PROFIL PENGGUNAAN GAMBAR DALAM PEMECAHAN

PROFIL PENGGUNAAN GAMBAR DALAM PEMECAHAN MASALAH
GEOMETRI PADA SISWA SMP DITINJAU DARI KEMAMPUAN INTELEGENSI
M. Zainul Firdaus, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas negeri
Surabaya, Jurusan Pendidikan Matematika
enoeng27firdaus@gmail.com
I.

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam keseluruhan pores pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Sekarang timbul
pertanyaan apakah belajar itu sebenarnya? Samakah belajar dengan latihan,
dengan menghafal, dengan pengumpulan fakta, dan studi? Tentu saja
terhadap pertanyaan tersebut banyak pendapat yang mungkin satu sama lain
berbeda.
Misalnya ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan suatu kegiatan
menghafal sejumlah fakta-fakta. Sejalan dengan pendapat ini, maka seorang
yang telah belajar akan ditandai dengan banyaknya fakta-fakta yang dapat
dihafalkan. Guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika siswasiswa telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala, pendapat lain

mengatakan bahwa belajar adalah sama saja dengan latihan, sehingga hasilhasil belajar akan tampak dalam keterampilan-keterampilan tertentu sebagai
hasil latihan.
Untuk banyak memperoleh kemajuan, seseorang harus dilatih dalam
berbagai aspek tingkah laku sehingga diperoleh suatu pola tingkah laku yang
otomatis. Seperti misalnya agar seseorang siswa mahir dalam matematika,
maka ia harus banyak dilatih mengerjakan soal-soal latihan. Matematika
adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Salah satu
alasan mengapa matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan adalah
karena
matematika
merupakan
ilmu
universal
yang
mendasari
perkembangan teknologi modern. Selain itu matematika juga mempunyai
peranan yang sangat penting bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu yang
mampu melatih kemampuan daya pikir manusia.
Perkembangan yang pesat dibidang teknologi dewasa ini tak lepas dari
peran serta perkembangan matematika, dan untuk mencapai teknologi di

masa depan sangat diperlukan penguasaan matematika yang cukup
memadai yang harus dipupuk sejak dini. Matematika adalah suatu ilmu yang
mengajarkan kepada siswa tentang bagaimana berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis dan kreatif, serta mampu untuk bekerja sama. Kemampuan
tersebut akan sangat diperlukan agar seseorang dapat memiliki kompetensi
dalam memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi sehingga
mampu bertahan hidup pada situasi dan kondisi yang selalu berubah, tidak
pasti dan kompetitif.
1

2
Geometri merupakan salah satu aspek dalam mata pelajaran matematika
yang penting diajarkan dan dipelajari pada setiap jenjang satuan pendidikan,
mengingat fungsi dan kegunaannya bagi kehidupan manusia. Belajar
geometri bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis,
mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan dalam
rangka menunjang materi yang lain, serta dapat membaca dan
menginterpretasikan imajinasi dalam matematika. Kemampuan tersebut
sangat penting mengingat objek matematika yang bersifat abstrak. Selain itu
pembelajaran geometri mempunyai posisi yang penting dalam kurikulum

matematika karena memuat banyak konsep-konsep yang berhubungan
dengan lingkungan sekitar, karena pada umunya pertama kali seseorang
mengenal benda-benda yang ada disekililingnya lebih dahulu berdasarkan
bentuk atau wujudnya sebelum mereka melakukan pengenalan lebih jauh
untuk mengetahui apa saja yang terdapat dalam benda tersebut seperti
ukurannya, luasnya, kapasitasnya dan sebagainya. Selain itu secara
psikologis geometri merupakan pembelajaran yang mengabstraksikan
pengalaman visual dan spasial, yang secara keilmuan matematika geometri
dapat membantu untuk melakukan pemecahan masalah, misalnya dengan
menggunakan gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor dan
transformasi. Terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah
matematika yang dikenal dengan langkah pemecahan masalah Polya, dalam
Gatot Sunarjadi [1] yaitu :
1. Memahami masalah
2. Merencanakan masalah
3. Menyelesaikan masalah
4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
Kemampuan memecahkan masalah tersebut terletak pada ide penyusunan
rencana pemecahan masalah dimana pada tahap tersebut dituntut
kemampuan kreatifitas daya temu dan pengertian yang mendalam terhadap

masalah yang dihadapi.
Masalah adalah suatu situasi atau pertanyaan yang dihadapi oleh seseorang
yang tidak dapat segera diselesaikan dengan menggunakan aturan atau
prosedur tertentu. Geometri adalah salah satu aspek dalam mata pelajaran
matematika yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis, dan
intuisi keruangan yang bertujuan untuk mengembangkan logika berpikir dan
daya tilik ruang yang berguna dalam pemecahan masalah yang berguna
dalam pemecahan masalah yang banyak terkait dengan kehidupan seharihari. Jadi masalah geometri adalah situasi yang terkait dengan geometri yang
disajikan dalam bentuk soal nonrutin sedimikian hingga siswa tidak dapat
menemukan
jawaban
atau
menyelesaikan
soal
tersebut
dengan
menggunakan aturan atau prosedur tertentu.
Pemecahan masalah adalah suatu upaya/usaha yang dilakukan oleh siswa
untuk menyelesaikan/memecahkan masalah yang diberikan dengan
menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang sudah

dimilikinya. Jadi pemecahan masalah geometri adalah suatu upaya/usaha
yang dilakukan oleh siswa untuk menyelesaikan/memecahkan masalah

