya
cepat dan mudah. Kata-kata dan fenomena pada pengajarannya memunculkan
pertanyaan bagaimana caranya membantu Jack untuk mengoptimalkan internet sebagai
alat pembelajaran.
Mempromosikan Penggunaan Internet pada Jack
Fokus pertama adalah mendukung pengajaran matematika Jack menggunakan
internet. Pada Minggu ke-2 Cawu 2, terdapat pengajaran berikut yang terekam dalam
diary penelitian:
Jack mengajar tentang waktu. Semua siswa duduk di atas karpet
sedangkan Jack duduk di kursi. Dia membawa sebuah model jam yang
memuat jarum penunjuk yang dapat diputar baik jarum pendek
maupun jarum penajangnya. Jack bertanya: Jam berapa ini? Siswa
menjawab, jam 11, jam 12, dan seterusnya. Dia beberapa kali
mengajukan pertanyaan yang sama. Saya mendengar beberapa siswa
mengatakan, “itu mudah!”. Menurut pengamatan saya, Jack ingin
meyakinkan bahwa siswa bisa melihat bahwa jam 11 misalnya, artinya
jarum pendek menunjuk angka 11 dan jarum panjang menunjuk angka
12. Jam berikutnya terjadi setelah sekali perputaran jarum panjang
kembali ke angka 12. [26/04/06]
Dalam refleksi peneliti terhadap pengajaran Jack, peneliti menyadari bahwa
pengajaran tersebut tidak menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berfikir dengan
cara yang berbeda-beda. Khususnya bagi siswa yang sudah tahu, maka pengajaran
tersebut tidak memberikan tantangan sama sekali. Jack tidak merespon siswa yang
mengatakan “itu mudah, mudah!”
Kejadian di atas mengingatkan peneliti pada temuan peneliti pada kasus Anne.
Anne mengatakan bahwa internet dapat melayani kebutuhan yang berbeda-beda bagi
6|Page
siswa. Oleh karena itu, peneliti mencari website yang relevan dengan materi waktu.
Satu website yang peneliti temukan berjudul “Stop the clock”. Gambar pada layar
komputer menunjukkan 5 gambar jam dan 5 kotak untuk jam digital seperti pada
Gambar 1. Perintah pada website tersebut adalah pasangkan jam analog dengan gambar
jam dan jika selesai, klik “STOP THE CLOCK” untuk mengecek jawabannya dan untuk
mengetahui berapa lama pengguna mengerjakan soal tersebut.
Saya menemukan tiga tingkat kesulitan dalam latihan ini. Pada Level 1, waktu
yang diberikan pada gambar adalah satu jam-an atau setengah jam-an. Pada Level 2,
waktu yang diberikan dalam setengah jam-an atau seperempat jam-an. Sedangkan pada
Level 3, waktunya berupa interval lima menitan, seperti pada Gambar 1. Saya juga
menemukan beberapa permainan seperti“Set the Clock” di mana pengguna internet
harus mengeklik tanda panah untuk menunjukkan jam yang diminta seperti tertulis pada
layar. Permainan lainnya adalah a matching game di mana pengguna diminta untuk
memasangkan waktu yang dinyatakan dalam gambar jam dan waktu digital, dan
permainan lain yang membutuhkan konsentrasi juga mengenai memasangkan jam yang
sama dengan representasi yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Seiring dengan berjalannya penelitian ini, peneliti selalu mencari websitewebsite yang relevan dengan pembelajaran di kelas Jack. Kemudian website-website
yang telah saya temukan, saya susun dan saya taruh ke dalam blog khusus
_04_01_archive.html)
untuk
(http://onlineresources4fika.blogspot.com/2006
memudahkan Jack maupun saya mendapatkan kembali website ini. Apa yang terjadi
atas usaha ini? Diberikan dalam catatan diary penelitian berikut.
Di
tengah-tengah
pembelajaran
matematika
berlangsung, Jack berjalan mengelilingi kelas. Ketika
Jack mendekat kekomputer di mana saya duduk, saya
menghampiri Jack dan mengatakan bahwa saya telah
menemukan beberapa website untuk siswanya. Dia
kemudian
bertanya
apakah
saya
menginginkan
supaya siswa bersama saya belajar menggunakan
website
yang
telah
saya
dapatkan?
Saya
meresponinya bahwa saya memerlukan bantuannya
dulu untuk mengecek kesesuaian website ini bagi
siswanya.
Dia
kemudian
mengeklik
website
pengukuran yang telah saya cantumkan pada
sebuah
blog.