3
geomteri yang diberikan dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan,
dan pemahaman yang sudah dimilikinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah
dikemukakan, maka rumusan masalah adalah “Profil penggunaan gambar
dalam pemecahan masalah geometri pada siswa SMP ditinjau dari
kemampuan intelegensi”.

4
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dalam penulisan ini
adalah untuk mengetahui profil penggunaan gambar dalam pemecahan
masalah geometri ditinjau dari kemampuan intelegensi pada siswa SMP.
D. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran istilah-istilah dalam penelitian ini,
peneliti mendifinisikannya sebagai berikut.

1. Masalah matematika adalah masalah sebagai suatu situasi/gambaran
yang dihadapkan pada seseorang tetapi belum diketahui cara untuk
menyelesaikannya. Suatu masalah biasanya memuat suatu yang
mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu
secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya.
2. Pemecahan masalah matematika adalah Pemecahan masalah adalah
suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi
yang benar-benar unik dan baru lagi. Polya [1] mengartikan pemecahan
masalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan guna
mencapai tujuan yang tidak begitu mudah untuk dicapai
3. Geometri adalah adalah ilmu yang membahas tentang hubungan antara
titik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang. Kata geometri
berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran bumi. Maksudnya
mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi. Geometri kuno
sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian
orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang Mesir dan
Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan
volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang
matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang;
atau geometri juga berarti ilmu ukur.

4. Intelegensi menurut beberapa ahli :
William Stern Intelegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan
baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya.
V.Hees Intelegensi adalah sifat kecerdasan jiwa.
K.Buhler Intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman
atau pengertian. David Wechsler Intelegensi adalah kapasitas untuk
mengerti lingkungan dan kemampuan akal budi untuk mengatasi
tantangan-tantangannya.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan nanti diharapkan dapat membarikan
manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangan teoritis tentang penggunaan gambar dalam
pemecahan masalah geometri siswa SMP ditinjau dari kemampuan
intelegensi.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan penelitian terkait
penggunaan gambar dalam pemecahan masalah geometri siswa SMP
ditunjau dari intelegensi.

5
II.


Kajian Pustaka

A. Belajar
1. Pengertian
Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama
belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar.
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli psikologi
termasuk ahli psikologi pendidikan.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahanyaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahanperubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut : (Slameto [2])
“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak
sekali, baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap
perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam belajar.
Kalau tangan seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak

mobil, perubahan semacam itu tidak dapat digolongkan ke dalam
perubahan dalam arti belajar.
Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang yang berada dalam
keadaan mabuk, perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan,
pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam
pengertian belajar.
Adapaun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar sebagai berikut :
1. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia akan merasakan telah terjadi
adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa
pengetahuananya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya
bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk
atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perbahan dalam
pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari
akan perubahan itu.
2. Perubahan dalam belajar bersifat keberlanjutan dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan
yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan

berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya
jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan
dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini
berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan
sempurna. Ia dapat menulis indah, dapat menulis dengan pulpen, dapar
menulis dengan kapur, dan sebagainya. Di samping itu dengan
kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh
kecakapan-kecapakan lain misalnya, dapat menulis surat, menyalin
catatan-catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.

6
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.
Perubahan yang berisfat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi
dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya
perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan
sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan

dalam pengertian belajar.
4. Perubahan dalam belajar bukan sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin,
menangis dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan
dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat
menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi
setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang
anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu
saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang
kalau terus dipergunakan atau dilatih.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan
yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah
laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar
mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat
dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang
akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan
senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkan.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seorang
belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah
laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan
sebagainya.
Sebagai contoh jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka akan
perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan naik sepeda
itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahan-perubahan lainnya
seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang
jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita
untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan
sepeda, dan sebagainya. Jadi aspek perubahan yang saru berhubungan
erat dengan aspek lainnya.
2. Jenis-jenis belajar
1. Belajar bagian (part learning, fractioned learning)
Umumnya belajar adalah bagian dilakukan oleh seorang bila ia
dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif,
misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan motoris seperti

7
bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh materi pelajaran
menjadi bagian-bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai
lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau
belajar global.
2. Belajar dengan wawasan (learning by insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang prsikologi
gestalt pada permulaan tahun 1971. Sebagai suatu konsep, wawasan
(insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi
belajar dan proses berfikir. Meskipun W. kohler sendiri dalam
menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah
laku (perkembangan yang lembut dalam menyelesaikan suatu
persoalan dan kemudian secara tiba-tiba terjadi reorganisasi tingkah
lau). Namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang secara
prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo-behaviorisme. Menurut
Gestatlt teori wawasan merupakan proses mereorganisasikan pola-pola
tingkah laku yang telah terbentuk menjadi satu persoalan. Sedangkan
bagi kaum neo-behaviorisme (antara lain C.E. Osgood) menganggap
wawasan sebagai salah satu bentuk atau wujud dari asosiasi stimulusrespons (S-R). jadi maslaah bagi penganut neo-behavorisme ini justru
bagaimana menerangkan reorganisasi pola-pola tingkah laku yang telah
terbentuk tadi menjadi satu tingkah laku yang erat hubungannya
dengan penyelesaian suatu persoalan. Dalam pertentangan ini
barangkali jawaban yang memuaskan adalah jawaban yang
dikemukakan oleh G.A.Miller, yang menganjurkan behavoriesme
subjektif. Menurut pendapatnya wawasan barangkali meruapakan kreasi
dari “rencana penyelesaian” (meta program) yang mengontrol rencanarencan subordinasi lain (pola tingkah laku) yang telah terbentu.
3. Belajar diskriminatif (discriminative learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih
beberasapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai
pedoman dalam bertingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam
eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda-beda
tehadap stimulus yang berlainan.
4. Belajar global/keseluruhan (global whole learning)
Disini bahan belajar dipelajari secara keseluruhan berulang sampai
pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini
sering disebut juga metode Gestalt.
5. Belajar incidental (incidential learning)
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu
berarh-tujuan (intensional). Sebab dalam belajaritu intidental pada
individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar ini
maka untuk kepentingan penelitian, disusun prumusan operasional
sebagai berikut : Belajar disebut incidental bila tidak ada instruksi atau
petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang

8
akan diujikan kelak. Dalam kehidupan sehari-hari, belajar incidental ini
merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu di antara para ahli
belajar incidental ini merupakan bahan pembicaraan yang sangat
menarik, khususnya sebagai bentuk belajar yang bertentangan dengan
belajar intensional. Dari salah satu penelitian ditemukan bahwa dalam
belajar incidental (dibandingkan dengan belajar intensional), jumlah
frekuensi materi belajar yang diperlihatkan tidak memegang peranan
penting, prestasi individu menurun dengan meningkatnya motivasi.
6. Belajar instrumental (instrumental learning)
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang
diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah
siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal.
Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur
dengan jalan memberikan penguat (reinforcement) atas dasar tingkattingkat kebutuhan. Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar
instrumental yang khusus adalah “epembentukan tingkah laku”. Disini
individu diberi hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku
yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga
akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.
7. Belajar intensional (intensional learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar incidental,
yang akan dibahas lebih luas pada bagian berikut.
8. Belajar laten (latent learning)
Dalam hal belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang
terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.
Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai
belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat dikalangan
penganut behaviorisme, khususnya mengenai peranan faktor penguat
(reinforcement) dalam belajar.
9. Belajar mentaql (mental learning)
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi disini tidak nyata
terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada
bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas
terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoritas. Sehingga perumusan
operasional juga menjadi sangat berbeda ada yang mengartikan belajar
mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah
laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lainlain.
10. Belajar produktif (productive learning)
Menurut R. Berguis (dalam Slameto) [2], memberikan arti belajar
produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar
adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku
dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu

9
mampu menstransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu
situasi ke situasi lain.
11. Belajar verbal (verbal learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui
latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam
eksperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari
belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna
sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian
persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal
3. Teori-teori belajar
Sebetulnya terdapat berbagai teori belajar misalnya yangmendasarkan
pada ilmu jiwa, daya tanggapan, asosiasi, trial & error, Medan, Gestatlt,
Behaviorist dan lain-lain. Namun dalam uraian berikut ini dibatasi hanya
yang sekiranya relecan dengan kebutuhan kita.
1. Teori Gestalt
Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman, yang
sekarang menjadi tenar di seluruh dunia. Hukum yang berlaku pada
pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar yaitu :
a) Gestalt mempunyai sesuatu yang melebihi jumlah unsureunsurnya.
b) Gestalt timbul lebih dahulu daripada bagian-bagiannya.
Jadi dalam belajar yang penting adanya penyesuaian pertama yaitu
memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang
dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus
dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Sifat-sifat belajar
dengan insight ialah :
a) Insight tergantung dari kemampuan dasar.
b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan.
c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa,
sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
d) Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.
e) Belajar dengan insight dapat diulangi
f) Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasisituasi yang baru.
Prinsip menurut teori Gestalt.
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan
pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat
lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagiannya.
b) Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah
matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai
suatu organism yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu
tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi juga
perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
c) Siswa sebagai organism keseluruhan
Siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan
jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern guru disamping
mengajar, juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.