Dia
melihatnya
Gambar 1 website STOP the CLOCK
sepintas
kemudian dia beralih ke website lain karena dengan alasan website
tersebut terlalu berciri Amerika [menggunakan satuan kaki]. Dia
kemudian mengeklik level 2 dari STOP THE CLOCK karena website
tersebut cocok untuk Kelas 2, demikian alasan Jack. Dia menemukan
7|Page
bahwa halaman itu memuat jam yang seperempatan dan ini bukan
menjadi bagian program pengajarannya. Dia mengatakan bahwa hal
tersebut agak sulit bagi siswa. Dia kemudian membuka Level 1 dan
dia memutuskan bahwa Level 1 yang cocok untuk siswanya.
Selanjutnya
Jack
meminta
saya
bekerja
dengan
4
siswa
menggunakan 2 komputer. Keempat siswa kemudian bekerja secara
berpasangan. Saya mengarahkan siswa mengerjakan Level 1. Para
siswa mengerjakannya dan hanya dalam beberapa menit pada
umumnya siswa sudah dapat memasangkan jam digital dengan jam
pada gambar. Beberapa dari mereka pun berkata, ini mudah dan
bertambah mudah. Seorang siswa bertanya, bisakah kami ke level
berikutnya. Siswa lain yang mendengarnya juga setuju dengan ide
itu. Saya kemudian membolehkan mereka mengeklik Level 2. Dengan
beberapa diskusi di antara mereka, mereka semua pada akhirnya
dapat menyelesaikan soal pada Level 2 tersebut. Beberapa menit
kemudian, ada siswa lagi yang mengatakan, ini tambah mudah.
Mereka kemudian bersepakat masuk ke Level 3. Tampak mereka
mulai kesulitan. Saya kemudian meminta seorang siswa mengambil
model jam, dan saya mendemonstrasikan seperti apa 5 menit-an.
Seorang siswa pun beberapa kali menggunakan model jam untuk
dapat menyelesaikan soal tersebut. Jadi hanya dengan sedikit
bantuan, para siswa ini dapat menyelesaikan latihan tersebut dalam
berbagai level. Akhirnya para siswa ini meminta ijin untuk membuka
website permainan yang masih berkaitan dengan waktu seperti pada
Gambar 2. Beberapa siswa lain datang mendekat dan bertanya kapan
kesempatan bagi mereka untuk mengerjakan hal tersebut. Mereka
tampak mau tahu juga dan komentar yang saya dengar dari mereka
“Cooooooool.” Artinya bagus atau menarik sekali. Satu dari siswa
tersebut bahkan mencoba memegang mouse komputer yang
mengindikasikan keinginan yang kuat untuk turut mengerjakan hal
yang sama yang dilakukan temannya. Sejalan dengan aktivitas ini,
8|Page
Jack sendiri tetap melanjutkan membimbing siswanya mengerjakan
soal-soal penjumlahan bilangan. [27/04/06]
Selama kegiatan dengan internet ini, para siswa
sangat antusias. Mereka terlibat diskusi dan bekerja bersama
dengan pasangannya. Mereka tampak tertantang dengan
meningkatnya
tingkat
kesulitan
sejalan
dengan
meningkatnya Level website tersebut. Saya menemukan
bahwa siswa ternyata mampu menyelesaikan masalah yang
tingkat kesulitannya lebih kompleks dari pada apa yang
diduga oleh Jack.
Pada saat istirahat, Jack mendatangi saya untuk
mengecek pelaksanaan kerja kelompok siswa menggunakan
internet. Saya menceriterakan dan mengatakan bahwa
semua siswa berhasil menyelesaikan semua soal yang ada
pada Level 1 hingga 3. Saya membiarkan mereka karena
mereka selalu mengatakan mudah setelah beberapa kali
mengerjakan setiap level. Saya menyampaikan ke Jack
bahwa mereka tampak antusias sekali.
Adapun reaksi Jack seperti yang tercatat dalam diary
penelitian saya:
Jack lalu mengecek kembali website yang
telah
saya
tunjukkan
sebelumnya.
Gambar 2 Website permainan
Dia
memperhatikan website-website tersebut dan berkomentar “It looks
interesting”. Artinya menarik tampaknya. Jack kemudian menanyakan
URL dari website tersebut karena dia ingin membuat link website ini
ke website kelasnya. Jack juga memutuskan untuk membuat link
dengan blog yang telah saya buat dan menamainya “Grade 2 –web
games”. Dia mengerjakan semua ini hanya sekitar 2 menit. Dengan
mengeklik link tersebut, pengguna internet dapat mengakses blog
yang saya buat yang memuat website pembelajaran matematika yang
dapat berguna baik bagi siswa maupun bagi guru. Jack selanjutnya
memperlihatkan saya program mengajar tahunannya. Saya berterima
kasih dan saya mengatakan bahwa program ini dapat membantu saya
mencari website pembelajaran matematika yang bersesuaian dengan
topik yang telah ada. [27/04/06]
Hal yang dilakukan Jack menunjukkan betapa mudahnya Jack membuat link
website jika Jack menghendaki, dan ini dapat bermanfaat bagi siswa, baik ketika siswa
di kelas maupun ketika siswa di rumah. Kejadian ini memberikan harapan baru bagi
9|Page
saya bahwa Jack dapat membuat lebih banyak link yang bermanfaat bagi siswa maupun
dirinya dan hal ini tidak memerlukan waktu yang lama bagi Jack untuk melakukannya.