10
d) Terjadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama
ialah memperoleh response yang tepat. Mudah atau sukarnya
problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam
suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat
dipindahkan untuk kemampuan yang lain.
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya. Anak kena api- kejadian ini menjadi pengalaman
baik bagi anak. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemani
suatu situasi/soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan
menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki. Siswa
mengadakan analisis reorganisasipengalamannya.
f) Belajar harus dengan insight
Insight adalah suatu saat dalam proses belajar dimana seseorang
melihat pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan
tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
g) Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat keinginan
dan tujuan siswa.
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang
diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif,
siswa diajak membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan
yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.
h) Belajar berlangsung terus menerus.
Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga
di luar sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendirisendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di
rumah dan masyarakat, agar semua turut serta membantu
perkembangan siswa secara harmonis.
2. Teori Belajar Menurut J. Bruner
Kata Bruner belajar tidak untuk mengubah tinkah laku seseorang
tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa
sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah.
Sebab itu Bruner mempunyai pendapat, alangkah baiknya bila
sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju
dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran
tertentu. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi
aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan
kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan
yang dinamakan “discovery learning environtment”, ialah lingkungan
di mana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan
baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang
sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan selalu ada bermacam-macam
masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang dihayati oleh siswa
secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Dalam lingkungan
banyak hak yang dapat dipelajari siswa, dapat digolongkan menjadi :
a) Enactive
Seperti belajar naik sepeda, yan gharus didahului dengan
bermacam-macam keterampilan motoric

11
b) Iconic
Seperti mengenal jalan yang menuju ke pasar, mengingat di mana
bukunya yang penting diletakkan,
c) Symbolic
Seperti menggunakan kata-kata, emnggunakan formula.
Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini :
1) Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya
perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai
tujuan tertentu.
2) Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu
disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa.
3) Menganalisis sequence. Guru mengajar,berarti membimbing siswa
melalui urutan pernyataan-pernytaan dari suatu masalah, sehingga
siswa memperoleh pengertian dan dapat men-transfer apa yang
sedang dipelajari.
4) Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back).
Penguatan yang optimal terjadi pad awaktu siswa mengetahui
bahwa “ia menemukan jawabannya”.
3. Teori Belajar dari Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar pada anakanak adalah sebagai berikut :
1) Anak mempunyai struktur mempunyai struktur mental yang
berbeda dengan orang dewas. Mereka bukan merupakan orang
dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas
untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia
sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
2) Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu,
menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
3) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui
suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu
tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
4) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :
a. Kemasakan
b. Pengalaman
c. Interaksi sosial
d. Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas bersama-sama
untuk membangun dan memperbaiki struktur mental)
5) Ada 3 tahap perkembangan, yaitu :
a. Berpikir secara intuitif ±4 tahun
b. Beroperasi secara konkret ± 7 tahun
c. Beroperasi secara formal ± 11 tahun
Perlu diketahui pula bahwa dalam perkembangan intelektual terjadi
proses yang sederhana seprti melihat, menyentuh, menyebut nama
benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu rangkaian perubahan
yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan dunia
sekitarnya.
4. Teori dari R. Gagne
Terhadap masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu :
1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

12
2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
diperoleh dari isntruksi.
Mulai masa bayi manusia mengadakan interaksi dengan lingkungan,
tetapi baru dalam bentuk “sensori-motor coordination”. Kemudian ia
mulai belajar berbicara dan menggunakan bahasa. Kesanggupan
untuk menggunakan bahasa ini penting artinya untuk belajar.
Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan “sosialisasi”
dengan anak lain, atau orang dewasa, tanpa pertentangan bahkan
untuk membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan keramahan dan
konsiderasi pada anak itu.
Tugas kedua ialah belajar menggunakan symbol-simbol yang
menyatakan keadaan sekelilingnya, seperti : gambar, huruf, angka,
diagram dan sebagainya. Ini adalah tugas intelektual (membaca,
menulis, berhitung dan sebagainya). Bila anak sekolah sudah dapat
melakukan tugas ini, berarti dia sudah mampu belajar banyak hal dari
yang mudah sampai yang amat kompleks.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh
manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “The domains
of learning” yaitu :
1) Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan,
misalnya melempar bola, main tenis, emgemudi mobil, mengetik
huruf dan lain sebagainya.
2) Infomasi verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis,
menggambar, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk
mengatakan sesuatu itu perlu intelegensi.
3) Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan
menggunakan symbol-simbol. Kemampuan belajar cara inilah yang
disebut “kemampuan intelektual”, misalnya membedakan huruf m
dan n, menyebut tanaman yang sejenis.
4) Strategi kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal
organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir.
Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena
ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan
berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-perbaikan secara
terus menerus.
5) Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak
tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya
domain yang lain. Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa
kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.
5. Purposeful Learning
Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Adapaun hal yang perlu
diperhatikan dalam purposeful learning adalah :
a) Dilakukan siswa sendiri tanpa perintah atau bimbingan orang lain.

13
Skema berikut ini menunjukkan purposeful learning tanpa
bimbingan. Urutan ini menggambarkan bagaimana seseorang
memperoleh banyak kecakapan intelektual dan psikomotor.
Dalam menganalisis urutan itu pembaca dapat memikirkan tingkah
laku siswa yang anda dapatkan sebagai hasil belajar dan cobalah
tentukan apakah urutan itu dapat diterapkan pada tingkah laku
siswa tersebut.
Urutan purposeful learning tanpa bimbingan :
1) Memperoleh situasi belajar.
2) Menetapkan tujuan, mengarahkan perhatian dan kegiatan
kepada pencapaian tujuan.
3) Mengadakan usaha-usaha pendahuluan yang mencakup
berpikir produktif dalam hubungan dengan tugas-tugas di
dalam bidang :
- Kognitif
- Psikomotor dan
- Afektif
4) Latihan untuk memperoleh kecakapan dan untuk mencapai
tujuan.
5) Mengevaluasi tingkah laku sendiri
6) Mencapai tujuan atau tidak mencapai tujuan
7) Mengalami
kepuasan
menggunakan
pengetahuan
dan
kecakapan yang lebih tinggi tingkatnya (dari pada sebelum
belajar) di dalam situasi lain. Mengubah tujuan, mengubah
respon, atau mengundurkan diri.
b) Dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi
belajar-mengajar di sekolah.
No
1

Aktivitas Siswa
Memperhatikan situasi belajar

2

Menetapkan
tujuan
:
mengarahkan perhatian dan
kegiatan kepada tercapainya
tujuan.

3

Mengadakan
percobaan
(usaha) dalam bidang :
- Kognitif
- Psikomotor
- Afektif

4

Latihan/praktek
untuk
memperoleh kecakapan dan

Aktivitas Guru
Memanipulasi
materi,
kegaitan dan unsure-unsur.
Aspek-aspek yang lain dalam
situasi untuk menjamin dan
menguasai perhatian siswa.
Membantu
siswa
dalam
menetapkan tujuan dengan
jalan mendiskusikan tujuan
pengajaran, tugas-tugas yang
harus
dikerjakan
dan
sebagainya.
Menyediakan sumber-sumber
pengajaran, misalnya : bahanbahan dan perlengkapan dan
memberikan
bimbingan
kepada
siswa
untuk
menggunakan
sumber
tersebut.
Mengatur
latihan,
studi,
diskusi,
laboratorium
dan

14
untuk mencapai tujuan

kegiatan-kegiatan
lain.
Member semangat siswa agar
tekun dalam usaha mencapai
tujuan.
Member bimbingan kepada
siswa
dalam
memperoleh
pengetahuan
dan
dalam
mengembangkan kecakapan
yang lebih tinggi tingkatnya
dan tingkah laku pro-sosial
dan
memperhatikan
perbedaan individu siswa.
5
Menilai tingkah laku sendiri
Menilai
kemajuan
siswa,
membetulkan
kesalahankesalahan, memperkuat apa
yang telah baik (reinforce)
misalnya
dengan
memuji,
memberikan persetujuan.
Memberi kesempatan untuk
mengadakan
review
dan
latihan-latihan tambahan di
mana perlu.
6
Mencapai tujuan
Mengadakan evaluasi sumatif
untuk
memperoleh
pengetahuan
tentang
seberapa jauh tujuan telah
tercapai
7
Memperoleh kepuasan
Mencipatakan kondisi yang
memungkinkan penggunaan
pengetahuan,
keterampilan
dan
kecakapan
sekarang
dalam belajar lebih lanjut
dalam kegiatan-kegiatan lain,
dalam situasi di luar sekolah.
(Drs Slameto; Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi ;1719; 2010) [2]
Penjelasan tiap langkah :
1) Memperhatikan tugas yang akan dipelajari adalah penting
dalam memulai tahap (urutan) kegiatan belajar. Pada waktu
mengintroduksi pelajaran (atau unit), guru menarik perhatian
siswa. Guru menuntut siswa menggunakan lebih dari satu
indera, misalnya pendengaran dan penglihatan. Materi
pengajaran, komponen-komponen fisik kelas, kegiatan-kegiatan
guru dan aspek-aspek sosial dari situasi kelas diatur untuk
membantu timbulnya perhatian.
2) Penetapan tujuan itu penting untuk memulai dan mengarahkan
kegiatan. Siswa memerlukan kesempatan dan bantuan dan
memutuskan (menetapkan) apa yang mereka pelajari,

15

3)

4)

5)

6)