Saya bahkan berfikir bahwa suatu hari Jack bisa memberi workshop pada guruguru lainnya untuk berbagi ide dan pengalaman mengajarnya menggunakan internet
seperti yang dilakukan oleh guru yang telah saya teliti sebelum penelitian dengan Jack.
Saya ungkapkan pemikiran ini ke Jack dan dia merespon positif pada ide tersebut. Akhir
dari percakapan hari itu adalah, bahwa Jack sebenarnya lebih memilih memperkenalkan
website dengan menggunakan data proyektor. Dia beralasan bahwa hal tersebut
memungkinkan semua siswa melihat website tersebut. Saya mendukung ide Jack dan
mengatakan bahwa setelah dia memperkenalkan website itu dengan data proyektor,
murid mereka dapat bekerja kelompok bersama saya. Dia setuju juga dan dia
mengatakan ide tersebut adalah baik.
Seusai kunjungan ke sekolah pada hari tersebut, saya langsung menganalisis
kejadian di kelas, berefleksi tentang apa yang saya pahami tentang pengajaran Jack.
Saya merefleksi tentang arah dari pekerjaan saya dengan Jack. Tampaknya bahwa saya
membuat sejenis transisi yang alamiah dari seorang asisten Jack mejadi orang yang
mempromosikan penggunaan internet untuk pembelajaran matematika. Saya merasa ini
sebuah kesuksesan. Saya berfikir ini adalah strategi yang efektif karena saya
memodelkan ke Jack cara mengintegrasikan internet dalam pembelajaran matematika.
Jack tidak harus mengubah kelasnya, dan dia dapat melihat saya melakukannya, dia
dapat melihat bagaimana siswa merespon kegiatan belajar dengan internet. Jack bisa
melihat bagaimana siswa menyenangi pembelajaran itu. Tampaknya bahwa dengan
kerja saya membantu siswa belajar matematika dengan menggunakan internet dapat
memancing perhatian Jack dan membuat Jack tertarik dengan sumber-sumber belajar
online. Ini mungkin yang dimaksudkan ke saya bahwa dia akan sangat senang bekerja
sama dengan saya demi kepentingan pembelajaran siswanya.
Saya berharap Jack akan membuat keputusan sendiri untuk mencoba
memanfaatkan internet untuk pembelajaran siswanya. Harapan selanjutnya bahwa
dengan adanya keinginan ini, maka Jack akan punya lebih banyak waktu
mengeksplorasi website pembelajaran matematika. Dengan demikian harapan bahwa
Jack akan menjadikan internet sebagai alat belajar dan alat pengembangan profesinya
akan terwujud dan inilah yang menjadi tujuan utama penelitian ini.
Saya juga berefleksi dengan kejadian bekerja dengan siswa di kelas. Saya
menemukan bahwa siswa sudah sangat terbiasa dengan internet. Mereka mungkin
melihat komputer hanya seperti boneka. Jadi bukan hal yang menakutkan, bukan hal
yang sulit dipakai. Episode-episode ini membuat saya berfikir lebih mendalam,
bagaimana saya harus melakukan pekerjaan untuk membawa Jack melihat potensi
internet sebagai alat belajar dan membawa mereka untuk memanfaatkan teknologi
mahal yang telah tersedia di kelas tersebut.
Simpulan dan Saran
Studi dengan Jack menunjukkan upaya seorang peneliti yang bermaksud
membawa suatu perubahan atau menawarkan suatu inovasi, dalam hal ini
memanfaatkan teknologi internet yang telah tersedia di dalam kelas Jack. Jack tidak
diminta mengikuti pelatihan khusus di luar kelas. Ini berarti Jack masih tetap bisa
bersama dengan siswanya. Peneliti pun dalam menawarkan ide, didasarkan pada
kebutuhan lapangan saat itu atau situasi dan kondisi nyata yang dihadapi guru. Dengan
pelaksanaan di dalam kelas, peneliti mempunyai kesempatan mengamati kebutuhan
10 | P a g e
belajar atau permasalahan belajar siswa. Peran peneliti adalah lebih banyak membantu
atau menempatkan diri sebagai bagian dari kelas itu (partisipant observer).
Fase 1 hanyalah sebagian kecil dari fase yang telah dilaksanakan dalam
penelitian ini, dan melalui fase ini dapat dilihat efek langsung dari strategi yang
digunakan peneliti. Tampak Jack tertarik atau terpancing menggunakan Internet.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika seseorang dalam posisi akan
membawa pembaharuan di kelas, akan bermaksud memperbaiki pengajaran di kelas
maka mereka tidak cukup hanya mendiseminasikan melalui seminar atau
mensimulasikannya, tetapi mereka perlu terlibat langsung di kelas. Ketika mengalami
langsung di kelas, maka diperlukan suatu pendekatan yang powerful dan di sinilah
ethnographic intervention dapat bermanfaat.
Dengan kata lain, jika kita bermaksud memberi dukungan pada guru, maka
tentunya kita harus mengenali situasi ril guru, memahami pengetahuan guru tentang
matematika dan keyakinan guru tentang pengajaran matematika itu sendiri. Karena
tanpa itu, tidak sedikit bukti dan pengakuan para trainer bahwa guru sulit berubah. Kita
memerlukan informasi yang lebih valid tentang faktor apa yang mendukung dan
menghambat terjadinya perubahan itu. Tanpa hal demikian, maka bisa terjadi banyak
uang, energi dan waktu yang sia-sia tanpa ada hasil yang jelas.
Dari sajian di atas, dapat dilihat bahwa proses yang terjadi tidak linier atau
relatif kompleks. Namun demikian, pelaksanaan yang demikian diharapkan mempunyai
dampak positif yang cukup signifikan. Andaikan pun kita tidak berhasil membawa
perubahan, maka setidaknya kita mendapatkan wawasan mengapa perubahan itu sulit
terlaksana, dan hal ini akan membawa kita pada langkah yang lebih maju dalam
mengatasi permasalahan pengajaran di kelas.
Pertanyaan terakhir adalah apakah metode ini dapat diterapkan oleh para
mahasiswa S1, S2, S3 atau pun dosen pendidikan matematika di Indonesia? Ditinjau
dari sifat ethnography, maka penelitian dengan metode ini memerlukan waktu yang
relatif lama. Dengan demikian, jika para mahasiswa bermaksud menerapkan ini, ada
baiknya para mahasiswa tersebut secepat mungkin dapat dihubungkan dengan sekolah
yang diincar menjadi tempat penelitian. Mahasiswa tersebut dapat berperan sebagai
„tenaga sukarela‟ sehingga waktu pengenalan lapangan (sebagai bagian dari
ethnogaraphy) bisa lebih singkat. Berbeda dengan penelitian yang saya lakukan, yaitu
sekolah yang jauh berbeda dengan konteks sekolah Indonesia, menyebabkan saya
membutuhkan masa penyesuaian yang relatif lama. Sedangkan bagi para peneliti atau
dosen, pelaksanaan ethnography dapat bermanfaat khususnya memberi kesempatan luas
untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, dan ini dapat berkontribusi
dalam proses penyiapan calon guru di kampus.
Daftar Pustaka
Allan, G. (1991). Qualitative research. In G. Allan & C. Skinner (Eds.), Handbook for
Research Students in the Social Sciences (pp. 177-189). London: Falmer Press.
Burns, R. B. (2000). Introduction to research methods (4th ed.). Frenchs Forest,
N.S.W.: Pearson Education.
Freebody, P. (2003). Qualitative research in education: Interaction and practice.
London: Sage Publications.
Hammersley, M., & Atkinson, P. (1995). Ethnography: principles in practice (2nd ed.).
London: Routledge.
11 | P a g e
Hammersley, M., & Atkinson, P. (2007). Ethnography: principles in practice (3rd ed.).
Milton Park, Abingdon, Oxon; New York: Routledge.
Patahuddin, S. M. (2008). Exploiting the Internet for teacher professional development
and mathematics teaching and learning: An ethnographic intervention.
Unpublished Dissertation, The University of Queensland, Brisbane.
Silverman, D., & Seale, C. (2005). Doing qualitative research : A practical handbook
(2nd ed.). London: SAGE Publications.
Tedlock, B. (2000). Ethnography and ethnography representation. In N. K. Denzin & Y.
S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research (2nd ed., pp. 455-486).
Thousand Oaks, California: Sage Publication, Inc.
Wolcott, H. F. (1988). Ethnographic research in education. In R. M. Jaeger (Ed.),
Complementary methods for research in education (pp. 187-249). Washington,
DC: American Educational Research Association.
12 | P a g e