7)

bagaimana mereka akan dapat belajar dengan baik, kapan
bahan tersebut akan dipelajari. Diskusi dalam keseluruhan
kelas, diskusi dalam kelompok kecil, dan pertemuan-pertemuan
individual digunakan untuk membantu siswa secara individual
menetapkan tujuan.
a. Berusaha mencapai tujuan mencakup interaksi dengan
orang-orang dan materi yang cocok untuk mencapai tujuan
tersebut dan cocok dengan sifat-sifat siswa.
Mula-mula siswa mengamati dan meniru, kemudian makin
dikembangkan dengan belajar sendiri secara berdiri sendiri.
b. Mengenal dan mengorganisasi komponen secara berurutan
adalah untuk mencapai tujuan. Siswa perlu ditolong agar
mengenal hubungan yang bermakna antara komponenkomponen tersebut.
a. Latihan (praktek) yang dilakukan dalam kondisi-kondisi
tertentu adalah penting untuk meningkatkan pekerjaan
(performance) dalam kebanyakan bidang studi. Agar
latihan/praktek tersebut berlangsung dengan efektif, guru
dapat memberikan hubungan keseluruhan bagian, lamanya
waktu latihan, pengetahuan tentang kemajuan, dan kondisikondisi lain yang membantu.
b. Belajar yang sesuai dengan kecakapan sendiri, cara sendiri,
dan sifat-sifat sendiri yang lain bermanfaat untuk mencapai
tujuan belajar/untuk belajar yang lain pada umumnya.
Ada 2 cara untuk membantu siswa agar belajar sesuai dengan
keadaan individual tiap siswa.
a) Siswa dikelompokkan sesuai dengan tujuan yang mau dicapai
dan berdasar sifat-sifat siswa tersebut. Cara ini banyak
dilakukan dalam kegiatan di bidang musik dan atletik.
b) Materi, perlengkapan, ruang diatur secara fleksibel untuk
memungkinkan belajar secara independen agar siswa dapat
belajar sesuai dengan tempo dan caranya sendiri.
Menilai pekerjaan (performance) sendiri adalah penting dalam
mengembangkan keberdiri sendirian dalam belajar dan dalam
mencapai tujuan. Juga kalau penilaian itu dilakukan guru. Guru
memberitahukan kemajuan siswa dan menolong mengatasi
kesalahan-kesalahannya. Dengan demikian siswa mendapat
semangat/dorongan belajar dan mencapai tujuannya.
Pengembangan kecakapan yang mantap dan pengetahuan yang
komperhensif menuntut pengalaman belajar yang produktif
selama waktu yang cukup lama. Review yang sistematis dan
latihan yang berjarak waktu yang teratur diperlukan untuk
mencapai tujuan berjangka panjang (kebalikan cramming
learning).
Penerapan pada situasi-situasi baru konsep-konsep, prinsipprinsip, keterampilan-keterampilan, dan hasil-hasil belajar lain
yang baru diperoleh akan meningkatkan kemantapan
(permanence) penguasaannya.

16
3.6. Belajar dengan jalan mengamati dan meniru (Observational Learning
and Imitation)
Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku baru dikuasai atau
dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu
model/contoh/teladan.
1) Model yang Ditiru
Model yang diamati dan ditiru siswa dapat digolongkan menjadi :
a) Kehidupan yang nyata
Misalnya : orang tua di rumah, guru di sekolah, dan orang lain
dalam masyarakat.
b) Simbolik
Termasuk
dalam
golongan
ini
adalah
model
yang
dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar.
c) Representasional
Termasuk
dalam
golongan
ini
adalah
model
yang
dipresentasikan dengan menggunakan alat-alt audiovisual,
terutama televise dan video.
2) Pengaruh Meniru
Menurut Badura dan Walters, penguasaan tingkah laku atau
response baru, pertama-tama adalah hasil dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam waktu yang bersamaan (kontiguitas) yang
diamati. Kuat lemahnya response itu bergantung pada penguatan
(reinforcement). Menurut teori ini, yang penting adalah bagaimana
response itu mula-mula dipelajari. Proses tersebut akan lebih jelas
dengan memperhatikan 3 macam pengaruh yang berbeda dari
pengamatan (observasi) dan peniruan.
3.7. Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning)
1) Tipe-tipe belajar
Ada 2 dimensi dalam tipe-tipe belajar, yaitu :
a) Dimensi menerima (reception learning) dan menemukan
(discovery learning)
b) Dimensi menghafal (rote learning) dan belajar bermakna
(meaningful learning).
Kalau dua dimensi itu digabung, akan kita peroleh empat macam
belajar (Ausebel & Robinson) dalam Slameto [2] yaitu :
1. Meaningful reception
2. Rote reception
3. Meaningdul discovery
4. Rote discovery
Didalam reception learning semua bahan yang harus dipelajari
diberikan dalam bentuknya yang final (bentuk yang sudah jadi)
dalam bahan yang disajikan (expository material).
Contoh : Bahan yang dikemukakan dalam paragraph di atas
mengenai dua dimensi dan empat macam belajar dari Ausebel &
Robinson.
2) Struktur dan proses internal
Menurut Ausebel dan Robinson (dalam Slameto) [2], struktur
kognitif itu bersifat piramida. Bagian puncaknya yang sempit berisi
konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum, bagian tengah
yang agak luas berisi sub-subkonsep yang kurang umum, dan

17
bagian dasar yang paling luas berisi informasi-informasi khusus
(konkret).
Proses mengintegrasikan informasi atau ide baru ke dalam struktur
kognitif yang tleah ada disebut subsumsi.
Ada dua macam subsumsi yaitu :
1) Subsumsi derivatif
Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang
membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai, maka
proses menghubungkan keduanya sehingga terjadi belajar,
disebut subsumsi derivatif
2) Subsumsi korelatif
Bila ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang baru
mengubah ide (informasi, konsep dan sebagainya) yang telah
dipunyai, maka proses menghubungkan keduanya disebut
subsumsi korelatif.subsumsi itu bermanfaat untuk memperkuat
belajar atau mencegah lupa.
3) Variable-variabel didalam belajar bermakna
Struktur kognitif, seperti telah disebutkan di depan adalah
perangkat fakta-fakta, konesp-konsep, generalisasi-generalisasi
yang terorganisasi, yang telah dipelajari dan dikuasai seseorang.
Macam-macam variable struktur kognitif adalah :
1) Pengetahuan yang telah dimiliki
Bila informasi atau ide baru adalah kasus khusus yang
membantu atau menerangkan ide yang telah dipunyai, maka
proses menghubungkan keduanya sehingga terjadi belajar,
disebut subsumsi derivatif.
2) Diskriminabilitas
Konsep-konsep baru yang dapat dibedakan
dengan jelas
dengan apa yang telah dipelajri, mudah dipelajari dan dikuasai.
3) Kemantapan dan kejelasan
Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada di dalam
struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk
menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan.
Ada dua macam latihan : distributed practice dan massed
practice (ingat belajar bagian dan belajar global)
4) Motivasi dan belajar bermakna
Motif kebrhasilan (achievement motivation) terdiri dari 3 komponen
:
1) Dorongan kognitif
Termasuk dalam dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk
mengetahui, untuk mengerti, dan untuk memecahkan masalah.
Dorongan kognitif timbul di dalam proses interaksi antara siswa
dengan tugas/masalah.
2) Harga diri
Ada siswa tertentu yang tekun belajar melaksanakan tugastugas bukan terutama untuk memperoleh pengetahuan atau
kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dan harga diri.
3) Kebutuhan berafiliasi
Kebutuhan berafiliasi sukar dipisahkan dari harga diri. Ada siswa
yang berusaha menguasai bahan pelajaran atau belajar dengan

18
giat untuk memperoleh pembenaran/penerimaan dari temantemannya atau orang lain (atasan) yang dapat memberikan
status kepadanya. Siswa senang bila orang lain menunjukkan
pembenaran (approval) terhadap dirinya, dan oleh karena itu ia
giat belajar, melakukan tugas-tugas dengan baik, agar dapat
memperoleh pembenaran tersebut.
5) Penerapannya disekolah
Teori Ausebel (dalam slameto) [2], teori tersebut berlaku terutama
pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik dan yang
sudah mempunyai konsep-konsep dasar di dalam bidang-bidang
pelajaran tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena teori itu
pertama-tama menekankan penguasaan belajar mula, retensi,
transfer, dan variable-variabel yang berhubungan dengan belajar
semacam itu.
Itulah teori-teori belajar yang dapat kita pelajari. Bagi seorang guru
dan pembimbing perlu sekali mendalami teori-teori belajar itu,
agar dapat menerapkan dalam tugasnya waktu mengadakan
interaksi belajar mengajar/membimbing.
Juga guru diharapkan harus dapat menciptakan kondisi-kondisi di
mana memungkinkan siswa dapat belajar dengan efektif, dan
dapat mengembangkan daya eksplorasinya.
Sistem instruksional dewasa ini banyak dipengaruhi oleh teori
Bruner, Piaget, Gagne, Bandura dan Ausebel,sehingga guru
diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya dalam
melaksanakan komponen-komponen dari sistem instruksional itu.
4. Prinsip-prinsip belajar
Dengan
mempelajari
uraian-uraian
yang
terdahulu,
maka
guru/pembimbing seharusnya dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip
belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan
kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Namun
demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu, sebagai berikut :
a) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
2. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
3. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif.
4. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
b) Sesuai hakikat belajar
1. Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya.
2. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.
3. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian
yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan

19
pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
response yang diharapkan.
c) Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
1. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya.
2. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai
dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
d) Syarat keberhasilan belajar
1. Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat
belajar dengan tenang.
2. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
B. Geometri
Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran
bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi.
Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan
untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang
Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas
dan volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan
cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan
ruang; atau geometri juga berarti ilmu ukur.
Geometri merupakan salah satu aspek matematika di samping aljabar,
statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus. Dalam
pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan
bangun-bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan,
transformasi, dan geometri analitis. Geometri merupakan bagian dari
matematika yang mempelajari pola-pola visual, yang akan menghubungkan
matematika dengan dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai
sistem matematika yang menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak
nyata), akan tetapi dalam pembelajarannya bertahap didahului dengan
benda-benda kongkret sebagai media sesuai dengan tahap perkembangan
anak.
Obyek geometri merupakan hal yang abstrak yang tidak dapat diraba,
dipegang, atau diamati secara langsung melalui panca indera. Misalnya bila
kita menunjuk sebuah persegipanjang dan kemudian menggambarkan atau
membuatnya dengan mnggunakan lidi atau kawat, sesungguhnya itu
bukanlah persegipanjang yang dimaksudkan di dalam geometri. Ia hanyalah
sebuah model persegipanjang. Sedangkan persegipanjang sebenarnya hanya
ada dalam alam pikir manusia. Siapa yang bisa menetapkan seberapa besar
garis atau sisi sebuah persegipanjang. Demikian pula bagaimana dengan
ketebalan sebuah persegipanjang. Hal-hal tersebut tak pernah terungkap di
saat membicarakan persegipanjang dan juga benda-benda geometri yang
lainnya. Akan tetapi mereka ada dan dapat dipelajari sebagai materi

20
matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan juga
dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Peranan geometri tidak diragukan lagi dari masa perkembangannya di
Mesir dan Basilonia untuk kepentingan praktis mereka seperti membuat
bangunan dan menghitung luas tanah hingga sekarang telah memberikan
sumbangan yang besar dalam perkembangan ilmu dan teknologi modern.
Piramida-piramida bangsa Mesir kuno yang dibangun 4000 tahun yang lalu,
masih merupakan contoh yang paling kuat dari struktur yang menggunakan
bentuk-bentuk segitiga. Bangunan batu yang sangat besar ini terdiri dari
dinding segitiga miring yang diatur di atas dasar persegi.
Kalaupun obyek geometri itu abstrak, akan tetapi mereka “ada”. Adalah
sebuah kenyataan bahwa geometri sebagai suatu aspek matematika yang
sangat penting dan berperan dalam kehidupan. Geometri menjadi materi
yang ingin diketahui secara mendasar dan fundamental untuk
pengembangan matematika itu sendiri dan pengembangan kemampuan
berpikir manusia secara logis. Oleh karena itu perlu adanya tinjauan tentang
”geometri” tersebut berdasarkan filasafat matematika. Perlu ada tinjauan
tentang geometri terhadap aspek-aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi
matematika. Dengan demikian diharapkan geometri menjadi lebih bermakna,
lebih bermanfaat dan pengembangannya tidak perlu diragukan lagi.
Travers dkk [6] menyatakan bahwa :”Geometry is the study of the
relationships among points, lines, angels, surfaces, and solids. Hal ini
menuntukkan bahwa geometri adalah ilmu yang membahas tentang
hubungan antara titik, garis, sudut, bidang dan bangun-bangun ruang.
Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran Matematika di
sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar, statistika dan peluang, logika,
trigonometri, dan kalkulus.
Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah, menurut Suydan
dalam Kusni adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis. Berkaitan
dengan tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar untuk
memberikan kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat
hidupnya serta memberikan sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan
peristilahan yang diperlukan pada pendidikan jenjang berikutnya. Menurut
Kusni, dengan mempelajari geometri sekaligus dapat menumbuhkembangkan
kesenangan intelektual yang sesungguhnya terhadap matematika.
Geometri menjadi materi penting karena melibatkan kemampuan kognitif
siswa. Soemadi [8] mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan geometri
adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengajar membaca dan
menginterprestasikan
argumen-argumen
matematika,
menanamkan
pengetahuan (geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan
mengembangkan kemampuan keruangan.

21
Idealnya, pembelajaran geometri tidak hanya mencakup aspek-aspek
formal yang diperlukan untuk sekolah menengah, melainkan juga
memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan
menyelidiki, mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong
untuk merumuskan pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran
kesimpulan.
Permasalahan yang kemudian muncul dalam pembelajaran geometri
diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri adalah benda-benda
pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa berpikir
secara kongkret.
Menurut Piaget dalam Ruseffendi [3], tahap pertama anak belajar geometri
adalah topologis. Mereka belum mengenal jarak, belum mengenal kelurusan,
dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah sesuatu itu ada di dalam
atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir kongkrit ke bawah anakanak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret. Menurut Van Hiele
dalam Ruseffendi [3], berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan
bahwa siswa belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis,
pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan
mengerti, mereka harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih
dahulu.
Memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa dari berpikir secara
kongkret menuju tingkat berpikir abstrak, maka teknik pembelajaran pada
masing-masing jenjang pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang
lingkup materi geometri tersebut mungkin bisa sama. Misalnya materi
bangun datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP, SMA, dan hingga
perguruan tinggi terus berkembang menjadi geometri analit datar. Ruang
lingkup materi tentang bangun datar, akan tetapi cara penyampaian dan
tingkat kedetailannya berbeda dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.
Secara umu